Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

TIPE KEJANG TONIK DAN KEJANG MIKLONIK

Dosen Pembimbing :
Indriatie. S.Kp. MM.Kes

Disusun Oleh :
1. Safira Nahar Fitriana P27820118055
2. Arvina Lita P27820118056
3. Indira Ismi Azizah P27820118057
4. Achmad Ristio P27820118058
5. Intan Lu’lu’ul Fuadah P27820118059
6. Gracia Irnadianis Ivada P27820118060
7. Arindha Putri Nurhidayah P27820118061
8. Seidatul Aqromiyah P27820118062

TINGKAT II REGULER B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kejang
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba
– tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika
gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat
menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik
terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.
Kejang dapat disertai dengan gangguan metabolisme seperti uremia,
hipoglikemia, hiperglikemia, dan gagal hati, toksik seperti overdosis dan sindrom
withdrawal, dan infeksi seperti meningitis dan ensepalitis, kejang yang terjadi pada
pasien dengan kondisi ini tidak selalu mengarah pada diagnosis epilepsi, meskipun
obat yang digunakan untuk menatalaksana kejangnya adalah obat antiepilepsi dalam
jangka pendek , obat umumnya tidak perlu di lanjutkan setelah pasiennya sembuh dari
kejang.

2.2. Etiologi
Kejang paling sering terlihat pada pasien kritis. Dalam sebuah penelitian 55
pasien dengan serangan kejang onset terbaru dalam perawatan intensif care unit
diperoleh hasil lebih dari sepertiga kejang disebabkan oleh gangguan metabolisme
akut seperti hiponatremia, dan delapan orang pasien diperoleh kejangya disebabkan
oleh penggunaan obat antiaritmia atau antibiotic. Penyebab lain yang mendasari
timbulnya kejang adalah :
a. Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui
b. Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga yang tidak diketahui atau
tidak jelas
c. Gejala atau yang timbul dari otak yang dikenal kelainan
d. Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada risiko jika
hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit
e. Space Occupaying lesions
 Tumor otak
 Malformasi arteri vena (AVM)
 Hematoma subdural
 Neurofibromatosis
f. Infeksi Cerebral
 Bakteri atau virus meningitis.
 Radang otak
 Abses otak
g. Kejang demam atipikal
h. Faktor genetic, seperti kromosom yang abnormal
i. Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis
j. Asidosis hipoksia
k. Riwayat keluarga
2.3. Klasifikasi Kejang
Kejang telah di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi
baik itu idiopatik (primer) atau gejala (sekunder). Klasifikasi kejang pertama kali
diusulkan oleh Gastaut pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan berulang kali
oleh International League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan
klasifikasi sebagai berikut :
a. Kejang Parsial (fokal)
1.) Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
 Dengan gejala motorik
 Dengan gejala sensorik
 Dengan gejala otonomik
 Dengan gejala psikik
2.) Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
 Parsial sederhana
- Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
- Dengan automatisme
 Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
- Dengan gangguan kesadaran saja
- Dengan automatisme
3.) Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
 Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum
b. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
1) lena/ absens
2) mioklonik
3) klonik
4) tonik
5) tonik-klonik
6) atonik/ astatik
c. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan
2.4. Kejang Tonik

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien
dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului
oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa:
merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung.
Pada tahap tonik biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas
atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernicterus. Pasien dapat kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh
karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian
dalam atau lidah.
Pada saat fase klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral
dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang
klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan
atau oleh ensepalopati metabolik.
Pada fase klonik pasien terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak
terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak
sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah
serangan semacam ini.
2.5. Kejang Miklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang danterjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.(Lumbang Tebing,1997)

2.6. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energy yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan
normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu
380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(FKUI, 2007)

2.7. Manifestasi Klinik


a) Kejang Tonik
1. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
2. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah
4. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
b) Kejang Mioklinik
1. Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
2. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan
3. Keduatn sinkrondari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
4. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
5. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

2.8. Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada
orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang,
kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau
kesulitan belajar / ataupun epiksi. Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang
berulang tanpa adanya demam kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng
demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan
karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak dengan
epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 – 98 % anak
yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy. Komplikasi yang
paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam berulang. Sekitar
33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar 33%
anka akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko terulangnya
kejang demam akan lebih tinggi jika :
1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu
tinggi
2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit
3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya
Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor:
1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia.
Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar
kemungkinan mengalami kejang berulang.

2.9. Pemeriksaan Penunjang


1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. GDA
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
2.10. Penatalaksanaan
Pengobatan fase akut dalam penanganan kejang demam, orang tua harus
mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang
harus di perhatikan adalah sebagai berikut :
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. Sebagian besar kejang
berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus.
d. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
e. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter
untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah
yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan selain
point-point di atas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal (melalui) atau jika
terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :
Dosis IV(infuse) Dosis per rectal
Usia
(0,2mg/kg) ( 0.5 mg / kg )
< 1 tahun 1-2 mg 2.5 – 5 mg
1 – 5 tahun 3 mg 7.5 Mg
5-10 tahun 5 mg 10 mg
>10 tahun 5-10 mg 10 – 15 mg

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang
infuse 0.5 mg / kg per rectal
2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan .
3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin
15 – 40 mg / kg per infuse dalam 30 menit .
4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung)
5. Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan

Obat anti epilepsi (AED) terapi, pengobatan utama untuk sebagian besar pasien,
memiliki empat tujuan: untuk menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi
mereka ke tingkat maksimum yang mungkin, untuk menghindari efek samping yang
berhubungan dengan pengobatan jangka panjang, dan untuk membantu pasien dalam

mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial mereka , dan dalam menjaga


kestabilan kehidupan sehari –hari mereka. Keputusan untuk memulai terapi obata anti
epilepsy harus berdasarkan analisis informasi tentang kemungkinan kejang
kekambuhan, konsekuensi terus kejang untuk pasien, dan efek menguntungkan dan
merugikan dari farmakologis yang akan diberikan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba –
tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika
gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan
kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area
otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,
hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit,
dan overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal
tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas
dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.
Obat anti epilepsi (AED) terapi, pengobatan utama untuk sebagian besar pasien,
memiliki empat tujuan: untuk menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka
ke tingkat maksimum yang mungkin, untuk menghindari efek samping yang berhubungan
dengan pengobatan jangka panjang, dan untuk membantu pasien dalam mempertahankan
atau memulihkan kegiatan psikososial mereka , dan dalam menjaga kestabilan kehidupan
sehari –hari mereka
DAFTAR PUSTAKA

Kristanto, Andre. 2017. Epilepsi bangkitan umum tonik-klonik. Jurnal Of Intisari Sains
Medis

Volume 8, Number 1: 69-73

Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran  EGC.

Hassan Ruspeno, et all.2007. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid II.
Ed.1.

Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai