Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


TENTANG “ABSES PARU”

DISUSUN OLEH :
1. ADINDA MOUDY AGASSIMEVIA (1711012)
2. AURIZAL AHMAD AZIZ (1711009)
3. CAMILO BELO CABRAL (1711013)
4. HERLINA BINTI MAHMUDAH (1711017)
5. LILY INDRAYANI (1711015)

PENDIDIKAN NERS SEMESTER III REGULER


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Blitar, 23 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BLAKANG

Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas di tandai oleh adanya sel megaloblastik
dalam sumsum tulang.Sel megaloblastik adalah sel precursor erosit dengan bentuk sel yang
besar disertai adanya kes, dimana maturasisi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan
susunan kromosom yang longgar, biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa.
Penyebabnya anemia megaloblastik adalah defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat,
gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat dan gangguan sintesisi DNA.

Pengobatan :

 Asam tolik 15-30 / hari.


 Vitamin 12 3 x 1 tablet / hari
 Sulfas ferosus 3 x1 / hari
 Pada kasus berat dan pengobatan oral, hasilnya lamban sehingga dapat diberikan
transfusi darah.

Dalam penulis ini membahasa tentang konsep teori serta. Asuhan keperawatan pada
anemia megaloblastik.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis data membuat rumusan masalah yaitu
sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari anemia megaloblastik?


2. Apa etiologi dari anemia megaloblastik?
3. Apa saja klafisikasi dari anemia megaloblastik?
4. Bagaimana patofisiologi pada anemia megaloblastik?
5. Apa saja manefestasi dari anemia megaloblastik?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dilakukan?
7. Bagaimanakah penatalaksanaannya?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia megaloblastik?
1.3 Tujuan

Tujuan umum penulisan askep ini adalah sebagai pemenuhan tugas system hematologi dan
imunologi megaloblastik”. Tujuan kusus penulisan askep ini adalah menjawab pertanyaan
yang telah di jabarkan pada rumusan masalah agar penulis atau pembaca tentang konsep
scoliosis serta proses keperawatan dan penkajiannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Definisi

Anemia megaloblastik adalah sekelompok anemia yang khas di tandai oleh adanya
eritoblas yang besar dalam sumsum tulang sebagai akibat dari maturasi inti sel-sel
tersebut dalam megaloblas. Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan
bentuk sel yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan
susunan kromosom yang longgar.

Anemia megaloblastik (SDM besar) di klasifikasikan secar morfologi sebagai


anemia makrositik normokronik yang sering di sebabkan oleh defesiensi vitamin B12
(anemia perinisiosa adalah anemia yang disebabkan karena kerusakan produksi sel
darah merah karena kurangnya faktor intrinsik essensial untuk absorbsi vitamin
B12dan asam folat).anemia defesiensi asam folat adalah kelainan dari
maturasi/kematangan eritrosit yang di sebabkan oleh sumber sumber makanan yang
tidak adekuat pasa malnutrisi, waktu kebutuhan akan asam folat meningkat yaitu pada
waktu stres, pertumbuhan dan kehamilan, yang mengakibatkan gangguan sintesis
DNA disertai kegagalan malnutrisi dan pembelahan sel (guyton,2001).defisiensi ini
dapat sekunder akibat malnutrisi defesiensi asam folat, malabsorbsi, kekurangan
faktor intrinsik (seperti pada anemia pernisiosa,penyakit usus dan keganasan).

B.Etiologi

Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :

1. Defesiensi vit B12


 Asupan kurang ; pada vegetarian
 Malabsorbsi
Dewasa : anemia pernisiosa,gastrektomi total/parsial,penyakit
chorns,parasit,limfoma usus halus,obat obatan (momicik,etanol.KCI).
Anak anak : anemia pernisiosa,gangguan sekresi,faktor intrinsik
lambung dangangguan reseptor kobalamin di illeum
 Gangguan metabolisme seluler : defesiensi enzim, abnormalitas
protein pembawa kobalamin, dan paparan nitrit oksida yang
berlangsung.
 Infeksi cacing pita.
2. Defesiensi asam folat
 Asupan kurang
Gangguan nutrisi : alkoholoisme, bayi prematur, orang tua
hemodialisis dan anoreksia nervosa.
Malabsorbsi : gastrektomi parsial, reseksi usus halus,penyakit
chorn.skleroderma dan obat anti konvulsan.
 Peningkatan kebutuhan
Kehamilan,anemia hemolitik, keganasan, hipertyroidisme, serta
eritropoesis yang tidak efektif
 Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, defesiensi enzim.
 Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkoholik
dan hepatoma.
3. Gangguan metabolisme vit B12 dan asam folat
4. Gangguan sintesis DNA yg merupakan akibat dari proses berikut ini :
 Defesiensi enzim congenital
 Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.

C.Manifestasi Klinis

1. pada defesiensi kobalami : gangguan neurologis


2. pada gangguan gastrointestinal dapat timbul gejala : kehilangan nafsu
makan,penurunan berat badan, mual dan sembelit.
3. Pasien mungkin di ikuti sariawan dan sakit pada lidah
4. Tanda tanda anemia
5. Gangguan neurologis : parastesi tangan dan kaki, kehilangan memori
selanjutnya jika keadan memberat dapat mempengaruhi gaya berjalan,
kebutaan akibat atropi N.optikus dan gangguan kejiwaan

Patofisiologi

Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan
sintesis DNA sel-sel erotroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin
B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusu untuk
vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti
erotoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjdi
lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih
besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel
megaloblast ini fungsiny tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehingga terjadi eritropoesis infektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung
pada terjadinya anemia.

Anemia menyebabkan kelellahan, sesak nafas, dan rasa pusing. Orang dengan
anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar,
mereka merasa sulit bekerja, artinya mutu hidupnya lebih rendah. Anemia juga
meningkatnkan resiko kelanjutan penyakit dan kematian. Seseorang yang mengalami
anemia akan tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek
(manifestasi berkurangnya pengiriman O2), peradangan pada lidah, mual, hilangnya nafsu
makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan. Menurut Baldy (2005), salah satu dari
tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya
diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi
untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan
indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu
dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan
membrane mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk
menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya
kurang dari 8 gram.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Jumlah darah lengkap : hematokrit menurun dan HB menurun 4 sampai 5


gr/100ml
2. Jumlah eritrosit menurun, SDM bervariasi, ukuran abnormal (anisositosis),
SDM bentuk abnormal bervariasi (poikilositosis).
3. LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misalnya
peningkatan kerusakan SDM
4. Sel darah putih : meningkat (hemofilik), atau menurun (aplastik)
5. Jumlah trombosit : meningkat (aplastik), meningkat (DB), normal atau tinggi
(hemofilik)
6. Tes schiling : penurunan ekskresi vitamin B12 urine (aplastik)
7. Folat serum dan vitamin B12 : membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masuknya/absorbsi.
8. Aspirasi sumsum tulang/biopsi : sel mungkin nampak berubah dalam jumlah,
ukuran, dan bentuk, membentuk membedakan tipe anemia, misalnya :
peningkatan megaloblastik.
9. Analisa lambung : tidak ada asam klorida (HCL) bebas setelah penyuntikan
pengastrin atau histamin.
PENATALAKSANAAN

Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

1. Terapi suportif : tranfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila
trombositopenia mengancam jiwa.
2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12
Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin
B12 adalah sebagai berikut :

a. Diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intravaskular sehari selama dua


minggu, selanjutnya 100-1000 Ug IM setiap bulan. Bila ada kelainan
neurologis, terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam
bulan, baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila penderita sensitif
terhadap pemberikan suntikan dapat diberikan secara oral 1000 Ug
sekali sehari, asal tidak terdapat gangguan absopsi. Vegetarian dapat
dicegah atau ditangani dengan penambahan vitamin per oral atau
melalui susu kedelai yang diperkaya.
b. Tranfusi darah sebaiknya dihindari, kecuali bila ada dugaan kegagalan
faal jantung, hipotensi postural, renjatan atau infeksi berat. Bila
diperlukan tranfusi darah sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan
(PRC)
3. Terapi untuk defisiensi asam folat
 Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal
tidak terdapat gangguan absopsi.
 Diet makanan yang kaya akan asam folat.

KEMUNGKINAN KOMPLIKASI

1. Kardiomegali
2. GJK
3. Gastritis
4. Halusinasi
5. Infeksi
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

2.8.1 Pengkajian

1. Identitas klien  Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin,


agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung
jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan  Kaji status
riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan
dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang
membuat status kesehatan klien menurun.
3. Pola nutris metabolic  Tanyakan kepada klien tentang jenis,
frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam
sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya
mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang
enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran
lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh
gambaran status nutrisi.
4. Pola eliminasi  Kaji terhadap rekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly
kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.Eliminasi proses,
kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan atau masalah
defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
5. Pola aktivitas dan latihan  Kaji kemampuan beraktivitas baik
sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat
bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada
klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada
pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
6. Pola tidur dan istirahat  Tanyakan kepada klien kebiasan tidur
sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien
memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu,
menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana
suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat
tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
7. Pola persepsi kogniti  Tanyakan kepada klien apakah
menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien
kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak
nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti
pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi
terhadap tempat waktu dan orang.
8. Pola persepsi dan konsep diri  Kaji tingkah laku mengenai
dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress
dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
9. Pola peran hubungan dengan sesama  Apakah peran klien
dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di
masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada
gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan
anggota keluarga dan orang lain.
10. Pola produksi seksual  Tanyakan kepada klien tentang
penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa
jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress  Kaji
faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang
digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap
penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri
sendiri.
12. Pola system kepercayaan  Kaji apakah klien dsering beribadah,
klien menganut agama apa ? Kaji apakah ada nilai-nilai tentang
agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan

2.8.2 Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1. Kulit, rambut, dan kuku


a) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
b) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat
adanya abnormalitas
c) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur
(halus/kasar)edema, dan massa
2. Kepala:
a) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa)
b) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke
bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui
adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan,
kekuatan akar rambut.
3. Mata
a) Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
b) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau
jaringan lunak dibawah bidang orbital.
c) Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
d) Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri
disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak
langsung.
e) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak
langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek
terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
f) Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
g) Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn
dan kemerahan.
h) Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan
snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari
pasien (nervus optikus).
i) Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm
dari pemeriksa.
j) Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan
menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen
4. Hidung
a) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan,
adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
b) Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri,
massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi
sinus-sinus hidung.
c) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang
hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan
antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau
(nervus olfaktorius).
d) Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat
kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi,
cairan, massa, dan pembengkakan.
5. Telinga
a) Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
b) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
c) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak.
Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga
(bila peradangan akan nyeri).
d) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
e) Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang.
Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati
liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
f) Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/
bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus
auditorius).
6. Mulut dan faring
a) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
b) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu
dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya
caries.
c) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan,
warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
d) Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
e) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah
(nervus fasialis)
f) Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal
lidah (nervus glosofaringeal).
g) Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
7. Leher
a) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
b) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
c) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati
gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya
tidak dapat dilihat)
d) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
e) Palpasi kelenjar tiroid
8. Thorak dan tulang belakang
a) Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest,
funnel chest).
b) Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis,
lordosis).
c) Palpasi adanya krepitus pada kosta
d) Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi
payudara: bentuk, ukuran.
9. Paru posterior, lateral, anterior
a) Inspeksi kesimetrisan paru
b) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan
angka atau huruf yang bergetar (contoh 777).Bandingkan paru
kanan dan kiri.
c) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari
tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas
panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
d) Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari
dari pundak sampai dengan torakal
e) Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
f) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler,
bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal:
whezzing, ronchi, krekles.
10. Jantung dan pembuluh darah
a) Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
b) Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada
interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri
daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian
pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut
apkal).
c) Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-
kiri).
d) Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup
jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
e) Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut
nadi.
11. Abdomen
a) Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran,
datar, cekung, kebersihan umbilikus)
b) Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit,
bising usus)
c) Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
d) Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
e) Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
f) Mengukur lingkar perut
 Genitourinari
a) Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan
lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk
mengetahui pembesaran prostat).
b) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa,
keputihan, perdarahan, ciran, bau.
c) Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa,
cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis,
keabnormalan prepusium dan gland penis.
d) Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
12. Ekstremitas
a) Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
b) Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
c) Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time,
danedema
d) Kaji kemampuan pergerakan sendi
e) Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
f) Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
BAB III

APLIKASI KASUS SEMU


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anemia megaloblastik adalah sekelompok anemia yang khas ditandai oleh


adanya eritoblas yang besar dalam sumsum tulang sebagai akibat dari maturasi inti
sel-sel tersebut adalah megaloblas. Sel mealoblas adalah sel precursor eritrosit
dengan bentuk sel yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar
dengan susunan kromosom yang longgar. Penyebab anemia megaloblastik adalah
defisiensi itamin B12, anamia megaloblastik karena defisiensi asam folat, dan
anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Gejala kliis yang biasanya muncul pada anemia megaloblastik adalah sebagai berikut
:

 Tubuh lemah, tidak bertenaga dan pucat


 Anemia karena eritopoesis yang infektif
 Icterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi arena usia eritrosit
memendek
 Glositis dengan lidah berwarna merah, halus seperti daging, stomatis angularis,
anoreksia, diare, nyeri dan gejala sindrom malabsorbsi ringan.
 Penurunan jumlah hematocrit dan Hb
 Selain mengurangi pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 yang
berat juga mempengaruhi
 Penurunan fungsi intelektual
 Gangguan keseimbangan dan terjadi perubahan sebral, demensia, dll

Pemeriksaan yang dlakukan pada penderita anemia megaloblastik adalah


pemeriksaan sel darah tepid an pemeriksaan sumsum tulang. Penatalaksanaan pada
penderita anemia megaloblastik adalah terapi suportif, terapi untuk defesiensi
vitamin B12, terapi untuk defesiensi asam folat, terapi untuk penyakit dasar.

4.2 Saran

Pada penderita anemia megaloblastik harus dilakukan pemeriksaan sel


darah tepid an sumsum tulang untuk mengetahui kondisi sel darah merah dan jenis
dari anemia megaloblastik itu sendiri. Terapi untuk penderita anemia megaloblastik
ditentukan oleh jenis anemianya, hal tersebut bertujuan agar dalam penyembuhan
anemia tidak terjadi kesalahan. Contohnya pada penderita anemia megaloblastik
defisiensi vitamin B12, penatalaksanaannya adalah dengan terapi untuk defesiensi
vitamin B12 bukan terapi untuk defesiensi asam folat, sehingga bila pengobatan
benar sesuai penyebab dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, et, al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. FKUI : Media
Aesculapius.

Doenges, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Price, Sylvia Aderson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Susan, Martin Tuckler, et, al. 1998. Standar Keperawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai