Anda di halaman 1dari 34

REFERAT ANEMIA DEFISIENSI

Pembimbing : dr. Tumpal Yansen Sihombing, SpA

Disusun oleh : Hilyah Mursilah 107103000451

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTRAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, MARET 2012

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Anemia Defisiensi tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anak Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Tumpal YS, SpA, yang telah meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan referat ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Jakarta, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................. Daftar isi............................................................................................................ BAB I Pendahuluan ......................................................................................

2 3 4 6 33 34

BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................... BAB III Kesimpulan ....................................................................................... Daftar Pustaka ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1 Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.1 Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2 Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak, serta wanita hamil. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa, defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.2 Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan

mengurangi aktivitas kerja serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu.2 Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.1. Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85 % penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.2 Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblasti. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat. tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sumsum tulang. Dengan demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis). Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan atau asam folat.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1. FISIOLOGI HEMOGLOBIN DAN ERITROSIT a. Struktur dan bentuk

Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter rata-rata kirakira 7,8 mikrometer dan ketebalan 2,5 mikrometer pada bagian yang paling tebal serta 1 mikrometer di bagian tengahnya. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95 mikrometer kubik.3 Sel darah merah terdiri dari komponen berupa membran, sistem enzim, dan hemoglobin. Hemoglobin inilah yang berperan dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan. Hemoglobin tersusun atas heme (gugus nitrogenosa non protein-Fe) dan globin (protein dengan empat rantai polipeptida). Dengan struktur tersebut, hemoglobin dapat mengangkut empat molekul oksigen.3

b.

Pembentukan hemoglobin Sintesis hemoglobin mulai dalam eritroblast dan terus berlangsung sampai tingkat

normoblast. Sintesis hemoglobin dimulai ketika suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs, berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung dengan besi untuk molekul heme. Akhinya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yang disebut globin, yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Tiap-tiap rantai ini mempunyai berat molekul kira-kira 16.000; 4 dari molekul ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk membentuk molekul hemoglobin yang lengkap.3 Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.2

c.

Oksigenasi jaringan Setiap keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi jaringan biasanya akan

meningkatkan eritropoiesis. Jadi, bila seseorang menjadi begitu anemis akibat adanya perdarahan atau kondisi lainnya, sehingga menurunnya oksigenasi jaringan maka sumsum tulang akan segera memulai produksi eritrosit. Oksigenasi jaringan yang menurun disebabkan karena volume darah yang menurun, anemia, hemoglobin yang menurun, penurunan kecepatan aliran darah, dan penyakit paru-paru.3

II.2. HEMATOPOIESIS

Definisi proses pembentukan sel-sel darah matur dari sel stem (sel induk) dalam jaringan hemopoitik.3

II.2.1.

Komponen Darah

1. Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya sama dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung campuran kompleks zat organik dan anorganik.3 a. Protein plasma Mencapai 7 % plasma dan merupakan satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapilar untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama : albumin, globulin, dan fibrinogen.3 b. Plasma juga mengandung nutrien, gas darah, elektrolit, mineral, hormon, vitamin, dan zat-zat sisa.3 i. Nutrien meliputi asam amino, gula, dan lipid yang diabsorpsi dari saluran pencernaan. ii. Gas darah meliputi oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen. iii. Elektrolit plasma meliputi ion natrium, kalium, magnesium, klorida, kalsium, bikarbonat, fosfat, dan ion sulfat. 2. Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit.3

II.2.2.

Hematopoiesis (produksi) elemen pembentuk

1. Area pembentukan3 a. Selama perkembangan embrio, hematopoiesis pertama kali berlangsung dalam kantong kuning telur dan berlanjut di hati, limpa, nodus limfe, dan seluruh sumsum tulang janin yang sedang berkembang. b. Setelah lahir dan selama masa kanak-kanak, sel-sel darah terbentuk dalam sumsum semua tulang. c. Pada orang dewasa, sel darah hanya terbentuk pada sumsum tulang merah yang ditemukan dalam tulang membranosa seperti sternum, iga, vertebra, dan tulang ilia girdel pelvis. Sel-sel darah yang sudah matang masuk ke sirkulasi utama dari sumsum tulang melalui vena rangka. 2. Diferensiasi sel darah. Semua sel darah diturunkan dari hemositoblas (sel batang primitif) pada sumsum tulang, yang dibagi dan dibedakan menjadi lima jenis sel : proeritoblas, mieloblas, limfoblas, monoblas, dan megakarioblas.3 a. Proeritroblas mengalir melalui sejumlah tahapan (eritroblas basofilik, eritroblas kromatofilik, normoblas, dan retikulosit), dan setelah matang menjadi eritrosit. 1. Selama masa perkembangan, eritrosit mensintesis hemoglobin, suatu pigmen pembawa oksigen, dan melepas organelnya. Nukleus mengecil dan akhirnya keluar dari sel. 2. Setelah nukleus hilang, eritrosit tetap berada dalam sumsum tulang selama beberapa hari sampai matang dan kemudian dilepas ke dalam sirkulasi. b. Mieloblas merupakan asal promielosit, yang mengalami penyimpangan dalam perkembangannya dan menjadi tiga jenis sel darah yang disebut granulosit : neutrofil, eosinofil, dan basofil. c. Limfoblas merupakan asal limfosit. Monoblas merupakan asal monosit. Limfosit dan monosit disebut agranulosit. d. Megakorioblas membentuk megakariosit, yang merupakan asal trombosit. Gambar 1. Hematopoiesis

II.3. ANEMIA II.3.1. Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).4,5

Gambar 3. Sel darah merah Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan menurun. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaphoresis (keringat dingin), takikardia, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimptomatik, kecuali pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan :1).Meningkatkan curah jantung dan pernafasan, oleh karena itu meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan oleh SDM, 2). Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, 3). Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, 4). Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.4 II.3.2. Kriteria Anemia

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu

ditentukan titik pemilah (cut off point) di bawah kadar mana kita anggap terdapat anemia.4 Anemia menurut kriteria WHO Kelompok Anak Umur 6 bulan 6 tahun 6 tahun 14 tahun Wanita dewasa Dewasa Laki-laki dewasa Ibu hamil Hemoglobin (gr/dl) <11 <12 <12 <13 <11 Sumber :WHO II.3.3. Etiologi dan Klasifikasi Anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1). Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2). Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3). Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). 2

Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis


A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit a. Anemia defisiensi besi b. Anemia defisiensi asam folat c. Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan pembentukkan (utilisasi) besi a. Anemia akibat penyakit kronik b. Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang a. Anemia aplastik b. Anemia mieloptisik c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik e. Anemia pada sindrom mielodisplastik Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik Anemia karena hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a. Gangguan membran eritrosit (membranopati) b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) - Thalassemia - Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll 2. Anemia hemolitik ekstrakuspular a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopatik c. Lain-lain Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

B.

C.

D.

10

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan: 1). Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <80 fl dan MCH <27; 2). Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; 3). Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.4,5 1. Anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.5 2. Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.5 3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).5

II.3.4. Gejala Anemia Anemia terjadi karena fungsi eritrosit sebagai pembawa oksigen dari paru untuk disalurkan ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik maka hal ini menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen di tubuh yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan timbulnya mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya asupan oksigen maka timbullah berbagai gejala anemia seperti lemah, sesak napas, jantung berdebar-debar.5 Gejala umum anemia adalah apabila kadar hemoglobin turun di bawah nilai tertentu. Gejala umum ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.4

11

Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a). Derajat penurunan hemoglobin; b). Kecepatan penurunan hemoglobin; c). Usia; d). Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.4 Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala, yaitu:6 1. Gejala umum anemia Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala muncul setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb<7 g/dl).6 2. Gejala khas masing-masing anemia6 Spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh: Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia). Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12 Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala penyakit dasar Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.6

12

II. 4. ANEMIA DEFISIENSI II.4.1. Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan anemia yang paling sering ditemukan didunia, terutama didaerah yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30 % penduduk menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia dfisiensi besi.2 Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering pada bayi dan anak. Hampir selalu terkadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi penyakit yang mendasarinya menjadi bagian penting dari pengobatan.2 Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukakn 0,8-1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Fe yangberasal dari susu ibu diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain.2 II.4.1.1. Epidemiologi

Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.(1,2,4,5) Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5% anak praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun dikatahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.2,4 Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam lebih rendah.2 Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. 2

13

II.4.1.2

Metabolisme Zat Besi

Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar 0,5 gram. 2 Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.2 Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi. 2

14

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.6 Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.6 Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 2

II.4.1.3. Etiologi Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
15

Kekurangan besi dapat disebabkan: 2 1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis Pertumbuhan Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir, bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.2 Menstruasi Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.2 Infeksi 2. Kurangnya besi yang diserap. Masuknya besi dari makanan yang tidak adekuat Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi dalam satu tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI ekslusif jarang menderita kekurangan besi dalam 6 bulan pertama. Hal ini besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat diabsorpsi.2 Malabsorpsi besi Keadan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama peryerapan besi heme dan non heme.2 3. Perdarahan Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya Anemia Defisiensi Besi. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status
16

besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi ) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.2 Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induce enterohepathy, ulkus peptikum karena obat-obatan ( asam asetil salisilat, kertikosteroid, indometasin, obat AINS) dan infestasi cacing (Ancylostoma doudenale dan Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.2 4. Transfusi feto-maternal Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.2 5. Hemoglobinuria. Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mh/hari.2 6. Iatrogenic blood loss Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko menderita ADB.2 7. Idiopatthic pulmonary hemosiderosis Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat berulang menyebabkan kadar Hb menururn drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.2 8. Latihan yang berlebihan Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.2 Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi:8 1. Bayi di bawah usia 1 tahun. Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau bayi kembar. ASI eksklusif tanpa adanya suplementasi besi.

17

2. Anak umur 1-2 tahun Kebutuhan meningkat karena Infeksi yang berulang/menahun sepert enteritis, bronkopneumonia. Masukan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan ( hanya minum susu). Malabsorbsi. Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infeksi parasit dan divertikulum meckeli 3. Anak berumur 2 sampai 5 tahun Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang menganndung Fe Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infeksi parasit dan divertikulum meckeli 4. Anak umur lebih dari 5 tahun- masa remaja Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit (amubiasis, ankilostomiasis) 5. Usia remaja sampai dengan dewasa Pada wanita antara lain menstruasi berlebihan. II.4.1.4 Patofisiologi Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:2 1. Tahap petama. Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.2

2. Tahap kedua Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun

18

dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.2

3. Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.2

Tabel tahapan kekurangan besi. Tahap 1 Hb Cadangan besi (mg) Fe serum (ug/dl TIBC (ug/dl) Saturasi tansferin(%) Feritin serum (ug/dl) Sideroblas (%) FEP(Ug/dl SDM) MCV Normal <100 normal 360-390 20-30 <20 40-60 >30 Normal
Tahap 2 sedikit menurun

Tahap 3 menurun jelas (mikrositik/hipokrom) 0 <40 >410 <10 <12 <10 >200 Menurun

0 <60 >390 <15 <12 <10 <100 normal

Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995)

II.4.1.5. Manifestasi Klinis Gejala klinis ADB yang ringan, diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala umum yang terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 gr/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb <5 gr/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik.2 Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non-hematologi akibat kekurangan besi seperti:2 1. Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku kokaf atau Spoon shape nail ), atrofi papil lidah, perubahan mukosa lambung dan usus. 2. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh.

19

3. Thermogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin. 4. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrophil mempunyai kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan S. aureus menurun. 5. Limpa hanya teraba pada 10-15% pasien.

II.4.1.6.

Pemeriksaan Laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim yang meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.2,5 Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).2 Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.2 Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya dapat terjadi pada penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian trombositopenia

dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositpenia 28%.2 Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC meningkat, Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum:TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan penilaian terbaik untuk
20

mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) <16 menunjukkan suplai besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat ditegakkan, sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.2 Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat diketahui kadar Free Erytrcyte Protopoephyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin di dalam sel. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit menunjukan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif.2 Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum. Bila kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.2 Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Unutuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.2

II.4.1.7.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:2,7 Kriteria diagnosis ADB menurut WHO: 1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia 2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-35%) 3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N:80-180ug/dl) 4. Saturasi Transferin <15% (N:20-50%) Kriteria ini harus terpenuhi, paling sedikit kriteria no.1,3 dan 4. Tes yang paling efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu feritin serum.7

21

II.4.1.8. Diagnosis Banding 1. Talassemia minor 2. Anemia penyakit kronis 3. Anemia sideroblastik. Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB2

Pemeriksaan lab

ADB

Talasemia minor N N N

Anemia peny.kronis N, N,

Anemia Sideroblastik N, N N/

MCV Fe serum TIBC Saturasi Transferin FEP Ferritin serum

N N

II.4.1.9. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.2 Pemberian preparat besi peroral Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa tetes (drop).2,4

22

Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 60 mg) pad anemia sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3 mg/kgBB/hari.2,5 Preparat besi dan kandungan besi elemental8 Preparat Tablet/kapsul Ferrous fumarate Ferrous gluconate Ferrous sulfat Ferrous sulfat, slow released Polysaccharide-iron complex Suspensi cair Ferrous fumarate Ferrous sulphate 60 mg/ml Drop: 75 mg/ml Sirup: 30 mg/ml 20 mg/ml 15 mg/ml 6 mg/ml 300 mg/kap 300 mg/tab 300-325 mg/tab 160 mg/tab 150 mg/kap 99 mg/kap 35 mg/tab 60-65 mg/tab 65 mg/tab 150 mg/kap Sediaan Kandungan besi elemental

Pada wanita hamil, pemberian folat (500g) dan zat besi (120 mg) akan bermanfaat, sebab anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke dua zat gizi tersebut. Tablet kombinasi yang cocok, mengandung 250 g folat dan 60 mg zat besi, dimakan 2 kali sehari.2 Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai tambahan zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan ditolerir lebih baik dari pada ditelan pada saat perut kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.2 Pemberian preparat besi parenteral Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Oleh karena itu, besi parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua, malabsorpsi berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml.2
23

Dosis dapat dihitung berdasarkan: Dosis besi (mg) = BB (kg) kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) 2,5 Preparat besi parenteral dan kandungan besi elemental8 Jenis preparat besi parenteral Iron dextran Sodium ferric gluconate Iron sucrose Kandungan besi elemental 50 mg/ml 12,5 mg/ml 20 mg/ml

Transfusi darah Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 10 ml/kgBB. Bila terdapat gagal jantung atau edema paru yang nyata dapat diberikan furosemid 1 mg/kgBB peroral atau 0,5 mg/kgBB iv lambat.2,8,9

Pencegahan 1. Pencegahan Primer Pada bayi yang masih mendapatkan ASI, dianjurkan untuk mendapatkan ASI ekslusif selama minimal 6 bulan, karena walaupun ASI hanya memiliki kadar besi yang rendah (0,5-1 mg/L) tetapi absorbsinya sangat tinggi yaitu 50%. Sedangkan susu sapi yang mempunyai kandungan hamper sama dengan ASI, absorbsinya hanya 10%. Bahkan susu formula yang difortifikasi oleh zat besi (12 mg/L), absorbsinya hanya 4%. Bila bayi tidak mendapatkan ASI, dianjurkan untuk memberikan susu formula yang sudah difortifikasi besi.7,8 Selain memperhatikan asupan yang harus diberikan, suplementasi besi harus tetap dianjurkan. Untuk bayi cukup bulan diberikan suplementasi besi elemental 1 mg/kgBB/hari dimulai dari usia 4-6 bulan. Bayi dengan berat badan lahir 1,5-2,0 kg mendapatkan besi elemental 2 mg/kgBB hari, diberikan sejak usia 2 minggu. Bayi
24

dengan berat badan 1,0-1,5 kg diberikan 3 mg/kgBB/hari yang diberikan sejak usia 2 minggu. Bayi <1 kg diberikan besi elemental 4 mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu. Anak usia 2-5 tahun mendapatkan besi elemental 20-30 mg/hari, usia 6-11 tahun mendapatkan besi elemental 30-60 mg/hari dan remaja mendapatkan besi elemental 60 mg/hari.7,8 2. Pencegahan Sekunder Bayi yang disertai satu atau lebih kriteria resiko seperti yang tercantum pada dibawah, harus menjalani skrining untuk kemungkinan menderita defisiensi besi. Dari semua faktor resiko tersebut, pemberian susu sapi pada 1 tahun pertama kehidupan merupakan faktor resiko yang paling poten terhadap kemungkinan terjadinya defisiensi besi demikian pula dengan kemiskinan. Skrining secara terus menerus harus juga dilakukan pada semua bayi dari keluarga yang tidak mampu.8 Faktor resiko untuk terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan:8 Diet o Minum susu sapi o Susu formula rendah besi o ASI eksklusif tanpa suplementasi besi Prenatal/perinatal o Anemia selama kehamilan o Berat badan lahir rendah o Prematuritas o Kehamilan kembar Sosial ekonomi o Sosial ekonomi rendah o Pendatang dari Negara yang sedang berkembang

Skrining pada bayi cukup bulan dengan factor resiko diatas dilakukan pada usia 9-12 bulan. Sedangkan pada bayi prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah dan bayi kembar, skrining dilakukan pada usia 6 bulan. Setelah usia 12 bulan, semua anak yang pada waktu masa bayinya tidak menjalani skrining perlu menjalaninya pada saat itu.8 Anak yang berusia 1-3 tahun yang mempunyai resiko defisiensi besi (pernah menderita ADB, diet rendah besi dan vitamin C, berasal dari keluarga yang berimigrasi dari Negara yang sedang berkembang) dianjurkan pula untuk menjalani
25

skrining pada usia antara 15-18 bulan dan pada usia 24 bulan. Skrining meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap dan bila ada biaya sebaiknya diperiksa pula kadar feritin dalam serum dan saturasi transferin.8

II.4.1.10 Prognosis Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi.2 Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:2 Diagnosis salah Dosis obat tidak adekuat Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat) Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).

II.4.2. Anemia Defisiensi Asam Folat dan Vitamin B12 Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12 disebut juga dengan anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritroid sebagau akibat gangguan sintesis DNA.2,8

II.4.2.1 Etiologi Asam folat dan vitamin B12 merupakan kofaktor yang dibutuhkan oleh sintesis nucleoprotein, keadaan defisiensi tersebut menyebabkan gangguan sintesis DNA dan selanjutnya akan mempengaruhi RNA dan protein.2
26

Penyebab Anemia megaloblastik:2 A. Defisiensi Asam folat Asupan yang kurang: kemiskinan, ketidaktahuan, cara pemasakan, malnutrisi, prematuritas,dll. Gangguan absorpsi (kongenital maupun didapat) Kebutuhan yang meningkat Gangguan metabolism asam folat (kongenital atau didapat) Peningkatan ekskresi ( dialysis kronis, penyakit hati, penyakit jantung)

B. Defisiensi Vitamin B12 Asupan kurang : diet kurang mengandung vitamin B12, defisiensi pada ibu yang menyebabkan defisiensi vitamin B12 pada ASI. Gangguan absorpsi: kegagalan sekresi factor intrinsic, kegagalan absorpsi di usus kecil Gangguan transport Vitamin B12 (kongenital atau didapat) Gangguan metabolisme vitamin B12

C. Lain-lain: Gangguan Sintesis DNA kongenital Gangguan Sintesis DNA didapat

II.4.2.2. Asam Folat Folat banyak didapatkan dari sayuran hijau, buah-buahan, jeroan. Tubuh kita tidak dapat membuat asam folat sehingga harus didapatkan dari diet. Asupan folat yang dianjurkan WHO-FAO (1989) untuk bayi 3,6 ug/kgBB/hari, anak umur 1-16 tahun 3,3 ug/kgBB/hari dan dewasa 3,1 ug/kgBB/hari.2

Secara alamiah folat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorpsi kurang efisien dibandinfkan dalam bentuk mono glutamate (asam folat). Aktivitas konjugasi folat di brush
27

border usus membantu konversi poliglutamat kedalam bentuk monoglutamat sehingga meningkatkan absorpsi. Sebagian besar asam folat dalam plasma terikat secara longgar dengan albumin. Cadangan asam folat dalam tubuh terbatas dan anemia megaloblastik dapat terjadi setelah 2-3 bulan diet bebas folat.2,8 II.4.2.3 Vitamin B12 Vitamin B12 didapatkan daro kobalamin dalalm makanan, terutama bersumber dari hewani. Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin B12. Asupan Vitamin B12 yang dianjurkan oleh WHO-FAO (1989) untuk bayi 0,1 ug/hari, dewasa 1,0 ug/hari.2

Vitamin B12 dilepaskan dalam suasana keasaman lambung yang bergabung dengan protein R dan factor intrinsic (FI), melewati duodenum, kemudian protease pancreas akan memecah protein R, dan diabsorpsi di ileum distal melalui reseptor spesifik untuk FIkobalamin. Vitamin B12 dosis tinggi dapat berdifusi melalui mukosa usus dan mulut.

Didalam plasma, kobalamin berikatan dengan protein transport (transcobalamin II/TC-II) yang akan membawa vitamin B12 ke hati, sumsum tulang dan jaringan tempat penyimpanan lainnya. TC-II memasuki sel melalui reseptor dengan cara endositosis, dan kobalamin dikonversi dalam bentuk aktif (metilkobalamin dan adenosilkobalamin) yang penting untuk transfer kelompok metil dan sintesis DNA. Plasma juga mengandung 2 protein yang terikat vitamin B12 yaitu TC-I dan TC-III, keduanya tidak memilikik transport spesifik tetapi diketahui dapat menggambarkan penyimpanan vitamin B12 dalam tubuh.2 Berbeda dengan asam folat, anak besar dan remaja memiliki persediaan vitamin B12 untuk selama 3-5 tahun. Meskipun demikian, pada bayi yang lahir dari ibu yang persediaan vitamin B12nya rendah, manifestasi klinis defisiensi kobalamin dapat timbul pada usia4-5 bulan pertama kehidupan.2

28

II.4.2.4. Patofisiologi Untuk sintesis DNA yang normal diperlukan pasokan methyltetrahydrofolate dan vitamin B12 yang adekuat. Berikut adalah jalur metabolisme asam folat dan vitamn B12 dalam sintesis DNA:2

Absorpsi vitamin B12 di ileum memerlukan faktor intrinsic (FI) yaitu glikoprotein yang disekresi lambung. FI akan mengikat 2 molekul kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi metionin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan folat tereduksi dalam sel. Folat intrasel yang berkurang akan menurunkan precursor timidilat yang selanjutnya menggangu sintesis DNA.2,8 Defisiensi vitamin B12 yang berlangsung lama menganggu perubahan propinat menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada susuna saraf pusat. Proses demielinisasi ini menyebabkan kelainan medulla spinalis dengan gangguan neurologis.2 Sebelum diabsorpsi, asamfolat harus diubah menjadi bentuk monoglutamat . bentuk folat tereduksi yaitu tetrahdrofolat merupakan koenzim aktif. Defisiensi folat menyebabkan penurunan tetrahidrofolat intrasel yang akan menggangu sintesis timidilat dan selanjutnya menggangu sintesis DNA.2,8

29

II.4.2.5. Manifestasi Klinis Anemia Megaloblastik Gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah dan anoreksia. Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal mencapai berat badan yang cukup dan diare kronis. Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada kasus yang berat. Pada anak yang lebih besar, gejala dan tanda muncul berhubungan dengan anemianya dan proses patologis penyebab defisiensi asam folat tersebut. Defisiensi asam folat sering menyertai kwashiorkor atau marasmus.2 Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12, diamping gejala yang tidak spesifik seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga ditemukan gejala pucat, glositis, muntah diare dan icterus. Kadang-kadang timbul gejala neurologis seperti parastesia, deficit sensori, hipotoni, kejangn, keterlambatan perkembangan dan perubahan neuropsikiatrik.2 II.4.2.6. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat didapatkan anemia makrositik (MCV >100 fl), anosisitosis dan poikilositosis,

retikulositopenia, dan sel darah merah berinti dengan morfologi megaloblastik. Pada defisiensi yang lama dapat disertai trombositopenia dan neutropenia. Pada defisiensi kronis, kadar folat dalam sel darah merah merupakan indicator yang paling baik. Kadar besi dan vitamin B12 serum normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat jelas. Sumsum tulang hiperseluler karena terdapat hyperplasia eritroid. Perubahan megaloblastik jelas meski masih ditemukan precursor sel darah merah yang masih normal.2 Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12, kadar vitamin B12 <100pg/ml (menurun). kadar besi atau asam folat serum normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat menggambarkan adanya eritropoesis yang tidak efektif.dapat disertai p[eningkatan bilirubin 2-3 mg/dl. Terdapat peningkatan ekskresi asam metilmalonik dalam urin dan ini merupakan indeks defisiensi vitamin B12 yang sensitif.2 II.4.2.7. Diagnosis Pada anamnesis ditemukan keluhan karena gejala anemianya, kemudian dicari informasi kearah etiologi dan atau predisposisi seperti riwayat diet, riwayat operasi, riwayat pemakaian obat-obatan seperti antibiotik, antikonvulsan, gejala saluran cerna seperti malabsorpsi, diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anemia, ikteus ringan, glositis,
30

stomatitis, purpura, neuropati. Pemeriksaan laboratorium awal adalah pemeriksaan pemeriksaan darah rutin termasuk indeks eritrosit, apus darah tepip dan sumsum tulang. Selanjutnya untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan yang spesifik seperti pemeriksaan kadar asam folat, vitamin B12, tes Schilling sesuai indikasi.2,8 II.4.2.8. Penatalaksanaan Anemia Megaloblastik karena Defisiensi Asam folat Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat denga dosis 0,5-1 mg/hari, diberikan peroral atau parenteral. Responsklinis dan hematologis dapat timbil segera, dalam 1-2 hari terlihat perbaikan nafsu makan dan keadaan membaiki. Dalam 24-48 jam terjadi penurunan kadar besi serum dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan retikulosit yang mencapai puncaknya pada hari ke 4-7, diikuti kenaikan kadar Hb menjadi normal dalalml waktu 2-6 minggu.2

31

Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 Respons hematologis telah terjadi pada pemberian vitamin B12 dosis rendah, hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis rendah dapat dilakukan sebagai tes terapetik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin B12 masih diragukan. Jika terjadi perbaikan neurologis, harus diberikan injeksi vitamin B12 1 mg intramuskular minimal selama 2 minggu.2

II.4.2.9. Prognosis Pada umumnya baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskular atau infeksi yang berat.2

32

BAB III KESIMPULAN


Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Kekurangan asam folat dan vitamin B12 akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal dan tidak tergantung pada faktor instrinsik seperti pada vitamin B12. Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1 mg/hari, diberikan peroral atau parenteral. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 ug/hari.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor. Pendekatan terhadap Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006; hal 632-636. 2. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42.

3.
4.

Guyton, A.C. dan Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology. W.B. Saunders, Philadelphia, 1996. Behrman, Kliegemen, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders. 2004.

5.

Hillman, R.S dan Ault, K. A. Hematology in Clinical Practice: A Guide to Diagnosis and Management. McGraw Hill, New York, 1995.

6.

Linker, CA, MD., Blood in Current Medical Diagnosis & Treatment, Book I, 43rd, Lange, p. 462-514, 2004.

7.

Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ed I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2005

8.

Abdulsalam M, Trihono P, kaswandani N,dkk. Pendekatan praktis pucat: masalah kesehatan yang terabaikan pada bayi dan anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI- RSCM. 2007

9.

WHO Indonesia. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah SAkit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih Bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta: Depkes RI. 2008

34

Anda mungkin juga menyukai