Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan terutama di
negara berkembang. Penyebabnya antara lain:
o Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi
yang dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah
vitamin C).
o Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu
hamil dan menyusui.
o Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
o Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik,
keganasan lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang, menometrorraghia,
hematuria, atau hemaptoe.
A. Metabolisme Besi
Total besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada wanita)
hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3 kompartemen, yakni 1). Besi fungsional,
seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan 80 % dari total besi
yang terkandung jaringan tubuh. 2). Besi cadangan, merupakan 15-20% dari total besi dalam
tubuh, seperti feritin dan hemosiderin. 3). Besi transport, yakni besi yang berikatan pada
transferin.
B. Sintesis Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai sejak stadium pronormoblas, namun hanya sedikit sekali
rantai hemoglobin yang terbentuk. Begitu pula pada stadium normoblas basofil. Baru pada
stadium normoblas polikromatofil sitoplasma sel mulai dipenuhi dengan hemoglobin (±
34%). Sintesa ini terus berlangsung hingga retikulosit dilepaskan ke peredaran darah.
Pada tahap pertama pembentukan hemoglobin, 2 suksinil Ko-A yang berasal dari
siklus krebs berikatan dengan 2 molekul glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol
bergabung membentuk protoporfin IX, yang selanjutnya akan bergabung dengan besi
membentuk senyawa heme. Akhirnya setiap senyawa heme akan bergabung dengan rantai
polipeptida panjang (globin) sehingga terbentuk rantai hemoglobin. Rantai hemoglobin
memiliki beberapa sub unit tergantung susunan asam amino pada polipeptidanya. Bentuk
hemoglobin yang paling banyak terdapat pada orang dewasa adalah hemoglobin A
(kombinasi 2 rantai α dan 2 rantai β). Tiap sub unit mempunyai molekul heme, oleh karena
itu dalam 1 rantai hemoglobin memerlukan 4 atom besi. Setiap atom besi akan berikatan
dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).
Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3
tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum
terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorpsi besi dari
usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang.
2. Iron deficient Erythropoiesis
Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara laboratorik
karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang melakukan mekanisme
mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang terbentuk menjadi tercabik-cabik,
bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu
kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah penigkatan kadar free protoporfirin dalam
eritrosit, saturasi transferin menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat.
Parameter lain yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Gambar 7: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi besi
3. Anemia defisiensi besi
Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar
hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia
hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan
beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.
Beberapa dampak negatif defisiensi besi, disamping terjadi anemia, antara lain:
1. Sistem neuromuskuler
Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang
menyebabkan gangguan glikolisis sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang
mempercepat kelelahan otot.
2. Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada anak
Terjadi karena gangguan enzim aldehid oksidase dan monoamin oksidase, sehingga
mengakibatkan penumpukan serotonin dan katekolamin dalam otak.
3. Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim mieloperoksidase netrofil berkurang
sehingga menurunkan imunitas seluler. Terutama bila mengenai ibu hamil, akan
meningkatkan risiko prematuritas dan gangguan partus.
E. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah:
1. Kadar hemoglobin dan indek eritrosit:
Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH)
MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsung
lama
Bila pada SADT terdapat anisositosis, merupakan tanda awal terjadinya
defisiensi besi
Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis (sel
cincin, sel pensil, sel target)
2. Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak pada
pukul 8-10 pagi.
3. Penurunan kadar feritin serum
Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia defisiensi
besi yang paling kuat, cukup reliabel dan praktis. Angka serum feritin yang normal
belum dapat menyingkirkan diagnosa defisiensi besi, namun feritin serum >100 mg/dl
sudah dapat memastikan tidak ada defisiensi.
4. Peningkatan protoporfirin eritrosit
Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100 mg/dl
menunjukkan adanya defisiensi besi.
5. Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 µg/dl), dipakai untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit kronis.
6. Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas basofil yang
meningkat, disertai penurunan stadium berikutnya. Terdapat pula mikronormoblas
(sitoplasma sedikit dan bentuk tidak teratur. Pengecatan sumsum tulang dengan
Prussian blue merupakan gold standar diagnosis defisiensi besi yang akan memberikan
hasil sideroblas negatif (normoblas yang mengandung granula feritin pada
sitoplasmanya, normal 40-60%).
7. Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi, misalnya pemeriksaan feses, barium enema,
colon in loop, dll.
F. Diagnosis
Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan adanya anemia 2).
Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan penyebab defisiensi. Secara laboratoris
dipakai kriteria modifikasi Kerlin untuk menegakkan diagnosa:
→ anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan MCH < 31% dengan
satu atau lebih kriteria berikut:
1. Terdapat 2 dari parameter di bawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi ttransferin <15%
2. Feritin serum <20 mg/dl
3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia menunjukkan sideroblas negatif
4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4 minggu terdapat kenaikan
Hb >2 gr/dl
G. Terapi
1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila tidak dapat
menyebabkan kekambuhan.
2. Pemberian preparat besi:
Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama
sulfas ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan
eritropoiesis hingga 2-3 kali dari normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat
lambung kosong (lebih sering menimbulkan efek samping) paling sedikit
selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek samping gastrointestinal (mual, muntah,
konstipasi) pemberian dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi
3x100mg. Untuk meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama vitamin C
3x100 mg/hari.
Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM).
Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi
suntikan. Indikasi pemberian parenteral:
a. Intoleransi terhadap preparat oral
b. Kepatuhan berobat rendah
c. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh dengan
pemberian besi)
d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi
e. Kehilangan darah banyak
f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang
pendek, misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi.
Dosis yang diberikan dihitung menurut formula:
Kebutuhan besi (mg) = {(15 – Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau 1000)
3. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C.
4. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu:
Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya kehamilan
trimester akhir atau pre operasi