Anda di halaman 1dari 7

BAB II

ANEMIA

2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

2.2 Kriteria
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah
kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin
sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian
tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO adalah:
NO KELOMPOK KRITERIA ANEMIA
1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl
3. Wanita hamil < 11 g/dl

2.3 Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi
morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.

No Morfologi Sel Keterangan Jenis Anemia


1. Anemia makrositik Bentuk eritrosit yang - Anemia Pernisiosa
- normokromik besar dengan konsentrasi - Anemia defisiensi folat
hemoglobin yang normal
2. Anemia mikrositik Bentuk eritrosit yang - Anemia defisiensi besi
- hipokromik kecil dengan konsentrasi - Anemia sideroblastik
hemoglobin yang - Thalasemia
menurun
3. Anemia normositik Penghancuran atau - Anemia aplastik
- normokromik penurunan jumlah - Anemia posthemoragik
eritrosit tanpa disertai - Anemia hemolitik
kelainan bentuk dan - Anemia Sickle Cell
konsentrasi hemoglobin - Anemia pada penyakit
kronis

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan


produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel
darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah
(kehilangan darah atau hemolisis).
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini
dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya:
leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin
1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat
pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi
ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan
melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

Defisiensi besi Inflamasi


Fe serum Rendah Rendah
TIBC Tinggi Normal atau rendah
Saturasi transferin Rendah Rendah
Feritin serum Rendah Normal atau tinggi

2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”,
gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal.
Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab
dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12,
obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating
agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan
inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan
hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi
yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan
sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua
keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat
terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan
retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan
eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis
gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis.
Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan
karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh
pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis
aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis
dapat terjadi secara episodik (self limiting).
Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit

2.4 Gejala Klinis

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:
1. Complete Blood Count (CBC)
A. Eritrosit
a. Hemoglobin (N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl)
b. Hematokrit (N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%)
B. Indeks eritrosit
a. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10
Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 90 + 8 fl)

b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10


Jumlah eritrosit x 10 6
(N: 30 + 3 pg)

c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10


Hematokrit
(N: 33 + 2%)
C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3)
D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)
2. Sediaan Apus Darah Tepi
a. Ukuran sel
b. Anisositosis
c. Poikolisitosis
d. Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)
4. Persediaan Zat Besi
a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter )
b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter)
c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter)
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
a. Aspirasi
- E/G ratio
- Morfologi sel
- Pewarnaan Fe
b. Biopsi
- Selularitas
- Morfologi

I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)


Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan
hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas
ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.
Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai
makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa
hemoglobin (hipokromia)

II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)


SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada
produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang
bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang
beraneka ragam.
III. Hitung Retikulosit
Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia.
Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang.
Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam
(waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang
menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi.
Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai
retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan
usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur
(polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih
panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.

RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)

Faktor koreksi untuk:


Ht 35% : 1,5
Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5

Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat
RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan

IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi


Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali
100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin,
terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00.
Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga
merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis,
kadarnya dapat meningkat.

V. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum
tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif.
Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid)
dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan
granuloid).

Anda mungkin juga menyukai