Anemia didefinisikan sebagai keadaan dimana nilai hemoglobin (Hb) atau hematokrit
(Ht) kurang dari persentil 5 dari distribusi hemoglobin atau hematokrit berdasarkan stage of
pregnancy pada populasi. Klasifikasi anemia pada kehamilan didasarkan pada trimester
kehamilan yaitu Hb < 11 g/dL dan Ht < 33% pada trimester pertama, Hb < 10,5 g/dL dan Ht
< 32% pada trimester kedua, Hb < 11 g/dL dan Ht < 33% pada trimester terakhir.
Klasifikasi anemia secara umum dapat dibagi berdasarkan mekanisme penyebab,
morfologi eritrosit, dan inherited or acquired. Klasifikasi mekanisme mengkategorikan
anemia akibat penurunan produksi eritrosit, peningkatan destruksi eritrosit, dan kehilangan
darah. Klasifikasi berdasarkan morfologi mengkategorikan anemia makrositik, normositik,
dan mikrositik.1
Pada Tahun 2019, World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa prevalensi
anemia pada wanita usia reproduktif (15-49 tahun) mencapai 29,9% dari total populasi dunia,
yaitu mencapai sekitar setengah miliar pasien. Kemudian, 29,6% dari total populasi wanita
usia reproduktif yang tidak hamil mengalami anemia dan 36,5% dari total populasi wanita
usia reproduktif yang hamil mengalami anemia. 2 Secara umum, anemia sering terdeteksi pada
satu dari tiga wanita saat trimester ketiga dengan diagnosis paling sering adalah anemia
defisiensi besi.3
Iron Kinetics and Iron Deficiency Anemia
Zat besi merupakan salah satu komponen penting dalam fisiologi tubuh terutama dalam
mengikat dan mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan dan
meregulasi zat besi, terdapat sistem homeostasis zat besi di dalam tubuh.4
A. Iron Absorption
Sekitar 2 mg zat besi diserap setiap harinya di dalam duodenum dan jejunum
proksimal. Hal ini diseimbangkan dengan eliminasi zat besi melalui deskuamasi kulit,
pelepasan jaringan epitel usus, dan kehilangan darah. Pada dasarnya, tubuh manusia
tidak dapat mengontrol ekskresi zat besi, namun dapat meregulasi penyerapan zat
besi. Jenis zat besi yang diserap ada dua, yaitu heme dan non-heme. Untuk bentuk
non-heme yang umumnya adalah Fe3+, perlu dilakukan reduksi menjadi Fe2+ sebelum
diserap dengan cara berinteraksi dengan protein membrane bound ferric reductase
duodenal cytochrome (DcytB). Zat besi ditranspor melewati membran apikal sel
epitel usus melalui divalent metal transporter 1 (DMT1) yang kemudian melewati
membrane basolateral melalui ferroportin.4
A. Diet rendah zat besi (makanan yang banyak zat besi seperti daging sapi, kerang, hati,
ayam, kacang, dan biji-bijian).
B. Diet rendah makanan peningkat penyerapan zat besi (jus jeruk, anggur, stroberi, dan
brokoli).
C. Diet tinggi makanan penghambat penyerapan zat besi (produk susu, produk kacang
kedelai, kopi, dan teh).
D. Penyakit gastrointestinal yang menimbulkan malabsorpsi.
E. Menses berat.
F. Short interpregnancy interval.
G. Perdarahan berat selama persalinan.1
Gambar 2.2. Etiologi anemia defisiensi besi berdasarkan American Family Physician
(AFP).9
Stage of Iron Deficiency
A. Iron depletion/negative iron balance (penurunan penyimpanan zat besi hingga nol)
Stadium ini adalah fase saat kebutuhan/penurunan zat besi lebih besar dibandingkan
kapasitas tubuh terhadap penyerapan zat besi makanan. Stadium ini bisa disebabkan
oleh efek fisiologis seperti kehilangan darah, kehamilan, pertumbuhan remaja, atau
diet zat besi rendah. Terdapat peningkatan pelepasan zat besi dari penyimpanan
hingga terjadi deplesi total. Walaupun begitu, tidak terdapat penurunan pada level
serum zat besi, Transferin-iron binding capacity (TIBC), dan level protoporfirin
eritrosit. Selain itu, morfologi eritrosit juga masih normal.10
B. Iron deficiency erythropoiesis (penurunan penyimpanan zat besi dan jumlah zat besi
dalam darah)
Pada awal stadium ini, selain deplesi penyimpanan zat besi, level zat besi serum juga
ikut menurun. TIBC dan level protoporfirin eritrosit meningkat secara gradual. Kadar
ferritin juga ikut menurun sampai < 15 μg/l. Walaupun begitu, pada tahap awal,
sintesis hemoglobin belum mengalami efek. Penurunan sintesis hemoglobin terjadi
setelah kadar transferrin menurun < 15-20% sehingga mencapai tahap iron deficient
erythropoiesis.10
C. Iron deficiency anemia (penurunan penyimpanan, jumlah zat besi dalam darah, dan
zat besi fungsional)
Pada tahap ini, kadar serum zat besi dan ferritin sudah sangat rendah, terjadi
peningkatan pada TIBC, dan peningkatan drastis level protoporfirin eritrosit. Selain
itu, perubahan paling penting pada fase ini adalah terjadi penurunan kadar Hb dan Ht
hingga dibawah batas normal. Pada pemeriksaan mikroskopik, akan didapatkan
eritrosit mikrositik hipokrom dalam jumlah banyak.10
Gambar 3.1. Stadium dan perbandingan anemia defisiensi besi.10
Clinical Features
Gejala umum dan berat yang timbul pada pasien anemia defisiensi besi:
A. 5L (Letih, Lemah, Lelah, Lesu, Lalai): Gejala yang timbul akibat penurunan asupan
oksigen ke seluruh jaringan tubuh sehingga terdapat penurunan aktivitas kerja sel
secara general. Hal ini mengakibatkan penurunan perfoma pada individu tersebut.
B. Disfagia: Terjadinya atrofi mukosa akibat penurunan asupan oksigen dapat
menyebabkan formasi webbing di laringofaring. Hal ini dapat menyebabkan pasien
kesulitan menelan makanan.
C. Pica: Keinginan untuk memakan benda-benda yang bukan makanan seperti batu,
tanah, atau rambut. Mekanisme pasti mengenai pica tidak diketahui secara pasti.
D. Rambut rontok: Gejala ini bersifat tidak sering. Rambut rontok diketahui terkait
dengan penurunan kadar ferritin pada tubuh.
E. Palpitasi: Merupakan salah satu gejala yang timbul pada anemia defisiensi besi berat
(Hb < 4 g/dL). Hal ini merupakan respon simpatik terhadap hipoksia pada pasien.
F. Angina: Merupakan salah satu gejala yang timbul pada anemia defisiensi besi berat
(Hb < 4 g/dL). Hal ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan oksigen otot jantung yang mengakibatkan iskemia pada miokardium.
G. Dyspnea on exertion: Merupakan salah satu gejala yang timbul pada anemia
defisiensi besi berat (Hb < 4 g/dL). Hal ini merupakan respon simpatik terhadap
hipoksia pada pasien yang diperberat saat beraktivitas.11
Pemeriksaan fisik yang abnormal dan biasanya terlihat pada pasien anemia defisiensi besi:
A. Tanda-Tanda Vital
a. Takikardia: Merupakan respon simpatik akibat hipoksia pada pasien anemia
defisiensi besi berat.
b. Takipnea: Merupakan respon simpatik akibat hipoksia pada pasien anemia
defisiensi besi berat.11
B. Pemeriksaan HEENT
a. Konjungtiva anemis: Penurunan ikatan Hb dengan oksigen menyebabkan
tampakan warna merah memudar pada area vaskularisasi yang tinggi seperti
konjungtiva.12
b. Kulit tampak pucat: Penurunan ikatan Hb dengan oksigen menyebabkan
tampakan warna merah memudar.
c. Mukosa bibir dan rongga mulut tampak pucat: Penurunan ikatan Hb dengan
oksigen menyebabkan tampakan warna merah memudar.11
d. Angular keilitis: Maserasi pada sudut bibir yang menyebabkan inflamasi.
Faktor risiko dari gejala ini adalah defisiensi nutrisi termasuk zat besi.13
Diagnosis
Pada pasien anemia defisiensi besi yang memiliki eritrosit mikrositik, perbedaan dengan
anemia hemolitik/kehilangan darah adalah kelompok anemia hemolitik/kehilangan darah
memiliki MCV normal, retikulosit yang normal atau meningkat, dan evaluasi kadar besi
dalam darah normal. Untuk perbedaan antara anemia defisiensi besi dengan anemia
mikrositik lainnya seperti anemia of chronic disease, dapat dilihat dari kadar ferritin yang
normal, TIBC yang normal atau menurun, dan peningkatan pada ESR. Untuk thalassemia,
selain ferritin dan TIBC, pemeriksaan elektroforesis menunjukkan perubahan struktur protein
globin. Pada dasarnya, setiap jenis penyakit anemia memiliki perbedaan yang bermakna pada
pemeriksaan laboratorium.20
Management
Tatalaksana anemia defisiensi zat besi secara umum didasarkan pada menangani etiologi,
modifikasi diet, terapi zat besi, dan transfusi darah.
A. Modifikasi diet
a. Pasien direkomendasikan untuk mengonsumsi iron-rich foods (daging sapi,
kerang, hati, ayam, kacang, dan biji-bijian) dan mengurangi konsumsi diet
tinggi penghambat penyerapan zat besi (produk susu, produk kacang kedelai,
kopi, dan the).1
B. Terapi zat besi
a. Terapi Oral
i. Target konsumsi zat besi pada ibu hamil adalah 27 mg/hari dimana
suplementasi perinatal sangat dibutuhkan.
ii. Indikasi adalah seluruh pasien yang didiagnosis anemia defisiensi besi.
iii. Suplemen zat besi yang diberikan dapat berupa:
1. Ferrous fumarate : 106 mg zat besi/ 325 mg tablet
2. Ferrous sulfate : 65 mg zat besi/ 325 mg tablet
3. Ferrous gluconate : 34 mg zat besi/ 300 mg tablet1