Anda di halaman 1dari 9

Anemia defisiensi besi

Definisi1
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan sebagai sintesis hemoglobin. Selain sebagai pembentukan hemoglobin, zat besi juga
terdapat pada beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, proses
katabolisme dan neurontransmitter. Dengan demikian, kekurangan zat besi dapat merugikan
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan
konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja.1

Patofisiologi1
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung
lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang.
Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
1. Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada, tetapi hemoglobin dan fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi
non heme.
2. Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis.
Pada pemeriksaan laboratorium didapat nilai besi serum dan saturasi transferin menurun
sedangkan TIBC dan FEP meningkat.
3. Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi besi. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang
progresif
Tahapan kekurangan zat besi
Haemoglobin Tahap 1 normal Tahap 2 sedikit Tahap 3: menurun
menurun jelas
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum normal <60 <40
(ug/dl)
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi transferrin 20-30 <15 <10
(%)
Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (ug/dl) >30 >100 200
MCV normal Normal menurun
Pendekatan diagnosis
1. Anamnesis
a. Faktor predisposisi dan etiologi anemia1
Terjadinya anemia defisiensi besi saangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi
besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah
yang hilang. Kekurangan zat besi dapat disebabkan
1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis
a. Pertumbuhan: pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan
besi akan meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia
defisiensi besi meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya
meningkat tiga kali lipat, dan massa hemoglobin dua kali lipat
dibandingkan dengan saat lahir. Bayi premature dnegan pertumbuhan
sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya mencapai enam kali
lipat dan masa hemoglobinya didalam sirkulasi mencapai tiga kali
lipat.
b. Menstruasi merupakan penyebab tersering pada anak perempuan
kehilangan darah.
2. Kurangnya besi yang diserap
a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat: bayi cukup bulan
memerlukan kurang lebih 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI ekslusif jarang menderita
anemia pada enam bulan pertama karena 40 % besi dalam ASI
diabsorpsi oleh bayi.
b. Malabsorpsi besi. Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang
mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan
fungsional.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya
anemia defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan
besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat
mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat karena ulkus
peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
anemia pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuri
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-
7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss : terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya
untuk pemeriksaan laboratorium.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis
hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan : pada orang yang berolahraga berat kadar feritin
serumnya akan kurang dari 10 ug/dl.
b. Manifestasi klinik
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium.
Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10
g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan.
Bila kadar Hb <5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas.
Bila anemia terus berlanjut, dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur
sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar hb <3-4 mg/dl pasien tidak mengeluh
karena tubuh sudah mengadakan kompensasi sehingga beratnya gejala adb tidak
sesuai dengan kadar Hb.1
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti:1,2
1. Penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh
2. Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan
mempertahankan suhu tubuh normal saat udara dingin.
3. Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal
4. iritabilitas, daya persepsi, dan perhatian anak berkurang
2. Pemeriksaan Fisik1,2
- Tanda anemia
- Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shaped nail), atrofi
papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.
- Kekurangan zat besi pada otot jantung dapat mengakibatkan gangguan kontraktilitas
otot jantung
3. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisien besi diperlukan pemeriksaan laboratorium
meliputi pemeriksaan:
- Pemeriksaan darah rutin: Pemeriksaan hemoglobin, merupakan pemeriksaan pertama
yang penting untuk anemia, pemeriksaan hematokrit atau packed cell volume,
leukosit dan trombosit.1,3
Tabel kadar haemoglobin dan hematokrit normal berdasarkan kriteria WHO

Pada anemia defisiensi besi biasanya normal tetapi bila anemis berlangsung lama
terjadi grnulositopenia. Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali lipat. Biasanya hanya
terjadi pada perdarahan massif.1
- Indeks eritrosit: kadar MCV, MCH, MCHC menurun.1,3
- Pemeriksaan apusan darah tepi : gambaran mikrositik hipokrom, anisositosis, dan
poikilositosis.1
- Pemeriksaan untuk status besi: dapat digunakan sebagai tambahan pemeriksaan Hb
dan Ht. Namun pemeriksaan status besi tidak dilakukan secara tunggal. Pemeriksaan
status besi dilakukan dengan beberapa pemeriksaan lainnya.3
o Pemerisaan serum feritin: pemeriksaan serum feritin merupakan pemeriksaan
paling spesifik untuk mengukur kadar penyimpanan besi didalam tubuh.
Rendahnya serum ferritin berarti adanya deplesi zat besi. Interpretasinya
berdasarkan who yaitu:3

o Besi serum, transferrin dan staurasi transferrin: Defisiensi besi merupakan


hasil dari kekurangan besi serum/ Iron Serum (SI) level, peningkatan
transferrin (TIBC), dan berkurangnya saturasi transferrin (SI/TIBC). Apabila
saturasi transferrin <16% menunjukkan suplai besi tidak adekuat untuk
eritropoiesis, bila <7% diagnosis anemia defisiensi besi dapat diteggakn,
sedangkan nilai ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis bila nilai MCV
rendah.3
o Pemeriksaan free eritroid protopoeitin: untuk mengetahui kecukupan
penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang. Pada pembentukan eritrosit akan
dibentuk cincin poliforifirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila
besi tidak adekuat, menyebabkan terjadinya porfirin didalam sel. Nilai FEP
>100ug/dl eritrosit menunjukkan ADB.3
Kriteria diagnosis ADB berdasarkan WHO:1
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi hb eritrosit rata-rata <31%
3. Kadar fe serum <50 ug/dl
4. Saturasi transferrin <15%
Tatalaksana anemia defisiensi besi4
Prinsip tata laksana anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Preparat besi dapat
diberikan melalui oral atau parenteral. Garam ferro di dalam tubuh diabsorbsi oleh usus sekitar
tiga kali lebih baik dibandingkan garam ferri, maka preparat yang tersedia berupa ferro sulfat,
ferro glukonat, ferro fumarat.
Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dianjurkan 3-6 mg besi
elemental/kgBB/hari diberikan dalam 2 dosis sehari selama 2-3 bulan setelah Hb normal. Dosis
obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferro. Garam ferro
sulfat mengandung besi elemental 20%, sementara ferro fumarat mengandung 33%, dan ferro
glukonat 12% besi elemental.
Evaluasi respon terhadap terapi besi dengan melihat peningkatan retikulosit dan
peningkatan hemoglobin atau hematokrit. Terjadi kenaikan retikulosit maksimal 8%-10% pada
hari kelima sampai kesepuluh terapi sesuai dengan derajat anemia, diikuti dengan peningkatan
hemoglobin (rata-rata 0,25-0,4 mg/dL/hari) dan kenaikan hematokrit (rata-rata 1% per hari)
selama 7-10 hari pertama. Kadar hemoglobin kemudian akan meningkat 0,1 mg/dL/hari sampai
mencapai 11 mg/dL dalam 3-4 minggu. Bila setelah 3-4 minggu tidak ada hasil seperti yang
diharapkan, tidak dianjurkan melanjutkan pengobatan. Namun apabila didapatkan hasil seperti
yang diharapkan, pengobatan dilanjutkan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin kembali
normal.
Geltman dkk, melakukan uji klinik acak terkontrol pada bayi umur 3-6 bulan dan
melaporkan bahwa pemberian profilaksis multivitamin bersama dengan besi pada bayi berumur
sekitar 6 bulan tidak dapat menurunkan risiko anemia pada saat bayi berumur 9 bulan. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang selama hamil menderita anemia memiliki risiko dua kali lebih besar
untuk menderita anemia atau defisiensi besi pada saat berumur 9 bulan. Sedangkan Lozoff dkk
dalam penelitiannya memberikan suplemen besi 3 mg/kgBB per oral dua kali sehari selama
enam bulan pada anak umur 12-23 bulan yang menderita anemia defisiensi besi. Dijumpai
peningkatan hemoglobin pada tiga dan enam bulan setelah pemberian besi, namun bayi yang
menderita anemia yang telah diintervensi tetap menunjukkan perkembangan mental yang lebih
lambat dibandingkan bayi seumur namun tidak mengalami anemia defisiensi besi. Pemberian
suplemen preparat besi merupakan pencegahan primer di samping pemberian ASI dan tidak
memberikan susu sapi pada tahun pertama kehidupan, serta edukasi atau penyuluhan secara
rutin tentang pentingnya diet mengandung besi yang adekuat sejak bayi sampai remaja. Bayi
prematur dan bayi berat badan lahir rendah yang mendapat ASI membutuhkan suplemen besi
elemental sekitar 2 mg/kgBB/hari yang diberikan sejak umur 1 bulan.
Pada bayi dengan berat badan 1000-1500 g membutuhkan 3 mg/kgBB/hari, sementara
pada bayi dengan berat badan kurang dari 1000 g membutuhkan 4 mg/kgBB/hari. Pemberian
ASI eksklusif pada bayi sesudah 4-6 bulan masih dapat menyebabkan terjadinya anemia
defisiensi besi, sehingga suplementasi besi perlu diberikan. Pada bayi cukup bulan diberikan 1
mg besi elemental/kgBB/hari dimulai pada umur 4-6 bulan, dalam kemasan tetesan dalam
vitamin. Suplemen besi bisa juga diberikan serta aman pada bayi berat lahir sangat rendah
(<1.300 g), hal ini akan mengurangi kejadian anemia defisiensi besi dan kebutuhan akan
transfusi. Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada bayi berat lahir sangat rendah dan apabila
tanpa pemberian suplemen besi maka dapat terjadi anemia yang progresif.
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian susu formula
yang difortifikasi besi (berisi 4-12 mg/L besi) sejak lahir sampai usia 12 bulan pada bayi-bayi
yang tidak mendapat ASI, sedangkan bayi yang mendapat ASI dianjurkan diberikan formula
yang difortifikasi besi sejak usia 4 bulan. Kejadian anemia juga dapat menurun dengan
pemberian produk yang difortifikasi besi dan konsumsi makanan yang mempunyai
bioavailabilitas besi yang baik. Pemberian susu formula yang difortifikasi besi pada bayi yang
pemberian ASI telah dihentikan pada usia 4 bulan memberikan keuntungan yang sama dengan
pemberian sereal yang difortifikasi besi pada bayi yang masih terus mendapat ASI dalam
mencegah terjadinya anemia.
Daftar pustaka
1. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam: Permono HB, Sutaryo,
Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar Hematologi
Onkologi Anak. Jakarta:BP- IDAI; 2005.h.30-43.
2. Abdusalam M, Daniel A. Diagnosis, pengobatan dan pencegahan anemia defisiensi besi.
Sari pediatric.2002;4(2):74-77
3. World health organization. Iron deficiency anemia. 2001
4. Gunady D, Lubis B, Rosdiana N. Terapi preparat besi. Sari Pediatri. 2011;11(3):207-
2011
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

Cara penulisan daftar pustaka berdasarkan sistem Vancouver, dengan ketentuan cara penulisan
daftar pustaka dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :

10.1 JURNAL / MAJALAH


 Nama penulis: apabila nama penulis 6 atau kurang maka dituliskan semua nama, sedangkan
apabila nama penulis lebih dari 6, maka dituliskan enam penulis diikuti et al.
 Judul makalah: ditulis dengan bentuk penulisan kata-kata dalam kalimat (sentence case).
 Nama majalah: disingkat sesuai index medicus.
 Tahun; volume: halaman.
Halpern SD, Ubel PA, Caplan AL. Solid-organ transplantation in HIV-infected patients. N
Engl J Med. 2002 Jul 25;347(4):284-7.
Rose ME, Huerbin MB, Melick J, Marion DW, Palmer AM, Schiding JK, et al. Regulation
of interstitial excitatory amino acid concentrations after cortical contusion injury. Brain Res.
2002;935(1-2):40-6.

10.2 ORGANISASI SEBAGAI PENULIS


The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety
and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.

10.3 TANPA NAMA PENULIS


Cancer in South Africa (ed). S Afr Med J 1994;84:15.

10.4 ARTIKEL TIDAK DALAM BAHASA INGGRIS


Ellingsen AE, Wilhelmsen I. Sykdomsangst blant medisin- og jusstudenter. Tidsskr Nor
Laegeforen. 2002;122(8):785-7. Norwegian.

10.5 BUKU DENGAN PENULIS TUNGGAL


Ringsven MK. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar
Publishers; 1996.
10.6 BUKU YANG MEMILIKI EDITOR
Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill
Livingstone;1996.

10.7 ORGANISASI SEBAGAI PENULIS DAN PENERBIT


Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington:
The Institute; 1992.

10.8 BAB DALAM BUKU


Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors.
Hypertension: pathophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: Raven
Press; 1995. p. 465-78.

10.9 NASKAH YANG DITERBITKAN DI PROCEEDINGS


Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Procedings of
the 10th International Congress of EMG; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam:
Elsevier; 1996.

10.10 DISERTASI ATAU THESIS


Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly’s access and utilization
(dissertation). St. Louis (MO): Washington Univ.; 1995.
Borkowski MM. Infant sleep and feeding: a telephone survey of Hispanic Americans
(dissertation). Mount Pleasant (MI): Central Michigan University; 2002.

10.11 INTERNET
Sebutkan bulan dan tahun referensi tersebut diakses.
WHO (2009). Key strategies for promotion of breastfeeding: Facts and figures. World
Health Organization Western Pacific Region. www.wpro.who.int/intrnet/resources...
./global+facts+and+figures. pdf – Diakses Januari 2010.
10.12 REFERENSI DENGAN NAMA PENULIS DAN TAHUN YANG SAMA
Jika terdapat dua atau lebih referensi dengan nama penulis dan tahun yang sama, maka di
belakang tahun dituliskan huruf kecil a, b dan seterusnya.
Bajus M, Vesely V, Leclercq PA, Rijks JA (1979a). Steam cracking of hydrocarbons:
Pyrolysis of heptane. Ind. Eng. Chem. Prod. Res. Dev. 18:30-37.
Bajus M, Vesely V, Leclercq PA and Rijks JA (1979b). Steam cracking of hydrocarbons:
Pyrolisis of methylcyclohexane. Ind. Eng. Chem. Prod. Res. Dev. 18:135-142.

Anda mungkin juga menyukai