Anda di halaman 1dari 74

Skenario

Lemah dan Lesu Ny.Riyana umur 36 tahun datang ke dokter dengan keluhan badan semakin lemah. 1 bulan sebelum periksa ke dokter dia merasa badannya lemah, sering lemas, dan lesu. Nafsu makan berkurang. Ny. Riyana merupakan penderita batuk kronik berulang. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra pucat. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,5 gr/dL, MCV 75 fl, MCH 26 pg, besi serum 28 mg/dL (nilai rujukan 37-145mg/dL), TIBC 180 mg/dL (nilai rujukan 228-428 mg/dL), dan feritin serum 300 mg/L (nilai rujukan 30150mg/dL).

STEP 1
1. Feritin serum Adalah kadar besi dalam plasma darah (cadangan) 2. TIBC Adalah total iron binding capacity, daya atau kemampuan total pengikatan besi

STEP 2
1. 2. 3. 4. 5. Proses pembentukan sel darah merah Apa yang diderita ny.Riyana? patofisiologi dan penegakan diagnosisnya Pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang terkait penyakit ny. Riyana Penatalaksanaan atau terapi untuk ny. Riyana Hub penyakit batuk kronik dengan keluhan yang diderita?

STEP 3
1. Proses pembentukan sel darah merah (erotipoesis) Didalam sumsum tulang

Sistem hematopoietik pluripoten / sel induk

Membentuk berbagai sel darah (berbagai commited stem cell)

Untuk eritrosit (eritropeiesis) sel induk pluripoten

CFU (colony forming unit)

Proeritroblas

Basofil eritroblas

Normoblas polikromatofilik

Normoblas ortrokromatik

Retikulosit

Eritrosit mature

2. Apa yang diderita ny.Riyana? patofisiologi dan penegakan diagnosisnya? Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang. Klasifikasi Anemia 4

Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin yang dikandungnya. 1. Makrositik Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu : a. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan
gangguan sintesis DNA.

b. Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan peningkatan luas permukaan membran. 2. Mikrositik Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya. 3. Normositik Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati. Anemia Defisiensi Besi Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk selsel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi. Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil. Patofisiologi Anemia Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnyakadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengancirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang 5

tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990) Etiomologi Anemia Defisiensi Besi Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah : Asupan zat besi Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan. Penyerapan zat besi Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan yang dapatmenghambat dan meningkatkan penyerapan besi. Kebutuhan meningkat Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit. Kehilangan zat besi Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.

1.

2.

3.

4.

3. Pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang terkait penyakit ny. Riyana Diagnosis 1. Anamnesis 1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi : a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat malabsorpsi besi c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa) 2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika 2. Pemeriksaan fisis a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati 6

b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung 3. Pemeriksaan penunjang a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun b. Hapus darah tepi menunjukkanhipokromik mikrositik c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun d. Kadar feritin menurun dan kadar FreeErythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

4. Penatalaksanaan atau terapi untuk ny. Riyana Terapi kausal Pemberian preparat besi Diet Transfusi

5. Hub penyakit batuk kronik dengan keluhan yang diderita? Anemia pada penyakit kronis ditandai dengan 3 hal, yaitu Pemendekan massa hidup eritrosit Ganggua metabolisme zat besi Fungsi sumsum tulang

STEP 4
1. Proses pembentukan sel darah merah (hemopoesis) Sintesis Hemoglobin Sintesis hemoglobin dimulai sejak stadium pronormoblas, namun hanya sedikit sekali rantai hemoglobin yang terbentuk. Begitu pula pada stadium normoblas basofil. Baru pada stadium normoblas polikromatofil sitoplasma sel mulai dipenuhi dengan hemoglobin ( 34%). Sintesa ini terus berlangsung hingga retikulosit dilepaskan ke peredaran darah. Pada tahap pertama pembentukan hemoglobin, 2 suksinil Ko-A yang berasal dari siklus krebs berikatan dengan 2 molekul glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk protoporfin IX, yang selanjutnya akan bergabung dengan besi membentuk senyawa heme. Akhirnya setiap senyawa heme akan bergabung dengan rantai polipeptida panjang (globin) sehingga terbentuk rantai hemoglobin. Rantai hemoglobin memiliki beberapa sub unit tergantung susunan asam amino pada polipeptidanya. Bentuk hemoglobin yang paling banyak terdapat pada orang dewasa adalah hemoglobin A (kombinasi 2 rantai dan 2 rantai ). Tiap sub unit mempunyai molekul heme, oleh karena itu dalam 1 rantai hemoglobin memerlukan 4 atom besi. Setiap atom besi akan berikatan dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).

Gambar 6: pembentukan hemoglobin

2. Apa yang diderita ny.Riyana? patofisiologi dan penegakan diagnosisnya ANEMIA Definisi Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Kriteria Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia,

kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO adalah: NO 1. 2. 3. KELOMPOK Laki-laki dewasa Wanita dewasa tidak hamil Wanita hamil KRITERIA ANEMIA < 13 g/dl < 12 g/dl < 11 g/dl

Klasifikasi Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.

No Morfologi Sel 1. Anemia makrositik - normokromik

Keterangan Bentuk eritrosit yang besar dengan konsentrasi hemoglobin yang normal

Jenis Anemia - Anemia Pernisiosa - Anemia defisiensi folat

2.

Anemia mikrositik - hipokromik

Bentuk eritrosit yang kecil dengan konsentrasi hemoglobin yang menurun

- Anemia defisiensi besi - Anemia sideroblastik - Thalasemia

3.

Anemia normositik - normokromik

Penghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dan konsentrasi hemoglobin

- Anemia aplastik - Anemia posthemoragik - Anemia hemolitik - Anemia Sickle Cell - Anemia pada penyakit kronis

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis). Hipoproliferatif Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena: a. Kerusakan sumsum tulang Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang. b. Defisiensi besi c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1) e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid) Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi. 10

Defisiensi besi Fe serum TIBC Saturasi transferin Feritin serum Rendah Tinggi Rendah Rendah

Inflamasi Rendah Normal atau rendah Rendah Normal atau tinggi

Gangguan pematangan Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang rendah, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu: Gangguan pematangan inti Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat. Gangguan pematangan sitoplasma Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)

Penurunan waktu hidup sel darah merah Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya

11

peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi. Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).

Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit

3. Pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang terkait penyakit ny. Riyana Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah: Complete Blood Count (CBC) Eritrosit a. Hemoglobin (N : 12-16 gr/dl ; : 14-18 gr/dl) b. Hematokrit (N : 37-47% ; : 42-52%) 12

Indeks eritrosit c. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10 Jumlah eritrosit x 10 6 (N: 90 + 8 fl)

d. Mean Cell Hemoglobin (MCH) =

hemoglobin x 10 Jumlah eritrosit x 10 6

(N: 30 + 3 pg)

e. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) =

hemoglobin x 10 Hematokrit

(N: 33 + 2%) Leukosit (N : 4500 11.000/mm3) Trombosit (N : 150.000 450.000/mm3)

Sediaan Apus Darah Tepi Ukuran sel Anisositosis Poikolisitosis Polikromasia Hitung Retikulosit ( N: 1-2%) Persediaan Zat Besi Kadar Fe serum ( N: 9-27mol/liter ) Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 mol/liter) Feritin Serum ( N : 30 mol/liter ; : 100 mol/liter) Pemeriksaan Sumsum Tulang Aspirasi E/G ratio Morfologi sel 13

Biopsi -

Pewarnaan Fe

Selularitas Morfologi

Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC) Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin. Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia)

Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.

Hitung Retikulosit Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia. Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi. Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi. 14

RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)

Faktor koreksi untuk: Ht 35% : 1,5 Ht 25% : 2,0 Ht 15% : 2,5

Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan

Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00. Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.

Pemeriksaan Sumsum Tulang Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).

15

4. Penatalaksanaan atau terapi untuk ny. Riyana Terapi 1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila tidak dapat menyebabkan kekambuhan. 2. Pemberian preparat besi: Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama sulfas ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis hingga 2-3 kali dari normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat lambung kosong (lebih sering menimbulkan efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek samping gastrointestinal (mual, muntah, konstipasi) pemberian dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi 3x100mg. Untuk meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama vitamin C 3x100 mg/hari. Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM). Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi suntikan. Indikasi pemberian parenteral: a. Intoleransi terhadap preparat oral b. Kepatuhan berobat rendah c. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh dengan pemberian besi) d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi e. Kehilangan darah banyak f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang pendek, misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi. Dosis yang diberikan dihitung menurut formula: Kebutuhan besi (mg) = {(15 Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau 1000) 3. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C. 4. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu: Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya kehamilan trimester akhir atau pre operasi 16

Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik apabila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10, dan kembali normal pada hari ke 14 pengobatan. Diikuti dengan kenaikan Hb 0,15 gr/dl/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu pengobatan

5. Hub penyakit batuk kronik dengan keluhan yang diderita? a. Pemendekan massa hidup eritrosit Melalui mekanisme sindrome stress hematologik, dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi, atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi di limpa, dan menekan produksi eritropoetin oleh ginjal, serta menyebabkan perangsangan inadekuat pada eritripoesis di sumsum tulang. Lebih lanjut, malnutrisi dapat menyebabkan penurunan transformasi T4 menjadi T3, menyebabkan hipotiroid fungsional dimana terjadi penurunan kebutuhan hemoglobin yang mengangkut O2 sehingga sintesis eritropoeitin pun berkurang. b. Gangguan metabolisme zat besi Terdapat kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup, menunjukan adanya gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronis. Hal ini memberikan konsep bahwa anemianya disebabkan karena penurunan kemampuan Fe dalam sintesis hemoglobin c. Fungsi sumsum tulang Karena sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi suatu penurunan sedang dari masa hidup eritrosit, ia memerlukan stimulus eritropoietin oleh hipoksia karena anemianya. Pada penyakit kronis diduga respon terhadap eritropoietin berkurang, sehingga terjadi anemia.

17

STEP 5
1. Klasifikasi anemia 2. Kelainan sel darah merah 3. Daur hidup sel darah merah

18

STEP 6
Belajar Mandiri

19

STEP 7

1. Klasifikasi Anemia
Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain: o Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C). o Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui. o Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria. o Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang, menometrorraghia, hematuria, atau hemaptoe.

A. Metabolisme Besi Total besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada wanita) hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3 kompartemen, yakni 1). Besi fungsional, seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase, merupakan 80 % dari total besi yang terkandung jaringan tubuh. 2). Besi cadangan, merupakan 15-20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin. 3). Besi transport, yakni besi yang berikatan pada transferin. Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk: 1. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25% dari kandungan besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor penghambat. 2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya 1-2% dari kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat rumit dan belum sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pemacu absorpsi (meat factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat, phytat, tanat).

20

Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase: o Fase Luminal: besi dalam makanan diolah oleh lambung (asam lambung menyebabkan heme terlepas dari apoproteinnya) hingga siap untuk diserap. o Fase Mukosal: proses penyerapan besi di mukosa usus. Bagian usus yang berperan penting pada absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum proksimal. Namun sebagian kecil juga terjadi di gaster, ileum dan kolon. Penyerapan besi dilakukan oleh sel absorptive yang terdapat pada puncak vili usus. Besi heme yang telah dicerna oleh asam lambung langsung diserap oleh sel absorptive, sedangkan untuk besi nonheme mekanisme yang terjadi sangat kompleks. Setidaknya terdapat 3 protein yang terlibat dalam transport besi non heme dari lumen usus ke sitoplasma sel absorptif. Luminal mucin berperan untuk mengikat besi nonheme agar tetap larut dan dapat diserap meskipun dalam suasana alkalis duodenum. Agar dapat memasuki sel, pada brush border sel terjadi perubahan besi feri menjadi fero oleh enzim feri reduktase yang diperantarai oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membrane difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT-1 atau Nramp-2). Sesampainya di sitoplasma sel usus, protein sitosol (mobilferrin) menangkap besi feri. Sebagian besar besi akan disimpan dalam bentuk feritin dalam mukosa sel usus, sebagian kecil diloloskan ke dalam kapiler usus melalui basolateral transporter (ferroportin atau IREG 1). Besi yang diloloskan akan mengalami reduksi dari molekul fero menjadi feri oleh enzim ferooksidase, kemudian berikatan dengan apotransferin dalam kapiler usus.

Gambar 4: proses absorbsi besi

o Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel yang membutuhkan, dan penyimpanan besi di dalam tubuh. Dalam sirkulasi, besi tidak pernah berada dalam bentuk logam bebas, melainkan berikatan dengan suatu glikoprotein (-globulin) pengikat besi yang diproduksi oleh hepar 21

(transferin). Besi bebas memiliki sifat seperti radikal bebas dan dapat merusak jaringan. Transferin berperan mengangkut besi kepada sel yang membutuhkan terutama sel progenitor eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang. Permukaan normoblas memiliki reseptor transferin yang afinitasnya sangat tinggi terhadap besi pada transferin. Kemudian besi akan masuk ke dalam sel melalui proses endositosis menuju mitokondria. Disini besi digunakan sebagai bahan baku pembentukan hemoglobin. Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam bentuk feritin (kompleks besiapoferitin) dan hemosiderin pada semua sel tubuh terutama hepar, lien, sumsum tulang, dan otot skelet. Pada hepar feritin terutama berasal dari transferin dan tersimpan pada sel parenkimnya, sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama terdapat pada sel fagosit mononuklear (makrofag monosit) dan berasal dari pembongkaran eritrosit. Bila jumlah total besi melebihi kemampuan apoferitin untuk menampungnya maka besi disimpan dalam bentuk yang tidak larut (hemosiderin). Bila jumlah besi plasma sangat rendah, besi sangat mudah dilepaskan dari feritin, tidak demikian pada hemosiderin. Feritin dalam jumlah yang sangat kecil terdapat dalam plasma, bila kadar ini dapat terdeteksi menunjukkan cukupnya cadangan besi dalam tubuh.

Gambar 5: distribusi besi dalam tubuh

B. Sintesis Hemoglobin Sintesis hemoglobin dimulai sejak stadium pronormoblas, namun hanya sedikit sekali rantai hemoglobin yang terbentuk. Begitu pula pada stadium normoblas basofil. Baru pada

22

stadium normoblas polikromatofil sitoplasma sel mulai dipenuhi dengan hemoglobin ( 34%). Sintesa ini terus berlangsung hingga retikulosit dilepaskan ke peredaran darah. Pada tahap pertama pembentukan hemoglobin, 2 suksinil Ko-A yang berasal dari siklus krebs berikatan dengan 2 molekul glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk protoporfin IX, yang selanjutnya akan bergabung dengan besi membentuk senyawa heme. Akhirnya setiap senyawa heme akan bergabung dengan rantai polipeptida panjang (globin) sehingga terbentuk rantai hemoglobin. Rantai hemoglobin memiliki beberapa sub unit tergantung susunan asam amino pada polipeptidanya. Bentuk hemoglobin yang paling banyak terdapat pada orang dewasa adalah hemoglobin A (kombinasi 2 rantai dan 2 rantai ). Tiap sub unit mempunyai molekul heme, oleh karena itu dalam 1 rantai hemoglobin memerlukan 4 atom besi. Setiap atom besi akan berikatan dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).

Gambar 6: pembentukan hemoglobin

C. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi dan Patogenesis Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan: 1. Deplesi besi (iron depleted state) Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorpsi besi dari usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang. 2. Iron deficient Erythropoiesis

23

Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah penigkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.

Gambar 7: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi besi

3. Anemia defisiensi besi Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala. Beberapa dampak negatif defisiensi besi, disamping terjadi anemia, antara lain: 1. Sistem neuromuskuler Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang menyebabkan gangguan glikolisis sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mempercepat kelelahan otot. 2. Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada anak Terjadi karena gangguan enzim aldehid oksidase dan monoamin oksidase, sehingga mengakibatkan penumpukan serotonin dan katekolamin dalam otak. 3. Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim mieloperoksidase netrofil berkurang sehingga menurunkan imunitas seluler. Terutama bila mengenai ibu hamil, akan meningkatkan risiko prematuritas dan gangguan partus.

24

D. Gejala Anemia defisiensi besi Digolongkan menjadi 3 golongan besar: 1. Gejala Umum anemia (anemic syndrome) Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada anemia defisiensi besi penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga sindrom ini tidak terlalu mencolok. 2. Gejala khas defisiensi besi, antaralain: Koilonychia (kuku seperti sendok, rapuh, bergaris-garis vertikal) Atrofi papil lidah Cheilosis (stomatitis angularis) Disfagia, terjadi akibat kerusakan epitel hipofaring sehingga terjadi pembentukan web Atrofi mukosa gaster, sehingga menyebabkan aklorhidria

Kumpulan gejala anemia hipokrom-mikrositer, disfagia, dan atrofi papil lidah, disebut Sindroma Plummer Vinson atau Paterson Kelly. 3. Gejala akibat penyakit dasar Misalnya gangguan BAB pada anemia karena Ca-colon

E. Pemeriksaan Laboratorium Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah: 1. Kadar hemoglobin dan indek eritrosit: Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH) MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsung lama Bila pada SADT defisiensi besi Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis (sel cincin, sel pensil, sel target) 2. Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari: Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak pada pukul 8-10 pagi. 25 terdapat anisositosis, merupakan tanda awal terjadinya

3. Penurunan kadar feritin serum Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia defisiensi besi yang paling kuat, cukup reliabel dan praktis. Angka serum feritin yang normal belum dapat menyingkirkan diagnosa defisiensi besi, namun feritin serum >100 mg/dl sudah dapat memastikan tidak ada defisiensi. 4. Peningkatan protoporfirin eritrosit Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100 mg/dl menunjukkan adanya defisiensi besi. 5. Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 g/dl), dipakai untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit kronis. 6. Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas basofil yang meningkat, disertai penurunan stadium berikutnya. Terdapat pula mikronormoblas (sitoplasma sedikit dan bentuk tidak teratur. Pengecatan sumsum tulang dengan

Prussian blue merupakan gold standar diagnosis defisiensi besi yang akan memberikan hasil sideroblas negatif (normoblas yang mengandung granula feritin pada sitoplasmanya, normal 40-60%). 7. Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi, misalnya pemeriksaan feses, barium enema, colon in loop, dll.

F. Diagnosis Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan adanya anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan penyebab defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin untuk menegakkan diagnosa: anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan MCH < 31% dengan satu atau lebih kriteria berikut: 1. Terdapat 2 dari parameter di bawah ini: Besi serum <50 mg/dl TIBC >350 mg/dl Saturasi ttransferin <15%

2. Feritin serum <20 mg/dl 3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia menunjukkan sideroblas negatif 4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4 minggu terdapat kenaikan Hb >2 gr/dl 26

G. Terapi 5. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila tidak dapat menyebabkan kekambuhan. 6. Pemberian preparat besi: Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama sulfas ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis hingga 2-3 kali dari normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat lambung kosong (lebih sering menimbulkan efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek samping gastrointestinal (mual, muntah, konstipasi) pemberian dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi 3x100mg. Untuk meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama vitamin C 3x100 mg/hari. Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM). Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi suntikan. Indikasi pemberian parenteral: g. Intoleransi terhadap preparat oral h. Kepatuhan berobat rendah i. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh dengan pemberian besi) j. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi k. Kehilangan darah banyak l. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang pendek, misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi. Dosis yang diberikan dihitung menurut formula: Kebutuhan besi (mg) = {(15 Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau 1000) 7. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C. 8. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu: Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya kehamilan trimester akhir atau pre operasi

27

Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik apabila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10, dan kembali normal pada hari ke 14 pengobatan. Diikuti dengan kenaikan Hb 0,15 gr/dl/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu pengobatan

ANEMIA MEGALOBLASTIK

A. Definisi Anemia megaloblastik adalah anaemia yang disebabkan abnormalitas hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.1

B. Etilogi 1. Defisiensi asam folat a. Asupan Kurang


-

Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis, anoreksia nervosa. 1 Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial, reseksi usus halus, Crohns disease, skleroderma, obat anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme. 1,2

b.

Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia pernisisosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik, mielofibrosis). 1,2

c.

Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase (metotreksat, pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol, defisiensi enzim.1,2

28

d.

Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol, hepatoma.1 Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6 merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin. 2

e.

f.

Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom LeschNyhan. 2

2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin) a. Asupan Kurang : vegetarian b. Malabsorbsi Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis atropikan, tropikal sprue, blind loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit (Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol, KCl). Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome. c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang berlangsung lama

C. Patofisiologi Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI) yaitu glikoprotein yang disekresi lambung1. Faktor intrinsik akan mengikat 2 melekul kobalamin1. Proses Absorbsi kobalamin adalah sebagai berikut3 : Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl complex Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor lokal pada membarana apikal sel epitel ileum, kemudian berikatan dengan megalin. 29

Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti degradasi IF Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk, TC II-Cbl complex, untuk disekresikan ke vena porta Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit dan sel epitel pada tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC II receptor dan kobalamin dilepaskan ke dalam sel Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim, koenzim inilah yang berperan dalm sintesin DNA, methyl-Cbl dan 5'-deoxyadenosyl-Cbl berperan dalam mengkonversi homosistein ke metionin, dan metilmalonil CoA ke suksinil CoA.

Gambar 2 : Proses absorbsi dan transpor kobalamin

Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena adanya atropi lambung (gastritis atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor intrinsik lambung) yang mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi metionin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan 30

folat tereduksi dalam sel. Folat intrasel yang berkurang akan menurunkan prekursor tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA. Model ini disebut methylfolate trap hypothesis karena defisiensi kobalamin mengakibatkan penumpukan 5-metil tetrahidrofolat1. Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan propionat menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada susunan saraf pusat. Proses demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis dan gangguan neurologis. Sebelum diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic acid) harus diubah menjadi monoglutamat. Bentuk folat tereduksi (tetrahidrofolat, FH4) merupakan koenzim aktif. Defisiensi folat mengakibatkan penurunan FH4 intrasel yang akan mengganggu sintesis tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA1. Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan juga dapat mengganggu sintesis DNA. Metotreksat menghambat kerja eznim dihirofolat reduktase, yang mereduksi dihidrofilat menjadi tetrahidrofolat, sedangkan 5-flourourasil menhambat kerja timidilat sintetase yang berperan dalam sintesis pirimidin5.

Gambar 3 : Sintesis Pirimidin Dua vitamin ini berperan sebagai koenzim, kekurangan kobalamin maupun asam folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti3. Selanjutnya sel31

sel eritroblastik pada sumsum tulang gagal berproliferasi dengan cepat, sehingga menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal. Sel eritrosit ini mempunyai membran yang tipis dan seringkali berbentuk tidak teratur, besar, dan oval, berbeda dengan bentuk bikonkav yang biasa. Penyebab terbentuknya sel abnormal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : ketidakmampuan sel-sel untuk mensintesis DNA dalam jumlah yang memadai akan memperlambat reproduksi sel-sel, tetapi tidak mengahalangi kelebihan pembentukan RNA oleh DNA dalam sel-sel yang berhasil diproduksi. Akibatnya, jumlah RNA dalam setiap sel akan melebihi normal, menyebabkan produksi hemoglobin sitoplasmik dan bahan-bahan lainnya berlebihan, yang membuat sel mejadi besar4.

E. Tanda dan Gejala Klinik Pada umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua. a. Pada defisiensi B12 terdapat 3 manifestasi utama : 1. Anemia megalobalstik 2. Glositis 3. Neuropati Gangguan neurologis terutama mengenai substansia alba kolumna dorsalis dan lateralios medula spinalis, kortekserebri dan degenerasi saraf perifer sehingga disebut subacute combine degeneration / combined system disease. Dapat ditemukan gangguan mental, depresi, gangguan memori, gangguyan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren. Gejala neurologis lainnya adalah : opthalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati otonom), dan neuritis retrobulbar. b. Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama : 1. Anemia megaloblastik 2. Glositis Pada anemia megaloblastik, kadang ditemukan subikterus, petekie dan perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali. 32

E. Diagnosis Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri

pemeriksaan fisik, laboratorium darah juga sumsusm tulang 2.

Bisanya penderita

datang berobat karena keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan oleh keluhan aneminya. penyakit biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain berupa rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada defisiensi B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan berjalan1. Pada Anemia megaloblastik ditemukan : Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati. SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun. Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar (megaloblast), Giant steb-cell. Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.

G. Diannosis Banding Leukemia akut Anemia hemolitik (pada krisi hemolitik) Eritroleukemia Penyakit hati yang berat Hipotiroidisme Nefritis kronis

H. Terapi 1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia - suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa 2. Defisiensi B12 : Pemberian sianokobalamin atau hidroksokobalamin. 3. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari 33

4. Terapi penyakit dasar 5. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.

Anemia Aplastik

A. Definisi Anemia anaplastik merupakan anemia yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah sel-sel darah yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit) dan hiposelularitas dari sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang jarang ditemukan namun berpotensi membahayakan jiwa

B. Epidemiologi Insidesi anemia aplastik didapatkan bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2 sampai 6 kasus per satu juta penduduk per tahun. Anemia aplastik yang didapat umumnya uncul pada usia 15 sampai 25 tahun dan puncak insiden kedua yaitu setelah usia 60 tahun. Pada umumnya resiko bagi pria dan wanita untuk menderita anemia aplastik adalah sama.

C. Etiologi Penyebab anemia aplastik pada umumnya adalah idiopatik (kurang lebih pada 75% kasus), namun selain itu anemia aplastik juga dapat disebabkan oleh: a. Didapat 1. Radiasi 2. Bahan Kimia : benzen, arsen 3. Obat-obatan : klorampenikol, obat-obat kemoterapi (6-merkaptopurin, vinkristin, busulfan), fenilbutazon, antikonvulsan, senyawa sulfur, emas. 34

4. Infeksi: virus hepatitis (non-A, non-B, non-C), Epstein Barr Virus, Parvovirus B19, HIV, sitomegalovirus 5. Kelainan Imunologis : eosinophillic fascitis 6. Kehamilan d. Kelainan Kongenital atau Bawaan 1. Sindroma Fanconi 2. Sindroma Shwachman- Diamond 3. Kongenital Diskeratosis

D. Klasifikasi Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Klasifikasi Anemia aplastik berat 1. selularitas sumsum tulang 2. sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah < 25% 3. hitung neutrofil <500/L 4. hitung trombosit <20.000/ L 5. hitung retikulosit absolut <60.000/ L Anemia aplastik sangat berat Anemia aplastik tidak berat Idem, kecuali hitung neutrofil <2000/ L Sumsum tulang hiposelularitas namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat Kriteria

E. Patofisiologi Karakteristik dari anemia aplastik adalah hiposelular dari sumsum tulang yang digantikan oleh jaringan lemak. Anemia aplastik dihipotesiskan sebagai suatu penyakit autoimun terhadap sel benih hematopoietik. Menurut penelitian, supresi dari sel-sel hemopoiesis disebabkan oleh sel T sitotoksik yang teraktivasi. Sel T ini akan

35

menghasilkan interferon gamma (IFN-) dan tumor necrosis factor (TNF) yang bersifat menginhibisi langsung sel- sel hemopoietik. Supresi hematopoietik oleh IFN- dan TNF juga merangsang reseptor Fas pada sel hemopoietik CD34 sehingga menghasilkan tiga proses. Pertama, perangsangan reseptor Fas akan menginduksi terjadinya apoptosis. Kedua, akan terjadi induksi produksi dari nitric oxide synthetase dan nitrit oksida oleh sumsum tulang sehingga terjadilah sitotoksisitas yang diperantarai oleh sistem imun. Ketiga, perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler yang menyebabkan penghentian siklus sel. Selain itu, sel T sitotoksik juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang beeerfungsi mengaktifkan klon-klon sel T yang kemudian juga akan mengeluarkan TNF dan IFN- dan menginhibisi sel-sel hemopoietik.

Gambar 10: patofisiologi anemia aplastik

F. Tanda dan Gejala Klinis Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahanlahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan) Anamnesa: Dapat ditemukan keluhan:

36

1. Trombositopenia (manifestasi awal) : perdarahan gusi, GIT, epistaksis, menoragia, petekie, perdarahan retina 2. Anemia : lemah, pucat, dyspnea, jantung berdebar 3. Leukopenia : sering terkena infeksi 4. Sistemik: sakit kepala, demam, penurunan berat badan, nafsu makan menurun

Pemeriksaan fisik 5. Petekie, ekimosis 6. Perdarahan retina 7. Perdarahan serviks 8. Darah pada feses 9. Pucat pada kulit dan mukosa membran 10. Cafe au lait spot dan perawakan yang pendek (Fanconi syndrome)

G. Pemeriksaan Laboratorium 1. Sediaan apus darah tepi Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenia anemia adalah normokrom normositer. Kadang-kadang ditemukan pula adanya makrositosis, anisositosis dan poikilositosis. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif terdapat lebih dari 75% kasus. 2. Sumsum tulang Diharuskan dilakukan biopsi sumsum tulang pada setiap tersangka kasus anemia aplastik. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan keadaan hiposelularitas dan peningkatan jaringan lemak.

37

Gambar 11: Sediaan apus sumsum tulang anemia aplastik

3. Faal hemostasis Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan memburuk karena trombositopenia 4. Pemeriksaan etiologi virus

H. Diagnosa Diagnosa dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria dibawah ini: 1. jumlah granulosit < 500/ L 2. Jumlah platelet <20.000/ L 3. Hitung retikulosit < 40 x 109/L 4. Selularitas sumsum tulang <25%

I. Terapi 1. Menghindari kontak dengan toksin/ obat penyebab 2. Umum: menghindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, menggunakan sabun antiseptik, sikat gigi lunak, obat pelunak buang air besar, pencegahan menstruasi: obat anovulatoir 3. Transfusi: 1. PRC 2. Trombosit: profilaksis pada penderita dengan trombosit <10.000-20.000/mm3. Bila terdapat infeksi, perdarahan, demam, maka diperlukan transfusi pada kadar trombosit yang lebih tinggi. 38

3. Granulosit : tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat dipertimbangkan pemberian 1 x 1010 neutrofil selama 4-7 hari pada infeksi bakterial yang tidak berespon dengan pemberian antibiotik 4. Penanganan infeksi 5. Transplantasi sumsum tulang Merupakan terapi terpilih untuk usia muda 9-40 tahun dengan anemi aplastik berat dan HLA cocok 6. Imunosupresif a. ATG (Anti Thymocyte Globulin) Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 jam dalam larutan NaCl dengan filter selama 8-14 hari, lakukan skin test terlebih dahulu. Untuk mencegah serum sickness, diberikan Prednison 40mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian dilakukan tappering off. Efek samping: demam, menggigil, rash, trombositopenia, serum sickness, hipotensi. Catatan : 4. jika trombosit <50.000/mm3 sebelum dan sesudah ATG, perlu transfusi suspensi trombosit 5. Jika ada serum sickness : metilprednisolon 10/mg/kgBB/hari IV atau kortikosteroid yang setara

b. Cyclosporin A Dosis : 3-7mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap minggu untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml. Pengobatan diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan sampai respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan. c. Kombinasi ATG dan Cyclosporin A 7. Stimulasi hematopoiesis dan regenerasi sumsum tulang rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Factor) 39

Androgen : testosteron/ metil testosteron ; 1-2 mg/kgBB/ hari Kortikosteroid : prednison 1-2 mg/kgBB/hari diberikan maksimum 3 bulan

J. Prognosis Tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin berat prognosis makin jelek. Pada umumnya penderita meninggal karena infeksi, perdarahan atau akibat dari komplikasi transfusi. Prognosa dari anemia aplastik akan menjadi buruk bila ditemukan 2 dari 3 kriteria berupa jumlah neutrofil <500/uL, jumlah platelet <20,000/uL, and corrected reticulocyte count <1% (atau absolute reticulocyte count <60,000/uL). Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4 bulan, 25% selama 4-12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun, 10-20% mengalami perbaikan spontan (parsial/komplit)

Anemia Hemolitik

Anemia

hemolitik

adalah anemia yang disebakan adanya

peningkatan

destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan kompensasi eritropoiesis sumsum tulang. Sel darah merah usianya sekitar 120 hari tetapi pada anemia hemolitik usianya berkurang. Lisis dari sel darah merah normal terjadi di makrofag sumsum tulang, hati dan lien.

A. Etiologi dan Klasifikasi Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena 1) Defek molekular hemoglobinopati atau enzimopati 2) Abnormalitas struktur dan fungsi membranmembran 3) faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi. Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi :

40

1. Anemia hemolisis herediter, yang termasuk kelompok ini adalah: a) Defek enzim / enzimopati 1. Defek jalur Embden Meyerhof 3. Defisiensi piruvat kinase 4. Defisiensi glukosa fosfat isomerase 5. Defisiensi fosfogliserat kinase 2. defek jalur heksosa monofosfat 6. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) 7. Defisiensi glutation reduktase b) Hemoglobinopati - Thalasemia - Anemia Sickle cell - Hemoglobinopati lain c) Defek membran (membranopati) : sferositosis herediter 2. Anemia hemolisis didapat, yang termasuk kelompok ini adalah: a) Anemia hemolisis imun, misalnya ; idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun, transfusi. b) Mikroangiopati, misalnya ; Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindroma Uremik Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskular (KID), preeklampsia, eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik. c) Infeksi, misalnya ; infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium

B. Patofisiologi Defisiensi isozim piruvat kinase yang ditemukan dalam sel darah merah menimbulkan anemia hemolitik. Piruvat kinase adalah enzim kunci dalam glikolisis. Enzim ini mengkatalisis langkah akhir dan merupakan satu dari dua enzim yang menghasilkan ATP. Defisiensi enzim ini pada sel darah merah menyebabkan 41

penimbunan zat antara glikolisis, termasuk 2,3-BPG. Peningkatan kadar 2,3-BPG menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, dan secara parsial mengkompensasi penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen akibat penurunan jumlah sel darah merah. Jumlah sel darah merah menurun karena penurunan pembentukan ATP mempengaruhi pompa kation di membran sel. Ca2+ masuk ke dalam sel, sementara K+ dan H2O keluar dari sel. Sel eritrosit mengalami dehidrasi dan difagositosis oleh sel-sel di limpa. Umur eritrosit jadi lebih memendek. Seiring dengan penurunan jumlah eritrosit, jumlah retikulosit meningkat. Retikulosit berkembang menjadi sel darah merah baru.5 Defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase dapat mengakibatkan anemia hemolitik, hemolisis disebabkan oleh spesies oksigen reaktif. Selengkapnya dapat dijelaskan pada gambar berikut :

Gambar 9 : Glikolisis

1. 2. 3.

Pemeliharaan integritas integritas membran eritrosit bergantung pada kemapuan eritrosit menghasilkan ATP dan NADPH dari glikolisis. NADPH dihasilkan dari jalur pentosa fosfat NADPH digunakan untuk mereduksi glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi, glutation penting untuk menyingkirkan H2O2 dan peroksida lemak yang terbentuk oleh spesies oksigen reaktif (ROS)

4.

pada eritrosit individu yang sehat, pembentukan ion superoksida yang terjadi terus menerus dari oksidasi nonenzimatik hemoglobin merupakan sumber 42

spesies oksigen reaktif. Sistem pertahan glutation terganggu akibat defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, infeksi, obat-obatan tertentu, dan glikosida purin pada buncis fava. 5. Akibatnya terbentuk badan Heinz (kumpulan hemoglobin yang mengalami pengikatan silang) pada membran sel dan menyebabkan sel mengalami stres mekanis sewaktu sel mencoba untuk mengalir melalui kapiler yang sempit. Kerja ROS pada membran sel serta sters mekanis akibat berkurangnya daya lentur (deformabilitas) menimbulkan hemolisis.

Pendeknya usia sel darah merah tidak selalu menyebabkan anemia karena adanya kompensasi dengan peningkatan sel darah merah oleh sumsum tulang. Jika destruksi sel darah masih dalam kapasitas sumsum tulang untuk meningkatkan output, maka akan terjadi suatu keadaan hemolitik tanpa anemia. Ini disebut sebagai compensated haemolytic disease. Sumsum tulang bisa meningkatkan outputnya sebanyak 6 hingga 8 kali lipat dengan meningkatkan proposi sel untuk eritropoiesis (erythroid hyperplasia) dan dengan menambah volume untuk aktivitas sumsum tulang. Ditambah dengan pelepasan prematur sel darah merah immatur (retikulosit). Sel tersebut lebih besar dari sel yang matur dan mewarnai dengan biru muda pada apus darah tepi. Hasil tersebut disebut sebagai polychromasia. Retikulosit dapat dihitung secara akurat sebagai persentase dari semua sel darah merah pada apus darah dengan menggunakan pewarnaan supravital untuk RNA residual. (cth; methylene biru)

C. Lokasi Hemolisis 1. Hemolisis Ekstravaskular Pada kebanyakan kondisi hemolitik, destruksi sel darah merah adalah di ekstravaskular. Sel darah merah disingkirkan dari sirkulasi oleh makrofag di RES, khususnya lien. 2. Hemolisis Intravaskular Apabila sel darah merah terdestruksi dalam sirkulasi, hemoglobin terlepas dan akan terikat pada haptoglobin plasma tetapi mengalami saturasi. Hb plasma bebas yang banyak ini akan difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan masuk ke urin, walaupun sebagian 43

kecil direabsorbsi oleh tubulus renal. Dalam sel tubular renal, Hb pecah dan terdeposit di sel sebagai haemosiderin. Sebagian Hb plasma yang bebas dioksidasi menjadi methemoglobin, yang berpecah lagi menjadi globin dan ferrihaem. Hemopexin plasma mengikat ferrihaem namun jika kapasitas pengikatannya melebihi maka ferrihaem bersatu dengan albumin membentuk methaemalbumin. Hati berperan penting dalam mengeliminasi Hb yang terikat dengan haptoglobin dan haemopexin dan sisa Hb bebas. C. Bukti hemolisis Peningkatan destruksi sel darah merah menyebabkan; 4. peningkatan bilirubin serum (unconjugated) 5. kelebihan urobilinogen urin ( akibat pemecahan bilirubin di intestinal) 6. penurunan haptoglobin plasma 7. kenaikan LDH serum Peningkatan produksi sel darah merah menyebabkan ; 1. retikulositosis 2. hiperplasia eritroid dari sumsum tulang Pada beberapa anemia hemolitik terdapat sel darah merah abnormal seperti ; 1. sferosit 2. sickle sel 3. fragmen sel darah merah

D. Tanda dan Gejala Klinis Dapat asimptomatik, maupun akut dan berat. Pada bentuk berat dan akut, pada umumnya berupa : 1. Mendadak mual, panas badan, muntah, menggigil, nyeri perut, pinggang dan ekstrimitas, lemah badan, sesak nafas, pucat 2. Gangguan kardiovaskuler 3. BAK warna merah/gelap Bentuk kronis, keluhan lemah badan berlangsung dalm periode beberapa minggu sampai bulan. Bentuk asimptomatik biasanya tanpa gejala. Bentuk sedang berat 44

: pucat, subikterik, splenomegali, petekhie, purpura (Sindrom Evans), hemolisis kongenital. Dapat terjadi komplikasi berupa kolelitihiasis/kolesistitis, hepatitis pasca transfusi, hemokromatosis.

F. Diagnosis Banding Anemia pernisiosa Anemia defisiensi Fe stadium awal Anemia pasca perdarahan masif Eritroleukemi Anemia aplastik Myelofibrosis

G. Terapi 1. Tergantung etiologi a) Anemia Hemolitik autoimun : Glukokortikoid : Prednison 40 mg/m2 luas permukaan tubub (LPT)/hari. Respon biasanya terlihat setelah 7 hari, retikulosit meningkat, Hb meningkat 2-3 gr %/minggu. Bila Hb sudah mencapai 3-4 bulan. 10 gr%, dosis steroid dapat diturunkan dalam 4-6 Beberapa : : pada kasus kasus memerlukan yang tidak gagal prednison berespon steroid dan dosis dengan tidak minggu sampi 20 mg/m2 LPT/bari; kemudian diturunkan salam pemeliharaan 5-10 mg selang sehari Splenoktomi Imunosupresif pemberian glukokortikoid pada kasus memungkinkan splenoktomi Azatioprin : 80 mg/m2/hari, atau Siklofosfamid : 60-75 mg/m2/hari Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan. kemudian tappering off, biasanya dikombinasikan dengan Prednison 40 mg/m2 LPT/hari. Dosis prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3 bulan 45

Obat imunosupresif intravena : 0,4 gr/kgBB/hari sampai 1 gr/kgBB/hari selama 5 hari Danazol : 600-800 mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Diberikan bersama dengan Prednison. Plasmaferess

b) Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan c) Stop obat-obat yang diduga menjadi penyebab d) Kelainan congenital, misalnya: Talasemia 2. 3. 4. Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr % Desferal untuk mencegah penumpukan besi : Diberikan bila serum Feritin mencapai 1000 g/dL biasanya setelah transfusi labu ke 12 Dosis inisial 20 mg/kgBB, diberikan 8-12 jam infus SC di dinding anterior abdomen, selama 5 hari/minggu. Diberikan bersama dengan 100-200 mg vitamin C per oral untuk meningkatkan ekskresi Fe Pada keadaan pemunpukan Fe bcrat, terutama disertai komplikasi jantung dan endokrin, deferoxamine diberikan 50 mg/kgBB secara infus kontinue IV. Sferositosis herediter. Splenektomi, umur optimal 6-7 thn, Kl limfopeni, hipogamaglobulinemi

Bila perlu transfusi darah : washed red cell (pada hemolitik autoimun) atau packed red cell Pada hemolisis kronik diberikan Asam Folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik HUS (Hemolytic Uremic Syndrome) : Adanya Triad : Hemolitik mikroangiopati, trombositopeni, GGA Terapi suportif, perhatikan kesimbangan cairan, transfusi (pertahankan Hb 9 gr%), jangan beri suspensi trombosit Dialisis TTP (Thrombotic Thrombocytopenic Purpura)

5.

46

Adanya pentad : gangguan neurologik, anemia hemolitik, trombositopenia. gangguan fungsi ginjal, demam. Terapi : Kortikosteroid, prednison 200 mg/hari atau metil prednisolon 0,75 mg/kg IV tiap 12 jam, bila tidak ada respon, dilakukan plasmaferesis denuan FFP 3-4 L/hari

2. Kelainan sel darah


Penghancuran sel darah merah bisa terjadi karena: - sel darah merah memiliki kelainan bentuk - sel darah merah memiliki selaput yang lemah dan mudah robek - kekurangan enzim yang diperlukan supaya bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan enzim yang menjaga kelenturan sehingga memungkinkan sel darah merah mengalir melalui pembuluh darah yang sempit. Kelainan sel darah merah tersebut terjadi pada penyakit keturunan tertentu.

SFEROSITOSIS HEREDITER. Sferositosis Herediter adalah penyakit keturunan dimana sel darah merah berbentuk bulat. Sel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap dan dihancurkan dalam limpa, menyebabkan anemia dan pembesaran limpa. Anemia biasanya ringan, tetapi bisa semakin berat jika terjadi infeksi.

Sferositosis Jika penyakit ini berat, bisa terjadi: - sakit kuning (jaundice) - anemia - pembesaran hati - pembentukan batu empedu.

47

Pada dewasa muda, penyakit ini sering dikelirukan sebagai hepatitis. Bisa terjadi kelainan bentuk tulang, seperti tulang tengkorak yang berbentuk seperti menara dan kelebihan jari tangan dan kaki. Biasanya tidak diperlukan pengobatan, tetapi anemia yang berat mungkin memerlukan tindakan pengangkatan limpa. Tindakan ini tidak memperbaiki bentuk sel darah merah, tetapi mengurangi jumlah sel yang dihancurkan dan karena itu memperbaiki anemia.

ELIPTOSITOSIS HEREDITER. Eliptositosis Herediter adalah penyakit yang jarang terjadi, dimana sel darah merah berbentuk oval atau elips. Penyaki ini kadang menyebabkan anemia ringan, tetapi tidak memerlukan pengobatan. Pada anemia yang berat mungkin perlu dilakukan pengangkatan limpa.

KEKURANGN G6PD Kekurangan G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) hilang dari selaput sel darah merah. Enzim G6PD membantu mengolah glukosa (gula sederhana yang merupakan sumber energi utama untuk sel darah merah) dan membantu menghasilkan glutation (mencegah pecahnya sel). Penyakit keturunan ini hampir selalu menyerang pria.

Beberapa penderita yang mengalami kekurangan enzim G6PD tidak pernah menderita anemia. Hal-hal yang bisa memicu penghancuran sel darah merah, yaitu: - demam - infeksi virus atau bakteri - krisis diabetes - bahan tertentu (misalnya aspirin, vitamin K dan kacang merah) bisa menyebabkan anemia.

Anemia bisa dicegah dengan menghindari hal-hal tersebut. Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan kekurangan G6PD.

48

3. Daur hidup sel darah


Pengembangan dan Pemeliharaan Jaringan Hematopoietis Nenek moyang sel darah pertama kali muncul pada minggu ketiga dari perkembangan embrio dalam yolk sac, tetapi sel-sel batang hematopoietic definitif (HSCs) dipercaya timbul beberapa minggu kemudian dalam mesoderm dari intraembryonic aorta / gonad / mesonefros wilayah. Selama bulan ketiga embriogenesis, HSCs bermigrasi ke hati, yang menjadi situs utama pembentukan sel darah hingga tak lama sebelum kelahiran. Pada bulan keempat pembangunan, HSCs mulai bergeser di lokasi lagi, kali ini ke sumsum tulang. Oleh kelahiran, seluruh sumsum tulang adalah hematopoietically aktif dan hati untuk hematopoiesis dwindles tetesan, bertahan hanya dalam fokus yang tersebar luas menjadi tidak aktif segera setelah lahir. Sampai pubertas, hematopoietically sumsum aktif ditemukan di seluruh kerangka, tetapi segera setelah itu menjadi terbatas pada kerangka aksial. Jadi, pada orang dewasa normal, hanya sekitar setengah dari ruang sumsum hematopoietically aktif. (Robin and Cottran, 2010). Hematopoetik Stem Sell

HSCs mempunyai dua sifat penting yang diperlukan untuk pemeliharaan hematopoiesis: pluripotency dan kemampuan untuk pembaruan diri. Pluripotency merujuk pada kemampuan HSC tunggal untuk menghasilkan semua sel hematopoietic matang. Ketika sebuah HSC membagi setidaknya satu sel anak harus memperbaharui diri untuk menghindari penipisan sel induk. Memperbaharui diri-divisi yang diyakini terjadi dalam sumsum niche khusus, di mana sel-sel stroma dan faktor-faktor disekresi memelihara HSCs. Banyak penyakit mengubah produksi sel darah. Sumsum adalah sumber utama dari semua sel dari bawaan dan adaptif sistem kekebalan tubuh dan merespon tantangan infeksi atau peradangan dengan meningkatkan output granulosit di bawah arahan khusus dan sitokin faktor pertumbuhan. Sebaliknya, gangguan lain yang berhubungan dengan cacat pada hematopoiesis yang menyebabkan kekurangan dari satu atau lebih jenis sel darah. Tumor primer sel hematopoietic adalah salah satu penyakit yang paling penting mengganggu fungsi sumsum, tapi penyakit genetik tertentu, infeksi, racun, dan kekurangan gizi, serta radang kronis dari setiap penyebab, juga dapat mengurangi produksi sel darah oleh sumsum. II. SEL DARAH 49

A. SEL DARAH PUTIH Sel darah putih berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler /diapedesis Normalnya kita memiliki 4x109 hingga 11x109 sel darah putih dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.

1. GANGGUAN SEL DARAH PUTIH Gangguan sel-sel darah putih dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar: proliferatif gangguan, di mana terdapat perluasan leukosit, dan leukopenias, yang didefinisikan sebagai kekurangan leukosit. Karena fungsi utama leukosit adalah pertahanan tuan rumah, proliferasi reaktif dalam menanggapi utama yang mendasari, sering mikroba, penyakit ini cukup umum. Kelainan neoplastik, walaupun tidak terlalu sering, jauh lebih penting secara klinis. Dalam pembahasan berikut ini kami akan terlebih dahulu menjelaskan leukopenic negara bagian dan meringkas reaktif umum gangguan, dan kemudian dipertimbangkan dalam beberapa detail proliferations ganas sel darah putih. a. Leukopenia Ketidaknormalan rendahnya jumlah sel darah putih (Leukopenia) biasanya karena berkurangnya jumlah neutropil (neutropenia, grnaulositopenia). Neutrofil 65% di dalam tubuh manusia. Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah. (www.wikipedia.com/wiki/sel _darah_putih) Neutropenia, Agranulositosis Bila timbul infeksi, netrofil cadangan pada sumsum tulang dimobilisasi dan dilepaskan kedalam sirkulasi. Dengan gerakan seperti amuba bergerak dari kelompok marginal masuk kedalam jarimgam dan membran mukosa. Sel-sel ini bekerja sebagai sistem pertahanan primer dari tubuh melawan infeksi bakteri, metode pertahanannya disebut fagositosis. (Sylvia, 1995). Neutropil mengandung granul neutrophilic yang mengandung banyak enzim aktif seperti Nicotinamide adenine dinucleotided pohosphate (NADPH) oksidasi, neutrofil membunuh bakteri melalui endositsis dan fagositosis. Masa hidup dalam darah hanya 8 jam jauh lebih pendek dari sel darah lainnya. (Ganong, 2004). Neutropenia, penurunan jumlah neutrofil dalam darah, terjadi dalam berbagai keadaan. Agranulocytosis, klinis penurunan signifikan neutrofil, memiliki konsekuensi serius membuat orang rentan terhadap infeksi bakteri dan jamur. Karena masa hidup yang lebih pendek dari sel darah lainnya yang diproduksi dalam 50

sumsum tulang maka jumlahnya bisa menurun dengan cepat. Patogenesis Penurunan sirkulasi granulosit terjadi jika ada (1) tidak memadai atau tidak efektif granulopoiesis, atau (2) mempercepat penghapusan neutrofil dari darah. Penyebab paling umum dari agranulocytosis adalah keracunan obat. Obat-obatan tertentu, seperti alkylating agen dan antimetabolites digunakan dalam pengobatan kanker. Karena obat-obatan seperti itu menyebabkan penekanan umum dari sumsum tulang, produksi sel darah merah dan trombosit juga terpengaruh. b. Reaktif (Peradangan ) Proliferase Sel Darah Putih 1.Leukositosis Leukositosis mengacu pada peningkatan jumlah sel darah. Ini adalah reaksi umum dari berbagai peradangan. Patogenesis Perhitungan perifer darah leukosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Ukuran mieloid dan limfoid pendahulu dan penyimpanan sel di sum-sum tulang, timus, sirkulasi dan jaringan perifer Laju pelepasan sel-sel dari tempat penyimpanan ke dalam sirkulasi Proporsi sel-sel yang melekat ke dinding pembuluh darah sewaktu-waktu Tingkat pengeluaran darah sel dari darah ke jaringan

Mekanisme dan Penyebab Leukosit a. Peningkatan produksi di sum-sum tulang Infeksi kronis dan peradangan Paraneoplastic (misalnya, penyakit Hodgkin; growth factor-dependent) Myeloproliferative kelainan (misalnya, leukemia myeloid kronis; growth factor-independen) b. Peningkatan pelepasan dari sum-sum tulang Endotoxemia Infeksi Hypoxia c. Penurunan kebebasan Latihan Katekolamin d. Bengkak biru berkurang ke jaringan Glokokortikoid Penyebab Leukositosis : Jenis Leukositosis Neutrophilic leukositosis Penyebab Infeksi akut bakteri, terutama yang disebabkan oleh organisme piogenik; peradangan steril yang disebabkan oleh, misalnya, jaringan nekrosis (infark miokard, luka bakar Gangguan alergi seperti asma, alergi serbuk bunga; penyakit kulit tertentu (misalnya, Pemphigus, dermatitis herpetiformis); parasit infestasi; obat reaksi; 51

Eosinofilik leukositosis (eosinophilia)

Basophilic leukositosis (basophilia) Monocytosis

keganasan tertentu (misalnya, Hodgkin dan beberapa limfoma non-Hodgkin); gangguan vaskular kolagen dan beberapa vasculitides; atheroembolic penyakit (sementara) Langka, sering myeloproliferative menunjukkan suatu penyakit (misalnya, leukemia myeloid kronis) Infeksi kronis (misalnya, TBC), bakteri endokarditis, rickettsiosis, dan malaria; penyakit vaskular kolagen (misalnya, sistemik lupus erythematosus); radang usus penyakit (misalnya, ulseratif kolitis) Monocytosis menyertai dalam banyak gangguan kronis yang berhubungan dengan stimulasi kekebalan (misalnya, TBC, brucellosis); infeksi virus (misalnya, hepatitis A, sitomegalovirus, Epstein-Barr virus); infeksi Bordetella pertussis

Lymphocytosis

2.Limpadenitis Aktivasi sel kekebalan penduduk mengakibatkan perubahan morfologi kelenjar getah bening. Dalam beberapa hari stimulasi antigenik, folikel primer memperbesar dan berubah menjadi pucat-noda pusat germinal, struktur yang sangat dinamis di mana sel-sel B mendapatkan kapasitas untuk membuat tinggi afinitas antibodi terhadap antigen tertentu. T-sel mungkin juga mengalami hiperplasia. Tingkat dan pola perubahan morfologi tergantung pada rangsangan menghasut dan intensitas respon. Sepele luka dan infeksi menyebabkan perubahan halus, sementara infeksi yang lebih penting pasti menghasilkan pembesaran nodal dan kadang-kadang meninggalkan residu jaringan parut. Untuk alasan ini, kelenjar getah bening pada orang dewasa hampir tidak pernah "normal" atau "istirahat," dan sering perlu untuk membedakan perubahan morfologi sekunder dari pengalaman masa lalu yang terkait dengan penyakit ini. Infeksi dan sering menimbulkan rangsangan inflamasi regional atau reaksi kekebalan sistemik di dalam kelenjar getah bening. Beberapa yang menghasilkan pola-pola morfologi khas dijelaskan dalam bab-bab lain. Pola stereotip menyebabkan kelenjar getah bening yang ditunjuk reaksi nonspesifik akut dan kronis limfadenitis. Limfadenitis akut nonspesifik Limfadenitis akut di daerah leher rahim yang paling sering disebabkan oleh mikroba drainase dari infeksi dari gigi atau amandel, sementara di aksilaris atau inguinalis daerah itu umumnya disebabkan oleh infeksi di kaki. Limfadenitis akut juga terjadi di kelenjar getah bening mesenterika pengeringan usus buntu akut. Limfadenitis kronik non spesifik Kronik stimuli immun mengahasilkan pola yang berbeda pada reaksi getah bening. 3. Proliferasi Neoplastik pada Sel Darah Putih Keganasan proliferasi neoplastik pada sel-sel darah putih dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (Robbins, 2010): 52

1. 2. 3.

Neoplasma limfoid Neoplasma myeloid Histicytosis

Faktor-faktor Etiologi dan Patogenetik Neoplasia pada Sel Darah Putih a. Translokasi Kromosom Perubahan kromosom bisa berupa perubahan angka yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. Leukimia terjadi jika proses pematangan stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom. Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. b.Faktor Genetik Mereka yang menderita sindrom Bloom, anemia Fanconi, ataxia telangiectasia dan sindrom down memiliki resiko tinggi terkena leukimia akut. c.Virus HTLV-1 (Human T-cell Lymphotropic Virus type 1) diduga merupakan penyebab jenis leukimia yang jarang terjadi pada manusia, yaitu leukimia sel-T dewasa. Selain itu, terdapat pula EBV (Epstein-Barr virus) yang sering dihubungkan dengan Burkitts lymphoma. Chronic Immune Stimulation Beberapa agen dari lingkungan merupakan penyebab chronic immune stimulation dan menjadi predisposisi pada neoplasia limfoid. Misalnya, pada penderita gastritis kronik yang disertai infeksi Helicobacter pylori dapat meningkatkan Mucosa Associated Lymphoid Tissue (MALT) lymphomas. Faktor Iatrogenik Terapi radiasi yang merupakan bagian dari kemoterapi bagi penderita leukimia dapat meningkatkan resiko neoplasma limfoid dan myeloid. Hal tersebut terjadi karena adanya efek mutasi dari radiasi. Merokok Resiko terkena acute myeloid leukimia meningkat hingga dua kali lipat bagi perokok karena adanya bahan karsinogenik pada rokok.

1) Neoplasma Limfoid 53

Dalam neoplasma limfoid terdapat istilah leukemia dan limfoma. Leukemia digunakan pada neoplasma yang penyebarannya melibatkan sumsum tulang belakang dan darah. Leukemia terjadi jika proses pematangan stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dimana gangguan tersebut mengarah pada keganasan. Akibatnya sel leukemia tersebut menghalangi produksi sel darah putih, merusak kemampuan tubuh dalam menghadapi infeksi dan menganggu produksi sel darah lainnya. Limfoma dipakai untuk proliferasi dalam membangun massa jaringan. WHO membagi neoplasma limfoid menjadi 5 bagian, antara lain: Precursor B-cell neoplasma : B-cell acute lymphoblastic leukimia / lymphoma (BALL) Peripheral B-cell Neoplasms - Chronic lymphatic leukemia / small lymphocytic lymphoma - B-cell prolymphocitic leukemia - Lymphoplasmacytic lymphoma - Splenic and nodal marginal zone lymphomas - Extranodal marginal zone lymphoma - Mantel cell lymphoma - Follicular lymphoma - Marginal zone lymphoma - Hairy cell leukemia - Plasmacytoma / plasma cell myeloma - Diffuse large B-cell lymphoma - Burkitt lymphoma Precursor T-cell Neoplasms : T-cell acute lymphoblastic leukemia / lymphoma (TALL) Peripheral T-cell and NK-cell Neoplasms - T-cell prolymphocytic leukemia - Large granular lymphocytic leukemia - Myosis fungoides / Szary syndrome - Peripheral T-cell lymphoma, tidak dapat diketahui - Anaplastic large-cell lymphoma - Angioimmunoblastic T-cell lymphoma - Enteropathy-associated T-cell lymphoma - Panniculitis-like T-cell lymphoma 54

- Hepatosplenic T-cell lymphoma - Adult T-cell leukimia / lymphoma - Extranodal NK / T-cell lymphoma - NK-cell leukimia Hodgkin Lymphoma Subtipe klasik - Nodular sclerosis - Mixed cellularity - Lymphocyte-rich - Lymphpocyte depletion - Lymphocyte predominance Contoh jenis neoplasma limfoid yang sering terjadi: Acute Lymphoblastic Leukemia / Lymphoma (ALL) ALL terjadi apabila sel B dan T tidak dapat matang yang disebut dengan limfoblas. Gejala pertama biasanya berupa lemah dan sesak napas dan demam. Chronic Lymphoblastic Leukemia (CLL) Pada CLL sel B dan T sudah matang namun bersifat ganas. Sel-sel ganas tersebut menyebabkan anemia, penurunan sel darah putih dan trombosit, kadar dan aktivitas antibodi menurun. Sistem kekebalan tubuh menjadi salah arah. 2) Neoplasma Myeloid Perhatikan bagan dibawah ini. Bagan tersebut menunjukkakn bahwa hematopoietic stem cell pada akhirnya menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan platelet di sumsum tulang. Mekanisme tersebut terganggu saat myeloid neoplasma masuk dan menekan fungsi normal stem cell. Neoplasma myeloid terbagi menjadi 3 kategori, yaitu: a) Acute myeloid leukimia (AML): akumulasi immature myeloid pada sumsum tulang yang menekan hematopoisis normal b) Sindrom myelodysplastic: hematopoisis yang tidak efektif sehingga terjadi cytopenias c) Myeloproliferative disorder: peningkatan produksi satu ataui lebih tipe sel darah.

55

FIGURE 13-1 Differentiation of blood cells. CFU, colony forming unit; SCF, stem cell factor; Flt3L, Flt3 ligand; G-CSF, granulocyte colony-stimulating factor; GMCSF, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor; LIN, negative for lineagespecific markers; M-CSF, macrophage colony-stimulating factor. 3) Histiositosis Histiositosis adalah gangguan proliferativ pada sel dendritik dan makrofag. Proliferativ ini jarang terjadi. Salah satu jenis khusus dari immature dendritic cell adalah Langerhans cell yang berkembang menjadi neoplastic disorder dan disebut juga sebagai Langerhans cell histiocytoses.

2. LIMPA Limpa adalah filter untuk darah dan tanggapan kekebalan yang bertalian darah antigen. Limfoma terdiri dari arteri dengan T limfosit, yang disebut selubung periarteriolar limfatik. Pada interval selubung ini mengembang untuk membentuk nodul limfoid terutama terdiri atas limfosit B, yang mampu berkembang menjadi pusat-pusat germinal identik dengan yang terlihat pada kelenjar getah node dalam menanggapi rangsangan antigen Limpa memiliki empat fungsi yang penyakit dampak menyatakan: Fagositosis sel darah dan partikel. Sebagaimana akan dibahas di bawah hemolitik anemias sel darah merah mengalami deformasi ekstrem selama bagian dari tali ke dalam sinusoid. Dalam kondisi di mana elastisitas sel darah merah berkurang, sel darah merah terperangkap pada tali dan lebih mudah phagocytosed oleh makrofag. 1. 2. 3. 4. Fagositosis sel darah dan partikel Prouksi antibodi Hematopoiesis Tempat pembentukan elemen darah 56

Limpa normal mengandung hanya sekitar 30-40 mL sel darah merah, meningkat dengan splenomegaly. Limpa normal juga pelabuhan sekitar 30% sampai 40% dari total platelet massa di dalam tubuh. Dengan splenomegaly hingga 80% sampai 90% dari total platelet massa dapat diasingkan di celah pulp merah, menghasilkan trombositopenia. Demikian pula, pembesaran limpa dapat perangkap sel darah putih dan dengan demikian mendorong leukopenia. Sebagai unit terbesar dari sistem fagosit mononuklear, limpa terlibat dalam semua peradangan sistemik, gangguan hematopoietic umum, dan banyak gangguan metabolisme. Pada masing-masing, limpa mengalami pembesaran (splenomegaly), yang merupakan manifestasi utama gangguan organ ini.. Penyaringan dan hilangnya fungsi produksi antibodi baik berkontribusi pada peningkatan risiko sepsis, yang dapat berakibat fatal. a. Splenomegaly Ketika cukup diperbesar, limpa menyebabkan sensasi dalam kuadran atas kiri dan, melalui tekanan pada perut, rasa tidak nyaman setelah makan. In addition, enlargement can cause a syndrome known as hypersplenism , Selain itu, pembesaran dapat menyebabkan sindrom yang dikenal sebagai hypersplenism, yang ditandai oleh anemia, leukopenia, trombositopenia, sendiri atau dalam kombinasi. Kemungkinan penyebab cytopenias meningkat karantina dari unsur-unsur membentuk dan akibatnya ditingkatkan lienalis fagositosis oleh makrofag. Kelainan sehubungan dengan splenomegali 1. Infeksi Nonspesifik splenitis berbagai darah-borne infeksi (terutama infeksi endokarditis), Infectious mononucleosis, Tuberkulosis, Demam Tifus , Brucellosis, Sifilis, Malaria, Histoplasmosis, Toksoplasmosis, Kala-azar Trypanosomiasis, Schistosomiasis, Leishmaniasis, Echinococcosis Kongestif Negara berkaitan dengan hipertensi portal yaitu Sirosis hati, Portal atau linealis vein thrombosis, gagal jantung Gangguan Lymphphematogeneus yaitu hodgkin, Non-Hodgkin limfoma dan leukimia limfostik, myeloma, hemolotik anemia Imunologis-kondisi peradangan Rheumatoid arthritis, Sistemik lupus erythematosus Storage diseases Penyakit Gaucher, Penyakit Niemann-Pick, Mucopolysaccharidoses Miscellaneous disorders gangguan lain Amiloidosis, Primer neoplasma dan kista, Neoplasma sekunder

2. 3. 4. 5. 6.

Non Spesifik Acute Splenitis Pembesaran limpa terjadi dalam infeksi yang bertalian darah. The disebabkan baik oleh agen microbiologic diri mereka sendiri dan oleh sitokin yang dilepaskan sebagai bagian dari respon kekebalan. Morphology. Limpa diperbesar (200-400 gm) dan lembut. Mikroskopis, fitur utama kemacetan akut dari pulp merah, yang dapat mengganggu dan hampir tdk di folikel limfoid. Neutrofil, sel-sel plasma, dan kadang-kadang eosinofil biasanya terdapat di seluruh pulp merah dan putih. Pada kali bubur putih folikel mungkin mengalami nekrosis, khususnya ketika agen penyebab adalah streptokokus hemolitik. Jarang, pembentukan abses terjadi. Kongestif Splenomegaly 57

Kronis obstruksi outflow vena menyebabkan pembesaran lienalis bentuk disebut sebagai splenomegaly kongestif. Vena Obstruksi dapat disebabkan oleh gangguan yang menghambat intrahepatic drainase vena portal, atau muncul dari extrahepatic kelainan yang secara langsung menimpa lienalis portal atau vena. Semua gangguan tersebut pada akhirnya membawa hipertensi Linealis Infark Lienalis lesi infark adalah umum disebabkan oleh oklusi dari arteri lienalis utama atau salah satu dari cabang-cabangnya. Limpa, bersama dengan ginjal dan otak, peringkat sebagai salah satu yang paling sering emboli situs tempat penginapan. Dalam limpa berukuran normal, infark yang paling sering disebabkan oleh emboli yang timbul dari hati. Infark dapat yang kecil atau besar, satu atau beberapa, atau bahkan melibatkan seluruh organ. Mereka biasanya hambar, kecuali pada individu dengan endokarditis infeksius dari mitral atau katup aorta, di septik yang infark adalah umum. Infark juga umum di limpa membesar pesat, tanpa sebab, mungkin karena pasokan darah lemah dan mudah dikompromikan. b. Neoplasma Neoplastik keterlibatan limpa jarang kecuali dalam myeloid dan limfoid tumor, yang (sebagaimana telah dibahas) sering menyebabkan splenomegaly. c. Anomali Kongenital Lengkap tidak adanya limpa jarang dan biasanya berhubungan dengan kelainan bawaan lainnya, seperti situs inversus dan malformasi jantung. Hypoplasia adalah lebih umum ditemukan. Aksesori limpa (spleniculi) adalah umum, hadir sendiri-sendiri atau kalikan dalam 20% menjadi 35% dari pemeriksaan postmortem. Mereka kecil, bulat struktur yang histologis dan fungsional identik dengan limpa normal. Mereka dapat ditemukan di setiap tempat di dalam rongga perut. Limpa adalah klinis sangat penting dalam beberapa kelainan hematologic, seperti turun-temurun dan kekebalan spherocytosis trombositopenia purpura, di mana splenektomi digunakan sebagai pengobatan. Jika aksesori limpa yang terlupakan, manfaat terapeutik pengangkatan limpa definitif dapat dikurangi atau hilang sama sekali. c. Rupture/Pecah Lienalis pecah biasanya dipercepat oleh trauma tumpul. Lebih jarang, hal itu terjadi dalam ketiadaan jelas pukulan fisik. Seperti "spontan pecah" tidak pernah benarbenar melibatkan limpa normal melainkan berasal dari beberapa kecil penghinaan fisik ke limpa dibuat rapuh oleh kondisi yang mendasarinya. 3. TIMUS Tumbuh sampai pubertas, ketika mencapai berat maksimum 20-50 gm, dan setelah itu mengalami involusi progresif tidak lebih dari 5-15 gm pada orang tua. Timus dapat juga berbentuk spiral pada anak-anak dan orang dewasa muda sebagai respons terhadap penyakit parah dan infeksi HIV. Beragam tipe sel mengisi timus, tapi thymic sel epitel dan limfosit T belum matang mendominasi. Kortikal, periferal, selsel epitel berbentuk poligonal dan sitoplasma yang berlimpah dengan ekstensi yang dendritik kontak sel yang bersebelahan. Sebaliknya, sel-sel epitel di medula yang padat, seringkali berbentuk gelendong, dan memiliki kurang sitoplasma tanpa proses 58

yang saling berhubungan. Makrofag, sel dendritik, populasi kecil B limfosit, neutrofil dan eosinofil langka, dan tersebar myloid (seperti otot) sel-sel ini juga ditemukan dalam timus. Thymic Hiperplasia Hal ini tidak selalu merupakan keadaan penyakit. Ukuran biasanya timus puncak pada masa remaja, dan atrophies dalam dekade berikutnya. Sebelum fungsi kekebalan timus itu dipahami dengan baik, pembesaran kadang-kadang dilihat sebagai penyebab untuk alarm. Istilah hiperplasia thymic agak menyesatkan, karena biasanya berlaku untuk penampilan-sel B dalam pusat germinal timus, sebuah temuan yang disebut sebagai hiperplasia folikel thymic. Seperti B-sel folikel yang hadir hanya dalam jumlah kecil di timus normal. Seperti disebutkan, ukuran timus sangat bervariasi, dan apakah ini merupakan hiperplasia benar atau hanya merupakan varian normal tidak jelas. Thymomas Sebuah keragaman neoplasma dapat timbul dalam timus kuman-sel tumor, limfoma, carcinoids, dan lain-lain-tapi penunjukan "thymoma" dibatasi untuk tumor sel epitel thymic. Seperti tumor jinak biasanya juga mengandung sel T belum matang (thymocytes). WHO telah menciptakan sebuah sistem klasifikasi berdasarkan histologi untuk thymomas, namun utilitas klinis masih belum jelas. Kami akan alih-alih menggunakan klasifikasi yang mengandalkan prognostik yang paling penting fitur, tahap operasi dan kehadiran atau tidak adanya fitur terbuka sitologi keganasan. Dalam sistem yang sederhana ini hanya ada tiga subtipe histologis Tumor yang jinak dan non-invasif (non-pembedahan) Tumor yang jinak tetapi invasif atau bermetastasis Tumor ganas yang cytologically (thymic karsinoma)

B. SEL DARAH MERAH Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta factor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponene utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb), yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankanpH normal melalui serangkain dapar intrasel. Molekul-molekul Hb terdiri dari dua pasang rantai polipeptida (globulin) dan empat gugus hem, masingmasing mengandung atom besi.jumlah sel darah merah orang dewasa kira-kira 5juta per millimeter kubik dan berumur 120 hari.

Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormone glikoprotein, eritropoietin, yang berasal dari ginjal. Pembentukan protein dipengaruhi oleh hipoksia jaringan yang disebabkan oleh factor-faktor seperti perubahan O2 atmosfir, berkurangnya kadar O2 darah arteri, dan berkurangnya konsentrasi hemoglobin. Stem sel yang berperan pada pembentukan eritrosit menjadi eritroppoietin dan memulai poliferasi dan pematangan sel darah merah. Pematangan bergantung pada jumlah zat-zat 59

maknanan yang cukup dan pengunaannya yang cocok (yaitu, vitamin B12, asam folat, protein-protein, enzim-enzim, dan mineral serta logam-logam seperti besi dan tembaga)

Pembentukan hemoglobin terjadi dalam sumsum tulang melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama satu atau dua hari. Reticulum kemudian larut dan menjadi sel drah merah yang matang. Waktu sel menjadi tua, akan menjadi lebih kaku dan rapuh dan akhirnya pecah. Hemoglobin terperangkap dan di fagosit dalam limpa dan hati, kemudian direduksi menjadi besi, globin dan biliverdin. Globin masuk kembali ke dalam pool asam amino, dan biliverdin direduksi menjadi bilirubin. Besi diangkut oleh protein transferin plasma ke sumsum tulang untuk pembentukan sel darah merah, sebagian diantaranya di simpan untuk penggunaan di kemudian hari. Sel darah merah berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel : Normositik : sel yang ukurannya normal Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak

1. GANGGUAN SEL DARAH MERAH

a. Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Tabel kadar normal Hemoglobin (Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease) Pemeriksaan Laki- Perempuan laki 13,6- 12-15 Hb (g/dl) 17,2 3933-43 Hematocrit 49 (%) Anemia secara fungsional didefenisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity) tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit. Oleh

60

karerna itu dalam diagnosis anemia harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Akibatnya proses metabolisme ditubuh tidak berjalan dengan baik dan energi yang dihasilkan relatif berkurang. Untuk mencukupikebutuhan tersebut jantuk dipacu untuk bekerja lebih keras. Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung. Penyebab umum dari anemia 1.Peningkatan kehilangan sel darah merah/perdarahan Akut (mendadak) - Kecelakaan - Pembedahan - Persalinan - Pecah pembuluh darah Kronik (menahun) - Perdarahan hidung - Wasir (hemoroid) - Ulkus peptikum - Kanker atau polip di saluran pencernaan - Tumor ginjal atau kandung kemih - Perdarahan menstruasi yang sangat banyak 2. Berkurangnya/gangguan pembentukan sel darah merah - Kekurangan zat besi - Kekurangan vitamin B12 - Kekurangan asam folat - Kekurangan vitamin C - Penyakit kronik 3.Meningkatnya penghancuran sel darah merah - Pembesaran limpa - Kerusakan mekanik pada sel darah merah - Reaksi autoimun terhadap sel darah merah - Hemoglobinuria nokturnal paroksismal - Sferositosis herediter - Elliptositosis herediter - Kekurangan G6PD - Penyakit sel sabit - Penyakit hemoglobin C - Penyakit hemoglobin S-C - Penyakit hemoglobin E - Thalasemia Peningkatan kehilangan sel darah merah/perdarahan 61

1. Anemia Akut (mendadak) Pada anemia akut, kehilangan darah terjadi lebih dari 30% dari total darah dalam tubuh mengakibatkan jumlah sel darah merah yang efektif menurun yang pada akhirnya pengiriman O2 ke jaringan menjadi berkurang dan terjadi hipoksia, hipoksemia, gelisah, takikardi, kolaps 2. Anemia Kronik (menahun) Anemia kronik terjadi pengurangan hebat massa sel darah merah dalam beberapa bulan memungkinkan tubuh untuk menyesuaikan diri dan biasanya penderita asimtomatik. Mekanisme konpensasi tubuh bekerja melalui peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman oksigen ke jaringanjaringan oleh sel darah merah, peningkatan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan redribusi aliran darah ke organ-organ vital. Anemia kronik dapat terjadi karena : - Infeksi cacing - Wasir (hemoroid) - Ulkus peptikum - Kanker atau polip di saluran pencernaan - Tumor ginjal atau kandung kemih 3.Anemia Hemolitik (penghancuran sel darah merah) Secara definisi anemi hemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi . Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : Faktor Instrinsik (intra korpuskuler) ,kelainan terutama pada sel eritrosit , sering merupakan kelainan bawaan, kelainan terutama pada enzym eritrosit Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan umumnya didapat (aguaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi . Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha mengantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru (sampai 10 kali kecepatan normal). Penghancuran sel darah merah yang melebihi pembentukannya akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Keadaan anemia hemolitik dapat ditemukan pada : 1) Sferositosis herediter (HS) Sferositosis herediter adalah suatu penyakit akibat defek membran sel darah merah terjadi akibat defisiensi spektrin, akrin dan mungkin ankirin, yang merupakan unsur protein rangka membran sel darah merah. Protein ini bertanggung jawab mempertahankan bentuk bikonkraf eritrosit. Kelainan pada membran menyebabkan kelainan biofisis yang mengubah permeabilitas membran sehingga eritrosit akan terbentuk bulat dan kaku sehingga terperangkap dalam limpa secara berlebihan dan dihancurkan dalam limpa sehingga menyebabkan 62

anemia dan pembesaran limpa. Gambaran klinis berupa anemia, kelelahan, ikterus (terkadang ditemukan batu empedu berpigmen). Splenektomi diindikasikan pada semua pasien HS untuk menurunkan jumlah tangkapan sel darah merah abnormal dan koreksi anemia. Saat operasi, penting untuk mencari adanya limpa assesorius. Pengangkatan yang tidak adekuat akan memberikan pemulihan yang tidak maksimal. Anemia hemolitik didapat Membran sel darah merah terbungkus oleh antibodi sehingga sel darah merah tersebut akan terperangkap dalam limpa sehinga menyebabkan hemolisis dan anemia.pasien biasanya diterapi dengan steroid dan penyakit yang mendasarinya. Pasien yang tidak berespon terhadap streroid jangka panjang dengan dosis tinggi merupakan calon untuk splenektomi. Sekitar 50 persen penderita berespon baik dengan splenektomi dan 30 persen lainnya berespon baik terhadap kombinasi splenektomi dengan steroid dosis rendah. 2) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase) G6PD hilang dari selaput sel darah merah. Enzim G6PD membantu mengolah glukosa dan menghasilkan glutation (berfungsi mencegah pecahnya sel). Defesiensi G6DP adalah suatu penyakit genetikakibat mutasi gen yang bersifat resesif terkait kromosom X. Kekuranganenzim G6PD dapat menyebabkan anemia hemolitik jika terjadi stess oksidatif yang dapat terjadi setelah adanya paparan obat-obatan tertentu, makanan (fava bean)atau bahkan infeksi. Mekanisme terjadinya hemolisis adalah sebagai berikut : Stess oksidatif menyebabkan terjadinya proses oksidasi GSH menjadi GSH disulfida. Ikatan ini tidak stabil, menyebabkan terjadinya denaturasi Hb secara ireversible dan mengendap disebut Heinz-Bodies (H-B). Dalam keadaan normal sel darah merah mempertahankan dirinya dari proses oksidasi ini dengan mereduksiGSSH menjadi GSH dan Hb melalui reaksi glutation reduktase. Proses reduksi senyawa disulfidaini membutuhkan NADPH, apabila enzim G6PD berkurang maka NADPH tidak dapat terbentuk dalam jumlah yang cukup, sehingga proses oksidasi GSH dan Hb terus berlangsung akibatnya H-B terus berlanjut ini akan melekat pada stroma sel eritrosot yang akan mengakibatkan sel ini terhalang melelui pulpa limpa dan relatif sudah rusak dalam sirkulasi darah. Kedua keaadaan in yang menyebabkan terjadinya hemolisis sel eritrosit. 3) Anemia Sel Sabit Anemia sel sabit dimana sel darah merah berbentuk seperti sabit karena adanya hemoglobin abnormal S (HbS). Penyakit sel sabit merupakan suatu keadaan herediter kodominan otosom resesif, dimana harus ada gen yang homozigot (geb yang diterima dari kedua orang tua) untuk dapat menimbulkan gejala anemia sel sabit. Keadaan heterezigot (gen abnormal diterima dari salah satu orang tua)disebut sebagai pembawa penyakit sel sabit. Umumya tidak menunjukan gejala dan memiliki harapan hidup yang normal. Hemoglobin yang cacat tersebut (HbS) dapat menjadi kaku dan membentuk konfiurasi seperti sabit apabila jumlah oksigen dalam darah berkurang. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit. Keadaan deoksigenasi 63

(penurunan tekanan oksigen) membuta substansi asam amino menyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin. Sel-sel darah merah kemudian mengalami pembentukan taktoid, dimana sel darah merah memanjang dan menjadi kaku serta membentuk bentuk sabit. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuannya untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh darah yang sempit dan akibatnya terperangkap didalam mikrosirkulasi. Karena kekakuan dan membran yang tidak teratur, sel-sel sabit mengelompok, hal ini menyebabkan penyumbatan aliran darah kejaringan dibawahnya. Meskipun bentuk sel sabit ini reversible(dapat kembali kebentuk normal jika saturasi Hb kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur didalam pembuluh yang sangat kecil sehingga menyababkan anemia. Perubahan sel sabit untuk kembali normal menyebabkan membran sel pecah dan menjadi rapuh. Sel kemudian mengalami hemolisis dan disingkirkan oleh sistem retikuloendotel sehingga umur sel darah merah jelas berkurang. 4) Anemia pada Syndrom Thalasemia Talasemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital yang disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin (gangguan sintesis globulin). Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif Talasemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari gen (ini terdapat terutama pada talasemia -a) atau mutasi noktah pada gen (terutama pada talasemia - b), kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptid yang menyusun globin. Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang Talasemia disebabkan oleh delesi satu gen penuh atau sebagian dari gen atau mutasi noktah pada gen, kelainan ini menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptid yang menyusun globin. Kelainan pada gen - a atau gen-b karena kedua rantai itu adalah komponen penyusun HbA yang merupakan porsi > 95% Hb total orang normal. Kelainan pada sintesis rantai - l dan rantai - d praktis tidak menimbulkan masalah klinik karena HbF (a2l2) dan HbA2 (a2d2) jumlahnya memang sangat sedikit. Kecuali terjadi kekurangan pembentukan Hb (anemia), bila terjadi penurunan sintesis rantai -b, maka banyak rantai - a tidak mendapat pasangan dan rantai a yang berlebihan itu akan mengalami agregasi agregat akan diendapkan pada membran eritrosit dan defek dengan akibat eritrosit mudah hancur di dalam sumsum tulang (ineffective erythropoesis) maupun disirkulasi, jadi umur eritrosit pendek dan terjadi anemia hemolitik 5 )Anemia Immunohemolitik Terkadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliu mengenali sebagai benda asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah akan terjadi hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 64

a) Anemia hemolitik hangat (85%) Adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh aktif pada suhu 37oC . Autoantibodi ini melapisi sel darah merah yang kemudian dikenali sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang hati atau sumsum tulang. b) Anemia hemolitik dingin (15%) Adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruang atau suhu yang dingin (aktif pada suhu 4oC.) 6)Hemoglobinuria Paroksismal nokturnal Hemoglobinuria paroksismal norkturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan. Penghancuran sejumlah besar sel darah merah terjadi secara mendadak (paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya malam hari (nokturnal), menyebabkan Hb tumpak ke dalam darah. Ginjal menyaring Hb, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobulinuria). b. Anemia Defisiensi Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. 1.Anemia Defisiensi Zat Besi Morfologis anemia defisiensi Etiologi : zat besi adalah mikrositik hipokromik.

Kurangnya asupan Absorpsi yang berkurang (diare kronis, sindrom malabsorpsilain) Sintesis kurang : Jika transfferin kurang pada hipotransferrin congenital Pengeluaran yang bertambah : kehilangan darah karena ankilostomiasis, polip, dll. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum dan diserap dari duodenum dan jejenum proksimal. Besi kemudian diangkut oleh transferrin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobulin atau ke jaringan penyimpanan. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunya kadar feritin serum, selnjutnya serum ion menurun dan IBC meningkat, protophorfirin naik, terjadi anemia hipokrom mikrositik sehingga aktivitas enzim intraseluler yang mengandung Fe rendah. Anemia Megaloblastik Morfologis makrositik normokrom. Anemia megaloblastik sering disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat. 65

Penyebab : 1. Faktor diet. Asupan gizi yang kurang mengandung vit B12 dan asam folat. Vit B 12 banyak pada produk2 hewani. Asam folat banyak pada hati, sayuran hijau. 2. Malabsorbsi. Dari faktor lambung, ileal resection, jejunal resection,gluten enteropathy Chrons disease. 3. Turnover yang meningkat. Kehamilan, prematur, penyakit keganasan, an hemolitik kronik (sickle cell an) 4. Renal loss. Defisiensi folat, Congestive Heart Failure, Dialisa. 5. Obat-obatan. Defesiensi asam folat, obat anti kejang, sulphasalazine alkohol. Anemia ini ditandai oleh adanya eritroblas yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut. Sel tersebut dinamakan megaloblastik. Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblas. Defisiensi asam folat akan mengganggu sintesis DNA hingga terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel megaloblas.Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan diddalm hati. Tanpa adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Demikiann pula defisiensi vitamin B12 yang bermanfaat dalam reaksi metilasi homosistein menjadi metionin dan reaksi ini berperan dalam mengubah metil THF menjadi DHF yang berperan dalam sintesis DNA. Jadi defisiensi vitamin B12 juga akan menggangu sintesis DNA dan ini akan menganggu maturasi inti sel dengan akibat terjadinya megaloblas. Anemia Aplastik Anemia aplastik adalah keadaan yang menggambarkan insufisiensi pembentukan sel darah merah. Anemia aplastik adalah gangguan yang mengancam kehidupan yang berasal dari stem sel sumsum tulang. Keadaan anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia (yaitu terjadinya defesiensi eritrosit, leukosit, dan trombosit). Secara morfologis sel-sel darah merah adalah normositik normokrom, biopsi sumsum tulang menunjukan dry tap disertai hipoplasia dan penggantian dengan jaringan lemak. Etiologi : - Faktor genetik Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian besar dari padanya diturunkan menurut hukum mendell.

66

a) Anemia Fanconi: suatu sindom meliputi hipoplasi sumsum tulang disertai pigmentasi coklat di kulit, hipoolasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa b) Anemia Estren-Dameshek : anemia tanpa kelainan fisis - Obat obatan dan bahan kima Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan antikonvulsan, obbat obatan sitotoksik. Bahan kimia yang dapat menyebabkan anemia ini adalah senyawa benzen. - Infeksi Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen, contohnya virus Epstein Barr, influenza A, Dengue, Tuberkulasis. Seyogyanya, setiap infeksi virus dapat menyebabkan anemia aplasia sementara atau permanen. Hepatitis B atau non A, non B dapat menyebabkan anemia aplastik berat. Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh human immunodefisiensi virus (HIV) yang berkembang menjadi AIDS dapat menimbukan pesitopenia. Infeksi kronik oleh parvovirus pada pasien dengan defisiensi imun juga dapat menimbulkan pansitopenia. - Iradiasi Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan. Bila stem cell hemopoetik yang terken maka terjadi anemia aplastik ringan. Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. dengan peningkatan dosis pennyinaran sekali waktu akan terjadi pensitopenia. Namun, bila penyinaran dihentikan, sel sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi dapat berperngaru pada stroma sumsum tulang. - Kelaian Imunologis Zat anti terhadap sel sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan anemia aplastik. Perbaikan fungsi hemopoetik setelah pengobatan dengan imunosupresif merupakan arguman kuat terlibatnnya mekanisme imun dalam patofisiologis anemia aplastilkk. - Anemia aplastik pada keadaan/penyakit lain a) Pada leukimia limfoblastik b) Paroxyzsmal Nucturnal Hemoglobinuria (PNH) c) Kehamilan. Pada kehamilan, kadang kadang ditemukan pensitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi enetik, adanya zat hambat dalam darah atau tidak ada perangasan hemapoesis. - Kelompok Idiopatik Besarnya kelompok idiopatik tergantung pada usaha mencari faktor etiologi. Patofisiologi Dasar kelainan : gangguan / kerusakan yang disebabkan oleh: 1.Stem cellpluripotensial Dimana jumlah dan fungsinya menurun sehingga dapat proliferasi dan diferensiasinya menurun. 2. Mikroenvironment (Marrow environment) 67

Dimana terdapat kelainan mikrovaskuler dan kelainan faktor humoral serta terdapat kelainan pada bahan penghambat pertumbuhan sel, sehingga jaringan sumsum tulang tidak mampu bertumbuh dan berkembang. c. Polisitemia Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan viskositas darah dan volume darah.trdapat bentuk polisitemia relative atau absolute. Polisitemia relatif timbul jika volume plasma yang bersikulasi berkurang (hemokosentrasi) tetapi volume total sel darah merah yang bersikulasi normal. Penyebab utamanya adalah : (1) bertambahnya kehilangan cairan seperti yang terlihat pada terapi diuresis, muntah yang berlebihan, luka baker, dan demam, (2) menurunya intake cairan, (3) redistribusi cairan dari plasma ke jaringan setelah luka yang menghancurkan. Polisitemia absolute menyatakan keadaan, dimana massa sel darah merah yang bersikulasi sebenarnya meningkat. Seperti pada polisitemia vera atau sekunder yang diakibatkan oleh adanya gangguan (misalnya, penyakit kardiopulmonar yang mengurangi kejenuhan O2 arteri yang merangsang eritropoesis, tumor ginjal yang meningkatkan pembentukan eritroprotein). Keadaan ini juga ditemukan pada orangorang yang bertempat tinggal di tempat-tempat tinggi, di mana O2 atmosfir tekananya rendah. Polisitemia primer atau polisitemia vera, stem sel yang pluripotensial adalah abnormal. Polisitemia vera ditandai oleh eritrositosis, leukositosis, dan trombositosis. Tanda dan gejala adalah sekunder karena peningkatan volume darah total dan viskositas darah. Volume plasma biasanya normal, dan terjadi vasodilatasi untuk menampung volume sel darah merah yang meningkat. Peningkatan volume dan viskositas darah (aliran darah lambat) bersama-sama dengan peningkatan jumlah trombosit dan fungsi trombosit abnormal mempermudah individu menderita trombosis maupun perdarahan

C. TROMBOSIT Trombosit adalah bukan sel, melainkan pecahan granular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah unsure sel sumsum tulang yang terkecil dan vital untuk hemostatis dan pembekuan. Trombosit berasal dari commited stem cell pluripotensial, yang bila dibutuhkan dan dengan adanya factor perangsang trombosit (trombopoietin) berdiferensiasi menjadi pool committed stem cell untuk membentuk megakarioblas. Sel ini, melalui serangkaian proses pematangan menjadi megakariosit raksasa. Tidak seperti unsure sel lainnya, megakariosit mengalami endomitosis, dimana terjadi pembelahan inti dalam sel tetapi sel itu sendiri tidak membelah. Sel membesar karena sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memisahkan diri mennjadi trombosit. Trombosit berdiameter 1 sampai 4 m dan berumur kira-kira 10 hari. Kira-kira satu pertiga berada dalam limpa sebagai pool cadangan dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.00 per millimeter kubik.

Faktor Pembekuan 68

I II III IV V VII

Fibrinogen : prekusor fibrin ( protein polimer) Protombin : prekusor enzim proteolitik trombin dan mungkin aselerator konversi prorombin lain Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan aktivitor protrombin Kalsium : diperlukan untuk pengaktifan protomnin dan pembentukan fibrin Plasma aselerator globulin suatu factor plasma yang mempercepat perubahan protombin menjadi trombin Aselerator konvensi protombin serum : suatu factor serum yang mempercepat perubahan protombin

VIII Antihemofilik globulin (AHG) : suatu factor plasma yang berkaitan dengna factor III trombosit dan factor Christmas (IX) : mengaktifkan protombin IX X XI Factor Christmas : factor serum yang berkaitan dengan factor III trombosit dan VII AHG : mengaktifkan protombin Factor stuart-prower : suatu factor plasma dan serum : aselerator konvensi protombin Plasma tromboplastin antecedent (PTA) : suatu factor plasma yang diaktifkan oleh factor Hageman (XII) : aselerator pembentukan trombin Factor Hageman : suatu factor plasma : mengaktifkan PTA (XI)

XII

XIII Factor penstabil fibrin : factor plasma : menimbulkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak larut dalam urea. Factor Fletcher (prekalikrein): contract-activating factor Factor Fitzgerald (kininogen berat molekul besar) : Contractactivating factor

Fase Pembekuan Pembekuan diawali pada stadium homeostasis oleh cedera pembuluh. Pembekuan fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, sebagai bentuk aktif factor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua rangkaian reaksi. Salah satu memerlukan factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh waktu cedera. Karena factor jaringan tidak terdapat dalam darah, maka ia merupakan factor ekstrinsik pembekuan. Rangkaian lainnya yang mengaktifkan factor X adalah jalan intrinsic. Diawali oleh plasma yang kontak pada kulit atau kolagen dalam pembuluh yang rusak.faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang menempel pada kolagen yang berperan. 69

Factor faktor XII, XI, dan IX harus diaktifkan secara berturutan, dan factor VIII harus dilibatkan sebelum factor X dapat diaktifkan. Zat prekalikrein dan kininogen berat molekul besar juga ikut serta, dan diperlukan ion kalsium. Pembentukan fibrin berlangsung bila factor Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin.

1. GANGGUAN PERDARAHAN : DENGUE DIATHESIS

Pendarahan yang berlebihan dapat disebabkan oleh : 1. Peningkatan kerapuhan pembuluh darah 2. Kekurangan atau disfungsi trombosit. 3. Gangguan koagulasi baik terjadi secara sendiri atau kombinasi. Gangguan ini disebut purpura nontrombositopeni, relatif sering terjadi dan biasanya tidak menimbulkan masalah perdarahan serius. Paling sering, merangsang perdarahan kecil (petechi dan purpura) di kulit atau selaput lendir, terutama gingivae. Lebih signifikan perdarahan terajdi ke dalam sendi, otot, dan lokasi,subperiosteal atau bentuk Kondisi klinis kelainan pada dinding pembuluh darah menyebabkan perdarahan adalah sebagai berikut: 1. Banyak infeksi petechial dan purpurik menyebabkan perdarahan, terutama meningococcemia, bentuk-bentuk lain septicemia, infeksi endokarditis dan beberapa dari rickettsioses. 2. Reaksi obat kadang-kadang menyebabkan petechi pada kulit dan purpura tanpa menyebabkan trombositopenia. 3. Kudis dan sindrom Ehlers-Danlos berkaitan dengan perdarahan mikrovaskuler, yang hasilnya dari kerusakan pada kolagen yang melemahkan dinding pembuluh. 4. Purpura Henoch-Schnlein adalah hipersensitivitas sistemik yang tidak diketahui penyebabnya. Penyakit yang ditandai oleh ruam purpurik, sakit perut kolik, polyarthralgia, dan glomerulonefritis akut. 5. Hemoragik herediter telangiectasia (dikenal sebagai Osler-Weber-Rendu syndrome) adalah kelainan autosomal dominan dicirikan dengan pembuluh darah melebar, berliku-liku dengan dinding tipis yang mudah berdarah. Perdarahan bisa terjadi di mana saja. Paling umum di bawah selaput lendir hidung (Hidung berdarah), lidah, mulut, dan mata, dan sepanjang saluran pencernaan. 6. Amiloidosis Perivascular dapat melemahkan dinding pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan. a. Trombositopenia Trombosit di bawah 100.000 / L umumnya dianggap trombositopenia. Perdarahan spontan tidak jelas sampai trombosit di bawah 20.000 platelet / L. Trombosit dihitung dalam kisaran 20.000 hingga 50.000 platelet / L dapat memperburuk perdarahan pasca-trauma. Perdarahan akibat trombositopenia dikaitkan dengan normal PT dan PTT.

70

Penyebab trombositopenia dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama, yaitu :

1.Penurunan produksi trombosit. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi yang menekan output sumsum (seperti aplastic anemia dan leukemia) atau mempengaruhi megakaryocytes yang agak selektif. 2.Penurunan trombosit hidup. Pada trombositopenia kerusakan imun trombosit disebabkan oleh antibodi terhadap platelet atau, kekebalan yang kompleks deposit platelet. 3.Sequesters Limpa biasanya 30% hingga 35% dari platelet, tetapi ini bisa meningkat karena trombositopenia menjadi 80% hingga 90%. 4.Pengenceran. Penyimpanan darah yang berkepanjangan meyebabkan jumlah platelet berkurang. Volume plasma dan massa sel darah merah yang dilarutkan oleh transfuse menyebabkan jumlah platelet beredar relatif berkurang Penyebab trombositopenia : 1.Penurunan produksi platelet a. Gangguan produksi trombosit : - Penggunaan obat-obatan : alkohol, thiazides, obat sitotoksik. - Infeksi : Campak, human immunodeficiency virus ( HIV ). b. Kekurangan Gizi : defisiensi vitamin B 12 , defisiensi folat ( eukemia megaloblastik ). c. Kegagalan sumsum tulang : anemia aplastik. d. Penggantian sumsum tulang : Leukemia, kanker, penyakit granulomatosa. e. Tidak efektif hematopoiesis : Myelodysplatik sindrom. 2. Penurunan platelet survival a. Kerusakan Imunologi 1) Autoimun primer : Kekebalan trombositopeni cromic, Kekebalan purpura trombositopeni akut. 2) Autoimun sekunder : Sistemik lupus erythematosus, sel-B neoplasma limfoid. 3) Alloimmune : Post-transfusi dan bayi. 4) Obat-obatan terkait : quinidine, heparin, senyawa sulfa. 5) Infeksi : HIV, infeksi mononucleosis ( sementara, ringan ), demam berdarah. a. Kerusakan Non Imunologi : 1) Koagulasi intravascular disseminated, 2) Trombotic microangiopathies . 3 ) Giant hemangoimas. b. Sequastran : Hypersplenisem 71

c. Pengenceran : Transfusi. Gangguan perdarahan berkaitan dengan fungsi cacat platelet : - Cacat dari adhesi : perdarahan akibat kelainan autosom resesif soulier bernard sindrom, yang disebabkan oleh kekurangan dari membrane platelet glikoprotein kompleks lb-IX. Cacat dari agregasi : perdarahan akibat agregasi cacat trombosit yang ditularkan dari resesif autosomal. Kelainan sekresi platelet : gangguan sekresi ditandai oleh pelepasan mediator yang rusak dan aktivasi platelet, seperti butir-thromboxanes dan terikat ADP.

b. Hemorrhagic diatesis berkaitan dengan kelainan pada factor pembekuan Perdarahan terjadi akibat kekurangan faktor koagulasi yang paling sering bermanifestasi pasca-trauma besar ecchymoses atau hematoma, perdarahan yang lama setelah luka atau setelah operasi. Cerita khasnya adalah pasien dengan darah yang merembes selama berhari-hari setelah pencabutan gigi atau pengembangan kecil hemarthrosis akibat stres pada sendi lutut. Faktor keturunan biasanya mempengaruhi faktor pembekuan darah. Yang paling umum dari faktor keturunan adalah kekurangan faktor koagulasi yang mempengaruhi faktor VIII ( hemofili A), dan faktor IX (hemofilia B). Hemofili A : penyakit resesif terkait X yang terjadi akibat kesalahan pengkodean gen untuk faktor VIII koagulasi. Penyakit ini dijumpai pada anak laki-laki yang mewarisi gen defektif pada kromosom X dari ibunya. Hemofili B : penyakit yang terjadi akibat tidak adanya salah satu faktor koagulasi. Penyakit terkait-X yang disebabkan tidak adanya faktor IX.

c. Koagulasi intravascular diseminata ( DIC ) Adalah keadaan yang ditandai pembentukan bekuan darah multiple di seluruh mikrovaskular. Selanjutnya, komponen kaskade bekuan darah dan trombosit digunakan, dan pendarahan mulai terjadi di orifisium tubuh, dua tempat cedera atau fungsi vena dan di banyak sistem organ. Koagulasi intervaskular diseminata terjadi sebagai komplikasi utama cedera atau trauma klinis seperti syok, infeksi yang meluas, luka bakar infark miokard atau komplikasi obstetrik. Terjadi hipoksemia dan asidemia yang merusak sel-sel endotel pembuluh darah. Cedera sel endotel multipel yang parah mencetuskan aktivasi trombosit dan jalur koagulasi intrinsik, sehingga terbentuk mikrotrombus di seluruh sistem vaskular. Kerusakan jaringan, yang terjadi sebagai proses pencetus atau timbul setelah hipoksemia dan asidemia, menyebabkan terbentuknya tromboplastin, yang mengaktifkan jalur koagulasi ekstrinsik. Terjadi pembentukan bekuan darah yang luas disertai serabut-serabut fibrin yang memperkuat dan menahan embolus. 72

Seiring dengan terus berlangsungnya kaskade koagulasi, proses fibrinolitik ( penguraian serabut-serabut fibrin ) dipercepat. Proses ini menyebabkan dibebaskannya enzim-enzim antikoagulan ke dalam sirkulasi. Pada akhirnya, faktor-faktor pembekuan dan trombosit habis terpakai dan terjadi perdarahan dan eksudasi darah ke dalam membran mukosa. Lingkaran ini menjadi lengkap sewaktu terjadi perdarahan dan pembekuan secara simultan

73

74

Anda mungkin juga menyukai