Anda di halaman 1dari 7

Nama : Imanuel Soni Tanudjaya

NIM : 04011281621123
Kelas : BETA 2016
Kelompok B4

I. Analisis Masalah
1. Bagaimana patofisiologi anemia mikrositik hipokrom?
Jawab: Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang
berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang.
Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu:
a. Iron depletion
Fase ini ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi
kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan absorpsi besi non heme.
b. Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe
serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC meningkat.
c. Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini
ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe
serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang
rendah.

2. Bagaimana etiologi anemia mikrositik hipokrom?


Jawab: Anemia mikrositik hipokrom akibat defisiensi besi dapat disebabkan oleh
kehilangan darah kronis, peningkatan kebutuhan akan besi, malabsorbsi, dan
intake yang berkurang.

3. Bagaimana factor resiko anemia mikrositik hipokrom?


Jawab: Kekurangan nutrisi dapat meningkatkan resiko seseorang untuk mengalami
anemia defisiensi besi, wanita yang masih mengalami menstruasi, anak-anak
dengan pertumbuhan yang masih aktif.

4. Bagaimana gejala anemia mikrositik hipokrom?


Jawab: Letih, lemah, lesu, pucat, rambut yang rapuh dan halus, kuku tipis, rata, dan
mudah patah serta berbentuk seperti sendok (koilonikia), atropi papilla
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan
meradang, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit disudut-sudut mulut
(stomatitis angularis).

5. Bagaimana tata laksana anemia mikrositik hipokrom?


Jawab: Pengobatan terhadap anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian diet
dengan kandungan gizi yang cukup, pemberian suplemen besi, dan transfusi
darah.
6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan feses?
Jawab: Pada hasil yang diperoleh, didapatkan hasil tes darah samar positif yang
berarti feses mengandung darah.

7. Bagaimana cara pemeriksaan tes darah samar?


Jawab:
1. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5ml dalam tabung reaksi dan tambahkan 1ml
asam acetat glacial, campur.
2. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2ml
alcohol 95 %, campur.
3. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi tinja
sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
4. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua lapisan
itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.

8. Bagaimana gambaran tes darah samar?


Jawab:

II. Learning Issues


1. Anemia mirositik hipokrom e.c. defisiensi besi
1.1 Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. Kehilangan darah kronis
Kehilangan darah kronis dapat disebabkan oleh adanya pendarahan
minor pada organ dalam tubuh yang berlangsung secara persisten. Beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan darah adalah ulkus peptikum,
gastritis, karsinoma gaster, dan hemoroid. Kehilangan darah dalam waktu
lama dapat menyebabkan tubuh akan mengalami penurunan kadar besi dalam
darah.

b. Kebutuhan yang meningkat


Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi dapat terjadi pada anak-
anak dan bayi yang memiliki pertumbuhan yang cepat serta pada ibu hamil.
c. Malabsorbsi
Malabsorbsi besi dapat terjadi jika terdapat radang atau gangguan pada
usus yang merupakan tempat absorbs besi.

d. Intake yang kurang


Berkurangnya intake Fe dapat terjadi pada orang-orang dengan diet
kurang zat besi.

1.2 Faktor Resiko


a. Kekurangan nutrisi dapat meningkatkan resiko seseorang untuk mengalami
anemia defisiensi besi.
b. Wanita yang masih mengalami menstruasi.
c. Anak-anak dengan pertumbuhan yang masih aktif.

1.3 Gejala
a. Letih, lemah, lesu,dan pucat.
b. Rambut yang rapuh dan halus.
c. Kuku tipis, rata, dan mudah patah serta berbentuk seperti sendok (koilonikia).
d. Atropi papilla mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah
daging, dan meradang.
e. Pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit disudut-sudut mulut (stomatitis
angularis).

1.4 Patofisiologi
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang
berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang.
Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu:
d. Iron depletion
Fase ini ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi
kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme.
e. Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe
serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC meningkat.
f. Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini
ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum
rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah.

1.5 Tata Laksana


Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat
besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.
b. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous
glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi
elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung
kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek
samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat
menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi
bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi
absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2
bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
c. Terapi parental
Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding
peroral. Indikasi parenteral: Tidak dapat mentoleransi Fe oral Kehilangan Fe
(darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.
Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe
oral (colitis ulserativa). Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus
gastrointestinal. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada
hemodialisa Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini
mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan: Dosis besi
(mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.
d. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan
dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan,
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi
respon terapi.

1.6 Eritropoesis
Eritropoesis merupakan proses pembentukan sel darah merah. Eritropoesis
diatur oleh hormon eritropoetin. Proses eritropoesis berjalandari sel induk melalui
sel progenitor yang akan berubah menjadi pronormoblas. Pronormoblas akan
mengalami perubahan menjadi normoblas yang lebih kecil, yaitu basophilic
eritroblast, polychromatic eritroblast, dan orthochromatic eritroblast, melalui
berbagai proses pembelahan. Normoblas ini juga mengandung hemoglobin yang
semakin banyak (berwarna merah muda) dalam sitoplasma; warna sitoplasma
makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensintesis
protein, sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat. Inti akhirnya
dikeluarkan dari normoblas lanjut (ortokromatik eritroblas) di sumsum tulang dan
menghasilkan stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom
dan masih mampu mensintesis hemoglobin. Sel retikulosit sedikit lebih besar
daripada eritrosit matur, berada selama 1–2 hari sebelum menjadi matur, terutama
berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah
muda seluruhnya, bentuknya adalah cakram bikonkaf tak berinti. Satu
pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur.

1.7 Proses pembentukan Hemoglobin


Sintesis hemoglobin dimulai dari stadium pronormoblast, namun hanya sedikit
hemoglobin yang terbentuk. Pada stadium polychromatic normoblast sitoplasma
sel mulai dipenuhi hemoglobin.
Pada tahap pertama, 2 suksinil Co-A dari siklus krebs akan berikatan dengan 2
molekul glisin membentuk pirol. 4 pirol akan bergabung menjadi 1 membentuk
protoporfirin IX yang selanjutnya akan bergabung dengan besi membentuk
senyawa heme. Senyawa heme kemudian akan bergabung dengan globin
membentuk rantai hemoglobin (α atau β). 2 rantai alfa dan 2 rantai beta akan
bergabung membentuk hemoglobin A.

2. Pemeriksaan penunjang feses


Test terhadap darah samar penting sekali untuk mengetahui adanya perdarahan
kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopi atau mikroskopi.
a. Cara dengan Benzidine Basa
1. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml
dan panaskan hingga mendidih.
2. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrate sampai menjadi
dingin kembali.
3. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak
sepucuk pisau.
4. Tambahkan 3ml asam acetat glacial, kcoklah sampai benzidine itu larut
dengan meninggalkan beberapa Kristal.
5. Bubuhilah 2ml filtrate emulsi tinja, campur.
6. Berilah 1ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.
7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit ( jangan lebih lama ).
Hasil dinilai dengan cara :
Negative : tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif : hijau
Positif 2 : biru bercampur hijau
Positif 3 : biru
Positif 4 : biru tua
b. Cara dengan Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai pengganti benzidine
basa dengan maksud mengurangi hasil positif palsu, maka caranya sama.
c. Cara Guaiac
1. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5ml dalam tabung reaksi dan tambahkan 1ml
asam acetat glacial, campur.
2. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2ml
alcohol 95 %, campur.
3. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi tinja
sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
4. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua lapisan
itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.
Daftar Pustaka

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik dan Ringkas. Denpasar: EGC.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klikis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Subrata, Ganda R. 1999. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakjat: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai