Anda di halaman 1dari 21

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Pendahuluan

 Di Indonesia prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi dan anak masih
cukup tinggi
 Tahun 1955 ditemukan 40,5 % anak balita mengidap ADB sedangkan
pada anak sekolah ditemukan 24,35 %.
 Survey rumah tangga tahun 1992  55,5 % anak balita menderita
anemia
 Pemerintah RI menargetkan (tahun 1993 – 2018 ) berupaya
menurunkan angka prevalensi ADB sampai mencapai 10 % anak balita.
 Anemia defisiensi besi pada anak akan memberikan dampak yang
negative terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
Definisi
 Menurut WHO -> anemia yang secara primer disebabkan oleh
kekurangan zat besi dengan gambaran darah yang beralih secara
progresif dari normositik normokromik menjadi mikrositik
hipokromik dan memberi respon terhadap pengobatan dengan
senyawa besi.
 MenurutWintrobe  anemia yang terjadi karena zat besi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan eritropoesis.
 Menurut Dallman  anemia akibat kekurangan zat besi sehingga
konsentrasi hemoglobin menurun di bawah 95% dari nilai hemoglobin
rata-rata pada umur dan jenis kelamin yang sama.
Epidemiologi

 Prevalens ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai
pada usia sekolah dan anak pra remaja. Angka kejadian ADB
pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak
pra remaja 2,6%.
 Prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding
kulit putih.(status sosial).
KLASIFIKASI

MORFOLOGI SEL
DARAH MERAH

Anemia normositik Anemia makrositik Anemia mikrositik


normokrom normokrom hipokrom

Perdarahan akut Anemia defisiensi besi


Penyakit kronik Anemia megaloblastik Talasemia
akibat defisiensi vitamin
Anemia hemolitik B12 atau asam folat
Anemia aplastik
ETIOLOGI
1. Suplai besi kurang
a. Simpanan besi waktu lahir tak cukup:
- BBLR, prematur, gemelli
- ibu menderita anemia def. Fe berat
- foetus kehilangan darah:
perdarahan retroplasental
transfusi feto-maternal

b. masukan (intake) Fe kurang:


- makanan kurang Fe
- bayi minum susu sapi  cadangan < 6 bulan
bayi dengan ASI  cadangan sampai 6 bulan
- campuran makanan tidak ideal  absorpsi Fe
C. Gangguan absorpsi Fe:
- diare kronik
- sindroma malabsorpsi
- kelainan saluran cerna

2. Kebutuhan meningkat:
- pertumbuhan pesat

3. Kehilangan besi karena perdarahan:


- poliposis
- diverticulum Meckeli
- ankilostomiasis, amubiasis
- epistaksis berulang
- hemorrhoid
Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi dan
Patogenesis

Iron deficient Iron


Iron erythropoietin/iron deficiency
depletion limited erythropoiesis anemia
1. Iron Depletion
 Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk
eritropoiesis belum terganggu

 Terjadi
- penurunan serum feritin
- peningkatan absorpsi besi dari usus
- pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang
2. Iron deficient erythropoietin/iron
limited erythropoiesis
 suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis

 Laboratorium
- kadar Fe serum
- saturasi transferin menurun
- TIBC dan FEP meningkat.
3. Iron deficiency anemia
 Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar
hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit.

 stadium lanjut dari defisiensi Fe

 Ditandai :
- cadangan besi yang menurun atau tidak ada
- kadar Fe serum rendah
- saturasi transferin rendah
- kadar Hb atau Ht yang rendah
Gambaran klinik
 Konsekuensi dari Anemia
- lesu, cepat lelah, pusing-pusing, nafsu makan berkurang.
- bila berat terdapat dispnea dan merasa berdebar-debar jika
melakukan gerakan yang cepat.
 Konsekuensi nonhematology
- Pika
- Perubahan epitel
- Gangguan pertumbuhan
- penurunan kemampuan remaja
- Perubahan tingkah laku
- Infeksi
- Kemampuan belajar pada anak dengan ADB berkurang.
Diagnosis
 Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
- Kebutuhan meningkat secara fisiologis
- masa pertumbuhan yang cepat
-menstruasi
- infeksi kronis
 Kurangnya besi yang diserap
 asupan besi dari makanan tidak adekuat
 malabsorpsi besi
 Perdarahan
o Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
 Pemeriksaan fisis
- anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
- stomatitis angularis, atrofi papil lidah
- ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
…diagnosis
 Pemeriksaan penunjang
- Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
menurun
- Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
- Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi
menurun
- Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin
(FEP) meningkat
- sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
ADB Talasemia minor Anemia peny.
Pemeriksaan Lab
kronis
MCV   N, 
Fe serum  N 
TIBC  N 
Saturasi transferin  N 
FEP  N N, 
Feritin serum  N 
PENGOBATAN

DASAR PENGOBATAN:
1. Koreksi faktor penyebab
2. Preparat Fe sesuai diperlukan
3. Pantau respon pengobatan
4. Obati komplikasi

PRINSIP PENGOBATAN BESI:


1. Dosis berdasarkan kadar elemen besi
2. Diberikan peroral
3. Lama pengobatan:
3-4 bulan setelah Hb normal
SEDIAAN BESI:
Dosis Fe: 3 mg elemen Fe/kg BB/hari  oral
Kandungan Fe:
1. Ferro-sulfat: 20%
 pilihan utama
2. Ferro-fumarat: 33%
3. Ferro-suksinat: 22%
4. Ferro-glukonat: 12%
5. Ferro-laktat: 36%

Intoleransi Fe
- mual
- muntah
- nyeri epigastrium
- diare atau konstipasi
TINDAKAN PADA INTOLERANSI:
1. Dimulai dosis rendah, lambat laun dinaikkan
2. Fe diberikan selama/sesudah makan
3. Bila 1&2 tidak menolong:
stop Fe beberapa hari  mulai dosis rendah
4. Bila 3 tidak menolong: ganti sediaan lain

PANTAU HASIL PENGOBATAN:


- retikulosit  mulai hari ke-4
- Hemoglobin  setelah 1 minggu
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai