ANEMIA
A. ANEMIA
1. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin atau
volume sel darah merah (RBC) di bawah kisaran nilai yang terjadi pada orang
yang sehat. Nilai normal hemoglobin dan hematokrit bervariasi secara substansial
dengan usia dan jenis kelamin.
2. Klasifikasi
Klasifikasi anemia berdasarkan usia (WHO)
Hemoglobin (g/dL)
Usia (Tahun) Mean Lower Limit
0,5 1,9 12,5 11,0
24 12,5 11,0
57 13,0 11,5
8 11 13,5 12,0
12 14 (perempuan) 13,5 12,0
12 14 (laki-laki) 14,0 12,5
15 17 (perempuan) 14,0 12,0
15 17 (laki-laki) 15,0 13,0
18 49 (perempuan) 14,0 12,0
18 49 (laki-laki) 16,0 14,0
Rendah: Tinggi:
- Defisiensi zat besi - Sindrom thalasemia
- Thalasemia - Gangguan hemoglobin C dan E
- Penyakit kronik/inflamasi - Pyropoikilocytosis
- Keracunan timbal
- Anemia sideroblastik
- Defisiensi tembaga
- Anemia defisiensi besi
2
b. Anemia normositik
Jumlah retikulosit
1
Rendah: Tinggi:
- Penyakit kronik/inflamasi - Antibody mediated anemia
- Aplasia sel darah merah - Hipersplenisme
(TEC, infeksi, obat-obatan) - Mikroangiopati (HUS, TTP,DIC,
- Keganasan Kasabach-Merritt)
- Endokrinopati - Membranopati (Spherocytosis,
- Gagal ginjal elliptocytosis, ovalocytosis)
- Pendarahan akut - Enzimopati (G6PD, defisiensi
- Hipersplenisme PK)
- Dyserythropoietic anemia II - Hemoglobinopati (HBSS, SC)
- Hemophagocyticsyndrome
c. Anemia makrositik
Jumlah retikulosit
Rendah: Tinggi:
- Defisiensi folat - Anemia diseritropoietik I, III
- Defisiensi vitamin B12 - Hemolisis aktif dengan jumlah
- Anemia aplastik didapat retikulosit sangat tinggi
- Anemia aplastik kongenital
(Diamond Blackfan, Anemia
Fanconi, Pearson Syndrome)
- Induksi obat
- Trisomi 21
- Hipotiroidisme
- Oroticaciduria
3
3. Gejala Klinis
Ada beberapa gejala klinis dari hemoglobin rendah terutama ketika anemia
berkembang:
- Anemis pada lidah, kuku, telapak tangan, atau lipatan palmar.
- Mengantuk
- Lekas marah
- malaise
Pada keadaan lanjut akan terdapat gejala
- kelemahan
- takipnea
- sesak nafas saat bearktivitas
- takikardi
- mumur sistolik
- dilatasi jantung
- gagal jantung
2. Etiologi
Kekurangan besi dapat disebabkan:
a. Kebutuhan yang meningkat secara fisioligis
- Pertumbuhan
- Menstruasi
b. Kurangnya besi yang diserap
- Masuknya besi dari makanan yang tidak adekuat
- Malabsorpsi besi
c. Perdarahan
Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi.
4
3. Gejala klinis
Gejala yang umum terjadi yaitu pucat. Pada ADB dengan kadar 6-10 g/dl
terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan
saja. Bila kadar Hb turun < g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak
lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan
murmur sistolik
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi :
a. Perubahan apitel yang menimbilkan gejala koilonikia (bentuk kuku konkaf),
atrofi papilla lidah dan perubahan mukosa lambung dan usus halus.
b. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh
c. Thermogenesis yang tidak normal
d. Daya tahan terhadap infeksi menurun
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan atau pcv merupakan hal pertama yang penting untuk
memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan diagnosi ADB.
Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV,MCH,MCHC menurun sejajar
dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada
keadaan berat karena perdarahan jumlah akan meningkat. Gambaran
morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik,
anisositosis dan poikilositosis.
b. Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama
dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan oleh cacing
dapat dite,ukan eosinophilia.
c. Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis
hanya terjadi pada penderita yang massif
5
5. Diagnosis ADB
Kreteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata0rata <31%
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl
4. Saturasi transferrin <15%
6. Penatalaksanaan
a. Pemberian preparat besi
Fe yang dipakai 4-6 mg besi elemental/ kgBB/hari, diberikan dalam 2-3
dosis sehari. Preparat besi ini harus diberikan selama 2 bulan setelah
anemia pada penderita teratasi
b. Transfuse darah
Transfuse darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat
atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi.
Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
6
C. ANEMIA MEGALOBLASTIK
1. Definisi
Anemia megaloblastik yaitu anemia makrositik yang ditandai dengan
adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas
hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel
meoloid dan eritroid sebagai gangguan sintesis DNA.
2. Etiologi
a. Defisiensi asam folat:
- Asupan yang kurang
- Gangguan absorpsi sumsum tulang
- Kebutuhan yang meningkat
- Gangguan metabolism asam folat
- Peningkatan eksresi
b. Defisiensi vitamin B12:
- Asupan kurang: diet kurang mengandung vitamin B12, defisiensi pada
ibu menyebabkan defisiensi vitamin B12 pada ASI.
- Gangguan absorpsi: kegagalan sekresi faktor instrik,
- Gangguan transport vitamin B12
- Gangguan metabolism vitamin B12
c. Lain-lain:
- Gangguan sintesis DNA kongenital
- Gangguan sintesis DNA didapat
3. Gejala Klinis
Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat:
- Iritabel
7
4. Pemerikssaan Laboratorium
a. Defisiensi asam folat
- Anemia makrositik (MCV>100 fL), aniositosis, poikilositosis,
retikulositopenia dan sel darah merah berinti dengan morfologi
megaloblastik.
- Neutrophil besar-besar dengan nucleus hipersegmental.
- Kadar asam folat serum menurun
- Kadar besi dan vitamin B12 serum total noemal atau meningkat.
- Kadar LDL meningkat jelass
- Aumaum tulang hiperselukar karena terdapat hyperplasia eritroid.
b. Defisiensi B12
- Kadar vit B12 <100 pg/ml ( menurun)
- Kadar besi dan asam folat serum normal atau meningkat
- Kadar LDH meningkat menggambarkan adanya eritropoisis yang tidak
efektif
- Peningkatan kadar bilirubin sampai 2-3 mg/dl
- Masa hidup eritrosit berkurang
5. Penatalaksanaan
a. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1
mg/hari, diberikan peroral atau parenteral. Lamanya pemberian asam folat
selama beberapa bulan sampai terbentuk populasi eritrosit yang normal.
b. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12
8
Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 ug/ hari. Jika perbaikan
neurologis harus diberikan injeksi vit B12 1 mg intramuscular minimal
selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan
seumur hidup dengan cara pemberian injeksi 1 mg vit B12/ bulan.
D. ANEMIA HEMOLITIK
1. Defenisi
Suatu kerusakan sel eritrosit yang lebih awal. Bila tingkat kerusakan lebih
cepat dari kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit, maka akan
menimbulkan anemia. Umur eritrosit normal rata-rata 10 hari, setiap hari terjadi
kerusakan sel eritrosit 1 % dari jumlah eritrosit yang ada dan diikuti oleh
pembentukan oleh sumsum tulang.
2. Gambaran Klinik
Mudah lelah, malaise, demam, ikterus, dan perubahan warna urin.
Seringkali gejala disertai dengan nyeri abdomen , gangguan pernafasan. Tanda-
10
tanda lain yang ditemukan ialah hepatomegali dan splenomegali. Gejala dan tanda
yang timbul tidak saja tergantung dari beratnya anemia tetapi juga proses
hemolitik yang terjadi. Kadang-kadang proses hemolitik yang terjadi merupakan
akibat dari proses penyakit lain misalnya lupus atau glomerulonefritis kronik.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Tepi
Gambaran darh tepi menunjukkan adanya peran hemolitik berupa
sferositosis, polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti,
retulositopeni pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3 g/dl 9 g/dl, jumlah
leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda (metamielosit, mielosit, dan
promielosit), kadang disertai trombositopeni. Kadar bilirubin indirek
meningkat. Gambaran sumsum tulsang menunjukkan hiperplasi sel
eritropoietik normoblastik.
b. Tes Coombs
Pemeriksaan Direct antiglobulin test (DAT) Positif yang menunjukkan
adanya antibodi permukaan/komplemen permukaan sel eritrosit. Pada
pemerikssan ini terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen
anti globulin yang dicampurkan adanya tes aglutinasi oleh anti IgG
menunjukkan permukaan sel eritrosit memgandung IgG (test DAT positif).
4. Pengobatan
Pasien dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang
tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi pada kondisi lain dimana terdapat
ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerluan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan nilai0nilai hematologis
normal. Mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek
samping minimal. Pengobatan yang dapat diberikan adaloah pemberian
kortikosteroid, gemaglobulin secara intravena, transfusi darah, transfusi tukar dan
splenektomi.
11
a. Kortikosteroid
Pasien dengan anemia hemolitik autoimun oleh karena IgG mempunyai
respons yang baik terhadap pemerian kortikosteroid dengan dosis 2-10
mg/kgbb/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai peningkatan
kadar hemoglobin (monitor kadar hemoglobin dan retikulosit) maka dosis
kortikosteroid diturunkan secarra bertahap.
b. Gammaglobulin Intravena
Pemeberian gamaglobulin intravena pada pasien anemia hemolitik autoimun
dapat diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid engan dosis 2 g/kgbb
c. Transfusi darah
Pada umumnta anemia hemolitik autoimun tidak membutuhkan transfusi
darah. Transfusi sel eritrosit diberikan pada kadar hemoglobin yang rendah
yang disertai dengan tanda-tanda klinis gagal jantung dengan dosis 5 ml/kgbb
selama 3-4 jam
d. Transfusi tukar
Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebabkan
oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan
oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
e. Splenektomi
Pasien yang tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid dianjurkan
untuk dilakukan splenektomi. Tetapi mengingat komplikasi splenektomi
(sepsis), maka tindakan ini perlu dipertimbangkan.
2) Etiologi
Herediter sferositosis diturunkan secara dominan autosom, dan sebagian
kecil diturunkan secara resesif autosom. Lebih dari 25% pasin tidak menunjukkan
adanya mutasi spontan.
3) Gambaran Klinik
Herediter sferositosis pada bayi baru lahir sering kali menunjukkan gejala
anemia dan hiperbilirubinemia. Gejala pada anak berupa pucat, ikterik, mudah
lelah, tetapi gejala ini mungkin tidak tampak sampai anak usia remaja.
Pembesaran limfa, hiperpigmentasi kulit dan batu empedusering didapatkan pada
anak yang lebih besar. Pada kasus yang berat akan dijumpai gambaran diploe pada
kepala atau bagian medula tulang-tulang lainnya tetapi tidak seberat pada
talasemia.
4) Laboratorium
Kadar hemoglobin terkadang masih normal atau menurun mncapai 6-10
mg/dl. Bukti adanyahemolisis diketahui adanya jumlah retikulosit yang meningkat
mencapai 6-20% dan hiperbilirubinemia. MCV normal. MCHC meningkat. Tes
Coombs negarif dan tes osmotic fraglity juga memberikan hasil negatif.
Gamabarn darah tepi menunjukkan adanya polikromasi, sel eritrosit sferosit lebih
kecil dengan hiperkromasi, retikulosit yang meningkat. Pada pemeriksaan
ultrasonografi dijumpai adanya batu enmpedu pada anak yang lebih besar.
5) Pengobatan
Pada kondisi dengan kadar Hb > 10 mg/dl dan retikulosit <10% tidak
diperlukan pengobatan. Bila kadar Hb <10 mg/dl , paien berumur kurang dari 2
tahun dan terdapat gambaran hemolisis yang nyata maka dilakukan transfusi
darah. Kadar Hb yang selalu rendah dengan retikulositosis, kardiomegali , dengan
gangguan pertumbuhan dianjurkan untuk melakukan splenektomi. Dengan
splenektomi diharapkan bahwa proses kerusakan eritrosit akan berkuran, anemia,
retikulosit dan hiperbilirubinemia akan mengalami perbaikan. Pemberian asam
13
Eliptositosis Herediter
1) Defenisi
Eliptositosis herediter merupakan kelainan yang jarang ditemukan dan
mempunyai gambaran klinis yang sangat bervariasi.
2) Etiologi
Defek membran yang bersifat herediter ini menunjukkan adanya defisiensi
a dan b spektrin, serta danya defek dari spectrin heterodimer self-associations
yang menyebabkan terjadinya fragmentasi dari eritrosit. Sebagian diantaranya
mengalami mutasi pada protein 4.1 dan glikoporin C yang terjadinya eliptositosis.
3) Gambaran klinis
Pada Eliptositosis herediter yang ringan tidak menimbukan gejala klinis
yang khas. Sedangkan pada Eliptositosisheriditer yang berat dapat memberikan
gambaran poikilositosis, hemolisis serta anemia hemolitik sporadik. Di daerah
endemi malaria, pasien Eliptositosis terbukti resisten terhadap serangan malaria.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi sangart penting untuk menegakkan diagnosis
Eliptositosis. Gambaran ovalositosis yang sangat menonjol menunjukkan adanya
mutasi pada protein 3 yang merupakan gambaran khas dari South East Asian
Ovalocytosis (SAO) yang tidak menyebabkan terjadinya hemolisis. Gambaran
darah tepi yang terjadi menunjukkan derajat beratnya hemolisi yang terjadi, pada
umumnya memberikan gambaran mikrositik, sferositosis dan poikilositosis,
mungkin didapatkan gambaran retikulosit dan eritrosit hiperplasi. Pada
pemeriksaan bilirubin mungkin didapatkan kadar bilirubin indirek meningkat.
14
5) Pengobatan
Eliptositosis yang tidak menunjukkan tanda-tanda hemolitik tidak
memerlukan pengobatan. Pasien dengan hemolitik kronik memerlukan tambahan
aam folat 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya defisiensi asam folat sekunder.
Splenektomi dianjurkan bila terdapat hemolitik nyata dan anemia yang berat
disertai jumalah retikulosit yang meningkat >10% dengan harapan kadar
hemoglobin menjadi normal dan retikulosit menurun.
2) Gambaran klinis
Penyakit ini jarang dijumpai pada anak-anak. 60% diantaranya
menunjukkan gambaran gangguan pada sumsum tulang disertai dengan anemia
kronis dan hemolisis intravaskuler. Hemoglobinuria pada malam dan pagi hari
sering didapatkan pada dewasa, dimana hemolisis terjadi waktu tidur. Keluhan
yang sering diraskan pada anak besar diantaranya adalah nyeri pada pinngang,
abdomen, dan kepala.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis PNH ditegakkan berdasarkan adanya tes positif dari asam serum
(Ham) atau adanya tes lisis sukrose yang positif. Hemosiderinuria merupakan
refleksi adanya hemolisis intravaskuler. Berkurangnya kadar aktifitas
asetilkolinesterase dari sel eritrosit dan berkurangnya kadar dari decay-
accelarating menggunakan anti CD 59 untuk eritrosit dan anti CD 55 DAN anti
CD 59 untuk granulosit.
15
4) Pengobatan
Prednison dengan dosis 2 mg/kgbb/hari dapat diberikan pada fase
hemolitik, bila terjadi perbaikan dilakukan pengurangan dosis. Penggunaan obat
proagulan dapat diberikan bila ditemukan adanya trombosis. Pemberian suplemen
zat besi dapat juga diberikan oleh karena terjadi hemosidenuria. Preparat
androgen, antitimosit globulin, siklosporin dan eritroprotein serta GFCSF
diberikan pada keadaan kegagalan sumsum tulang . cangkok sumsum tulang
merupakan plihan yang terbaik. Tidak ada indikasi untuk melakukan splenektomi
pada kelainan ini.
E. ANEMIA APALSTIK
1. Definisi
Anemia aplastik merupkan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang.
2. Etiologi
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
a. Faktor kongenital/anemia aplastik yang diturunkan: sindroma Fanconi yang
biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus,
anomali jari, kelainan ginjal, dan sebagainya.
b. Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lainnya
dihubungkan dengan:
- Bahan kimia: benzene, insektida
- Obat: kloramfenikol, antirematik, anti tiroid, mesantion (antikonvulsan,
sitostatika)
- Infeksi: hapatitis, tuberkulosis milier
- Radiasi: radioakif, sinar Rontgen
- Transfusion-associated graf-versus-host disease
16
3. Gejala Klinis
Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa
aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik dan trombopoitik, serta aktifitas relatif
sistem limfopoitikdan sistem retikulo endothelial (SRE). Aplasia sistem
eritropoitik dalam sistem darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang
disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematokrit dan hitung eritrosit serta MCV
(Mean Corpuscular Volume). Secara klinis anak tampak pucat dengan berbagai
gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal
jantung dan sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia sistem hematopoitik, maka
umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran limfa, hepar maupun kelenjar
getah bening.
4. Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan,, tanpa
adanya organomegali (hepato splenomegali). Gambaran darah tepi menunjukan
pansitopenia dan limfositosis relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan
pemeriksaan biopsi sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak
jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia eritropoitik, granulopoitik dan
trombopoitik. Di antara sel sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan
limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel).
5. Penatalaksanaan
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya
infeksi dan perdarahan:
a. Pengobatan terhadap infeksi
untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam
ruangan khusus. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak
menyebabkan depresi sumsum tulang.
b. Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya
harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankankadar
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau
17
sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan
timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat dibentuknya antibodi
terhadap sel darah merah, leukosit dan trombosit. Dengan demikian transfusi
darah diberikan bila diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat (perdarahan
masif, pedarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspensi trombosit.
c. Transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik. Donor yang
terbaik berasal dari saudara sekandung dengan Hormon Lekocyte Antigen
(HLA)nya cocok.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum FE sangat penting untuk diagnosis ataupun untuk
terapi. Pada awal perjalanan penyakit kadar serum, TIBC, dan feritin biasanya
normal. Pasien dapat mengalami defisiensi kapan saja oelh akrena kekurangan
18
sarah khususnya pada pasien hemodialisa cukup lama. Sehingga monitor kadar
serum FE sangatlah penting.
Terapi
a. Trasnfusi darah apabila anemia berat <5 g/dl
b. Preparat besi diberikan apabila anemia berat
c. Pemberian asam folat 1 mg/ hari
d. Pemberian terapi andogen akan menaikkan sel eritrosit
Terapi
Pemberian transfusi trombosit dan darah apabila terjadi perdarahan
gastrointestinal. Pemasangan shunt portocaval atau lienorenal dapat mengurangi
kehilangan darah dari varises esofagus. Sedangkan splenektomi sangat membantu
pada kondisi hipersplenisme.
3. Anemia Sideroblastik
Defenisi
Anemia jenis ini merupakan kelompok anemia yang heterogen.
19
Gejala Klinis
Biasanya bervariasi dari ringan sampai berat, terdapat riwayat tidak respon
terhadap terapi besi jangka lama, timbul hepatosplenomegali, terdapat gambaran
yang berhubungan dengan penyakit ( seperti leukimia, penyakit general,
keracunan obat) dan timbul penumpukan besi yang progresif pada saat transfusi.
Pada variananemia sideroblastik yang sex-linked pasien laki-laki tampak
anemia dengan derajat sedang sampai berat dengan gambaran apus darah tepi
menunjukkan mikrositosis dan hipokromik. Anemia sering timbul pada anak-anak
dan semakin parah saat usia dewasa.
Klasifikasi
Anemia Sideroblastik diklasifikasikan ke dalam 2 bentuk :
1) Herediter yang dibagi lagi menjadi x-linked (pyridoxine-responssive,
pyridoxine-refractory), dan autosomal (pyridoxine-responssive, pyridoxine-
refractory).
2) Didapat , yang dibagi menjadi :
a. Idiopatik (pyridoxine-responssive, pyridoxine-refractory)
b. Sekunder akibat dari :
- Pemberian obat-obatan, OAT, kloramfenikol, alkohol, obat-obat sitotoksik
(nitrogen mustard, azathioprine).
- Penyakit hematologik (leukimia, polisitemia vera, anemia hemolitik,
anemia megaloblastik)
- Penyakit neoplatik (sindroma preleukimia, penyakit hodgkins, limfoma
non hodgkins dan karsinoma).
Anemia sideroblastik ini biasanya tidak memberikan respons yang baik
dengan terapi besi. Transfusi darah hanya diindikasikan pada anemia berat.
20
DAFTAR PUSTAKA
20