A. DEFINISI
Menurunnya jumlah eritrosit sehingga tidak memenuhi fungsi untuk membawa O2 dalam
jumlah cukup ke jaringan.
B. Etiologi
Anemia bukan merupakan penyaki tetapi merupakan suatu gejala yang disebabkan oleh
berbagai penyebab
Gangguan pembentukan eritrosit
Hemolisis
Perdaharan
Penyakit kronik
Infeksi
C. Kriteria
Menurut WHO
Kadar Hb
Telinga berdenging
E. Klasifikasi
Jenis Mikrositik Normositik Makrositik
MCV < 80 fL 80-100 fL > 100 fL
MCH < 27 pg >27 pg > 27 pg
Hb ↓ ↓ ↓
Penyakit Anemia def besi Anemia hemolitik Anemia def B12
Anemia (beberapa) Anemia def Folat
sideroblastik Hemoragik Penyakit hati
Thalassemia Penyakit ginjal Hipotiroid
Anemia sakit
kronik
Pola makan yang kurang mengandung zat besi heme, seperti orang yang vegetarian
- Kondisi saluran cerna
Kondisi saluran cerna akan mempengaruhi proses absorpsi zat besi. Selain itu penyakit seperti
tukak lambung dan infeksi parasit akan menyebabkan perdarahan
- Menstruasi
Kehilangan darah akibat menstruasi yang berlebihan akan memicu pembentukan darah
berlebih. Jika tidak diikuti dengan peningkatan asupan zat besi akan menyebabkan ADB.
- Kehamilan
Ibu hamil membutuhkan jumlah nutrisi yang lebih tinggi, terutama zat besi. Zat besi tidak
hanya akan membantu proses eriotropoisis tetapi juga pada janin.
- Penyakit kronis
Contohnya penyakit kanker, gagal ginjal dan tukak lambung meningkatkan resiko ADB.
- Faktor lain seperti infeksi dan autoimun
D. ETIOLOGI
1. Kehilangan zat besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
3. Kebutuhan meningkat; seperti pada anak-anak dalam masa pertumbuhan dan ibu hamil
4. Malabsorbsi zat besi, gangguan penyerapan zat besi akibat gastrektomi.
E. KLASIFIKASI (Tahap Defisiensi Besi)
ADB dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan beratnya kekurangan zat besi, diantaranya:
1. Deplesi besi (iron depleted state) cadangan besi menurun tetapi penyediaan zat besi untuk
eritropoisis belum terganggu. Tahap Pre-laten
2. Eritropoisis defisiensi besi (deficient erythropoiesis) cadangan besi kosong penyediaan zat
besi untuk eritropoiesis terganggu, namun belum timbul gejala anemia, secara lab (mikrositik
hipokrom) Tahap Laten
3. Anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia); pada tingkat ini timbul gejala anemia,
karena cadangan besi tidak ada. Tahap Anemik
F. GEJALA
Gejala khas
Perubahan epitel berupa :
- Koilonychia; kuku tampak rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip
seperti sendok.
- Stomatis angularis; sudut mulut tampak sebagai bercak putih yang pucat.
Gejala umum
- Atrofi papila lidah; permukaan lidah menjadi licin dan mengiklap
- Disfagia; sulit menelan
- Konjungtiva anemis,
G. DIAGNOSIS
Untuk menegakan diagnosis harus dilakukan anamesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Anamesis
Px fisik
- Mata; biasanya anemis
- Mulut; pada anemia ditemukan atrofi papila lidah, dan glositis
- Jantung; akan terdengar bunyi murmur akibat kenaikan kerja jantung
- Abdomen; dapat ditemukan perbesaran hepar dan atau limpa
- Ekstremitas; tampak gambaran koilonychia pada jari tangan
Laboratorium
1. Tes darah
- MCV, MCH, dan MCHC turun. Menandakan sel mikrositik dan hipokrom
- RDW meningkat menandakan adanya anositosis
- Hb rendah, dan gejala anemia timbul secara perlahan
- Apusan darah: mikrositik hipokrom, anositosis, poikilositosis, sel pensi, dan sel target
- leukosit dan trombosit normal
2. Tes besi darah
- kadar serum besi <50 fl
- TIBC > 350 mg/dl
- Saturasi <15%
- Serum feritin <20 fl
3. Sumsum tulang, hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil dominan
Pengecekan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Peri’s Stain) menunjukan cadangan besi
negatif
4. Pemeriksaan feses pada dugaan infeksi parasit
H. DIAGNOSIS BANDING
I. PROGNOSIS
Dubia Ad Bonam jika diberikan pengobatan yang sesuai.
IV. TATA LAKSANA
1. Farmakologi
a. Terapi kausal
Mebendazol
- Indikasi ; untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh cacing kremi, cacing gelang, cacing
pita, cacing tambang dan cacing cambuk.
- Kontra indikasi; ibu menyusui, anak dibawah 2 tahun dan hipersensitivitas
- Dosis; 100 mg 2x1 selama 3 hari
- Cara kerja ; menghambat pemasukan glukosa ke dalam cacing secara irrevesibel sehingga
terjadi pengosongan glikogen dalam cacing
- Efek samping ; terkadang timbul diare dan sakit perut
b. Pemberian preparat besi
Besi Peroral
Sulfat ferosus.
- Dosis: 3 x 200 mg/ hari, diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hb normal untuk mengisi
cadangan besi dalam tubuh
- Indikasi: anemia hipokromtik mikrositik dan kehamilan
- Kontra indikasi : hipersensitivitas
- Efek samping , mual, rasa tidak enak di daerah epigastrium, konstipasi dan kotoran akan
berwarna hitam
Besi parenteral
Efek samping lebih berbaya dan harganya lebih mahal. Indikasinya yaitu
- Intoleransi oral berat
Preparat yang dapat diberikan antara lain iron dextron complex dan iron sorbitol citric acid
complex,
Efek samping: reaksi anafilaktik, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan
sinkop.
2. Non Farmakologi
makan teratur dengan gizi yang seimbang
menjaga kebersihan diri dan lingkungan
rajin mencuci tangan, terutama setelah buang air dan sebelum makan
selalu mengunakan alas kaki ketika berpergian ata saat bermain
edukasi obat berupa
- obat sulfat ferosus akan menyebabkan rasa mual, sehingga lebih baik diberikan setelah makan
agar mengurasi rasa mual atau ingin muntah.
- Obat sufas ferosus sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan teh, karena teh menganduk
tinin yang menghambat absorbsi zat besi
- Obat sulfas ferosus akan menyebabkan konstipasi dengan warna yang menghitam sebagai
efek samping yang lain
- Untuk itu pasien di anjurkan untuk mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan secara
teratur
V. PATOFISIOLOGI
ANEMIA PENYAKIT KRONIK
A. DEFINISI
- Anemia yang sering disertai dengan penyakit awal seperti infeksi, inflamasi, atau neoplasma
yang bertahan selama 1 / 2 bulan.
- Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan
besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan sumsum tulang masih cukup.
B. ETIOLOGI
C. EPIDEMIOLOGI
Anemia dengan insidensi terbesar ke-2 setelah anemia defisiensi besi. Faktor predisposisi
berupa riwayat penyakit kronik.
D. KARAKTERISTIK / DIAGNOSIS
1. Normokromik, normositik, atau hipokromik sedang (MCV jarang < 75 fL)
2. Sedang dan non-progressive anemia (Hb jarang <90g/L), tingkat keparahan berhubungan
dengan beratnya penyakit yang medasari
3. Serum Iron ↓, TIBC ↓
4. Serum Ferritin Normal / ↑
Atau
a. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat,
konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.
b. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:
- Anemia ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11 gr/dL.
- Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan.
Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.
- Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun
sedikit (= 80 fl).
- Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL).
- TIBC (Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug / dL).
- Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).
- Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).
E. TATA LAKSANA
Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik, kecuali
pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit yang
mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan membaik.
Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia
penyakit kronik, tidak ada manfaatnya.
F. DIAGNOSIS BANDING
G. PATOFISIOLOGI
Dikaitkan dengan penurunan pelepasan besi dari makrofag ke plasma karena naiknya serum
Hepcidin Level, menurunnya waktu hidup RBC, kurang adekuatnya eritropoietin terhadap
anemia yang disebabkan oleh sitokin (seperti Il-1, TNF).
Sitokin pro-inflamasi (IL-6) akan meningkatkan aktivitas sistem RES, diikuti peningkatan
kadar hepcidin dan penurunan produksi eritropoietin (EPO). Hepcidin akan menghambat
pengeluaran besi via ferroportin. Sementara itu, meningkatnya aktivitas RES dan penurunan
EPO mengakibatkan penimbunan besi dalam makrofag. Akibatnya jumlah besi serum turun
dan besi untuk sintesis Hb-eritrosit turun. Ferritin meningkat karena tidak ada besi yang
diangkut TIBC meningkat karena terjadi kenaikan cadangan besi. Terjadi anemia mikrositik
hipokrom.
ANEMIA SIDEROBLASTIK
A. DEFINISI
Anemia Sideroblastik adalah Anemia hipokrom mikrositik karena kelainan sintesis molekul
heme, baik gangguan sintesis protoporfirin atau gabungan gangguan besi dan cincin
protoporfirin yang ditandai dengan cincin sideroblas (ring sideroblastik) dalam sumsum tulang.
Cincin sideroblas adalah eritroblas yang mengandung butir-butir Fe yang terletak dalam
mitokondria karena defek pada sintesis heme dan mudah dilihat dalam sediaan sumsum tulang
dengan pewarnaan biru prusia.
B. ETIOLOGI
1. Kongenital :
- Herediter, X-linked ̶> mutasi gen δ-ALA-Sintetase pada kromosom X. Gen ini mengkatalisis
reaksi pertama dalam sintesis protoporfirin.
- Autosomal : dominan atau resesif (sangat jarang)
- Sporadis
2. Didapat :
- Irreversibel (Primer) : mielodisplasia (refractory anemia dengan ringed sideroblast )
- Reversibel (Sekunder) :
penyakit keganasan sumsum tulang (mielofibrosis, leukimia, mieloid, mieloma)
Akibat obat, ex: obat antituberkulosis ̶> INH (isoniazid), pirasinamid, kloramfenikol dan
sikloserin
Akibat alkohol
Akibat keracunan timbal (Pb)
Kelebihan Zn
Kondisi benigna lain, ex: anemia hemolitik, anemia megaloblastik, malabsorpsi, artritis
rheumatoid
C. EPIDEMIOLOGI
- Usia rata-rata terjadi anemia sideroblastik primer didapat 74 tahun.
- Tipe X-linked resesif umum pada laki-laki.
- Progesteron dan kehamilan menyebabkan kekambuhan anemia sideroblastik.
- Tidak dipengaruhi ras tertentu
D. GEJALA KLINIS
1. Anemia sideroblastik herediter X-linked :
Hepatosplenomegali (dengan atau tanpa kelainan fungsi hati)
Hiperpigmentasi kulit
Bila penyakit berlanjut, dapat menyebabkan : penyakit jantung, diabetes melitus, impotensi
dan artritis.
2. Anemia Sideroblastik Didapat-idiopatik
Disebut sebagai keadaan preleukemia. Jika pasien mengidap penyakit ini cukup lama dapat
mengalami leukimia akut
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
2. Px Fisik
3. Px laboratorium
Apus darah tepi : RBC dimorphic (dua populasi RBC : normositik normokrom &
mikrositik hipokrom)
Hitung retikulosit rendah
Leukosit jumlah normal, morfologi normal, dapat ditemukan Pelger-Huet phenomenon
Saturasi transferin tinggi, serum besi > normal, serum ferritin meningkat.
LDH & asam urat meningkat
Aspirasi sumsum tulang : ringed sideroblast > 15% dengan pewarnaan prussian blue
dan hiperplasi eritroid
Berdasarkan klasifikasinya ;
Anemia sideroblastik herediter X-linked
• Gambaran sediaan apus darah tepi biasanya dismorfik dengan anisositosis dan poikilositosis
yang hebat.
• Sering ditemukan basopyilic stippling, target cell, serta pappenheimer’s bodies pada
eritrosit pasien.
• Leukosit dan trombosit normal.
• Pada sediaan apus sumsum tulang terlihat gambaran hiperplasia eritropoiesis dengan
gangguan maturasi > 40% terdiri dari ringed sideroblast.
• MCV, MCH, dan MCHC semuanya di bawah nilai normal.
• Fe serum, % saturasi dan feritin meningkat, tetapi TIBC dapat normal atau menurun.
F. TATA LAKSANA
1. Terapi untuk anemia sideroblastik berupa terapi simptomatik yaitu dengan transfusi darah.
2. Pemberian vitamin B6 dapat dicoba karena pada sebagian kecil penderita bersifat responsif
terhadap piridoksin. Vitamin B6 merupakan kofaktor enzim ALA-sintase. Anak-anak: dosis
200-500 mg/24 jam
3. Transfusi darah (jika anemia berat)
G. PROGNOSIS
Prognosisnya bervariasi tergantung etiologinya. Jika etiologi karena alkohol dan obat-obatan,
kemungkinan prognosisnya baik. Tapi jika karena didapat atau pasien ketergantungan pada
transfusi darah, kemungkinan prognosisnya buruk.
H. PATOFISIOLOGI