OLEH :
NI MADE ARISKA
203213209
2022
A. KONSEP DASAR ANEMIA
1. Pengertian
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin hemotokrit dan
jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan
(Arisman, 2014). Anemia sebagai keadaan bahwa level hemoglobin rendah karena
kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi
bukanlah satu-satunya penyebab anemia (Ani, 2016).
Menurut Nursalam (2010), anemia adalah berkurangnya kadar eritrosit (sel
darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam setiap millimeter kubik darah
dalam tubuh manusia. Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah
disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh,
penurunan kerja fisik dan penurunan daya tahan tubuh. Penyebab anemia
bermacam-macam diantaranya adalah anemia defisiensi zat besi (Ani, 2016).
Menurut Soekirman (2012), anemia gizi besi adalah suatu keadaan penurunan
cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun di bawah
normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih dahulu dengan keadaan
kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum
parah dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan
mengalami kurang gizi beis saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang
gizi besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi,
tubuh tidak akan lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin
yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Arisman, 2014).
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin
(Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
sel darah merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011)
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41%
pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita,
wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang
dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :
a. Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl.
b. Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl.
c. Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl.
d. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl.
e. Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl
Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah
sakit atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :
2. Epidemiologi
Membuat lebih banyak sel darah merah di dalam tubuh, ada sebuah hormone
yang dinamakan erythropoietin (EPO) yang dibuat di ginjal. Sementara itu,
hemoglobin adalah protein yang bertugas sebagai pembawa oksigen dalam sel
darah merah. Jenis protein inilah yang memberikan warna merah pada sel darah
merah. Bagi pengidap anemia, mereka memiliki cukup hemoglobin.
Adapun kemungkinan penyebab aneimia meliputi:
a. Konsumsi obat-obatan tertentu.
b. Adanya eliminasi yang terjadi lebih awal dari biasanya pada sel darah merah
yang disebabkan oleh masalah kekebalan tubuh.
c. Memiliki riwayat penyakit kronis, seperti kanker, ginjal, rheumatoid arthritis,
atau colitis ulserativa.
d. Mengindap beberapa bentuk anemia, seperti thalassemia atau anemia sel sabit
yang bisa diturunkan.
e. Sedang hamil.
f. Memiliki masalah kesehatan dengan sumsum tulang, seperti limfoma,
leukemia, anemia aplastic atau myelodysplasia dan multiple myeloma.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Soekarti (2011) penyebab terjadinya anemia adalah:
a. Pada umumnya masyarakat indonesia (termasuk remaja putri) lebih
banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh
akan zat besi tidak terpenuhi.
b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan
makanan.
c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diereksi, khususnya
melalui feses (tinja).
d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, sehingga kehilangan zat besi +
1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal berikut ini:
a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan.
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Menurut Ani (2016), anemia gizi besi dapat terjadi karena:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi
kebutuhan.
b. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang
berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam).
c. Makanan nabti (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya: sayuran hijau tua,
yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa
diserap baik oleh usus.
4. Pathofisiologi
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan
Gangguan
SSP perfusi jaringan
Gastrointestinal Hipoksia Reaksi antar saraf berkurang
Pusing
Penurunan kerja GI Mekanisme anaerob
Resiko
Kerja lambung menurun ATP berkurang
cedera
Asam lambung meningkat
Kelelahan Energi untuk
Anoreksia mbentuk antibody
Intoleransi aktivitas berkurang
6. Gejala Klinis
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8
g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang,
serta telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl,
maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah
kuku.
Berdasarkan gejala klinis anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan
berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah:
a. Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak.
b. Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c. Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika,
gastritis, thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan
splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus
anemia yang lebih berat.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien anemia, yaitu dilakukan dengan
4 cara yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe sehingga
dalam pemeriksaan kepala dengan anemia didapatkan hasil rambut tampak kering,
tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak pucat, konjungtiva anemis,
biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa berdengung. Pada
pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular venous pressure akan melemah,
pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada orang dewasa
berkisar antara 12-20x/menit. Untuk pemeriksaan abdomen akan ditemukan
perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muscari (2005:284) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
a.Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin < 12 g/dL,
Hematokrit < 33%, dan sel darah merah)
b. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
c.Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
d. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun
e.Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada
penyakit sel sabit
f. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia dilakukan secara bertahap.
Pemeriksaan yang dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu
sehingga lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia
yang terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan apusan
darah tepi.
b. Pemeriksaan darah anemia, meliputi lekosit, trombosit, retikulosit, dan laju
endap darah.
c. Pemeriksaan sumsu tulang, pemeriksaan ini harus dikerjakan sebagaian besar
kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif meski ada beberapa kasus
yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan khusus sesuai jenis anemia, pemeriksaan ini harus dikerjakan jika
telah mampunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.
9. Therapy
Terapi yang diberikan pada pasien anemia adalah
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Transfusi darah. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang
sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi respon terapi.
Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan
membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung.
10. Komplikasi
Dimana anemia beresiko menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu antara lain:
a. Kesulitan melakukan aktivitas akibat kelelahan.
b. Masalah pada jantung, seperti gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal
jantung.
c. Gangguang pada paru-paru, misalnya hipertensi pulmol.
d. Komlikasi kehamilan, antara lain melahirkan premature atau bayi telahir
dengan berat badan rendah.
e. Gangguan proses tumbuh kembang jika anemia terjadi pada anak-anak atau
bayi.
f. Rentan terkena infeksi.
2. Diagnosa
Menurut SDKI (2016) dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder menurun
(penurunan Hb), prosedur invasif.
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
7. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler.
3. Intervensi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka
membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau
respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Zaidin
Ali,2014).
5. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ani, LS. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC
Arisman, 2014, Gizi dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi, Jakarta, EGC.
BPOM RI. 2011. Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
Badan POM RI.
Soekarti, 2011, Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Soekirman, 2012, hidup sehat, Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia, Jakarta,
Primamedia Pustaka.