Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI (ANEMIA)

OLEH :

NI MADE ARISKA

203213209

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2022
A. KONSEP DASAR ANEMIA
1. Pengertian
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin hemotokrit dan
jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan
(Arisman, 2014). Anemia sebagai keadaan bahwa level hemoglobin rendah karena
kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi
bukanlah satu-satunya penyebab anemia (Ani, 2016).
Menurut Nursalam (2010), anemia adalah berkurangnya kadar eritrosit (sel
darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb) dalam setiap millimeter kubik darah
dalam tubuh manusia. Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah
disertai dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh,
penurunan kerja fisik dan penurunan daya tahan tubuh. Penyebab anemia
bermacam-macam diantaranya adalah anemia defisiensi zat besi (Ani, 2016).
Menurut Soekirman (2012), anemia gizi besi adalah suatu keadaan penurunan
cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun di bawah
normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih dahulu dengan keadaan
kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum
parah dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan
mengalami kurang gizi beis saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang
gizi besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi,
tubuh tidak akan lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin
yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Arisman, 2014).
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin
(Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
sel darah merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011)
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41%
pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita,
wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang
dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :
a. Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl.
b. Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl.
c. Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl.
d. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl.
e. Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl

Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah
sakit atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :

a. Hemoglobin < 10 g/dl.


b. Hematokrit < 30 %.
c. Eritrosit < 2,8 juta/mm³

2. Epidemiologi
Membuat lebih banyak sel darah merah di dalam tubuh, ada sebuah hormone
yang dinamakan erythropoietin (EPO) yang dibuat di ginjal. Sementara itu,
hemoglobin adalah protein yang bertugas sebagai pembawa oksigen dalam sel
darah merah. Jenis protein inilah yang memberikan warna merah pada sel darah
merah. Bagi pengidap anemia, mereka memiliki cukup hemoglobin.
Adapun kemungkinan penyebab aneimia meliputi:
a. Konsumsi obat-obatan tertentu.
b. Adanya eliminasi yang terjadi lebih awal dari biasanya pada sel darah merah
yang disebabkan oleh masalah kekebalan tubuh.
c. Memiliki riwayat penyakit kronis, seperti kanker, ginjal, rheumatoid arthritis,
atau colitis ulserativa.
d. Mengindap beberapa bentuk anemia, seperti thalassemia atau anemia sel sabit
yang bisa diturunkan.
e. Sedang hamil.
f. Memiliki masalah kesehatan dengan sumsum tulang, seperti limfoma,
leukemia, anemia aplastic atau myelodysplasia dan multiple myeloma.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Menurut Soekarti (2011) penyebab terjadinya anemia adalah:
a. Pada umumnya masyarakat indonesia (termasuk remaja putri) lebih
banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh
akan zat besi tidak terpenuhi.
b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan
makanan.
c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diereksi, khususnya
melalui feses (tinja).
d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, sehingga kehilangan zat besi +
1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal berikut ini:
a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan.
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Menurut Ani (2016), anemia gizi besi dapat terjadi karena:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi
kebutuhan.
b. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang
berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam).
c. Makanan nabti (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya: sayuran hijau tua,
yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa
diserap baik oleh usus.
4. Pathofisiologi

Defisiensi B12, Kegagalan produksi


Destruksi SDM Perdarahan/hemofilia
asam folat, besi SDM oleh sumsum
berlebihan
tulang

Penurunan SDM
Hb berkurang

Anemia
Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan

Gangguan
SSP perfusi jaringan
Gastrointestinal Hipoksia Reaksi antar saraf berkurang
Pusing
Penurunan kerja GI Mekanisme anaerob

Resiko
Kerja lambung menurun ATP berkurang
cedera
Asam lambung meningkat
Kelelahan Energi untuk
Anoreksia mbentuk antibody
Intoleransi aktivitas berkurang

Defisit nutrisi Defisit perawatan diri Resiko infeksi


5. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis
anemia:
a. Anemia normositik normokrom. Anemia normositik normokrom
disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit
infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah
eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks
eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26
– 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
b. Anemia makrositik hiperkrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih
besar dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih
dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg,
MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik
(penyakit hati, dan myelodisplasia)
c. Anemia mikrositik hipokrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih
kecil dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang
dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35
%).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
b. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
c. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

6. Gejala Klinis
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8
g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang,
serta telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl,
maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah
kuku.
Berdasarkan gejala klinis anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan
berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah:
a. Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak.
b. Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c. Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika,
gastritis, thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan
splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus
anemia yang lebih berat.

7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien anemia, yaitu dilakukan dengan
4 cara yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe sehingga
dalam pemeriksaan kepala dengan anemia didapatkan hasil rambut tampak kering,
tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak pucat, konjungtiva anemis,
biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa berdengung. Pada
pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular venous pressure akan melemah,
pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada orang dewasa
berkisar antara 12-20x/menit. Untuk pemeriksaan abdomen akan ditemukan
perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muscari (2005:284) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
a.Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin < 12 g/dL,
Hematokrit < 33%, dan sel darah merah)
b. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
c.Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
d. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun
e.Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada
penyakit sel sabit
f. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia dilakukan secara bertahap.
Pemeriksaan yang dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu
sehingga lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia
yang terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan apusan
darah tepi.
b. Pemeriksaan darah anemia, meliputi lekosit, trombosit, retikulosit, dan laju
endap darah.
c. Pemeriksaan sumsu tulang, pemeriksaan ini harus dikerjakan sebagaian besar
kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitif meski ada beberapa kasus
yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan khusus sesuai jenis anemia, pemeriksaan ini harus dikerjakan jika
telah mampunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.

Sekain itu, diperlukan pula pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti


pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid.

9. Therapy
Terapi yang diberikan pada pasien anemia adalah
1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Transfusi darah. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang
sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi respon terapi.
Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan
membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung.
10. Komplikasi
Dimana anemia beresiko menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu antara lain:
a. Kesulitan melakukan aktivitas akibat kelelahan.
b. Masalah pada jantung, seperti gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal
jantung.
c. Gangguang pada paru-paru, misalnya hipertensi pulmol.
d. Komlikasi kehamilan, antara lain melahirkan premature atau bayi telahir
dengan berat badan rendah.
e. Gangguan proses tumbuh kembang jika anemia terjadi pada anak-anak atau
bayi.
f. Rentan terkena infeksi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA


1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara


subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa
dan data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data
fokus yang didapatkan dari pasien penderita anemia/keluarga seperti pasien
mengatakan lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun,
mual dan sering haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak
lemah, berat badan menurun, pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan
porsi makan, pasien tampak mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat,
konjungtiva anemis serta.

1. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat pendidikan, agama,


pekerjaan, tanggal MRS, No registrasi, dll.
2. Keluhan utama:
mengeluh lemah, pusing, adanya pendarahan, kadang-kadang sesak nafas dan
penglihatan kabur.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien bercerita tentang riwayat penyakit, perjalanan dari rumah ke rumah
sakit
b. Riwayat penyakit dahulu
Data yang diperoleh dari pasien, apakah pasien mempunyai penyakit di masa
lalu.
c. Riwayat penyakit keluarga
Data yang diperoleh dari pasien maupun keluarga pasien, apakah keluarga ada
yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun menular.
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Persepsi klien tentang status kesehatan umum klien.
b. Pola nutrisi-metabolik
Pola masukan makanan dan cairan, keseimbangan cairan dan elektrolit. Kaji
pola makan, menu makan, dan pilihan bahan makanan.
c. Pola eliminasi
Kaji frekuensi buang air besar dan air kecil serta adakah kesulitan atau
gangguan.
d. Aktivitas atau istirahat
Apakah terjadi penurunan pola aktivitas, faktor yang mempengaruhi dalam
beraktivitas.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran (GCS): kesadaran bisa compos mentis sampai
mengalami penurunan kesadaran, kehilangan sensasi, susunan saraf dikaji,
gangguan penglihatan, gangguan ingatan, tonus otot menurun dan kehilangan
reflek tonus, BB biasanya mengalami penurunan.
b. Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Kepala
Pada kepala yang dapat kita lihat adalah bentuk kepala, kesimetrisan,
penyebaran rambut adakah lesi, warna dan keadaan rambut. Pasien dengan
anemia biasanya rambut tampak kering, tipis, mudah putus,
d. Mata
Pemeriksaan pada area mata apakah ada kelainan atau tidak.
e. Hidung
Pemeriksaan hidung untuk mengetahui apakah ada scret yang menumpuk di
hidung dan apaakh hidung bengkok atau tidak
f. Telinga
Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui keadaan telingan, apakah pasien
sulit mendengar atau tidak dan apakah ada luka di abgian telingan atau tidak.
Pada pasien anemia telinga akan terasa berdengu.
g. Mulut
Pemeriksaan mukosa mulut apakah ada jamur, bersih atau tidaknya. Pada
pasien anemia mengalami bibir tampak pucat, konjungtiva anemis, dan
pendarahan pada gusi.
h. Leher
Pemeriksaan leher di lakukan untuk mengetahui adanya benjolan, mengecek
tenggorokan dan amandel, kelenjar getah bening. Pada pasien anemia jugular
venous pressure akan melemah
i. Dada dan Punggung
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahu kelainan dengan melakukan
inspeksi untuk melihat keadaan dada, warna kulit, palpasi dan perkusi untuk
mengetahui adanya cairan atau massa pada rongga dada dan pembesaran
jantung dan uaskultasi mendengarkan bunyi nafas dan detak jantung. Pada
pasien anemia jugular venous pressure akan melemah, pasien tampak sesak
nafas ditandai dengan respiration rate pada orang dewasa 12-20x/menit.
j. Abdomen
Mendeteksi ada atau tidaknya pemebengkakan hati, cairan di lambung,
mendengar suara perut dengan stetoskop, serta menekan-nekan perut untuk
mengecek munculnya rasa nyeri atau tidak. Pasien anemia akan ditemukan
perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali
k. Ekstremitas
Perubahan kemampuan fisik maupun sensorik.
l. Genetalia
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengethau apakah ada jamur di area
genetalia.
m. Anus
Apakah daerah anus kemerahan, adanya luka atau tidak.

2. Diagnosa
Menurut SDKI (2016) dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder menurun
(penurunan Hb), prosedur invasif.
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
7. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler.

3. Intervensi

tabel 1.1 Intervensi (SIKI,2018)

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi 1. Untuk mengetahui
aktivitas asuhan Observasi gangguan fungsi
berhubungan keperawatan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan selama 3x24 jam tubuh yang mengakibatkan mengakibatka
ketidakseimbanga diharapkan kelelahan kelelahan
n suplai dan intoleransi Terapeutik 2. Memberikan
kebutuhan oksigen aktivitas 1. Berikan aktivitas distraksi aktivitas pada
membaik dengan yang menenangkan pasien agar
kriteria hasil: Edukasi merasa tenang
1. Frekuesni nadi 1. Anjurkan tirah baring 3. Agar pasien tidak
meningkat 2. Anjurkan melakukan aktivitas kelelahan
2. Keluhan Lelah secara bertahap melakukan
menurun Kolaborasi aktivitas
3. Perasaan 1. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Kolaborasi
lemah tentang cara meningkatkan dengan ahli gizi
menurun asupan makanan. tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
2. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri 1. Meningkatan
diri berhubungan asuhan Observasi kemandirian
dengan kelemahan keperawatan 1. Monitor tingkat kemandirian pasien
fisik selama 3x24 jam Terapeutik 2. Agar pasien tidak
diharapkan defisit 2. Damping dalam melakukan salah saat
perawatan diri perawatan diri sampai mandiri melakukan
meningkat Edukasi perawatan diri
dengan kriteria 1. Anjurkan melakukan perawatan 3. Agar pasien bisa
hasil: diri secara konsisten sesuai melakukan
1. Verbalisasi kemampuan perawatan diri
keinginan
melakukan
perawatan diri
meningkat
2. Minat
melakukan
perawatan diri
3. Resiko cedera Setelah dilakukan Manajemen keselamatan 1. Agar
berhubungan asuhan lingkungan mengetahui
dengan kegagalan keperawatan Observasi kesalamatan
mekanisme selama 3x24 jam 1. identifikasi kebutuhan keselamatan pasien
pertahanan tubuh diharapkan resiko Terapeutik 2. Agar pasien
cedera membaik 1. hilangkan bahaya keselamatan merasa aman
dengan kriteria lingkungan, jika memungkinkan 3. Agar
hasil: Edukasi keluarga
1. kejadian 1. anjarkan individu, keluarga dan pasien juga
cedera kelompok risiko tinggi bahaya mengetahui
menurun lingkungan. bahaya di
2. tekanan darah lingkungan
membaik
3. frekuensi nada
membaik
4. Resiko infeksi Setelah diberikan Pencegahan infeksi 1. Agar
berhubungan perawatan selama Observasi mengetahui
dengan imunitas 3x24 jam 1. monitor tanda dan gejala infeksi tanda dan
tubuh sekunder diharapkan resiko lokal dan sistemik gejala infeksi
menurun infeksi menurun, Terapeutik 2. Agar tidak
(penurunan Hb), dengan kriteria 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah terjadinya
prosedur invasif. hasil: kontak dengan pasien dan terinfeksi saat
1. kemeraha lingkungan pasien melakukan
n menurun Edukasi tindakan
2. nyeri 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 3. Agar pasien
menurun 2. Ajarkan mencuci tangan dengan mengtahui
3. bengkak benar tanda dan
menurun 3. Anjurkan meningkatkan asupan gejala dari
nutrisi infeksi
Kolaborasi 4. Agar pasien
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, mengatahui
jika perlu bagaimana
cara mencuci
tangan yang
benar
5. Kolaborasi
pemberian
imunisasi,
jika perlu
5. Perfusi perifer Setelah diberikan Perawatan sirkulasi 1. Agar
tidak efektif asuhan Observasi mengetahui
berhubungan keperawatan 1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, keluhan dari
dengan selama 3x24 jam atau bengkak pada ekstermitas pasien
kekurangan diharapkan Terapeutik 2. Agar tidak
volume cairan. perfusi perifer 1. Hidari pemasangan infus atau terjaidnya
membaik, dengan pengambilan darah di area pembekakan
kriteria hasil: keterbatasan peruse 3. Untuk
1. Denyut 2. Hidari pengukuran tekanan darah mencegah
nadi pada ekstermitas dengan terjadinya
perifer keterbatasan perfusi infeksi
meningkat 3. Pemberian tranfusi darah 4. Agar pasien
2. Warna 4. Lakukan pencegahan infeksi mengetahui
kulit pucat Edukasi tanda dan
menurun 1. Informasikan tanda dan gejala gejala darurat
3. Turgor darurat yang harus dilaporkan yang harus
kulit dilaporkan
membaik apa saja
6. Defisit nutrisi Setelah diberikan Manajemen nutrisi 1. Mengetahui
berhubungan asuhan Observasi asupan
dengan keperawatan 2. Monitor asupan makanan makanan
ketidakmampuan selama 3x24 jam 3. Monitor hasil pemeriksaan yang
mengabsorbsi diharapkan defisit laboratorium diperlukan
nutrien nutrisi membaik Terapeutik pasien dan
dengan kriteria 1. Berikan makanan tinggi serat mengetahu
hasil: untuk mencegah konstipasi hasil
4. Prosi makanan 2. Berikan makan tinggi kalori dan lanoratorium
yang tinggi protein pasien
dihabiskan Edukasi 2. Untuk
meningkat 1. Anjurkan posisi duduk, jika meningkatka
5. Pengetahuan mampu n
tentang pilihan Kolaborasi pembentukan
makanan yang 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk zat besi
sehat menentukan jumlah kalori dan 3. Agar pasien
meningkat jenis nutrin yang dibutuhkan, jika tidak merasa
6. Pengetahuan perlu pusing jika
pilihan dalam posisi
minuman yang tidur dalam
sehat jangka waktu
meningkat lama
4. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrin yang
dibutuhkan
7. Gangguan Setelah diberikan Pemantuan respirasi Untuk mengetahui
pertukaran gas asuhan Observasi frekuensi, irama,
berhubungan keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
dengan perubahan selama 3x24 jam kedalaman dan upaya nafas upaya nafas dari
membrane diharapkan Terapeutik pasien
alveolus-kapiler gangguan 1. Atur interval pemantuan
pertukaran gas respirasi sesuai kondisi pasien
membaik dengan 2. Dokumentasi hasil pemantuan
kriteria hasil: Edukasi
1. Dyspnea 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantuan
2. PCO2
membaik
3. PO2
membaik

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka
membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau
respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Zaidin
Ali,2014).
5. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ani, LS. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC

Arisman, 2014, Gizi dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi, Jakarta, EGC.

BPOM RI. 2011. Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
Badan POM RI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba
Medika, Jakarta, 2008

Soekarti, 2011, Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Soekirman, 2012, hidup sehat, Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia, Jakarta,
Primamedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai