Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia

terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita

anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu

hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut

World Health Organization (WHO) (2013) prevalensi anemia dunia berkisar 40-

88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2%

yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).

Anemia merupakan suatu keadaan dimana komponen di dalam darah

yaitu hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal.

Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia

dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami

mentruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga

membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Penentuan anemia juga dapat

dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht) yang rata-rata setara dengan tiga

kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja putri untuk mendiagnosis anemia

yaitu apabila kadar Hb kurang 12 gr/dl (Tarwoto, dkk, 2010).

Anemia pada remaja dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan

fisik, gangguan perilaku serta emosional. Hal ini dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan daya

tahan tubuh menurun, mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu,

1
prestasi belajar menurun serta dapat mengakibatkan produktifitas kerja yang

rendah (Sayogo, 2006).

Secara umum tingginya prevalensi anemia disebabkan oleh beberapa

faktor diantaranya rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya seperti vitamin

A, C, folat, riboplafin dan B12 untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam

seharinya bisa dilakukan dengan mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai

salah satu sumber zat besi yang mudah diserap, mengkonsumsi sumber makanan

nabati yang merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap (Briawan,

2014).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1. Apa pengertian anemia?

2. Bagaimana klasifikasi anemia?

3. Bagaimana diagnosis anemia?

C. Tujuan

Adapun tujuan pada makalah ini adalah:

1. Dapat mengetahui pengertian anemia

2. Dapat mengetahui klasifikasi anemia

3. Dapat mengetahui diagnosis anemia

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anemia

Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah

sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel

darah merah berada di bawah normal. Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak

membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau

kerusakan pada sel tersebut. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang

memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya

ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah

merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat

mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah

hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan

mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan

merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan

patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta

didukung oleh pemeriksaan laboratorium.

B. Etiologi

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan

tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia

untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia

secara umum antara lain:

3
1. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah

hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

2. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah

merah yang berlebihan.

3. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

4. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan,

penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

C. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3-5 gr

besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses

penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum

tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari diet

tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto

dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan

jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum

tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium

pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin, jika

zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan

mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah yang

berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga

transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini

mengakibatkan metabolisme tubuh menurun (Price, 1995).

4
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat

terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel darah

merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada destruksi,

masalahnya dapat diakibatkan karena defek sel darah merah yang tidak sesuai

dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel

darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel fagositik atau dalam

sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping

proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah.

Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan

peningkatan produksi plasma. Hal ini tercermin dalam anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi disebabkan cacat pada sintesis hemoglobin atau

dapat dikatakan kurang pembebasan besi dari makrofag ke serum, sehingga

kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan yang kita tahu sebagian

besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yang beredar dan akan

digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel darah merah mati. Bila

defisiensi besi berkembang, cadangan retikulo-endotelial (haemosiderin dan

ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum anemia terjadi.

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti

yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul

dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi

kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk

5
mengikat semuanya (apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl), hemoglobin

akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi

ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan

informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien

dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses

hemolitik tersebut.

Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah

merah yang tidak mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :

1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.

2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara

pematangannya.

3. Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

D. Klasifikasi

Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah serta

indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Klasifikasi anemia menurut morfologi

sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi:

1. Menurut ukuran sel darah merah. Anemia normositik (ukuran sel darah

merah normal), anemia mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan

anemia makrositik (ukuran sel darah merah besar).

2. Menurut kandungan dan warna hemoglobin. Anemia normokromik (warna

hemoglobin normal), anemia hipokromik (kandungan dan warna

hemoglobin menurun) dan anemia hiperkromik (kandungan dan warna

hemoglobin meningkat).

6
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut

etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah merah

(anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).

1. Anemia Hipoproliferatifa. Sel darah merah biasanya bertahan dalam

jangka waktu yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu

menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi jumlah retikulositnya

menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang

akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena kekurangan hemopoetin,

besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan

pada :

a) Anemia aplastik. Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum

tulang, sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah

putih dan platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.

b) Anemia pada penyakit ginjal. Secara umum terjadi pada klien dengan

nitrogen urea darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun

sampai 20 sampai 30%. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya

ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritropoetin.

c) Anemia pada penyakit kronik. Berbagai penyakit inflamasi kronis yang

berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah

merah dengan ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan

penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan

berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis reumatoid,

abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai keganasan.

7
d) Anemia defisiensi-besi. Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana

kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan

sebab anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh

orang dewasa rata-rata mengandung 3-5 gram besi, tergantung pada jenis

kelamin dan besar tubuhnya. Penyebab tersering dari anemia defisiensi

besi adalah perdarahan pada penyakit tertentu (misalnya ulkus, gastritis,

tumor pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita

premenopause (menorhagia). Menurut Pagana dan Pagana (1995), pada

anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular

Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan hemoglobin

corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Haemoglobine atau

MCH) menurun.

e) Anemia megaloblastik. Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin

B12 dan asam folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan

mikrositik sel darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi

vitamin B12 disebut anemia pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik

pada sel mukosa lambung yang mencegah ileum dalam penyerapan

vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan melalui oral tidak dapat

diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita tahu vitamin B12sangat

penting untuk sintesa deoxyribonucleic acid (DNA). Anemia

megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi pada klien yang

jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan makanan yang rendah

vitamin, peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis.

8
2. Anemia Hemolitika. Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang

memendek. Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian

dengan memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih

dibandingkan kecepatan normal. Ada dua macam anemia hemolitika,

yaitu:

a) Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan) merupakan suatu anemia

hemolitika dengan sel darah merah kecil dan splenomegali.

b) Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada

molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit

adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik herediter

resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang

disebabkan oleh Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah

merah yang cepat (hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin

yang tidak sempurna menjadi cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika

bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah kecil

dan memperlambat sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk

bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.

E. Manifestasi Klinis

Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat

menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:

1. Kecepatan kejadian anemia

2. Durasi

3. Kebutuhan metabolisme klien bersangkutan

9
4. Adanya kelainan lain atau kecacatan

5. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan

anemia.

Jumlah sel darah merah berkurang maka lebih sedikit oksigen yang

dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang cepat sebanyak 30% dapat

menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Namun penurunan

hemoglobin dan hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang

jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi sampai 50%. Mekanisme

kompensasi tubuh bekerja melalui :

1. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah

pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah.

2. Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin.

3. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela

jaringan.

4. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.

Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama

dengan kadar hemoglobin antara 9 –11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau

tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan selama latihan. Takikardi

menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Dispnea pada

latihan biasanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 7,5 g/dl yang merupakan

manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen. Kelemahan hanya terjadi bila

kadar hemoglobin dibawah 6 g/dl. Dispnea istirahat bila dibawah 3 g/dl dan gagal

jantung hanya pada kadar sangat rendah 2-2,5 g/dl, hal ini disebabkan karena otot

10
jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban

kerja jantung yang meningkat.

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.

Ini diakibatkan berkurangnya volume darah, hemoglobin dan vasokontriksi untuk

memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kuku, telapak

tangan, memban mukosa mulut dan konjungtiva dapat digunakan untuk menilai

kepucatan.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Data diagnosis didasarkan atas hasil :

1. Penentuan klinis dengan anamnese (karena defek produksi sel darah merah

atau destruksi sel darah merah) dan pemeriksaan fisik.

2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium. Berbagai uji hematologis dilakukan

untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji tersebut meliputi kadar

hemoglobin dan hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah

putih, kadar besi serum, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, kadar

vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin dan

waktu tromboplastin parsial.

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk menentukan

adanya penyakit akut atau kronis serta sumber kehilangan darah kronis.

G. Penatalaksanaan

Pengobatan anemia hanyalah sebuah gejala dan menemukan penyebabnya

adalah langkah penting dalam penanganan anemia. Pada dasarnya pengobatan

akan disesuaikan dengan penyebab terjadinya anemia.

11
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti

darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan jenisnya, yaitu:

1. Anemia aplastik. Penatalaksanaannya meliputi transplantasi sumsum

tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin

(ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis

buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan

dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet .

2. Anemia defisiensi besi diatasi dengan mengobati penyebabnya dan

mengganti zat besi secara farmakologis selama satu tahun. Laki-laki

membutuhkan 10 mg/hari, wanita yang menstruasi 15 mg/hari dan

postmenaupouse membutuhkan 10 mg/hari.

3. Anemia megaloblastik yang disebabkan karena defisiensi vitamin

B12 (anemia pernisiosa) dan defisiensi asam folat diobati dengan

pemberian vitamin B12 dan asam folat oral 1 mg/hari.

4. Anemia sel sabit. Pengobatannya mencakup pemberian antibiotik dan

hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian tambahan

asam folat setiap hari diperlukan untuk mengisi kekurangan asam folat

yang disebabkan karena adanya hemolisis kronik. Transfusi hanya

diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik. Pendidikan dan

bimbingan yang terus-menerus termasuk bimbingan genetik, penting

dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan anemia sel sabit.

12
H. Daftar Obat-Obat Anemia

Nama Bentuk Efek


Indikasi Mekanisme Kerja Dosis
Obat Sediaan Obat Samping
Epoetin Vial Pengobatan anemia yang Menstimulasi Injeksi 2.000 Kenaikan
Alfa berkaitan dengan gagal eritropoisis pada UI/ml. Vial tekanan
ginjal kronis pasien anemia yg 0,5 ml darah yang
Eprex (P) Pengobatan anemia yang sedang mengalami (1.000). berkaitan
berkaitan dengan terapi dealisis. dengan
zidovudin pada pasien dosis atau
yang terinfeksi HIV hipertensi
Pengobatan anemia pada memburuk
pasien kanker yang
menjalani kemoterapi
Penurunan tranfusi darah
allogenik pada pasien
yang dioperasi.

Vitamin Tablet, Vial Defisiensi vitamin B12 Berperan dalam Tab 1 mg, Pemberian
B12 karena sindrom pembentukan sel 5mg.100 Vitamin
melabsorpsi Peningkatan darah merah mcg/ml B12 secara
Etacobala kebutuhan Vitamin B12 melalui aktifitas parenteral
min (P) pada saat kehamilan. koenzim asam dapat
folat. menyebabk
Vit.B12 an edema
Tab (G) pulmonari,
(ASKES) gagal
jantung
Vit B12 kongestiv,
Inj (G) trombosis
(ASKES) vaskuler

13
perifer
Viliron Tablet Kekurangan zat besi, Berperan dalam Dewasa dan edema
(ASKES) anemia, meningkatkan pembentukan sel anak-anak pulmonari,
daya tahan tubuh. darah merah diatas 12 gagal
melalui aktifitas tahun: sehari jantung
koenzim asam 1 tablet. kongestiv,
folat. trombosis
vaskuler
perifer
Anemolat Kapsul Anemia megaloblastik Berperan dalam Defisiensi
(ASKES) dan makrositik akibat meningkatkan asam folat
defisiensi asam folat. kadar asam folat dosis awal
dalam tubuh 0,25-1 mg
sehari sampai
terdapat
respon klinis

Hufabion Kapsul Untuk anemia yang Berperan dalam Sehari 1 trombosis


(P) disebakan kekurangan pembentukan sel kapsul vaskuler
zat besi darah merah sesudah perifer
melalui aktifitas makan.
koenzim asam
folat.
Inbion (P) Kapsul Anemia defisiensi Fe Berperan dalam 1-2 kaps/ hr,
selama masa produksi berikan saat
pertumbuhan, hamil. hemoglobin makan
ataupun
sesudah
makan.

14
Superton Kapsul Anemia, kurang gizi, Berperan dalam 2 kali sehari Perasaan
(P) astenia produksi 200 mg tidak
hemoglobin nyaman
dilambung,
mual,
muntah

Keterangan :
(G) : Obat Generik
(P) : Obat Paten
(ASKES) : Obat ASKES

15
BAB III

KASUS

A. Resep

16
B. Assesment

Pasien Ibu H mengalami Anemia difisensi Zat Besi dan hipokalsemia

Problem Terapi DRP Plan


Medik
Demam Paracetamol Efek samping yang  Pemberian obat untuk
500 mg 3x1 mungkin di alami penanganan demam pada
sesudah reaksi alergi, ruam resep sudah benar.
makan kulit berupa urtikaria,  Jika suhu tubuh sudah
hipotensi, kelainan turun atau demam sudah
darah, dan kerusakan membaik maka
hati penggunaan obat
paracetamol boleh
dihentikan.
 Konsultasikan kepada
dokter atau hindari
penggunaan obat jika
pernah mengalami alergi
atau efek samping
terhadap kandungan obat
tersebut.
Anemia Tablet Efek samping zat besi  Pemberian obat untuk
tambah darah dan asam folat yang penanganan anemia pada
mengandung dapat terjadi yaitu resep sudah benar.
Ferrous masalah pencernaan  Berikan pemahaman
fumarat dan seperti mual, sakit bahwa BAB berwarna
folic acid perut, diare, kehitaman adalah normal
3x1 (1jam konstipasi, BAB dalam penggunaan tablet
sebelum atau berwarna hitam, dan zat besi
2jam sesudah berkurangnya nafsu  Untuk mengurangi efek
makan) makan samping sakit perut,
mual atau perut kejang
tablet zat besi dapat
diminum dengan
makanan atau pada
malam hari dapat
membantu.
 Konsultasikan kepada
dokter atau Hindari
penggunaan obat jika
pernah mengalami alergi
atau efek samping
terhadap kandungan obat
tersebut.

17
hipokalse Ca.laktat 500 Efek samping yang  Pemberian obat untuk
mia mg 3x1 mungkin di alami penanganan
(diminum yaitu munculnya hipokalsemia pada resep
bersamaan reaksi alergi seperti sudah benar.
dengan gatal, ruam merah,  Konsultasikan kepada
makanan) dan pembengkakan dokter atau Hindari
pada wajah, lidah, penggunaan obat jika
hingga tenggorokan, pernah mengalami alergi
dan juga kesulitan atau efek samping
bernapas. terhadap kandungan obat
Mual dan muntah tersebut.
Hilangnya nafsu
makan, mulut kering,
dan kehausan.
Sembelit atau susah
buang air besar.
Sering buang air kecil.

C. Tata Laksana
1. Terapi Non Farmakologi
a. Pasien dianjurkan untuk menjaga asupan nutrisi termasuk makanan
yang kaya akan zat besi, vitamin B12 dan asam folat seperti telur,
daging, ikan.
b. Pasien dianjurkan untuk mengenali makanan yang dapat mengurangi
penyerapan zat besi (misalnya, teh, kopi, susu dan telur). Makanan ini
sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan dengan makanan yang kaya zat
besi.
c. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi alkohol
d. Pengenalan obat yang dapat mengganggu penyerapan zat besi
(seperti; antasida, kuinolon, dan tetrasiklin).
e. Pasien dianjurkan untuk istirahat cukup.
D. Monitoring
1. Monitoring kadar Hb dan Ht pada pasien selama 1 minggu setelah
pengobatan diterima untuk mengetahui keberhasilan terapi.
2. Jika gejala demam sudah berhenti, obat paracetamol dapat dihentikan
penggunaannya
3. Monitoring efek samping obat

18
BAB IV

PENUTUP

E. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini:

1. Anemia adalah Anemia merupakan suatu keadaan dimana komponen di

dalam darah yaitu hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari

kadar normal.

2. Klasifikasi anemia terbagi menurut morfologi sel darah merah, dan

kandungan dan warna hemoglobin

3. Diagnosis anemia dilakukan dengan penentuan klinis berdasarkan

anamnesi dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan/laboratorium

berdasarkan uji hematologis serta pemeriksaan diagnostik

F. Saran

Adapun saran dalam makalah ini dianjurkan untuk mengonsumsi

makanan yang bergizi terutama mengandung zat besi yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan harian tubuh. Apabila telah menderita anemia atau

menunjukkan gejala anemia, sebaiknya segera diobati dan dicari penyebabnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ari Mansjoer, dkk, 2001,  Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aes CV

Lapius, FK UI.

Barasi M.E., 2007. At a Glance: Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga

Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta. pp: 106-

7.www.DepkesRI.com

Hadi H., 2001. Meningkatkan Kepatuhan Minum Tablet Besi Ibu Hamil:

Pentingnya Peranan Suami. Berita Kedokteran Masyarakat XVII (2): 51-

62.

Indreswari M. , Hardinsyah, & Damanik M.R. , 2008. Hubungan antaraIntensitas

Pemeriksaan Kehamilan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan,dan Konsumsi

Tablet Besi dengan Tingkat Keluhan selama Kehamilan. Jurnal Gizi dan

Pangan. 3(1): 12-21.

Kusumawardani Endah, 2010. Waspada Penyakit Darah Mengintai Anda,


Hanggar Kreator, Yogyakarta.

Purwaningsih M. , Akhmadi N. , & Wenny A., 2006. Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Ketidakpatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet

Besi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 1 (2): 72-81.

Purba.RB. 1995. Konsumsi sayuran dan anemia gizi anak sekolah dasar didaerah

penghasil dan bukan penghasil sayuran dikecamatan tomohon kabupaten

minahasa provisi Sulawesi utara tahun 1995. Skripsi tidak diterbitkan.

Makasar FKM UNHAS.

20
Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, Widia Medika, Jakarta

Sukandar, Elin Yulinah, dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan.
Jakarta.

Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.

Waryana, 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihanga.

WHO. 2011. Nutrition: Iron Deficiency Anaemia. www.who. Int .

21

Anda mungkin juga menyukai