Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MANAJEMEN SUPLAI OBAT


PENGENDALIAN PERSEDIAAN (INVENTORY CONTROL)

OLEH:

KELOMPOK I

NURFITRI GOMUL (F1F1 13 040)


SARMITA (O1A1 14 164)
MELISA ARDIANTI (F1F1 13 031)
AISYAH HAMBALI (O1A1 14 014)
EVA PUSPITA SARI P.B. (O1A1 14 110)
FITRYANI (F1F1 13 094)
MUH. ULIL AMRI (O1A1 14 076)
AGUSTINA F. SEMANGA (O1A1 13 065)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat
penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan melibatkan investasi
rupiah terbesar dalam pos aktiva lancer. Bila perusahaan menanamkan terlalu
banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang
berlebihan, dan mungkin mempunyai “opportunity cost” yang lebih besar.
Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi,
dapat mengakibatkan biaya – biaya terjadinya kekurangan bahan.
Persediaan adalah segala sesuatu/sumber-sumber daya organisasi yang
disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan dari
sekumpulan produk phisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari
bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang jadi ( Handoko,
1997: hal 333).
Persediaan merupakan salah satu aset yang paling mahal di banyak
perusahaan, mencerminkan sebanyak 40% dari total modal yang
diinvestasikan. Manajer operasi diseluruh dunia telah lama menyadari bahwa
manajemen persediaan yang baik itu sangatlah penting. Di satu pihak, suatu
perusahaan dapat mengurangi biaya dengan cara menurunkan tingkat
persediaan di tangan. Di pihak lain, konsumen akan merasa tidak puas bila
suatu produk stoknya habis. Oleh karena itu, perusahaan harus mencapai
keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen.
Semua organisasi mempunyai beberapa jenis sistem perencanaan dan
pengendalian persediaan. Dalam hal produk-produk fisik, organisasi harus
menentukan apakah akan membeli atau membuat sendiri produk mereka.
Setelah hal ini ditetapkan, langkah berikutnya adalah meramalkan permintaan.
Kemudian manajer operasi menetapkan persediaan yang diperlukan untuk
melayani permintaan tersebut. Pada makalah ini, akan dibahas fungsi, jenis,
dan pengelolaan persediaan. Kemudian akan dibicarakan mengenai metode
Economic Order Quantity serta Analisis ABC yang digunakan dalam
manajemen persediaan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang diharapkan adalah agar mahasiswa mengetahui pengendalian
persediaan, tujuan pengendalian persediaan serta mengetahui model metode –
metode manajemen persediaan yang ada.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya berupa ilmu mengenai pengelolaan persediaan
Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak yang ingin
mempelajari hal yang berkaitan dengan pengendalian persediaan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan
1. Definisi Pengendalian Persediaan
Pengendalian Persediaan adalah sebagai suatu kegiatan untuk menentukan
tingkat dan komposisi dari persediaan, bahan baku dan barang hasil atau
prodak, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan
penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan
efektif dan efisien. Dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah
kegiatan untuk memelihara dan mengendalikan, juga suatu teknik pemesanan
dan pemantauan barang-barang dalam kuantitas, jumlah dan waktu sesuai
dengan yang direncanakan (Suswardji, 2012).
2. Tujuan Pengendalian Persediaan
Tujuan dari pengendalian persediaan adalah : (Nilwan, 2011)
a. Memberikan informasi bagi manajemen mengenai keadaan persediaan.
b. Menyediakan persediaan dalam jumlah secukupnya untuk
menghindari kegiatan produksi terhenti dan tidak mampu menyerahkan
persediaan tepat waktu.
c. Menjaga tingkat persediaan yang ekonomis.
d. Mengalokasikan ruangan penyimpanan untuk barang yang sedang
diproses atau barang jadi.
e. Merencanakan penyediaan persediaan dengan kontak jangka panjang
berdasarkan rencana penjualan.
f. Menghubungkan pemakaian bahan dengan keuangan perusahaan.

II.2 Model – model pengendalian persediaan


1. Model One bin system
Sistem pengendalian dengan sistem P adalah suatu sistem
pengendalian persediaan yang jarak waktu antar dua pesanan adalah tetap.
Persediaan pengaman dalam sistem ini tidak hanya dibutuhkan untuk
meredam fluktuasi permintaan selama lead time, tetapi juga untuk seluruh
konsumsi persediaan.
Pada sistem P ini setiap kali pesan jumlah yang dipesan sangat
bergantung pada sisa persediaan pada saat periode pemesanan tercapai;
sehingga setiap kali pemesanan dilakukan, ukuran lot pesanan tidak sama.
Permasalahan pada sistem P ini adalah terdapat kemungkinan persediaan
sudah habis sebelum periode pemesanan kembali belum tercapai. Akibatnya,
safety stock yang diperlukan relatif lebih besar.
Metode P relatif tidak memerlukan proses administrasi yang banyak,
karena periode pemesanan sudah dilakukan secara periodik. Untuk
memudahkan implementasinya, digunakan visual review system dengan metode
yang disebut One Bin System: Dibuat Bin yang berisikan jumlah inventory
maksimum. Setiap kali periode pemesanan sampai tinggal dilihat berapa
stock tersisa dan pemesanan dilakukan untuk mengisi Bin penuh
(Susanto,2013).
2. Model Two bin system
Sebagaimana model probabilistik sederhana, permasalahan kebijakan
inventori yang akan dipecahkan dengan model inventori probabilistik Q
(model Q) berkaitan dengan penentuan besarnya stok operasi (operating stock)
dan besarnya cadangan pengamannya (safety stock). Secara lebih spesifik
permasalahan pokok ini dijabarkan ke dalam tiga pertanyaan dasar yang akan
menjadi fokus untuk dijawab di dalam model ini, yaitu:
a. Besarnya jumlah barang yang akan dipesan untuk setiap kalai pemesanan
dilakukan (q0)
b. Kapan saat pemesanan dilakukan (r)?
c. Berapa besarnya cadangan pengaman (ss)?
Pertanyaan pertama berkaitan dengan penentuan besarnya ukuran lot
pemesanan yang ekonomis (q0 : economic order quantity) dan pertanyaan
kedua berkaitan dengan penentuan indicator saat pemesanan ulang dilakukan (r
: reorder point), sedangkan pertanyaan ketiga terkait dengan besarnya inventori
yang harus disediakan dalam rangka meredam flukuasi permintaan yang tidak
beraturan. Pada prinsipnya model Q ini merupakan pengembangan lebih
lanjut dari model probabilistik sederhana, yaitu dengan tidak menetapkan
terlebih dahulu tingkat pelayanannya.
Dalam hal ini tingakat pelayanan justru akan ditentukan secara
bersamaan dengan optimasi ongkos. Begitu pula penentuan cadangan
pengamannya akan ditentukan secara simultan dengan optimasi ongkosnya.
Model Q dikenal pula sebagai sistem dua kotak (two bins system) sebab
model ini bekerja dengan menggunakan prinsip 2 kotak. Kotak pertama
berisi stok operasi yang dibatasi sampai dengan reorder point (r), bila
barang pada kotak pertama (first bin) sudah habis, barang pada kotak kedua
(second bin) baru digunakan. Batas maksimum kotak kedua adalah tingkat
reorder point (r) dan batas minimumnya adalah nol (Susanto,2013).
3. Fixed Order Period System
Fixed order period system atau FOP atau Metode P adalah suatu
sistem pengendalian persediaan yang jarak waktu antar pemesanan adalah
tetap, namun jumlah pesanan berubah-ubah. Persediaan pengamanan
dalam sistem ini tidak hanya untuk meredam fluktuasi permintaan selama
lead time, tetapi juga untuk seluruh konsumsi persediaan. Pada metode P
ini setiap kali pemesanan jumlah yang dipesan sangat bergantung pada sisa
persediaan pada saat periode pemesanan tercapai, sehingga setiap
pemesanan dilakukan, ukuran lot pemesanan tidak sama.
Ciri-ciri pengendalian persediaan dengan metode P adalah:
1. Interval waktu pemesanan yang dinotasikan dengan T adalah tetap.
2. Jumlah permintaan tidak pasti atau berfluktuasi dan jumlah barang
yang dipesan tidak tetap tergantung pada jumlah persediaan di gudang.
Jumlah barang yang dipesan yang dinotasikan dengan q 0 besarnya
3. merupakan selisih antara persediaan maksimum yang diinginkan yang
dinotasikan dengan R dengan persediaan yang ada pada saat
pemesanan dilakukan yang dinotasikan dengan r.
4. Tidak memiliki titik pemesanan kembali, sebagai gantinya adalah
selang waktu yang tetap untuk pemesanan kembali.
5. Adanya persediaan pengaman yang akan digunakan untuk
menghadapi adanya perubahan permintaan dalam interval pemesanan.
6. Sesuai dengan ciri-ciri tersebut di atas, secara grafis situasi persediaan
yang ada dalam gudang bila menggunakan model P dapat digambarkan
seperti berikut ini :
Gambar 3.1 Situasi Persediaan dengan Metode P
Berdasarkan gambar (3.1) terlihat bahwa mekanisme pengendalian
dilakukan dengan melakukan pemesanan menurut interval waktu T dan
besarnya ukuran lot q 0 bergantung pada nilai R dan r, yaitu sebesar q 0 =
R - r. Terdapat kemungkinan adanya suatu periode waktu tertentu di mana
barang tidak ada di gudang atau terjadi kekurangan persediaan (out of
stock). Kekurangan persediaan mungkin terjadi selama T dan selama
waktu ancang-ancang atau lead time (L). Oleh sebab itu, cadangan
pengaman yang diperlukan untuk meredam fluktuasi kebutuhan selama T
dan selama lead time L tersebut. Penentuan besarnya cadangan pengaman
(ss) diperoleh dengan mencari kesinambungan antara tingkat pelayanan
dan ongkos persediaan yang ditimbulkan.
Pada metode P ini terdapat beberapa asumsi yang digunakan antara lain :
1. Permintaan selama horison perencanaan bersifat probabilistik dan
berdistribusi normal dengan rata-rata (D) dan standar deviasi (S).
2. Waktu antar pemesanan konstan T untuk setiap kali pemesanan,
barang akan datang secara serentak dengan lead time (L),
3. Harga barang konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan
maupun waktu.
4. Ongkos pesan yang dinotasikan dengan A konstan untuk setiap kali
pemesanan dan ongkos penyimpanan yang dinotasikan dengan h
sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan.
5. Ongkos kekurangan persediaan yang dinotasikan dengan c u sebanding
dengan jumlah barang yang tidak dapat dilayani, atau sebanding
dengan waktu (tidak tergantung pada jumlah kekurangan).
Parameter-parameter yang digunakan dalam metode P adalah harga
barang per unit yang dinotasikan dengan p, ongkos tiap kali pesan (A),
ongkos penyimpanan per unit per tahun (h) dan ongkos satuan kekurangan
persediaan (c u ). Tujuan dari metode P adalah meminimasi ekspektasi
biaya total persediaan (OT ) secara horison perencanaan dengan
mengoptimasikan tingkat pelayanan. Ekspektasi biaya inventori yang
dimaksud disini terdiri dari empat elemen biaya, yaitu biaya beli (Ob ),
biaya pemesanan (Op ), biaya penyimpanan (Os ), dan biaya kekurangan
barang (Ok ) yang dinyatakan dalam perumusan sebagai berikut:
OT = O b + O p + O s + O k
1. Biaya Pembelian (Ob ) Biaya beli barang Ob merupakan perkalian
antara ekspektasi jumlah barang yang dibeli (D) dengan harga barang
per unitnya (p), secara matematis ditulis Ob = Dp
2. Biaya Pengadaan (Op ) Biaya pengadaan per tahun (Op ) dapat
dinyatakan sebagai berikut
Op = (biaya tiap kali pesan) × (frekuensi pemesanan per tahun)
Op = A × f
Jika setiap kali pemesanan dilakukan dengan selang waktu T, maka
frekuensi pemesanan per tahun sebesar :
𝟏
f=𝑻

Sehingga biaya pengadaan per tahun dinyatakan sebagai :


𝑨
Op = 𝑻

3. Biaya Penyimpanan (Os )


Biaya simpan per tahun (O s ) merupakan perkalian antara ekspektasi
persediaan per tahun (m) dengan biaya simpan per tahun (h) atau
Os = m× h
Untuk menghitung persediaan rata-rata per tahun (m) maka akan
diamati keadaan persediaan setiap siklusnya dalam keadaan steady
state seperti gambar berikut :

Gambar. Posisi Persediaan Metode P dalam Keadaan Steady State

Dalam suatu siklus tertentu, persediaan akan berakhir pada tingkat (s +


TD) di awal siklus dan pada tingkat (s) di akhir siklus, sehingga ekspektasi
persediaan harga adalah:
𝑇𝐷
m=s+ 2

Untuk kasus lost sales kekurangan persediaan dibiarkan saja sehingga


tidak dimungkinkan adanya persediaan negatif, sehingga harga s dapat
dinyatakan sebagai berikut :
𝑅−𝑥 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≤ 𝑅
s= {
0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 > 𝑅
Dalam kondisi steady stock ekspektasi harga s adalah :
𝑅
E[𝑠] = ∫0 (𝑅 − 𝑥)𝑓(𝑥)𝑑𝑥
∞ ∞
E[𝑠] = ∫0 (𝑅 − 𝑥)𝑓(𝑥)𝑑𝑥 - ∫𝑅 (𝑅 − 𝑥)𝑓(𝑥)𝑑𝑥
∞ ∞ ∞
E[𝑠] =∫0 𝑅𝑓 (𝑥)𝑑𝑥 - ∫0 𝑥𝑓(𝑥)𝑑𝑥 - ∫𝑅 (𝑅 − 𝑥)𝑓(𝑥)𝑑𝑥

E[𝑠] = R – μ - ∫𝑅 (𝑅 − 𝑥)𝑓(𝑥)𝑑𝑥
E[𝑠] = R - μL – TD + N

Dimana:
μ= μL + TD

N= ∫𝑅 (𝑥 − 𝑅)𝑓(𝑥)𝑑𝑥
Dengan
μ : variabel acak permintaan barang selama (T+L) periode
f(x): distribusi kemungkinan permintaan sebesar x
μL : ekspektasi rata-rata permintaan selama lead time periode
T: interval waktu antar pemesanan sehingga diperoleh ekspektasi
persediaan untuk kasus lost sales sebagai berikut:
𝑇𝐷
m= (R- μL – TD + N + )
2
𝑇𝐷
m=(R- μL - + N)
2

Sehingga biaya penyimpanan (Os ) dinyatakan sebagai


𝑇𝐷
Os =(R- μL - + N) h
2

4. Biaya Kekurangan Persediaan (O k ) Dalam metode ini kemungkinan


terjadi kekurangan persediaan dapat terjadi setiap saat. Oleh sebab itu,
cadangan pengamanan yang perlu diberikan harus dapat meredam
fluktuasi kebutuhan selama (T+L). Untuk menghitung biaya kekurangan
persediaan dapat dilakukan atas dasar kuantitas persediaan yang kurang.
Jika biaya setiap unit kekurangan persediaan sebesar c u dan jumlah total
kekurangan persediaan selama satu tahun adalah N T, biaya kekurangan
persediaan per tahun adalah :
Ok = NT cu
Harga NT dapat ditentukan sebagai perkalian antara jumlah siklus
dalam satu tahun dengan jumlah kekurangan persediaan untuk setiap
siklus, maka :
1
NT = N . 𝑇
𝑁
NT = 𝑇
Sehingga biaya kekurangan persediaan sebesar
cuN
Ok = 𝑇

Dari semua biaya di atas maka di dapat biaya total inventori sebagai
berikut :
OT=Ob+Op+Os+Ok

Berdasarkan Sukendar (2007) perhitungan menggunakan metode P adalah:


1. Menghitung periode pemesanan dengan menggunakan rumus

2. Menghitung probabilitas kekurangan persediaan dengan menggunakan

rumus :
Setelah α diketahui, dari tabel distribusi normal akan didapat nilai dari zβ
Jika kebutuhan berdistribusi normal, maka nilai R mencakup kebutuhan
selama (T+L) periode dan dinyatakan dengan dengan :

Dengan σL : standar deviasi selama lead time


3. Menghitung ekspektasi kekurangan persediaan dengan menggunakan
rumus
Dengan

4. Menghitung safety stock dengan menggunakan rumus


ss = R - μL + N
5. Menghitung total biaya persediaan dengan menggunakan rumus
OT=Ob+Op+Os+Ok

4. Fixed Order Quantity System


Fixed Order Quantity Model atau FOQ atau Q Model (Model
Jumlah Pemesanan Tetap) adalah sistem persedian probalistik yang variabel
keputusan menggunakan Q. (menotasikan kuantitas) pesanan tetap yang
optimal. Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal. Tujuan
persediaan dengan metode ini adalah untuk menentukan jumlah pesanan yang
paling optimal dengan biaya yang minimal dan titik pemesanan kembali
(reorder point). Metode Q digunakan untuk menentukan biaya persediaan
pada titik paling minimum dengan menekan biaya pembelian, biaya
pemesanan, biaya penyimpanan.
Prinsip FOQ atau pengendalian persediaan sistem Q adalah
pemesanan dilakukan pada saat mencapai batas titik pemesanan (reorder
point) atau dengan kata lain model ini mengasumsikan penempatan order
terjadi pada saat sisa persediaan mencapai titik order yang telah ditentukan
sehingga jumlah persediaan harus selalu dikontrol. Sistem ini mewajibkan
bahwa setiap kali pengeluaran atau pun penambahan persediaan dibuat,
catatan harus diperbaharui untuk memastikan bahwa titik order telah tercapai
atau belum. Jumlah masing-masing unit produk yang dipesan sudah tetap.
Namun pemesanannya dapat berbeda waktunya (kapan reorder point dapat
tercapai). Jumlah persediaan yang menjadi kebutuhan selama waktu ancang-
ancang dengan memperhitungkan kebutuhan yang berfluktuasi selama waktu
ancang-ancang tersebut. Persediaan untuk meredam fluktuasi ini dinamakan
persediaan pengaman. Dapat dikatakan Safety stock dalam FOQ system,
diperlukan untuk mengatasi adanya fluktuasi demand selama lead time. Safety
stock untuk demand probabilistik dengan stockout case lost sales dimana
demand yang tidak dapat dipenuhi akan dianggap hilang.
Pada Fixed Order Quantity harus ditentukan Re-order Point, R, yaitu
kapan suatu order hendak dilakukan kembali dan besarnya order yaitu Q.
Reorder Point, R, biasanya merupakan jumlah unit tertentu. Pesanan sejumlah
Q ditempatkan saat stok masih ada dan mencapai titik order, R. Posisi stok
ditentukan dengan jumlah stok saat itu ditambah dengan jumlah yang telah
dipesan dikurangi dengan jumlah back-order.
Model ini mempunyai asumsi – asumsi sebagai berikut:
- Kebutuhan untuk setiap produk konstan dan seragam untuk periode
tersebut.
- Jangka waktu pesanan (Lead Time) adalah tetap.
- Harga setiap produk adalah konstan.
- Biaya persediaan adalah konstan.
- Biaya pesan adalah konstan.
- Kebutuhan produk selalu dipenuhi (tidak diperbolehkan kekurangan stok)
Model Fixed Order Quantity dihitung sehingga meminimumkan biaya
langsung penyimpanan (holding/carrying cost) dan biaya pesanan (ordering
cost) dengan menggunakan rumus berikut (Chase, Jacobs and Aquilano, 2006,
598):
EOQ = √ (2DS/H)
Dimana :
D = penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu
(setahun).
S = biaya pemesanan per pesanan.
H = biaya penyimpanan per unit per tahu
Bila persediaan sudah mencapai order point, maka petugas segera
membuat pesanan dan dikirimkan kepada pemasok yang segera akan
mengirim bahan dan persediaan akan kembali ke tingkat maksimum. Dengan
demikian selama kegiatan pengeluaran bahan, tingkat persediaan
dipertahankan antara minimum dan maksimum. Model ini dapat diterapkan
dengan anggapan-anggapan sebagai berikut :
- Permintaan konstan, seragam dan dapat diketahui.
- Harga per unit produk konstan.
- Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan.
- Biaya pemesanan per pesanan konstan.
- Waktu antara pesanan dilakukan sampai barang diterima (lead time)
konstan.
- Tidak terjadi kekurangan barang atau ’back orders’.
Untuk mengetahui berapa banyak (dalam unit) reorder point dilakukan,
dengan menggunakan persamaan berikut (Chase, Jacobs and Aquilano, 2006,
601):
R = d L+ zσ L
Dimana
R = reorder Point
d = Rata – rata tingkat permintaan yang diramalkan
L = Lead Time
z = Angka standar deviasi untuk tingkat layanan yang diharapkan
σL = standar deviasi selama lead time
Gambar 2.7 menunjukan hubungan R dan Q dimana saat posisi stok
mencapai titik R, maka order ditempatkan. Order ini diterima pada akhir periode
L.

Gambar. Model Fixed Order Quantity


Sumber: Chase, Jacobs and Aquilano (2006, 601)
Di dalam prakteknya manajer harus bisa mengantisipasi keterlambatan
kedatangan pesanan. Langkah yang umum dilakukan oleh manajer di dalam
mengantisipasi masalah lead time tersebut adalah dengan membuat kebijakan
reorder point. Kebijakan didalam menentukan reorder point melibatkan dua
hal, pertama tingkat permintaan yang diperkirakan terjadi selama lead time
dan hal yang kedua adalah besarnya Safety Stock (Persediaaan pengaman),
yang besarnya tergantung dari tingkat layanan yang diinginkan.
Dari penjelasan diatas didapat kesimpulan bahwa sistem yang
menggunakan model Fixed Order Quantity ini secara teknis menggunakan
dua macam perhitungan, perhitungan yang pertama adalah menentukan
besarnya jumlah pesanan yang optimal (EOQ) dan perhitungan yang kedua
adalah menentukan berapa batas minimum persediaan barang yang harus
dijaga ada ditangan R. Dengan kata lain pada saat tingkat persediaan barang
menyentuh R, perusahaan harus melakukan pesanan sejumlah EOQ. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa untuk mengetahui kapan tingkat persediaan
barang menyentuh titik R, sistem yang menggunakan Fixed Order Quantity
ini disyaratkan harus terus menerus memonitor kondisi stoknya.
5. Model minimum dan maximum stock level
Konsep persediaan minimum dan maksimum tidak berdasarkan
perhitungan secara berkala tetap, tetapi dapat dilakukan setiap waktu, dengan
konsep titik pemesanan kembali atau reorder point (Indrajit, 2003). Pada
konsep ini setiap item ditentukan level stock maksimum-minimumnya agar
cukup dan tidak berlebihan. Jadi kalau persediaan sudah mencapai jumlah
minimum maka segera dilakukan pembelian barang, sampai jumlah barang
sudah mencapai persediaan maksimum maka pembelian dihentikan. kalau
barang dalam persediaan dipakai terus maka suatu saat akan sampai pada
persediaan minimum lagi, dilakukan pembelian lagi, demikian seterusnya.
(Subagyo, 2000). Konsep Min-Max ini dirumuskan sebagai berikut :
 Q = Max -Min
Q = Jumlah yang perlu dipesan untuk pengisian persediaan kembali
 Min = (LD x AU) + SS
Min = Minimum stock, adalah jumlah pemakaian selama waktu
pesanan
LD = Waktu pesanan
AU = pemakaian rata-rata dalam satu bulan
SS = Persediaan pengaman
Nilai minimum stock ini nantinya digunakan untuk menentukan level
terendah persediaan, jika dibawah nilai ini maka level persediaan bernilai
kurang.
 Max = 2 x (T x AU)
Max = maximum stock, adalah jumlah maksimum yang diperbolehkan
disimpan dalam persediaan
T = Waktu pesanan
AU = Pemakaian rata-rata selama satu bulan
Nilai Maximum stock ini intinya digunakan untuk menentukan level
tertinggi persediaan premium pada SPBU, jika nilai persediaaan diatas
nilai ini maka level persediaan bernilai aman.
 SS = (AU / 24) x K
SS = Safety Stock
K = Keterlambatan kedatangan Pesanan (jam)
LD = Lead Time
AU = Average Usage, pemakaian rata-rata dalam 1 hari
Persediaan cadangan merupakan persediaan yang disimpan untuk
mengantisipasi permintaan pelanggan yang sulit diketahui dengan pasti.
Stok cadangan ini disimpan untuk memenuhi permintaan musiman atau
siklus.

6. Model EOQ (Economic Order Quantity)


EOQ model merupakan model yang paling sederhana. Metode ini dapat
digunakan baik untuk persediaan barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi
sendiri.EOQ model digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang
optimal, yang meminimalkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya
pemesanan persediaan.
Grafik :

Cost

Total cost

Holding Cost

Ordering Cost

O Q (persediaan)
Asumsi-asumsi yang digunakan pada model EOQ adalah :

1. Permintaan barang diketahui dan bersifat konstan


2. Harga per unit barang adalah konstan
3. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam
4. Biaya penyimpanan dan pemesanan konstan
5. Lead time (jangka waktu pemesanan dengan barang diterima) adalah konstan
6. Tidak ada back order

Persediaan

Q* Tingkat penggunaan

R R(Reorder point) = d L

O L satu siklus Waktu

Penurunan Rumus :

Notasi-notasi yang digunakan :

-D = Penggunaan atau permintaan per periode (tahun)

-S = Biaya pemesanan per sekali pesan

-H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

-Q = Jumlah barang yang dipesan

Rumus-rumus pada EOQ Model :

1. Jumlah pemesanan optimal : Q* =  ( 2 D S / H )

2. Total Biaya persediaan : TC = ( D / Q ) S + ( Q / 2 ) H


Derivasi Rumus :

Jumlah pemesanan optimal adalah jumlah pemesanan yang meminimumkan


biaya total persediaan. Termasuk dalam biaya total persediaan meliputi total biaya
pemesanan (ordering cost) dan total biaya penyimpanan (holding cost). Jumlah
pemesanan yang optimal dapat diperoleh melalui :

1. Menyamakan total ordering cost dengan total holding cost


2. Melakukan turunan pertama dari fungsi total cost terhadap persediaan (Q)

Secara matematis dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Total biaya pesan = Total biaya simpan


( D/Q) S = (Q /2 ) H

(S D) /Q = (Q H) /2

Q2 H = 2SD

Q2 = (2 S D) /H ; sehingga

Q = √ {(2 S D) /H}

2. Total Biaya persediaan : TC = ( D / Q ) S + ( Q / 2 ) H


Minimum TC harus memenuhi syarat :

Δ TC / Δ Q = (- S D) / Q2 + H / 2 = 0

(S D) / Q2 = H / 2

Q2 H = 2SD

Q2 = (2 S D) / H

Q = √ {(2 S D) /H}

7. Model ABC (Always Better Control)


Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan
(inventory management) untuk mengendalikan sejumlah kecil barang,
tetapi mempunyai nilai investasi yang tinggi. Analisis ABC didasarkan
pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama Hukum Pareto (Ley de
Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo Pareto (1848-
1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki
persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak terbesar
(80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari General Electric
mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam
klasifikasi barang persediaan.
Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan
barang berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan
kemudian dibagi menjadi kelas-kelas besar terprioritas, biasanya kelas
dinamai A, B, C, dan seterusnya secara berurutan dari peringkat nilai
tertinggi hingga terendah, oleh karena itu analisis ini dinamakan “Analisis
ABC”. Umumnya kelas A memiliki jumlah jenis barang yang sedikit,
namun memiliki nilai yang sangat tinggi.
Analisis ABC digunakan untuk menganalisa tingkat konsumsi semua jenis
obat. Analisis ini mengenai 3 kelas yaitu:
a) A (Always)
Obat harus ada karena berhubungan dengan pengendalian dalam
pengadaannya. Persentase kumulatifnya antara 75%-80%. Kelas A
tersebut menunjukkan 10%-20% macam persediaan memiliki 70%-
80% dari total biaya persediaan. Hal ini berarti persediaan memiliki
nilai jual yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan ekstra dan
pengendalian yang harus baik (Quick, 1997).
b) B (Better)
Kelas B, 20-40% item obat di rumah sakit dengan alokasi dana 10-
15% dari keseluruhan anggaran obat. Persentase kumulatifnya antara
80-95% (Quick, 1997).
c) C (Control)
Obat mempunyai nilai yang rendah, yaitu sekitar 5% namun jumlah
obat sangat banyak, yaitu mencapai 60%. Karena obat selalu tersedia
maka pengendalian pada tingkat ini tidak begitu berat. Persentase
kumulatifnya antara 95%-100% (Quick, 1997).
Tabel. Pareto ABC

Kelompok Jumlah item Nilai


A 10-20 % item 80 %
B 20-40% item 15 %
C 60% item 5%

8. Model VEN (Vital Essential Non-Essential)


Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis
pengendalian persediaan obat di instalasi farmasi baik itu di rumah sakit
maupun apotek swasta. Metode analisis yang digunakan oleh peneliti-
peneliti sebelumnya juga bervariasi. Khurana, et. al (2013) melakukan
kajian pengendalian persediaan obat di instalasi farmasi rumah sakit
dengan metode ABC (Always-Better-Control) dan VED (VitalEssential-
Desirable) untuk tujuan pengelompokan obat-obatan sehingga diketahui
kelompok obat mana yang memerlukan perhatian yang ketat oleh
manajemen farmasi. Penelitian serupa dengan metodologi yang sama
seperti yang dilakukan oleh Khurana, et. al (2013) juga dilakukan oleh
Wandalkar, et.al (2013), Mani, et.al (2014), Monton, et.al (2014), dan
Singh, et.al (2015). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
kinerja sistem manajemen persediaan obat pasca penerapan metode ABC-
VED. Hal ini berarti bahwa metode ABC-VED efektif untuk digunakan
dalam sistem pengendalian persediaan obat. Analisis VEN (Vital,
Esensial, Non-esensial) yaitu analisis yang membagi obat menjadi 2 atau 3
kategori berdasarkan seberapa penting obat tersebut digunakan untuk
perawatan penyakit yang sering dijumpai. Dimana prioritas utama adalah
obat-obat vital(Soekono, Rachmat, 2010).
Analisis VEN
Analisa VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada
dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang
direncanakan dikelompokan kedalam tiga kategori yakni (Maimun, 2008):
a. Vital (V) adalah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital), yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain : obat penyelamat (life saving
drug), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan
untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Contoh obat
yang termasuk jenis obat Vital adalah adrenalin, antitoksin, insulin,
obat jantung,
b. Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif
untuk menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien.
Contoh obatyang termasuk jenis obat Essensial adalah antibiotic, obat
gastrointestinal, NSAID dan lain lain.
c. Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang
digunakanuntuk penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease),
perbekalanfarmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi
yang mahal namuntidak mempunyai kelebihan manfaat disbanding
perbekalan farmasi lainnya.Contoh obat yang termasuk jenis obat Non-
essensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.
9. Metode JIT (Just In Time)
Merupakan pendekatan untuk meminimalkan total biaya
penyimpanan dan persiapan yang berbeda dari pendekatan tradisional.
Pendekatan tradisional mengakui biaya penyiapan dan kemudian
menentukan kuantitas pesanan yang merupakan saldo terbaik dari dua
kategori biaya. Di lain pihak, JIT tidak mengakui biaya persiapan, tapi
sebaliknya JIT mencoba menekan biaya-biaya ini sampai nol. Jika biaya
penyiapan tidak menjadi signifikan , maka biaya tersisa yang akan
diminimalkan adalah biaya penyimpanan, yang dilakukan dengan
mengurangi persediaan sampai ke tingkat yang sangat rendah. Pendekatan
inilah yang mendorong untuk persediaan nol dalam system JIT.
BAB III

KESIMPULAN

Pengendalian Persediaan adalah sebagai suatu kegiatan untuk menentukan


tingkat dan komposisi dari persediaan, bahan baku dan barang hasil atau prodak ,
sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta
kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
Fungsi Persediaan antara lain:
a. Sebagai penyangga proses produksi sehingga proses operasi dapat berjalan
terus
b. Menetapkan banyaknya barang yang harus disimpan sebagai sumber daya agar
tetap ada
c. Sebagai pengganggu inflasi
d. Menghindari kekurangan/kelebihan
Model – model pengendalian persediaan adalah:
a. One bin system
b. Two bin system
c. Fixed order period system
d. Fixed order quantity system
e. Minimum dan maximum stock level
f. Model EOQ (Economic Order Quantity)
g. Model ABC (Always better control)
h. Model VEN (Vital Essential Non-essential)
i. Model JIT (Just In time)
DAFTAR PUSTAKA

Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto, 2003, Manajemen


Persediaan, Jakart, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Maimun, Ali. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi
Metode Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder point terhadap
Nilai Persediaan dan Turn Over Ratio di Instalasi Farmasi RS Darul
Istiqomah Kaliwungu Kendal (Tesis). Universitas Diponegoro.
Semarang.
Nilawati, A., Giyanti, I., 2016, Integrasi Metode ABC dan Multi EOQ with
Discount dalam Pengendalian Persediaan Obat Dispensing, Jurnal
Ilmiah Teknik Industri dan Informasi.
Nilwan, A., dkk, 2011, Analisis Perhitungan Economic Order Quantity (Eoq) dan
Pengaruhnya Terhadap Pengendalian Persediaan Barang Dagangan,
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2 (2).
Subagyo, P., 2000, Manajemen Operasi Edisi Pertama, Yogyakarta, BPFE
Yogyakarta.
Susanto, K., dan Erwin Gunadhi, 2013, Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Lilin Dengan Model Probabilistic Q, Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi
Teknologi Garut, Vol. 11 (1).
Suswardji, E., dkk, 2012, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pada Pt
Nt Piston Ring Indonesia di Karawang, Jurnal Manajemen, Vol.10 (1).

Anda mungkin juga menyukai