Anda di halaman 1dari 34

1

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Anemia adalah salah satu pemyakit yang sering diderita masyarakat , baik anak – anak,
remaja usia sunbur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya sangat beragam, dari yang
karena perdarahan , kekurangana zat besi, asam folat, vitamin B12, sampai kelainan hemolitik.
Anemia dpat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan laboratorium.
Secara fisik penderita tampak pucat, lemah dan secara laboratorik didapatkan penurunan kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah dari harga normal.1

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel


darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal
inidapat akibat defek seldarah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sisten
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal <1 mg/dl, kadar
di atas 1,5mg/dl mengakibatkan iketrik pada sclera).1

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, ( pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengokat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupu biasanya
dapat diperoleh dengan dasar :

1 .Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah


2.Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangnya, seperti yang dalam biopsi dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia
2

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk membahaskan teori-teori
tentang hepatoma mulai dari definisi sampai diagnosis, pentalaksanaan, dan prognosisnya.
Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan
Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.1. Manfaat

Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman


penulis serta pembaca khususnya peserta Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) untuk
lebih memahami dan mengenal hepatoma, terutama tentang penegakan diagnosis dan
tatalaksananya.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisí

Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel

darah merah yang lebih rendah dari nilai normal.

Anemia adalah suatu keadaan kekurangan sel darah merah yang dapat

disebabkan oleh hilangnya darah secara cepat atau karena produksi sel darah

merah terlalu lambat. Fungsi sel darah merah penting untuk tubuh, diantara lain

fungsinya adalah sarana transportasi zat gizi, terutama oksigen yang diperlukan

pada proses fisiologis dan biokimia dalam setiap jaringan tubuh. Mengalami

anemia berarti, selain pasokan oksigen ke seluruh tubuh menjadi berkurang,

berbagai akibat fisiologis dan psikologis juga akan muncul.

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan anemia adalah

kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga

parameter tersebut saling bersesuaian. Nilai normal hemoglobin sangat bervariasi

secara fisiologis. Oleh karena itu, untuk menentukan anemia atau tidak anemia

perlu ditentukan titik pemilah (cutt off point) kadar hemoglobin.2,3,4

Tabel 2.1 Kriteria Anemia sesuai dengan kelompok umur dan jenis
kelamin
Kelompok Batas Normal Hb (g/dl)
Anak 6 bulan – 5 tahun 11
Anak 5 tahun – 11 tahun 11,5
Anak 12 tahun – 13 tahun 12
Wanita dewasa tidak hamil 12
Laki – laki dewasa 13
Wanita hamil 11
4

2.2 Etiologi

Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Penyebab lain yaitu :4

1. Diet yang tidak mencukupi.

2. Absorbsi yang menurun.

3. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan

4. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.

5. Hemoglobinuria.

6. Penyimpangan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.

2.3 Klasifikasi

Banyak jenis anemia yang dapat diobati secara mudah, tetapi pada beberapa jenis
lainnya kemungkinan berat, lama dan dapat mengancam jiwa jika tidak terdiagnosa sejak
awal dan tidak diobati segera. Anemia diklasifikasikan menurut beberapa hal,
yaitu:6,7,8,9,10,11,14,15

 Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit


 Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan
zat besi dalam darah. Konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
pembentukan sel darah merah terganggu, akibatnya ukuran sel darah merah
menjadi kecil (microcytic), kandungan hemoglobin menjadi rendah
(hypochromic). Semakin berat kekurangan zat besi dalam darah, makan
semakin berat pula tingkat anemia yang diderita.

 Anemia Asam Folat.


Anemia defisiensi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau
makrositik. Dalam anemia defisiensi asam folat, keadaan sel darah merah
tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan
belum matang. Penyebabnya adalah asam folat dan atau vitamin B12 kurang
di dalam tubuh. Kedua zat tersebut diperlukan dalam pembentukan
nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam sumsum
tulang.
5

 Anemia Defisiensi B12


Anemia defisiensi B12 disebut juga pernisiosa, keadaannya dan gejala
seperti anemia gizi asam folat. Anemia jenis ini disertai gangguan pada
sistem alat pencernaan bagian dalam. Ketika kronis dapat merusak sel-sel
otak dan asam lemak menjadi tidak normal serta posisi pada dinding sel
jaringan saraf juga berubah. Dikhawatirkan, akan mengalami gangguan
kejiwaan.
 Anemia Defisiensi B6
Anemia defisiensi B6 disebut juga siderotic. Keadaannya mirip dengan
anemia gizi besi, tetapi jika darah diuji secara laboratorium, serum besinya
normal. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukan)
hemoglobin.
 Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
 Anemia akibat penyakit kronis
 Anemia sideroblastik
 Anemia defisiensi vitamin B12
 Anemia aplastic
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoietik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia akibat hemoragi
 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia akibat perdarahan kronik
 Anemia hemolitik
 Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati): thalassemia dan hemoglobinopati
structural.
6

 Anemia hemolitik ekstrakorpuskular


 Anemia hemolitik autoimun
 Anemia hemolitik mikroangiopatik
 Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks.
 Klasifikasi berdasarkan gambaran morfologi

 Anemia hipokromik mikrositer: bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg.
 Anemia normokromik normositer: bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg.
 Anemia makrositer: bila MCV >95 fl.
 Klasifikasi derajat anemia.

Klasifikasi Angka Hemoglobin


Ringan 9,0-10,0 gr/dL

Sedang 7,0-8,9 gr/dL

Berat < 7,0 gr/dL

2.4 Gejala Anemia


 Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun
penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu.Gejala umum
anemia ini timbul karena :2,9,11,16,18,20
a. Anoksia organ
b.Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen
• Affinitas oksigen yang berkurang Untuk peningkatan pengangkutan oksigen ke jaringan
yang efisien, dilakukan dengan cara mengurangi affinitas haemoglobin untuk oksigen.
Aksi ini meningkatkan ekstraksi oksigen dengan jumlah hemoglobin yang sama.
• Peningkatan perfusi jaringan Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang berkurang
pada jaringan dapat dikompensasi dengan meningkatkan perfusi jaringan dengan
mengubah aktivitas vasomotor dan angiogenesis.
• Peningkatan cardiac output Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen yang harus
diekstraksi selama setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan oksigen yang lebih tinggi.
7

Karena viskositas darah pada anemia berkurang dan dilatasi vaskular selektif mengurangi
resistensi perifer, cardiac output yang tinggi bisa dijaga tanpa peningkatan tekanan darah.
• Peningkatan fungsi paru Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan frekuensi
pernafasan yang mengurangi gradien oksigen dari udara di lingkungan ke udara di
alveolar, dan meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak daripada cardiac
output yang normal.
• Peningkatan produksi sel darah merah Produksi sel darah merah meningkat 2-3 kali
lipat pada kondisi yang akut, 4-6 kali lipat pada kondisi yang kronis, dan kadangkadang
sebanyak 10 kali lipat pada kasus tahap akhir. Peningkatan produksi ini dimediasi oleh
peningkatan produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin dihubungkan dengan
konsentrasi hemoglobin. Konsentrasi eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada
konsentrasi hemoglobin yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia yang berat.
Perubahan kadar eritropoietin menyebabkan produksi dan penghancuran sel darah merah
seimbang.
 Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7
gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada :
 Derajat penurunan hemoglobin
 Kecepatan penurun haemoglobin
 Usia
 Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya
 Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:
 Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku
sendok (koilonychias)
 Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin
B12
 Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali
 Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
8

 Gejala penyakit dasar


Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang
: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus
tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat
penyakit kronik oleh karena atritis rheumatoid.
2.5 Patofisilogi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr besi,


hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses penuaan serta
kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk
eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari diet tersebut diserap oleh
lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto dalam lambung dan
duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal, kemudian
besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke
tempat penyimpanan di jaringan.

Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan


besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin, jika zat besi rendah dalam
tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan mengganggu sehingga produksi
sel darah merah berkurang, sel darah merah yang berkurang atau menurun
mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke
jaringan menjadi berkurang, hal ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun.12,13

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat, takikardi,
sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan, tinitus, penderita
defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus, kuku tipis rata mudah patah,
atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging
meradang dan sakit. Manifestasi klinis anemia besi adalah pusing, cepat lelah, takikardi,
sakit kepala, edema mata kaki dan dispnea waktu bekerja.22
9

2.7 Diagnosis
a) Anamnesis
 Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,
menstruasi, dan infeksi kronis

b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi

c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)

 Pucat, lemah, lesu, gejala pika


10

2.8 Pemeriksaan fisik


 Pemeriksaan Laboratorium 17,19,20
 Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana
seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan
III.

 Penentuan Indeks Eritrosit


Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
 Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan
zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan
indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit
kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah
merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
 Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg,
mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. c.
 Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%.
 Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat
dilihat pada kolom morfology flag.
11

 Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi
tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi
hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh
transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah
pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
 Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada
tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan
kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan
besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas
dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
 Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena
variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah
ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan
parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
 Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
 Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi,
merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan
jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang
12

meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada


penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang
disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan
serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin
dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi
total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
 Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek
klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk
kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat
dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin
menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya
kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari
serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia
dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari
pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria
meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65
tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai
sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian
mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis
dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan
suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan
mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau
Essay immunoabsorben.
 Pemeriksaan Sumsum Tulang17,19

Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan
untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari
kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat
13

subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang


memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik
invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi
umum.

2.9 Penatalaksanaan
 Anemia (yang tidak berat)18
Anak (umur < 6 tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama
dengan nilai Ht < 27%). Jika timbul anemia, atasi - kecuali jika anak menderita gizi
buruk, Beri pengobatan (di rumah) dengan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari.

 Minta orang tua anak untuk datang lagi setelah 14 hari. Jika mungkin, pengobatan harus
diberikan selama 2 bulan. Dibutuhkan waktu 2 - 4 minggu Untuk menyembuhkan anemia
dan 1-3 bulan setelah kadar Hb kembali normal untuk mengembalikan persediaan besi
tubuh.
 Jika anak berumur ≥ 2 tahun dan belum mendapatkan mebendazol dalam kurun waktu 6
bulan, berikan satu dosis mebendazol (500 mg) untuk kemungkinan adanya infeksi
cacing cambuk atau cacing pita.
 Ajari ibu mengenai praktik pemberian makan yang baik.

 Anemia Berat
Beri transfusi darah sesegera mungkin untuk:

 semua anak dengan kadar Ht ≤ 12% atau Hb ≤ 4 g/dl


 anak dengan anemi tidak berat (haematokrit 13–18%; Hb 4–6 g/dl) dengan beberapa
tampilan klinis berikut:
o Dehidrasi yang terlihat secara klinis
o Syok
o Gangguan kesadaran
o Gagal jantung
o Pernapasan yang dalam dan berat
14

o Parasitemia malaria yang sangat tinggi (>10% sel merah berparasit).


 Jika komponen sel darah merah (PRC) tersedia, pemberian 10 ml/kgBB selama 3–4 jam
lebih baik daripada pemberian darah utuh. Jika tidak tersedia, beri darah utuh segar (20
ml/kgBB) dalam 3–4 jam.
 Periksa frekuensi napas dan denyut nadi anak setiap 15 menit. Jika salah satu di
antaranya mengalami peningkatan, lambatkan transfusi. Jika anak tampak mengalami
kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid 1–2 mg/kgBB IV, hingga
jumlah total maksimal 20 mg.
 Bila setelah transfusi, kadar Hb masih tetap sama dengan sebelumnya, ulangi transfusi.
 Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum terjadi
dan serius. Berikan komponen sel darah merah atau darah utuh, 10 ml/kgBB (bukan 20
ml/kgBB) hanya sekali dan jangan ulangi transfusi.

2.10 Pencegahan
Sebagian jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, untuk sebagian jenis lainnya,
beberapa strategi pencegahan yang dapat diterapkan adalah:20
 Mengonsumsi diet yang kaya vitamin dan mineral. Sebagai contoh, anemia defisiensi
besi dan anemia defisiensi vitamin dapat dihindari dengan mengonsumsi diet yang
mencakup berbagai vitamin dan zat gizi, termasuk zat besi (daging, kacang-kacangan,
sereal yang difortifikasi zat besi, dan sayuran hijau), asam folat (buah-buahan, jus buah,
sayuran hijau, kacang polong, kacang-kacangan, serta produk gandum seperti roti, sereal,
pasta, dan nasi), vitamin B12 (daging, produk susu, sereal yang difortifikasi, dan produk
kedelai), dan vitamin C (buah sitrus, brokoli, tomat, melon, dan stroberi).
 Mempertimbangkan konseling genetik. Pada orang yang memiliki riwayat keluarga
dengan anemia yang diturunkan, seperti anemia sel sabit atau talasemia, mendiskusikan
risiko untuk mengalami dan menurunkan kondisi tersebut dengan dokter atau konselor
genetik dapat merupakan salah satu pilihan.
 Mengindari tertular malaria. Anemia dapat menjadi salah satu komplikasi dari malaria.
Seseorang yang berencana untuk bepergian ke area di mana malaria sering terjadi
disarankan untuk berdiskusi dengan dokter terkait perlunya konsumsi obat-obatan
preventif dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk membatasi paparan terhadap nyamuk.
15

2.11 Komplikasi

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang . akibatnya , penderita


anemia akan mudah terkena infeksi. Ganpang batuk pilek, gampang flu atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah , karena harus
menompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani
dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko tinggi bagi janin. Selain
bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga menggangu perkembangan organ
– organ tubuh, termasuk otak.3,10,13,14,20

Komplikasi dari anemia

1) Gagal ginjal

Dengan berkurangnya asokan oksigen ke jaringan misalnya pada ginjal akan terjadi
kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan gagal ginjal.

2) Hipoksia

Adalah penurunan permasukan oksigen ke jaringan sampai di tingakt fisiologik. Hb


berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jika terjadi penurunan Hb
maka akan terjadi hipoksia bahkan dapata menyebabkan kematian.

3) Anemia pada ibu hamil

Seorang wanita hamil yang menderita anemia kemungkinan besae akan melhirkan
bayi yang mempunyai persediaan zat besi sedikit atau tidak mempunyai persediaan
zat besi sama sekali. Jika setelah lahir bayi tersebut tidak mendapatkan asupsan zat
besi yang mencukupi, bayi akan menderita anemia. Anemia berat yang tidak diobati
dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus dan dalam kehamilan tua dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan postpartum. Selain itu, anemia pada ibu hamil
juga dapat mengakibatkan daya tahan ibu menjadi rendah terhadap infeksi.
16

2.12 Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan


besi saja lalu ditangani dengan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinik lainnya akan membaik dengan memberi preparat besi. Jadi
terjadinya kegagalan dalam pengobatan , perlu dipertimbangkan hal- hal berikut :

 Kesalahan diagnosis
 Dosis obat tidak adekuat
 Preparat Fe yang tidak tepat atau kadarluarsa
 Pendarahan yang tidak teratasi
 Disertai penyakit mempengaruhi absorbsi Fe
 Gangguan absorbsi saluran cerna
17

BAB 3

STATUS ORANG SAKIT

Nomor Rekam Medis : 08.17.57 Dokter Ruangan :


Dr Zulqadri Ginting

Tanggal Masuk : 04/04/2019 Dokter Chief of Ward:

Jam: 0822WIB
Dokter Penanggung Jawab Pasien :
Ruang : Mahoni Dr. Riri Andri Muzasti , SpPD-KGH

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : BAB berdarah

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. BAB dijumpai
berwarna merah segar dengan konsistensi keras. BAB kira-kira 3 hari sekali dengan jumlah yang
sedikit. Pasien juga mengeluhkan sulit BAB sehingga pasien sering menggunakan dulcolax.
Pasien memiliki riwayat hemorrhoid dan tidak pernah kontrol . BAK dalam batas normal dengan
warna kuning jernih. Mual dan muntah dijumpai dengan frekuensi 2 kali sehari dengan
mengandungi sisa- sisa makanan. . Pasien mengeluh tidak ada selera makan sehingga pasien
mengalami penurunan berat badan ± 3kg dalam 1 bulan ini. Demam di malam hari tidak
dijumpai. Sesak nafas dan batuk juga tidak dijumpai. Keringat malam tidak dijumpai. Riwayat
diabetes mellitus dan hipertensi disangkal. Pasien bekerja sebagai petani dan sering terpapar
dengan bahan kimia. Pasien menyangkal jika keluar rumah tidak memakai alas kaki. Konsumsi
alkohol dan merokok tidak dijumpai. Riwayat transfusi tidak di jumpai.

RPT : Hemorrhoid

RPO : Dulcolax
18

ANAMNESIS ORGAN

Jantung sesak napas :- Edema :-

Angina pectoris :- Palpitasi :-

Lain – lain :-

Saluran pernafasan Batuk – batuk :- Asma, bronchitis :-

Dahak :- Lain – lain :-

Saluran pencernaan Nafsu makan : menurun Penurunan BB :+

Keluhan menelan :- Keluhan defekasi :+

Keluhan perut :- Lain – lain :-

Saluran urogenital Sakit buang air kecil :- BAK tersendat :-

Mengandung batu :- Keadaan urin :-

Haid :- Lain – lain :-

Sendi dan tulang Sakit pinggang :- Keterbatasan gerak :-

Keluhan persendian :- Lain – lain :-

Endokrin Haus/polidipsi :- Gugup :-

Poliuri :- Perubahan suara :-

Polifagi :- Lain – lain :-

Saraf pusat Sakit kepala :- Hoyong :-

Lain – lain :-
19

Darah dan pembuluh darah Pucat :+ Perdarahan :+

Petechiae :- Purpura :-

Dan lain – lain :-

Sirkulasi perifer Claudicatio intermitten :- Lain – lain :-

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

PEMERIKSAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : pucat

Tekanan darah : 160/60 mmHg Sikap paksa :(-)

Nadi : 80 x/menit Refleks fisiologis :(+)

Pernafasan : 20 x/menit Refleks patologis :(-)

Temperatur : 36,1⁰C

Anemia (+/+), Ikterus (-), Dispnoe (-)

Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)

Turgor Kulit: Baik


20

Keadaan Gizi : Normal

Berat Badan : 75,0 kg

Tinggi Badan :165 cm

IMT : 27,5 kg/m2

Kesan : Overweight

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring: Dalam batas normal
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfe : (-)
Posisi trakea : Medial, TVJ : R-2 cmH2O
Kaku kuduk : (-) lain-lain : (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kanan=kiri
Iktus : Tidak teraba
21

Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor
Batas Paru Hati R/A : ICS V relative, ICS VI absolut

Peranjakan : ± 1 cm

Jantung
Batas atas jantung : ICS II Para Sternalis Dextra
Batas kiri jantung : ICS V Linea Midclavicularis
Batas kanan jantung : ICS VI Linea Para Sternalis Dextra
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, Desah Sistolis (-), Lain-lain (-)
HR:80 x/menit, reguler, intensitas : cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri , kesan normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikular
Suara Tambahan :(-)
22

ABDOMEN

Inspeksi
Bentuk : Simetris,

Gerakan lambung/usus : normal


Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)

Palpasi

Dinding abdomen : Soepel

Perkusi : Timpani

HATI
Pembesaran :( - )
Permukaan :( - )
Konsistensi :( - )
Pinggir :( - )
Nyeri tekan :( - )

LIMPA

Pembesaran : ( - ), Schuffner ( - ) , Haeket ( - )

GINJAL

\Ballotement :(-)

TUMOR :(-)

Perkusi
Pekak hati :(-)
Pekak beralih :(-)

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)
23

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Laki – laki


PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)
Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sphincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ampula : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi :(-)
Lokasi :(-)
Jari tabuh :(-)
Tremor ujung jari :(-)
Telapak tangan sembab :(-)
Sianosis :(-)
Eritema palmaris :(-)
Lain-lain :(-)

ANGGOTA GERAK BAWAH KIRI KANAN

Edema (-) (-)


Arteri Femoralis (+) (+)
Arteri Tibialis Posterior (+) (+)
Arteri Dorsalis Pedis (+) (+)
Refleks KPR (+) (+)
Refleks APR (+) (+)
Refleks Fisiologis (+) (+)
Refleks Patologis (-) (-)
Lain-lain (-) (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


24

Darah Kemih Tinja


Hb : 6,1 g/dl
Eritrosit : 3.51 x
106/mm3
Leukosit : 5,240/mm3
Trombosit : 181.000/Μl Warna : Jernih Warna : Hitam
Ht : 23% Protein : - Konsistensi : Keras
Reduksi : - Eritrosit: -
Bilirubin : - Leukosit : -
Hitung Jenis: Urobilinogen : - Amoeba/Kista : -
Eosinofil : 2,9 % Sedimen :- Telur Cacing
Basofil : 0,40 % Eritrosit : - Ascaris : -
Neutrofil : 76,1 % Leukosit : - Ankylostoma : -
Limfosit : 12,6 % Silinder : - T. Trichiura : -
Monosit : 8,0 % Epitel :- Kremi : -

KGDS: 135 mg/dl


25

RESUME

KeluhanUtama : Hematochezia

Telaah:

Hematochezia (+) sejak 2 minggu sebelum masuk rs,


konsistensi keras, BAB 3 hari sekali dengan jumlah sedikit,
ANAMNESA pengunaan dulcolax (+) karena sulit BAB, riwayat
hemorrhoid (+) tidak terkontrol, nausea (+) , emesis(+),
nafsu makan menurun, penurunan BB (+) ± 3kg dalam 1
bulan

Keadaan Umum : Baik

STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang

KeadaanGizi : Berlebih

PEMERIKSAAN TANDA VITAL

FISIK Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah: 160/60 mmHg

Nadi : 80reg t/v: cukup

Pernafasan : 20x/menit

Temperatur : 36,1 C

IMT :27,5 kg/m2 (Overweight)


26

STATUS LOKALISATA

Kepala :

Mata : conjungtiva palpebral pucat (+/+),

skelera ikterik (-/-)

T/H/M :Dalam Batas Normal

Leher :Dalam Batas Normal

Thorax :Dalam Batas Normal

Abdomen:

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel

Auskultasi : normoperistaltic

Darah
Hb : 6,1 g/dl
Eritrosit : 3.51 x 106/mm3
Leukosit : 5,240/mm3
Trombosit : 181.000/Μl
Ht : 23%
Hitung Jenis:
Eosinofil : 2,9 %
Kemih : Jernih
Basofil : 0,40 %
Neutrofil : 76,1 %
Limfosit : 12,6 %
Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan
Monosit : 8,0 %
KGDS: 135 mg/dl
27

1. PSMBB ec hemoroid interna dd/ eksterna dd/ Ca Colon

DIAGNOSA BANDING 2. Anemia ec perdarahan akut dd defisiensi besi

DIAGNOSA SEMENTARA PSMBB ec hemoroid interna dd/ eksterna dd/ Ca Colon

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah Baring

TindakanSuportif : IVFD Nacl 0.9% 20gtt/i

Medikamentosa :

 Inj.Ranitidine 50mg/12j/ (IV)


 Inj.Transamin 500mg/8j (IV)
 Domperidone 3x10mg
 R/ Transfusi PRC 3 bag

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN

1. Kolonoskopi 4.

2. EKG 5.

3.

BAB 4
28

FOLLOW UP

FOLLOW UP TANGGAL 04/04/2019-05/04/2019


S Buang Air Besar Berdarah
O Se : Compos Mentis RR : 20/16 x/I
ns : 150/70, Tem : 36,3/36.7oC
TD 130/70mmHg p
HR : 84/82 x/i
Mata : Conjunctiva palpebral inferior anemis (+/+), sclera ikterik
(-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O, pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thorax : I: Simetris Fusiformis
P:Stemfremitus kanan = kiri
P: Sonor di kedua lapangan paru
A: SP: Vesikuler ST:Ronki (-/-) Wheezing: (-/-)
Abdomen : I: Simetris
P: Soepel, H/L/R tidak teraba
P: Timpani
A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2
A PSMBB ec Hemorrhoid Interna
ec Hemorrohoid Eksterna
ec Ca Colon
Anemia ec perdarahan akut
Dd/ Defisiensi Fe
P  Tirah Baring
 Diet M II
 IVFD Nacl 0.9% 20gtt/I makro
 Inj. Ranitidine 50mg/12jam/IV
 Inj. Transamin 500mg/8jam/IV
 Domperidone 3x10mg
 Rencana Transfusi PRC 175cc 2 bag
29

FOLLOW UP TANGGAL 06/04/2019


S Buang Air Besar Berdarah
O Se : Compos Mentis RR : 20 x/I
ns : 120/80 mmHg Tem : 36,0 oC
TD : 80 x/i p
HR
Mata : Conjunctiva Palpebra Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thorax : I: Simetris
P: Simetris Fusiformis kanan = kiri
P: Sonor pada kedua lapangan paru
A: Suara Pernafasan: Vesikuler
Suara Tambahan: (-)
Abdomen : I: Simetris
P: Soepel, H/L/R
P:Timpani
A: Normoperistaltik
Ekstremitas : Akral Hangat (+/+) CRT <2
A PSMBB ec Hemoroid Interna dd/eksterna dd/ Ca Colon
Anemia ec Perdarahan Akut dd Defisiensi Besi
P Tirah baring
Inj.Ranitidine 50mg/12j/ (IV)
Inj.Transamin 500mg/8j (IV)
Domperidone 3x10mg
R/ Transfusi PRC 3 bag
30

FOLLOW UP TANGGAL 07/04/2019-09/04/2019


S Buang Air Besar Berdarah (-), Muntah Darah (-), Sesak Nafas (-),
Demam (-)
O Se : Compos Mentis RR : 20/20/18 x/i
ns : Tem : 37.0/36.3/36.5oC
TD 130/80,140/90,160/80mm p
HR Hg
: 80/76/60x/i
Mata : Conjunctiva Palpebra Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thorax : I: Simetris
P: Simetris Fusiformis kanan = kiri
P: Sonor pada kedua lapangan paru
A: Suara Pernafasan: Vesikuler
Suara Tambahan: (-)
Abdomen : I: Simetris
P: Soepel, H/L/R
P:Timpani
A: Normoperistaltik
Ekstremitas : Akral Hangat (+/+) CRT <2
A Post PSMBB ec Hemorrhoid Interna dd Hemorrohoid Eksterna dd Ca
Colon
Anemia ec perdarahan akut dd/ Defisiensi Fe
P Tirah Baring
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Inj. Transamin 500mg/8jam
Domperidone tab 3x10mg
31

BAB 5
DISKUSI KASUS

Teori Pasien

Definisi Anamnesis
Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin, Pasien laki-laki berusia 74 tahun
hematokrit, dan jumlah sel darah merah yang dengan keluhan BAB berdarah sejak
lebih rendah dari nilai normal. anemia adalah 2minggu sebelum masuk rumah sakit.
suatu keadaan kekurangan sel darah merah
yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah
secara cepat atau karena produksi sel darah
merah terlalu lambat.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anemia besi adalah pusing, Pasien mengalami conjungtiva anemis
cepat lelah,takikardi, sakit kepala,edema (+/+) dan muka pucat.
mata,kaki dan dyspnea waktu bekerja

Pemeriksaan Fisik Labarotorium


• Haemoglobin (Hb)
Hb : 6.1g/dL
• Mean Corpusculer Volume (MCV)
• Mean Corpusculer Haemoglobin(MCH) MCV : 65.50fL
• Serum feritin
MCH : 17.40pg
32

BAB 6

KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 74 tahun didiagnosa dengan anemia berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien dirawat inap di RS Universitas Sumatera
Utara dan pasien berobat jalan dan telah ditatalaksana dengan:

 Tirah Baring
 IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i

 Inj.Ranitidine 50mg/12j/ (IV)


 Inj.Transamin 500mg/8j (IV)
 Domperidone 3x10mg

 R/ Transfusi PRC 3 bag


33

Daftar Pustaka

1. Bogen DL, Duggan Ak, Dover GJ, Wilson MH. Screening for iron deficiency anemia by
dietary history in a high-risk population. Pediatrics 2000; 105:1254-9
2. Dallman PR, Yip R, Oski FA. Iron deficiency and related nutritional anemia. Dalam:
Nathan DG, Oski FA, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke-4.
Philadelphia: WB Saunders, 1993. h. 413-41
3. Grober, Uwe. Mikronutrien: Penyelarasan Metabolik, Pencegahan, dan Terapi. Jakarta:
EGC. 2012.
4. Jandl JH. The hypochromic anemia and other disorders of iron metabolism. Blood Text
book of Hematology. Edisi ke-I. Boston/Toronto: Little, Brown, 1987. h. 181-91.
5. JURNAL BERKALA EPIDEMIOLOGI Volume 6 Nomor 2 (2018) 139-146 DOI:
10.20473/jbe.v6i22018.139-146 p-ISSN: 2301-7171 ; e-ISSN: 2541-092X

6. Mubarak, W.I, dkk. (2007). Promosi Kesehatan : sebuah Pengantar proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

7. Mulyati, R., Febri, R., dan Bahagiawati, H., 2007, Hubungan antara Pengetahuan tentang
Anemia dan Asupan Gizi Pada Ibu Hamil dengan Risiko Terjadinya Anemia dalam
Kehamilan di Peskesmas Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat Periode 10- 18
Desember 2007, Ebers Papyrus. 13 (4): 169-76.

8. Ningrum, (2009). Pemberian Tablet Fe Pada Ibu Hamil Untuk Mencegah Anemia.
(http :///www.pemberian tablet fe pada ibu hamil untuk mencegah anemia.htm) diakses
pada tanggal 24 Maret 2012.

9. Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

10. Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
34

11. Nursalam. (2003). Paritas. (http:///www.paritas.html) diakses pada tanggal 25 Maret


2012.
12. Profil Kesehatan Indonesia 2000. Departemen Kesehatan RI. Pusat data kesehatan
Jakarta, 2000. h. 201-2. 2.
13. Ramakrishnan, Usha. Nutritional Anemias. Washington DC: CRC Press. 2000.
14. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013
15. Risva, T. C., & Rahfiludin, M. Z. (2016). Faktorfaktor yang berhubungan dengan
kebiasaan konsumsi tablet tambah darah sebagai upaya pencegahan anemia pada remaja
puteri (studi pada mahasiswa tahun pertama di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(3), 243–250.
16. Schwartz E. Iron deficiency anemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadhelphia: WB Saunders,
2000. h. 1460-71
17. Slovin, M. (1990). Sampling. New York: Simon and Schuster Inc.
18. Soetjiningsih dan Ranuh, Gde. Tumbuh Kembang Anak: Edisi 2. Jakarta: EGC. 2013.
19. Suisher SN, Petz LD. Transfusion Therapy of Clinic Anemic States. Dalam: Petz, LD,
Suisher SN, penyunting. Clinical Practice of Transfusion Medicine. Edisi ke 2. New
York: Churchill Livingstone, 1989. h. 531-48
20. Suryati. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas
Air Dingin Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2013;8(2):72-78
21. Uthman, Ed. Understanding Anemia. USA: University Press of Mississippi. 1998
22. WHO. Worldwide Prevalence of Anaemia 2011. Geneva: WHO Press. 2011

Anda mungkin juga menyukai