BAB I
PENDAHULUAN
Trauma pada pembuluh darah menyebabkan ancaman pada kelangsungan hidup bagian
tubuh yang diperdarahinya. Trauma vaskuler memerlukan diagnosis dan tindakan penanganan
yang cepat untuk menghindarkan akibat fatal berupa amputasi. Trauma vaskular dapat
Lapisan dinding arteri dan vena terdiri dari :
Tunika Adventia
Mengadung reseptor alpha dan Betha yang berhubungan
dengan vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
melibatkan pembuluh darah
Tunika arteri dan vena. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak
Media
terkontrol dengan Pada
cepatarteri
akanlebih tebal dari
mengarah vena,kematian
kepada sehinggapasien,
vena jarang
atau bila terjadi iskemia
mengalami sklerosis
akan berakibat kehilangan tungkai,
Tunika Intima stroke, nekrosis dan kegagalan organ multipel.
endhotel
Endothel
Trauma vaskular dapat memproduksi
disebabkan enzym
oleh luka dan luka
tajam, mediator yangmaupun luka iatrogenik.
tumpul,
mempengaruhi timbunan kolesterol, Triglyserda di tunika
Trauma vaskuler sering
media terdapat bersamaan
serta mengatur dengandan
vasodilatasi trauma organ lain seperti syaraf, otot dan
vasokonstriks
jaringan lunak lainnya atau bersamaan dengan fraktur atau dislokasi pada ekstremitas. Bentuk
trauma vaskular biasanya tangensial atau transeksi komplit. Perdarahan akan menjadi lebih
berat pada lesi arteri yang inkomplit, sedangkan pada pembuluh yang putus seluruhnya akan
terjadi retraksi dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat mengurangi atau menahan
perdarahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
ARTERI
Arteri adalah salah satu jenis pembuluh darah berotot yang membawa darah dari jantung.
Fungsi utamanya adalah mengantarkan oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh, proses
pengeluaran zat berbahaya (contoh : karbon dioksida) ke luar tubuh, menjaga keseimbangan
komponen – komponen penting dalam darah seperti protein, zat kimia, faktor kekebalan
tubuh, dan sel.
Struktur dasar dari semua jenis arteri merupakan dindingnya yang terdiri dari 3 lapisan:
VENA
Vena (Pembuluh Balik) adalah salah satu jenis pembuluh darah berotot yang membawa darah
dari seluruh tubuh menuju jantung. Fungsi utamanya adalah mengantarkan karbondioksida
dan sisa metabolisme ke jantung. Vena mempunyai dinding yang tipis dan tidak elastis.
Pembuluh vena mempunyai katup di sepanjang tubuhnya, katup ini berfungsi agar aliran
darah tetap mengalir satu arah langsung menuju jantung. Letak vena lebih dekat ke
permukaan luar tubuh, dan warnanya terlihat kebiru-biruan.
Struktur dasar dari semua jenis vena merupakan dindingnya yang terdiri dari 3 lapisan.
2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekurang-kurangnya 2.6 juta orang dirawat di rumah sakit setiap
tahunnya karena trauma akibat kecelakaan. Kebanyakan pasien berumur 25-44 tahun, namun
laki-laki muda adalah kelompok dengan risiko tertinggi karena mereka sering melakukan
aktivitas yang juga berisiko tinggi. Secara keseluruhan, risiko kematian yang disebabkan
trauma akibat kecelakaan adalah tujuh kali lipat lebih tinggi pada populasi pria daripada
wanita. Penyebab kematian karena kecelakaan di antaranya adalah kecelakaan kendaraan
bermotor, terjatuh, terbakar, tertembak, dan terkena benda tajam.
Trauma vaskular perifer mencakup 80% dari total kasus trauma vaskular. Dan kebanyakan
dari trauma vaskular perifer tersebut terjadi pada ekstremitas bawah. Kasus-kasus trauma
vaskular tersebut terutama disebabkan oleh luka tembak kecepatan tinggi (70- 80%), luka
tusuk (10-15%), dan luka tumpul (5-10%)
2.3. Etiologi
Trauma vaskuler dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul dan luka iatrogenik.
Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah ekstremitas adalah luka tembak ( 70
80%), luka tusuk ( 5-10%), luka akibat pecahan kaca. Selain itu trauma pada pembuluh darah
yang disebabkan oleh trauma tumpul seperti pada korban kecelakaan atau seorang atlet yang
cedera biasanya jarang ( 5-10%). Penyebab iatrogenik sekitar 10 % dari semua kasus yang
diakibatkan oleh prosedur endovaskuler seperti kateterisasi jantung.
2.4. Patofisiologi
Mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul. Trauma vaskuler
mengakibatkan gangguan berupa sistemik, regional dan Lokal. Efek sitemik mengakibatkan
kehilangan darah selanjutnya menimbulkan syko hipovolemik
Pada trauma arteri, ujung artei yang putus akan mengalami retraksi dan menyebabkan
trombosis. Perdarahan akan mengisi otot dan kompartemen fascial False Aneurisma.
Bila ada luka yang saling kontak antara arteri dan vena Fistula arteriovenosa.
Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma yang dialami.
Tipe Trauma Gejala Klinis
Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan
Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia
Kontusio Awal : pemeriksaan dapat normal
Dapat progresif menjadi thrombosis
Kompresi eksternal Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi
normal ketika fraktur diluruskan
2.5. Diagnosis
Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada daerah yang secara
anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi terutama pada kejadian luka tusuk,
luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma tumpul yang berhubungan dengan fraktur dan
dislokasi. Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme,
tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus-
menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pada penelitian terjadi iskemia pada
distal trauma arteri ekstremitas mulai lebih dari 6 jam (golden periode), meskipun tidak selalu
absolut dalam 6 jam pada seluruh trauma. Yang terbaik adalah bila revisi vaskuler untuk
perbaikan aliran darah ke distal tidak melebihi batas aman (golden periode). Pemeriksaan
fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk
mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas
dapat diketahui denganmelihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala
tersebut berupa hard sign dan soft sign.
Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala soft signs
harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah dengan ABI
(ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan adanya trauma arteri. Adanya
psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma penetrasi
ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit atau thrill.
Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse oxymetry, doppler ultrasound
atau duplex ultrasound untuk menentukan lesi vaskular, tapi belum memberikan hasil yang
memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra-operatif yang berguna dalam mengetahui hasil
rekonstruksi secara langsung, apakah masih ada lesi vaskular yang tertinggal.
Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal, dan perencanaan
operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Indikasi untuk melakukan angiografi
di antaranya trauma tumpul yang signifikan pada ekstremitas yang berhubungan dengan
dislokasi dan fraktur, tanda-tanda iskemia atau ABI < 1, trauma penetrasi multipel pada
ekstremitas, dan adanya tanda defisit neurologis. Berdasarkan laporan yang telah
dipublikasikan, pasien dengan luka tembus maupun tumpul yang pulsasi ektremitasnya tidak
terganggu, dengan nilai ankle-brachial indeks (ABI) yang ≥1, tidak memerlukan pemeriksaan
angiografi namun tetap perlu dilakukan pengawasan selama 12 – 24 jam.
Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dapat merekam pantulan gelombang suara yang
ditimbulkan oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk diagnosis
awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis arteri. Ultrasonografi color-
flow duplex (CFD) telah disarankan sebagai pengganti ataupun tambahan pemeriksaan
arteriografi. Keuntungannya adalah sifatnya yang noninvasif dan tidak menimbulkan nyeri.
ARTERI
Untuk mengetahui adanya kerusakan pembuluh darah harus diperiksa :
1. Bagian distal cedera
2. Suhu
3. Pulsasi
4. Warnanya
Derajat III Pembuluh putus total, Perdarahan(+) tidak banyak karena konstriksi pembuluh
darah yang putus, iskemi(+). Pada derajat III pembuluh darah putus total. Perdarahan
yang tidak besar. Arteri akan mengalami vasokonstriksi dan retraksi sehingga
kejaringan karena elastisitasnya, sehingga perdarahan sedang menyebabkan iskemia
tampak jelas di distal. Komplikasi lanjut yang mungkinterjadi adalah syok
hemoragik hipovolemik dan hematoma yang berdenyut. Trauma derajat III ini sering
terjadi akibat luka tusuk laserasi.Penaganan bedah berupa anastomosis antara kedua
puntung arteri dengan atau tanpa interposisi cangkok pembuluh atau interposisi
protesis.
Derajat III Kerusakan seluruh tebal dinding arteri diikuti tergulungnya tunika mediadan
intima kedalam lumen. Perdarahan(+) , iskemi(+) di distal , Komplikasi lanjut
trombosis, stenosis arteri total dan ruptur spontan. Derajat III merupakan kerusakan
seluruh tebal dinding arteri diikuti tergulungnya tunika intima dan media kedalam
lumen serta pembentukan trombus pada tunika adventisia yang utuh. Tidak tampak
perdarahan luar, tetapi terdapat iskemia yang jelas didistal. Komplikasi lanjut berupa
trombosis, stenosis arteri total, dan ruptur spontan. Penanganan berupa reseksi dan
interposisi cangkok vena atau prostesis pembuluh.
VENA
Trauma pada vena biasanya akibat trauma tumpul 7%, luka tembak 52% dan luka bacok
36%. Kerusakan pada sistem vena saja jarang terjadi, trauma vena biasanya bersamaan
dengan kerusakkan pembuluh arteri. Perdarahan yang terjadi berupa rembesan difus yang
sering kali dapat berhenti sendiri.
Penanganan ditujukan pada kontrol perdarahan dengan cara Penekanan digital atau balutan
penekanan, untuk mencegah perdarahan dan masuknya udara kedalam sistem vena karena
dapat menimbulkan emboli udara. Repair trauma venosa jarang timbul Trombophlebitis atau
embolisme pulmoner
Trauma Iatrogenik
Tindakan diagnostic maupun teraupetik dapat menimbulkan trauma arteri derajat 1
baik berupa trauma tumpul yang merobek intima atau trauma tajam yang merobek sebagian
dinding. Penyebab tersering adalah punksi arteri untuk pemeriksaan darah, dialysis darah,
atau penggunaan kateter arteri untuk diagnosis atau pengobatan.
2.5. Tatalaksana
Semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada perdarahan yang banyak dan
atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan pertama adalah
menghentikan perdarahan sedangkan tindakan definitif dilakukan setelah perdarahan
berhenti. Perdarahan diatasi dengan penekanan di atas daerah perdarahan.
Penaganan awal trauma vena dalah kontrol perdarahan, penekanan distal atau balutan
penekanan biasanya akan mengendalikan perdarahan vena dan mencegah udara masuk
(emboli udara) kedalam sitem vena. Bila ekstremitas tidak iskemik, repair awal terhadap vena
yang terluka akan memberikan fasilitasi untuk repair arterial. Trauma vena ektremitas
superior sebaiknya sebaiknya direpair jika mungkin, tetapi ligasi biasanya tidak akan
mengakibatkan morbiditas yang lama. Trauma vena ekstremitas inferior sebaiknya direpair
jika mungkin, terutama vena femoralis dan vena poplitea. Walaupun pada akhirnya terjadi
trombosis pada beberapa repair, periode waktu patensi dapat menurunkan udema akut,
menurunkan perdarahan didistal dan membantu patensi arteri. Jika ligasi diperlukan, bed rest
yang ketat dan elevasi regimen memberikan keuntungan yang bermakna dalam menurunkan
morbiditas. Tidak tampak adanya kejadian tromboflebilitis atau emboli pulmoner yang
mengikuti repair trauma vena.
Arteriografi sangat jarang diperlukan dan hanya pada kasus tertentu saja, misalnya
bila terdapat keraguan antara spasme arteri atau sumbatan, dan pada kasus yang masih
diragukan diagnosisnya (untuk diagnosis dini) atau untuk menentukan lokasi yang tepat dari
trauma untuk kita lakukan eksplorasi. Pendapat lain menulis lebih baik membuka dan
memeriksa kerusakan arteri dari pada menunggu hasil arteriografi supaya tindakan tidak
terlambat. Sebaliknya yang berguna adalah arteriografi intra-operatif dengan maksud supaya
dapat langsung mengetahui hasil rekonstruksi, apakah masih ada lesi vaskuler yang
ketinggalan. Dengan pemeriksaan cara Doppler, (merekam pantulan gelombang suara sel
darah merah) dapat dipelajari keadaan aliran darah dalam pembuluh arteri. Selain untuk
diagnosis alat ini juga digunakan untuk menilai pasca anastomosis arteri.
Setiap kerterlambatan dari tindakan dapat menyebabkan kegagalan tindakan,
walaupun golden period 6-12 jam adalah relatif. Edward dan Lyons mendapatkan jarangnya
terjadi gangren pada rekonstruksi vaskuler dalam 6 jam, tapi terdapat lebih dari 50 % bila
perbaikan setelah 12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas terlihat umumnya pada kulit, tetapi
sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan terhadap iskemia.
Bila disertai dengan perdarahan yang banyak, maka harus segera diatasi dengan
penekanan diatas daerah yang berdarah , jangan dipasang torniket dalam waktu yang lama
karena merusak sistem kolateral yang ikut terbendung. Pertama-tama arteri proksimal harus
dikontrol perdarahannya, biasanya dengan benang kasar yang melingkar arteri (seperti jerat)
kalau perlu dengan klem vaskuler. Ini supaya kita dapat bekerja dengan baik (lapangan
operasi baik). Juga arteri bagian distal harus dijerat.
Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan sebelum eksposur pada cedera. Arteri
proksimal dikontrol dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) atau bila perlu
dengan menggunakan klem vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal.
Terkadang diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus (thromboresistent plastic
tube) untuk mencegah iskemia selama operasi. Debridemen, fasiotomi, fiksasi fraktur,
neurorhaphy, reparasi vena dapat dilakukan kemudian tanpa harus terburu-buru. Pemakaian
heparin secara sistemik pada kasus trauma memang berbahaya, namun pemberian heparin
dosis kecil yang diberikan langsung terutama ke bagian distal dapat mencegah terbentuknya
trombus.
Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma. Reparasi cedera
pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture patch angioplasty, end-to-end
anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra-anatomic bypass graft berguna pada
pasien dengan cedera jaringan lunak ekstensif atau sepsis.
Graft diperlukan untuk mencegah terjadinya penyempitan atau tegangan pada
anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5 cm.. Pada umumnya
graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan vaskuler
Pada trauma vaskular yang disertai dengan kerusakan vena, dapat dilakukan
rekonstruksi tersendiri atau bersamaan dengan kerusakan sistem arteri. Sebaiknya dilakukan
penyambungan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan thrombus yang terjadi terutama pada
vena utama, sedangkan vena yang kecil dapat diikat saja. Hal ini dapat menolong untuk
mengurangi edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada penderita trauma vaskular
dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat serta membantu memperbaiki aliran
arteri. Bila terjadi edema yang mengganggu di daerah ekstremitas, maka sebaiknya
dipertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi. Dengan fasiotomi ini diharapkan terjadinya
perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak kerena iskemia akibat oklusi total (ruptur
arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan fasiotomi, iskemia dapat menimbulkan gangren.
Pada oklusi parsial (robekan intima), bila sirkulasi kolateral tidak adekuat maka perfusi yang
tidak sempurna dan iskemia otot menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.
Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan batasan waktu
12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan perbaikan arteri terlebih dahulu.
Untuk menangani fraktur ini terlebih dahulu dilakukan fiksasi eksterna, terutama pada fraktur
ekstremitas bawah karena pada ekstremitas bawah biasanya disertai kerusakan jaringan
lunak.
Trauma tumpul memiliki hubungan yang dengan tingginya kegagalan graft (35%),
dan kegagalan graft menyebabkan harus dilakukannya amputasi. Faktor resiko independen
yang menyebabkan harus dilakukannya amputasi setelah perbaikan arteri adalah oklusi
bypass graft, cedera kombinasi di atas dan di bawah lutut, dan transeksi arteri.
Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah untuk menurunkan angka
amputasi. Untuk mencegah hal ini yang dapat kita lakukan adalah:
a. Secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan
2.6. Komplikasi
Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan perbaikan lesi
pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan yang adekuat. Komplikasi
yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma
palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pasca
operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi lama.
a. Trombus
Beberapa kesalahan teknis yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis:
1. Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa dinding
arteri, dimana platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.
2. Kerusakan arteri yang multipel. Angiografi intra-operatif sangat besar artinya
dalam kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal. Kadang-kadang arus
balik saja tidak cukup untuk menjadi pegangan ada tidaknya lesi vaskular sebelah
distal, karena aliran darah balik dapat pula terjadi melalui kolateral. Akhir-akhir ini
sering dianjurkan untuk membuat arteriografi pra-operatif pada trauma luas.
3. Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada anastomosis
yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan perbandingan 1:500 dapat
dipakai untuk membilas daerah anastomosis dan membersihkan sisa-sisa bekuan
darah yang masih lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas ke arah distal agar
arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada thrombus yang
tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter balon Fogarthy sejauh
mungkin ke distal dan secara hati-hati mendorong trombus keluar. Bila persediaan
ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk menghancurkan thrombus
yang masih tersisa.
b. Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma
vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi. Untuk
membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus cepat
ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang adekuat,
kesinambungan pembuluh vaskular harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian
nutrisi yang baik secara sistemik penting untuk dilakukan. Diperlukan observasi yang
ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan dengan luka terkontaminasi, maka
semua benda asing sedapat mungkin dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan
larutan antibiotik.
c. Stenosis
Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):
1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat atau
pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak cukup.
Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila lesi arteri
tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada otot yang
akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.
2. Hiperplasialapisanintimaterjadidijahitananastomosissetelahbeberapamingguatau
bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.
d. Fistula arteri vena
Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu kelainan bawaan.
Biasanya fistula arteri vena traumatic disebabkan oleh cedera luka tembus yang
mengenai arteri dan vena yang berdekatan sehingga darah dapat langsung mengalir
dari arteri ke vena. Biarpun tidak sering kelainan ini dapat pula terbentuk pada
tindakan arteri yang kurang cermat di daerah yang kaya pembuluh darah.
e. Aneurisma palsu
Penyebab aneurisma palsu adalah luka tembus yang merusak ketiga lapisan dinding
pembuluh arteri secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang disebabkan oleh
kesalahan pada prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan dinding arteri yang
disebabkan oleh jarum atau kateter atau kecelakaan pada waktu operasi hernia
nukleus pulposus dan fraktur ganda tulang pada kecelakaan lalu lintas. Biarpun jarang
trauma tumpul juga dapat menyebabkan terjadinya aneurisma palsu.
f. Sindrom kompartemen
Sindroma kompartemen disebabkan oleh kenaikan tekanan internal pada
kompartemen fascia. Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah dan syaraf tepi.
Perfusi menjadi kurang, serat syaraf rusak dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan
nekrosis otot. Sindrom kompartemen ditandai oleh 5 P yaitu pain, pulseless,
paresthesia, pallor, dan paralysis.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Enma, Z., Kristanto, E., & Siwu, J. F. (2018). Pola Luka pada Korban Meninggal
akibat Kekerasan Tumpul yang Diautopsi di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode
Januari-Desember 2014. e-CliniC, 6(1).
Hansen J.T., 2011. Netter’s Anatomy Coloring Book 2nd ed. : Saunders Publications,
United Kingdom RD collection, 2002. Ultimate Surgery Revealed. 1 ed. Jakarta: s.n.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.pp. 424-425