Anda di halaman 1dari 9

OSTEOMIELITIS KRONIS

PENDAHULUAN Osteomielitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan adanya peradangan pada sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang. Penyakit ini memiliki dua manifestasi yaitu osteomielitis hematogenous dan contiguous osteomielitis dengan atau tanpa insufisiensi vascular yang selanjutnya diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Osteomielitis paling sering timbul dari patah tulang terbuka, infeksi pada kaki penderita diabetes, atau terapi bedah pada luka tertutup. Penyebabnya dapat bervariasi, dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau berbagai organisme lain, dan dapat idiopatik seperti osteomielitis muktifocal kronis yang berulang. DEFENISI Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. ETIOLOGI Permasalahan utama yang terjadi pada infeksi tulang yang kronis adalah mencari penyebabnya. Dimana terapi yang diberikan harus sesuai dengan identifikasi gen penyebab dan keadaan pasien. Terdapat banyak organisme penyebab osteomielitis kronis namun sebanyak 75% penyebab terbanyak adalah Staphylococus aureus. Organisme penyebab lain yaitu Eschericia coli, Proteus atau Pseudomonas. Stafilokokus epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis kronis pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implant.

PATOFISIOLOGI Infeksi terjadi ketika masuknya mikroorganisme melalui darah, secara langsung dari benda-benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma, iskemia, dan benda asing dapat meningkatkan resiko invasi mikroorganisme ke tulang melalui bagian yang terpapar sehingga organisme tersebut lebih mudah menempel. Pada daerah infeksi fagosit dating untuk mengatasi infeksi dari bakteri tersebut, namun dalam waktu yang bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim yang dapat mengakibatkan lisisnya tulang. Bakteri dapat lolos dari proses tersebut dan akhirnya menempel pada bagian tulang yang lisis dengan cara masuk dan menetap pada osteoblas dan membungkus diri dengan protective polysacchariderich biofilm. Jika tidak dirawat dengan benar, tekanan intramedular akan meningkat dan eksudat menyebar sepanjang korteks metafisis yang tipis dan mengakibatkan timbulnya abses subperiosteal. Abses subperiosteal ini dapat meningkat dan menyebar pada bagian tulang yang lain. Pus yang ada dapat menyebar melalui pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraosseus dan gangguan pada aliran darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya thrombosis. Nekrosis pada tulang juga dapat terjadi dan mengakibatkan hilangnya peredaran darah periosteal. Nekrosis pada segmen besar tulang mengakibatkan timbulnya sekuestrum. Sekuestra ini memuat bagian infeksius yang mengelilingi bagian tulang yang sklerotik yang biasanya tidak mengandung pembuluh darah. Kanal harversian diblok oleh jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian periosteum yang mengalami penebalan dan jaringan parut pada otot. Sekuestra merupakan muara dari mikroorganisme dan mengakibatkan timbulnya gejala infeksi. Abses juga dapat keluar membentuk sinus. Sinus dapat tertutup selama beberapa minguu dan memberikan gambaran klinis penyembuhan, dapat terbuka (atau muncul pada tempat lain) ketika tekanan jaringan meningkat. Antibiotic tidak dapat menembus bagian yang avaskular dan tidak efeksi mengatasi infeksi.

Pembentukan formasi tulang baru (involucrum) secara bersamaan dikarenakan periosteum berusaha untuk membentuk dinding atau menyerap fragmen sekuestra dan membentuk stabilitas tulang yang baru. Sekuestrum merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah dari penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulit). Sekuestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar atau dibersihkan dari medulla tulang kecuali dengan tindakan operasi. Morfologi involucrum berfariasi dan memiliki reaksi periosteal yang agresif dan dapat mengakibatkan timbulnya keganasan. Jika respon periosteal minimal, hilangnya segmen tulang baik secara fokal maupun segmental tidak dapat dihindarkan. Gambaran morfologis dari osteomielitis kronis adalah adanya bagian tulang yang nekrosis ditandai dengan tidak adanya oesteosit yang hidup. Kebanyakan mengandung sel mononuclear, granula dan jaringan fibrosa menggantikan tulang yang diserap oleh osteoklas. Jika dilakukan pewarnaan dpat ditemukan beberapa macam organisme. KLASIFIKASI Cierny dan Mader (1990) membagi osteomielitis kronis menjadi empat tipe penyakit anatomik (1-4) dan tiga kategori fisiologis (A, B, dan C). Pembagian ini dbuat berdasarkan keadaan inang, keadaan anatomi tulang, faktor terapi dan faktor prognosis. Klasifikasi anatomik osteomielitis kronik Cierny & Mader : Type 1 : Endosteal, medullary lesion Type 2 : Superficial osteomyelitis limited to the surface Type 3: Localized, well-marked lesion with sequestration and cavity formation Type 4 : Diffuse osteomyelitis lesions

Klasifikasi fisiologis osteomielitis kronik Cierny & Mader. Inang dibagi menjadi A, B, dan C. Inang kelas A adalah pasien dengan karakteristik fisiologis, metabolic dan imunologid normal. Inang B adalah terganggu secara local, sistemis atau keduanya. Tujuan utama terapi pada inang B adalah untuk menghilangkan factor pengganggu yang membedakannya dari inang A. Sedangkan inang C adalah pasien dengan terapi infeksi tulang lebih parah dari infeksi itu sendiri atau seseorang yang sangat sakit sehingga dengan tindakan operatif tidak memungkinkan GAMBARAN KLINIS Presentasi pada pasien dengan Osteomielitis Kronis biasanya merupakan efek jangka panjang, berupa keluarnya sinus atau adanya nyeri tulang kronik setelah mendapatkan terapi. Pasien juga terkadang mengalami eksaserbasi akut dan biasanya memiliki riwayat osteomielitis sebelumnya, biasanya pada waktu kecil. Demam pada umumnya tidak khas kecuali terdapat obstruksi pada sinus yang mengakibatkan timbulnya infeksi pada jaringan. Pada anamnesis biasanya didapat riwayat fraktur terbuka atau riwayat osteomielitis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri pada tulang, bengkaknya jaringan, dan kemerahan. Sinus, fistel, dan sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan dapat ditemukan pada saat pemeriksaan fisik. Pada kasuskasus jangka panjang biasanya ditemukan adanya penebalan pada tempat dimana adanya jaringan parut atau sinus yang menempel pada tulang yang terinfeksi. Selain inu juga didapat kemungkinan adanya cairan seropurulen dan ekskoriasi yang mngelilingi kulit. Juga dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Pada pasien osteomielitis post trauma, tulang kemungkinan mengalami deformitas atau non-union.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboraturium menunjukan adanya peningkatan Laju Endap Darah (LED), leukositosis serta peningkatan titer antibodi antistafilokokus. Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya. Pendekan radiologis pada pasien osteomielitis kronis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui daerah tulang yang terinfeksi (panjang infeksi intramedular yang aktif atau abses pada area yang nekrosis, sekuestrum, dan fibrosis) dan untuk mengetahui jaringan kulit yang terlibat (area selulitis, abses, dan sinus) sehingga pendekatan radiologis memiliki peranan penting dalam mendeteksi infeksi aktif dan menentukan panjang debridement yang diperlukan untuk mengeluarkan bagian tulang yang nekrosis dan jaringan lunak yang abnormal. Modalitas radiologis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

osteomielitis kronis adalah plain photo, ultra sound, nuclear imaging, CTdan MRI. Plain photo merupakan pencitraan awal yang digunakan untuk

mendiagnosis osteomielitis kronis. Modlaitas ini tidak memerlukan biaya banyak, tersedia dimana-mana dan akurat. Dalam mendeteksi osteomielitis kronis, sensitivitas plain photo masih tinggi sekitar 90% pada 3-4 minggu setelah presentasi klinis, walaupun spesifitasnya masih rendah sekitar 30%. Pada plain photo dapat telrihat bone resorption dengan penebalan dan sklerosis yang mengelilingi tulang. Sequestra menunjukan adanya penebalan fragmen yang

tidak alami. Plain photo juga berguna dalam mendeteksi adanya kelainan anatomis seperti fraktur, bony variants, deformitas, benda asing dan udara dalam jaringan. Stress fracture, osteoid osteoma dan penyebab lain dari periosteitis kemungkinan memiliki gambaran yang mirip denga osteom,ileitis kronis.

Plain Photo. Osteomyelitis chronic. Sclerosing ostemoemyelitis of the lower tibia (The bone expansion and marked sclerosis). Source: Web MD

Beberapa penelitian menunjukan penggunaan ultrasound resolusi tingii dapat digunakan untuk mendiagnosis osteomielitis kronis karena dapat mendeteksi reaksi periosteal, reaksi pembentukan tulang baru, dan perubahan jaringan lunak sepanjang tulang. Tetapi ultrasound tidak dapat menungjukan keadaan fisik dari tulang karena refleksi dari gelombang suara oada jaringan lunak ke permukaan tulang. Ultrasonografi juga dapat mendeteksi kumpulan cairan pada subperiosteal atau adanya abses pada jaringan lunak yang terdekat pada tulang. Modalitas nuclear imaging yang dapat digunakan untuk mendeteksi osteomielitis kronis bervariasi, meliputi scanning,
67 99m

Technetium diphosponate bone

gallium scanning, Indium -111 WBC, dan jenis nuclear imaging

lainnya. Metode ini sangat sensitive dan memiliki tingkat radiasi yang rendah. Sensitivitas sekitar 32-100% namun menurun pada anak-anak da orang tua dengan osteoporosis, penyakit vascular perifer yang besar dan penyakit metabolic dan memiliki spesifitas 0-100%. CT scan sangat sesuai dalam mendeteksi adanya sekuestra, hancurnya kortikal, abses jaringan lunak dan ananya sinus pada osteomielitis kronis. Sklerosis, demineralisasi, dan reaksi periosteal juga dapat dilihat dengan

menggunakan modalitas ini. CT scan membantu dalam mengevaluasi keperluan untuk tindakan operatif dan memberikan informasi penting mengenai luasnya penyakit. Informasi ini juga berguna untuk menentukan metoda operatif apa yang digunakan, CT scan juga sangat membantu dlaam melaksanakan biopsi tulang. Keuntungan yang paling penting dari CT scan dapat menunjukan lesi pada medulla dan infeksi pada jaringan lunak. CT scan merupakan modaloitas standard dslam mendeteksi sekuestrum. CT scan juga sangat baik dalam menampilkan tulang belakanbg, pelvis, dan sternum.

CT scan. Osteomyelitis chronic. Vertebral osteomyelitis aaocoated with a psoas abcess. Source: Web MD

Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna dalam mendeteksi infeksi musculoskeletal, dimana setiap batasannya menjadi terlihat. Resolusi spasial yang ditawarkan MRI sangat berguna dalam membedakan infeksi dari tulang dan jaringan lunak, dimana hal ini merupakan permasalahan pada pencitraan radio nuklir. Namun MRI, tidak seperti pencitraan radio nuklir, tidak terlalu tepat untuk pemeriksaan seluruh tubuh dan adanya logam yang tertanam kemungkinan menghambat artifak local. Osteomielitis biasanya tampak sebagai gambaran sumsum tulang yang terlokalisasi dengan adanya penurunan densitas.

MRI. Osteomyelitis chronic. Bone marrow edema of the clavicle and periclavicular fluid (pus). Source: Web MD

PENATALAKSANAAN Pengobatan osteomielitis kronis terdiri atas: Pemberian antibiotik. Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata. Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang yang sehat lainnya dan mengontrol eksaserbasi akut. Tindakan operatif. Tindakan operatif dilakukan bilka fase eksaserbasi akut telah reda setelah pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk mngeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai kejaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan pananaman rantai antibiotik didalam bagian tulang yang terinfeksi. Tindakan operatif juga bertujuan sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotic mencapai sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut. KOMPLIKASI Terdapat resiko munculnya septic arthritis pada daerah dimana metafisis terdapat pada bagian intraartikular (seperti pada proksimal femur, proksimal radius, proksimal humerus, distal fibula). Risiko meningkat pada anak-anak berusia kurang dari 2 tahun sebagai akibat dari uniknya pembuluh darah pada

anak-anak. Dimana pembuluh darah metafisis dan epifisis pada

anak-anak

berhubungan sampai sekitar umur 12-18 tahun dimana fisis berperan sebagai perisai mekanis terhadap penyebaran infeksi. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa kontraktur sendi, penyakit amiloid, fraktur patologis, perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis (karsinoma epidermoid, ulkus marjolin), kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan.

REFERENSI 1. Khan AN. Osteomyelitis chronic. Tersedia dalam :

http://emedicine.medscape.com/article/393345-overview 2. Harrisons Principles of Internal Medicine. New York. McGraw Hill. 2005. 3. Fakultas Kedokteran FK UI. Radiologi Diagnostik FK UI. Jakarta. EGC. 4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC: 2004. 5. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta. PT Yarsif Watampone:2007. 6. Nopriantha, Sitanggang. Temuan radiologis pada osteomielitis kronik. Bali. Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (RSUP Sanglah).

Anda mungkin juga menyukai