Anda di halaman 1dari 34

CASE BASED DISCUSSION (CBD)

OSTEOARTHRITIS GENUE

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Bedah
di RSUD RAA. Soewondo Pati

Oleh :
Dina Nurhayati
30101306918

Pembimbing:
dr. Khozin Hasan, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH


RSUD RAA. SOEWONDO PATI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 Tahun 6Bulan 4Hari
Berat Badan : 60 kg
Agama : Islam
Alamat : Tunjungrejo 1/6 Margoyoso, Pati, Jawa Tengah
No. RM : 165***
Ruang : Mawar
Kelas : III

b. Keluhan Utama

Nyeri pada lutut kiri.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Orthopedi RAA Soewondo Pati tanggal 9
Agustus 2017 dengan keluhan nyeri pada lutut kiri yang disakan terus
menerus. Nyeri pada lutut kiri dirasakan semakin hebat saat digunakan
untuk berjalan dan setelah aktivitas berkepanjangan. Nyeri berkurang saat
istirahat. Nyeri dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Kemudian pasien
disarankan untuk foto rontgen. Dari hasil foto rontgen tersebut didapatkan
kesan OA Genu grade III sehingga pasien disarankan untuk rawat inap untuk
dilakukan tindakan TKR (Total Knee Replacement) pada tanggal 15
Agustus 2017.

2
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat : disangkal


Riwayat operasi : disangkal
Riwayat opname : disangkal
Riwayat hipertensi : diakui
Riwayat DM : diakui sejak 4 tahun yang lalu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal

1.2. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak kesakitan
 Status kesadaran : E4V5M6, composmentis
 TTV
- TD : 150/90 mmHg N : 88x
- S : 36,2 °C RR : 20x

b. Status Gizi
Baik
c. Status Lokalis
 Look : Oedem (+), eritema (-)

 Feel : Nyeri tekan (+), sensibilitas (+), krepitasi (-)

 Movement : Nyeri gerak (+), Nyeri saat berdiri dan berjalan, ROM
tidak dinilai

3
1.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
X Foto Rontgen Genue Sinistra AP-Lateral:

Interpretasi :
 Struktur tulang baik
 Tampak osteofit pada os patella
 Osteofit multiple pada condyles lateral dan medial os tibia dan femur
 Eminentia intercondyloris meruncing
 Sela sendi femorotibia medial menyempit
Kesan :
Sesuai gambaran osteoarthritis genu sinistra (grade 3 Keli Gren-Lawrence)

1.4. PENATALAKSANAAN
a. FARMAKOLOGIS
Obat Anti Tuberkulosis
-Rifampisin 450 mg
- Pirazinamid 500 mg
- Isoniasid 300 mg
-Etambutol 250 mg
Obat Anti Inflamasi Non steroid
-Aspirin 500 mg

4
b. PEMBEDAHAN
Total Knee Replacement (TKR) dilakukan pada hari Selasa tanggal 15
Agustus 2017

5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan
Osteoarthritis Genu merupakan penyakit sendi yang paling umum dan
terbanyak di dunia. Prevalensi penderita OA di seluruh dunia adalah sekitar
9% pada laki-laki dan 18% pada perempuan (Mody & Wolf, 2003). Dan di
Amerika diperkirakan 60% dari orang dewasa memilki OA Genu. Prevalensi
terjadinya OA lutut adalah berkisar 23,3% pada usia 50-59 dan 25,5% pada
usia 60-69 tahun. Prevalensi terjadinya OA akan meningkat seiring
bertambahnya usia dengan usia terbanyak pada kelompok 50-69 tahun.
Diketahui juga, bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap angka
prevalensi OA lutut dimana prevalensi nya lebih besar pada kelompok jenis
kelamin perempuan.
Di Indonesia, Osteoarthritis merupakan penyakit rematik yang paling
banyak ditemui, dan berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa tercatat ada 8,1% dari total penduduk,
mengalami kasus OA di Indonesia. Berdasarkan data Kongres Nasional Ikatan
Reumatologi Indonesia (2005), di kabupaten Malang dan kota Malang
ditemukan prevalensi sebesar 10 dan 13,5%, dan di Jawa Tengah kejadian
penyakit Osteoarthritis sebesar 5,2% dari total penduduk.

2.2. Anatomi & Biomekanik Genu


a. Os Femur
Os Femur merupakan tulang paling panajang dan paling berat pada tubuh.
Femur terdiri dari corpus, collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada
corpus kita bedakan menjadi tiga bagian yaitu, facies anterior, lateral dan
medial.

7
b. Os Patella
Os patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. Os
patella berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari os patella menghadap ke
arah distal.

c. Os Tibia
Os Tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal,
corpus dan ujung distal. Bagian tulang tibiae yang membentuk sendi genue
adalah bagian proximal. Pada bagian proximal terdiri atas condylus
medialis tibiae.
d. Os Fibula

8
Pada Os fibula ini berbentuk kecil terletak disebelah lateral dan fibula juga
terdiri dari tiga bagian yaitu : epiphysis proximalis, diaphysis dan epiphysis
distalis.

Sendi lutut merupakan sendi yang paling besar dan kompleks pada
tubuh manusia. Sendi lutut didesain untuk mobilitas dan stabilitas. Sendi
lutut berfungsi untuk menopang tubuh ketika berdiri dan berjalan. Selain
berjalan, lutut juga merupakan unit fungsional primer dalam aktivitas yang
memerlukan pembebanan seperti memanjat, duduk, berdiri, melompat, dan
lain-lain (Sudaryanto & Anshar, 2011).
Sendi lutut terbentuk oleh Tibiofemoral joint dan Pattelofemoral
joint. Kemudian dilapisi oleh kapsul sendi yang lentur, dan disertai
beberapa jaringan konektif seperti bursa (suprapatellaris, subpopliteal, dan

9
bursa gastrocnemius) dan ligamen-ligamen yang memperkuat dan
membantu stabilitas sendi lutut seperti ligament collateral medial,
ligament collateral lateral, ligament popliteal oblique, ligament cruciatum
anterior, ligament ligament cruciatum posterior, ligament tranversal, serta
traktus iliotibialis (Neumann, 2009).
Pada sendi tibiofemoral dibentuk oleh tulang tibia dan femur dan
membentuk biaxial modified hinge joint. Pada ujung permukaan tulang
femur dilapisi oleh kartilago hyaline, dan pada ujung permukaan tulang
tibia dilapisi oleh kartilago hyaline dan dilapisi oleh jaringan
fibrokartolago yang membentuk meniskus. Kartilago hyaline ini berfungsi
untuk mengurangi gaya friksi antar kedua permukaan tulang selama
terjadinya gerakan pada sendi lutut dan meniskus berfungsi memperbaiki
kongruenitas dan sebagai shock absorber antara kedua permukaan sendi
(Sudaryanto & Anshar, 2011).
Sendi lutut diperkuat oleh grup otot besar yang berfungsi sebagai
penggerak utama dan juga berfungsi untuk stabilitas aktif sendi lutut.
Beberapa grup otot tersebut adalah otot quadriceps femoris dan otot
hamstring. Otot quadriceps terdiri dari otot rectus femoris, vastus lateralis,
vastus medialis, dan vastus intermedius. Sedangakan otot hamstring terdiri
dari otot biceps femoris, semimembranosus, dan semitendinosus. Otot
quadriceps berfungsi sebagai ekstensor sendi lutut dengan arah tarikan
yang berbeda-beda setiap bagian otot, sedangkan otot hamsting berfungsi
utama untuk fleksor sendi lutut.

10
Bagian medial pada sendi lutut normal mendapatkan pembebanan
sekitar 70% dari berat badan. Hal ini terjadi oleh karena lintasan dari vektor
ground reaction force (GRF) pada sendi lutut. Lintasan GRF berjalan
melewati bagian medial dan posterior lutut. Momen yang diciptakan oleh
gaya pada sendi lutut ini dibentuk oleh momen gaya fleksi dan adduksi.
Pada pasien dengan osteoarthritis genu akan terjadi peningkatan momen
aduksi pada lutut.

Magnitude pada adduksi lutut menghasilkan penyempitan ruang


sendi, melonggarnya kapsul bagian medial, timbulnya nyeri dan
terganggunya aktivitas fungsional (Reeves & Bowling, 2012). Fenomena
melonggarnya kapsul sendi tersebut juga dikenal dengan istilah pseudo-
laxity. Untuk mengatasi sensasi instabilitas sendi ini otot-otot yang
memperkuat bagian medial mengalami kontraksi untuk menstabilisasi
aspek medial sendi lutut, yang mana hal ini meningkatkan pembebanan
pada bagian medial dan mempercepat proses degeneratif.

11
Penurunan ruang sendi akan meningkatakan gaya reaksi pada sendi
pada bagian medial selama aktivitas berjalan yang akan meningkatkan
gaya friksi pada kedua permukaan sendi. Gaya friksi tersebut dapat
menyebabkan nyeri yang berdampak pada inhibisi otot dan mempengaruhi
aktivitas fungsional. Friksi pada kartilago akan mengganggu
artrokinematika (slide & roll) pada sendi lutut, sehingga akan
mempengaruhi osteokinematika sendi lutut.

2.3. Definisi
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan
kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan
serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–

12
otot yang menghubungkan sendi. Penyakit ini disebut juga degenerative
arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease.

2.4. Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing
negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa arthritis jenis
ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa
dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai pertambahan usia.
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data
radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar usia
lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun.
Osteoarthritis ditandai dengan terjadinya nyeri pada sendi, terutamanya pada
saat bergerak.
Penelitian epidemiologi dari Joern (2010) menemukan bahwa orang
dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan
kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA pada lutut kanan,
sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda
halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut
kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

2.5. Klasifikasi
a. Osteoarthritis Primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya
dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. Meski demikian, osteoartritis primer banyak
dihubungkan pada penuaan. Pada orangtua, volume air dari tulang muda
meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya,
kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang
muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal
kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang dari
sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan

13
tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan
gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas
sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-
pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-sendi. Kasus OA
primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari- hari dibandingkan dengan
OA sekunder.
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu
maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut),
sendi-sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi
apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi
lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia
patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH).
b. Osteoarthritis Sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan
pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,
penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas,
operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.

14
Pada OA terdapat gambaran radiografi yang khas, yaitu osteofit. Selain
osteofit, pada pemeriksaan X-ray penderita OA biasanya didapatkan
penyempitan celah sendi, sklerosis, dan kista subkondral. Berdasarkan
gambaran radiografi tersebut, Kellgren dan Lawrence membagi OA menjadi
empat grade:
1) Grade 0 : normal
2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah
sendi normal, terdapat kista subkondral
4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang,
terdapat penyempitan celah sendi
5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista
subkondral dan sclerosis

15
2.6. Faktor Risiko
Risiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu
tergantung pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor
risiko yang dapat dilihat pada pasien osteoarthritis secara umumnya seperti
berikut:
a. Usia
Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan dengan
bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin
bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi.
b. Berat badan
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan
seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini adalah disebabkan karena
seiring dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban yang akan
diterima oleh sendi pada tubuh makin besar. Beban yang diterima oleh
sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi yang berpengaruh,
contohnya pada bagian lutut dan pinggul.

16
c. Trauma
Trauma pada sendi atau pengunaan sendi secara berlebihan. Atlet dan
orang-orang yang memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoarthritis karena
mengalami kecederaan dan peningkatan tekanan pada sendi tertentu. Selain
itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang telah retak dan telah dilakukan
pembedahan.
d. Genetika
Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis.
Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi dapat
menyebabkan osteoarthritis. Nodus Herberden adalah 10 kali lebih banyak
terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko dua kali lipat jika ibu
kepada wanita itu mengalami osteoarthritis. Nodus Herberden dan Nodus
Bouchard terjadi pada bagian sendi pada tangan.
e. Kelemahan pada otot
Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan terjadinya
osteoarthritis. Kelemahan otot dapat berkurang disebabkan oleh faktor
usia, inaktivasi akibat nyeri atau karena adanya peradangan pada sendi.
f. Nutrisi
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar
vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang
untuk merespons secara optimal proses terjadinya osteoarthritis dan akan
mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan vitamin D mempunyai
efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami
osteoarthritis, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D.

17
Sedangkan menurut Panel on Exercise and Osteoarthritis, Exercise
Prescription for Older Adult with Osteoarthritis Pain; The American
Geriatrics Society (2001), faktor risiko osteoarthritis dapat dilihat pada tabel
II seperti berikut:

Beberapa faktor resiko penyebab terjadinya OA lutut dapat dibagi menjadi


dua yaitu faktor predisposisi dan faktor biomekanik (Maharani, 2007).
Dimana faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat meningkatkan
resiko seseorang mengalami OA lutut sedangkan faktor biomekanik ditinjau
dari pembebanan oleh pergerakan tubuh yang menyebabkan terjadinya OA.
Beberapa faktor predisposisi diantaranya faktor demografi seperti umur,
jenis kelamin, dan ras atau etnis serta faktor genetik, faktor gaya hidup, dan
faktor metabolik masing-masing memberikan kontribusi terhadap terjadinya
kasus OA lutut. Studi menunjukkan bahwa 27% orang yang berusia 63-70
tahun terdiagnosis mengalami OA melalui bukti radiografik dan meningkat
mencapai 40% pada usia 80 tahun lebih (Maharani, 2007).
Beberapa faktor biomekanik yang berpengaruh terhadap angka kejadian OA
lutut diantaranya adanya riwayat trauma lutut, kelainan anatomis yang
dimilki, faktor pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, kelemahan otot,
serta laksitas sendi. Trauma yang serius menyebabkan hampir setengah dari
seluruh kasus OA pada lutut (Goodman & Fuller, 2009). Tidak ada pengaruh
antara lari yang regular dengan lari yang moderat, namun olah raga yang
melibatkan intensitas tinggi, pembebanan langsung pada sendi akibat kontak
dengan pemain lain sangat beresiko meningkatkan kasus OA lutut, terutama

18
pada saat pembebanan langsung pada sendi terjadi secara repetitif dan
melibatkan gaya twisting. Kerusakan pada Anterior Cruciatum Ligament
ditemukan dapat meningkatkan resiko terjadinya OA akibat abnormalitas
gerakan lutut.
Joint Hypermobility Syndrome merupakan suatu kelainan dimana
terjadinya laksitas yang berlebihan pada banyak sendi (multiple) yang
diakibatkan oleh adanya kelainan sistemik pada sintesis kolagen dengan
berkurangnya rasio antara kolagen tipe 1 dengan kolagen tipe III (Pocinki,
2010). Sindroma ini sering diasosiasikan dengan kelainan seperti Ehlers-
Danlos Syndrome, RA, SLE atau Marfan’s Syndrome (Pocinki, 2010) dimana
wanita yang memilki kelainan ini akan mengalami OA lutut lebih cepat dari
keadaan normal. Studi menunjukkan bahwa kelemahan otot juga sangat
berpengaruh terhadap kejadian OA lutut dimana dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara Arthrogenic
Muscle Inhibition (AMI) dengan insiden terjadinya OA lutut yang sangat
dipengaruhi oleh daya kontraksi otot Quadricep (p<0,001) (Rice et al, 2011).

2.7. Patogenesis

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan
tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang

19
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera. Mekanisme
pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :
Kapsula dan ligamen sendi, otot- otot, saraf sensori aferen dan tulang di
dasarnya. Kapsula dan ligamen- ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi.
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan
sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik
yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk
memberikan tegangan yang cukup pada titik- titik tertentu ketika sendi
bergerak.
Otot- otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang
terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi
tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh
permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di
balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang
terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan
berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada
sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting
untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago.

20
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen
tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi
molekul- molekul aggrekan di antara jalinan- jalinan kolagen. Aggrekan
adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan
memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh
elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim
pemecah matriks, sitokin (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang
kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk moleku-molekul matriks
yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh
sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk
memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas
serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari
kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki
efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein
pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian
matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan
degradasi. Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi
memiliki metabolisme yang sangat aktif.
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan
melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago

21
dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-
jalinan kolagen akan mudah mengendur.
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi.
Proses terjadinya penyakit pada Osteoarthritis Genu terdiri dari degradasi
kartialgo, pembentukan tulang baru, dan chronic synovitis.
1. Degradasi Kartilago dan Sinovitis
Secara normal, perusakan dan perbaikan jaringan kartilago articular terjadi
secara seimbang yang dikontrol oleh Sitokin (perusakan) dan Growth
Factor (perbaikan). Namun, pada OsteoArthritis Genu, lebih terjadi
dominasi pada proses kerusakan kartilago. Proses degradasi kartilago pada
OA dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu: I) degradasi proteolitik pada matrix
kartilago, II) Fibrilasi pada permukaan kartilago, III) Chronic Synovitis
(Shamley & Louis, 2005).
2. Pembentukan Tulang Periartikular
Pada Osteoarthritis¸ terjadi pembentukan tulang baru dalam bentuk
subchondral sclerosis serta pembentuk osteophyte. Subchondral sclerosis
terbentuk saat kartilago sendi mengalami kerusakan dan menghilangnya
kemampuan shock-absorber. Menghilangnya kemampuan meredam gaya
tersebut, menyebabkan gaya pembebanan akan ditransmisikan langsung
menuju tulang dan hal tersebut menstimulasi pembentukan tulang baru. Hal
ini menjelasakan terhadap fenomena penebalan trabeculae dan peningkatan
densitas tulang dibawah permukaan tulang pada titik dimana terjadinya
pembebanan maksimal. (Shamley & Louis, 2005)
Substansi kimia seperti Growth Factor yang dihasilkan oleh synovium juga
memiliki andil dalam stimulasi pembentukan tulang baru. Tulang pada
pasien dengan Osteoarhtritis Genu memilki kadar growth factor IGF-1, IGF-
2, dan TGF-β yang lebih tinggi daripada sendi yang tidak memiliki OA.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan OA, terutama pada
hypertrophic OA, cenderung memiliki densitas tulang yang baik dan

22
mengurangi resiko terjadi nya osteoporosis dibandingkan orang yang
normal (Shamley & Louis, 2005),
3. Sinovitis Kronis
Synovial Phagocyte meliputi partikel-partikel yang berasal dari degradasi
kartilago, melepasakan enzim degradatif yang memicu chronic synovitis.
Synovitis diasosiasikan dengan meningkatnya produksi cytokine, kerusakan
kartilago lebih lanjut, dan menyebabkan lebih banyak synovitis, yang
disebut dengan cycle of destruction (Shamley & Louis, 2005). Synovitis
menyebabkan penebalan dan fibrosis pada kapsul sendi yang mana dapat
menghasilkan deformitas sendi.

2.8. Manifestasi Klinis


Gejala pada penyakit osteoarthritis bervariasi, tergantung pada sendi
yang terkena dan seberapa parah sendinya berpengaruh. Namun,gejala yang
paling umum adalah kekakuan, terutamanya terjadi pada pagi hari atau setelah
istirahat, dan nyeri. Sendi yang sering terkena adalah punggung bawah,
pinggul, lutut, dan kaki. Ketika terkena di daerah sendi tersebut akan
mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan seperti berjalan, menaiki
tangga, dan mengangkat suatu beban. Bagian lain yang sering terkena juga
adalah leher dan jari, termasuk pangkal ibu jari. Ketika bagian jari dan sendi
tangan terkena, osteoarthritis dapat membuatkan keadaan bertambah sulit
terutamanya untuk memegang suatu objek dan untuk melakukan pekerjaan.
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan- keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan
Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA
masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat

23
dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan
dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber
dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu
penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular
menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit
yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di
dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi
dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris

24
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
g. Tanda- tanda peradangan
Tanda- tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda- tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut.
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.

2.9. Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis dapat dilakukan mendasari pada gambaranklinis dan
temuan pada hasil radiografis.
a. Anamnesis
Nyeri pada sendi, lokalisasi tidak jelas, nyeri bertambah ketika terjadi
pergerakan dan berkurang ketika beristirahat, nyeri dan kaku pada sendi
pada pagi hari, kaku setelah tidak beraktivitas, umumnya akan timbul
secara perlahan-lahan.
b. Pemeriksaan Fisik
Peradangan pada sendi dapat dilihat karena adanya hipertrofi tulang,
dimana kulit di bagian atasnya berwarna merah, terasa nyeri, dan juga
terdapat Nodus Bouchard pada proksimal interphalangeal yang dapat
terjadi deformitas (kelainan bentuk).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah dan cairan sendi biasanya tidak menunjukkan
kelainan, tetapi laju endap darah (LED) meninggi.

25
d. Gambaran Radiologi
Terdapat beberapa metode yang dapat digunnakan untuk mendapatkan
gambaran radiologi, yaitu seperti berikut:
1) Plain radiography
Diagnosis dapat dilakukan menggunakan metode plain radiography ini
karena metode ini merupakan metode yang cost–effective dan hasilnya
dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Metode radiografi ini dapat
menggambarkan terjadinya
hilangnya sendi, atau terdapatnya ruang, serta tulang subchondral
sclerosis dan formasi kista.

Normal Osteoarthritis

2) Computed tomography (CT) scanning


Metode ini jarang digunakan dalam diagnosis osteoarthritis primer
(idiopatik). Namun dapat digunakan dalam mendiagnosis malaligment
dari sendi patellofemoral atau sendi pada kaki dan pada pergelangan
kaki.

26
3) Magnetic resonance imaging (MRI)
Metode ini tidak perlu dilakukan pada kebanyakan pasien dengan
osteoarthritis, kecuali pada kondisi tertentu yang mengharuskan
menggunakan metode ini. MRI dapat langsung memvisualisasikan
tulang rawan artikular dan jaringan sendi lainnya (misalnya meniskus,
tendon, otot, atau efusi).

4) Ultrasonography
Metode ini tidak ada peran dalam penilaian klinis rutin bagi pasien
dengan osteoarthritis. Namun, metode ini sedang diselidiki sebagai alat
untuk pemantauan degenerasi tulang rawan, dan dapat digunakan untuk
suntikan pada sendi yang sukar untuk dilihat tanpa di scan.

27
2.10. Terapi
a. Terapi Non-Farmakologis
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai.
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
3) Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat
badan berlebih.
b. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.

28
1) Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS
lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat
pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.

2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.

c. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Terdapat beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan. Antara
pembedahan yang dapat dilakukan jika terapi pengobatan tidak dapa
berespon dengan baik atau tidak efektif pada pasien adalah Arthroscopy,
Osteotomy, dan Arthroplasty.

1) Arthroscopy atau teropong sendi


Arthroscopy atau sering dikenal sebagai operasi teropong sendi
merupakan tindakan bedah dengan 2 sayatan kecil (minimal invasive
surgery) dengan panjang sayatan kurang dari 1 cm. Sayatan yang
pertama untuk memasukkan kamera (endoscopic camera) dan sayatan

29
kedua untuk memasukkan alat yang akan bekerja. Beberapa tindakan
yang dapat dilakukan pada pasien osteoarthritis :
- Membersihkan permukaan sendi dari tulang rawan yang telah rusak
- Merangsang tulang rawan agar tumbuh kembali
- Mencangkok tulang rawan
- Memperbaiki atau rekonstruksi dari pengikat-pengikat sendi
- Mengambil pengapuran yang lepas yang menghambat pergerakan
sendi

2) Osteotomy atau realignment procedure


Osteotomy secara harfiah berarti “pemotongan tulang.” Pada osteotomy
lutut, salah satu sisi os tibia atau os femur dipotong dan diluruskan untuk
meringankan tekanan pada bagian lutut yang bermasalah. Dengan
memindahkan berat dari sisi yang rusak ke sisi yang normal, osteotomi
dapat meringankan nyeri dan secara signifikan meningkatkan fungsi
pada lutut. Ini juga dilakukan untukk mengoreksi atau meluruskan

30
tungkai yang bengkok. Kebanyakan osteotomi pada osteoarthritis lutut
untuk mengoreksi kaki busur (varus) yang menaruh beban terlalu
banyak pada bagian dalam (aspek medial) lutut. Ada 2 macam teknik
yang digunakan, yaitu opening wedge HTO atau closing wedge HTO.

3) Arthroplasty atau joint replacement


Arthroplasty merupakan pembedahan yang dilakukan untuk
merekonstruksi atau mengganti sendi yang bermasalah dengan sendi
tiruan dari bahan dasar metal, karet silicon, atau plastik. Tindakan ini
dilakukan dengan meratakan ujung-ujung tulang yang bersendi dan
melapisinya dengan implant sehingga permukaan sendi menjadi simetris
dan pergerakan sendi tidak nyeri lagi. Tindakan ini dilakukan pada kasus
osteoarthritis berat dimana tidak responsif dengan semua pengobatan
yang telah diberikan.

31
2.11. Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan
sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya
terkait dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis. Umumnya baik.
Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya
kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila pengobatan
dengan menggunakan obat tidak rasional pada pasien.

32
KESIMPULAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non


inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi
tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran
sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan,
khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut juga
degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease.
Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka
di usia lanjut atau usia dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di
negara berkembang

33
DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines:


Arthritis Rheum 43(9):1905-15, 2000.

Berenbaum, F., Osteoarthritis: Pathology and Pathogenesis in Klippel, J. H., Stone,


J. H., Crofford, L. J., White, P. H. (eds) Primer on The Rheumatic
Diseases,2008. 13th ed., pp. 229-34. Arthritis Foundation, New York.

Dieppe, P.A., Osteoarthritis: Clinical Feature in Klippel, J. H., Stone, J. H.,


Crofford, L. J., White, P. H. (eds) Primer on The Rheumatic Diseases,
2008.13th ed., pp. 224-28. Arthritis Foundation, New York

National Prescribing Service (NPS). Analgesic options for pain relief. NPS News.
August 2006 (amended Oct 2006);47.

Osteoarthritis. The care and management of osteoarthritis in adult. National


Institute of Health and Clinical Exellence, Februari 2008. NICE Clinical
Guideline 59.

Rasad K, Ekayuda. 2005, Radiologi Diagnostik, Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis,;


2014http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoart
hritis_2014.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai