Anda di halaman 1dari 27

FRAKTUR CRURIS

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang.Fraktur dapat bersifat total
ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot
dan persarafan. Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering
patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 1

FRAKTUR CRURIS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi
Fraktur cruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal ini
diakibatkan susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya ditutupi
jaringan subkutan, sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur cruris terbuka yang
menimbulkan masalah dalam pengobatan.
Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:
1.otot ekstensor
2.otot abductor
3.otot triceps surae
4.otot fleksor
Keempat grup oto tersebut membentuk 3 kompartemen
Grup I

:memebentuk kompartemen anterior

Grup II

:membentuk kompartemen lateral

Grup III+IV
kompartemen

:membentuk

kompartemen posterior yang terdiri


superficial dan kompartemen dalam.

dari

Arteri:
1.arteri tibialis anterior
2.arteri tibialis posterior
3.arteri peroneus
Saraf:
1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan abductor
triceps

2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan otot
surae.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 2

FRAKTUR CRURIS

2. 2 Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,
baik yang bersifat total maupun parsial.

2. 3 Proses Terjadinya Fraktur


Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang
patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan
memuntir (shearing).
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma bisa bersifat :

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan.
Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik


Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi
atau fraktur dislokasi
Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya
pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai


keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Tekanan
yang
kuat
atau
berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 3

FRAKTUR CRURIS
tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan
menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah
dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang
disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada
tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

2.4 Etiologi Fraktur


Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur:

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,


kekuatan, dan densitas tulang.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk
menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress
berulang; (3) fraktur patologis.1
A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera1
Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat
secara langsung ataupun tidak langsung.

Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak juga
rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara transversal atau
membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga terjadi patahan dengan
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 4

FRAKTUR CRURIS
fragmen butterfly. Kerusakan pada kulit diluarnya sering terjadi; jika crush
injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga
dierikan; kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun
sebagian besar fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga (perputaran,
pembengkokkan, kompresi, atau tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme
yang dominan:

Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;


Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;
Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular butterfly;
Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa
situasi tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament
atau tendon.

Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil


jika terkena gaya yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang
abnormal.
B. Fatigue atau stress fracture1
Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat
berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program
berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal
remodelingkombinasi dari esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut
hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang
dan dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang,
mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi
pada individu dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi
dan pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan
pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.
C. Fraktur patologis1
Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena
perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau
Pagets disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang
batas cedera yang menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue
fracture).3 Fraktur juga dapat disebabkan oleh trauma langsung bertenaga tinggi
seperti pada kecelakaan sepeda motor. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma tidak
langsung dimana gaya ditransmisikan melalui tulang dengan terpuntir atau tertekuk.2
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 5

FRAKTUR CRURIS
Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang
terbatas dan pola fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi
energi yang lebih besar sehingga menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih
berat dan kominutif yang berat. Kombinasi kedua mekanisme ini dapat terjadi.4
Prognosisnya ditentukan oleh derajat keparahan cedera jaringan lunak,
jenis fraktur, yang keduanya bergantung pada jumlah tenaga yang ditangkap
ekstrimitas saat cedera.1
2. 6 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat sangat bervariasi, beberapa dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
a.

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).


Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a.

Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
Fraktur Terbuka (Open/Compound),
bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R.Gustilo), yaitu:
Derajat I:
Luka < 1cm.
Kerusakan jaringan sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif ringan.
Kontaminasi minimal.

Derajat II:

Laserasi >1cm.

kerusakan jaringan lunak. Tidak luas, falp/avulsi.

Fraktur komunitif sedang.

Kontaminasi sedang.
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 6

FRAKTUR CRURIS

Derajat III:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/falp/avulsi atau fraktur segmental yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terpapar atau
kontaminasi masif.
Luka pada pembuluh darah arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

Fraktur tertutup

b.

Fraktur terbuka

Berdasarkan komplit atau ketidak-klomplitan fraktur.


1).
Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 7

FRAKTUR CRURIS
2).

c.

Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a. Hair Line Fraktur.
b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 8

FRAKTUR CRURIS

d.

Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

e.

Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

f.

Berdasarkan posisi fraktur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal

g.

Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 9

FRAKTUR CRURIS
2.7 Gambaran Klinis Fraktur3

Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma ringan
dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien
biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut
bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :
1. Syok, anemia atau pendarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen
3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
- Perhatikan adanya pembengkakan
- Perhatikan adanya gerakan yang abnormal
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan keadaan vaskular
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hatihati
- Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma, dan temperatur kulit.
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
3. Pergerakan (Move)
Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pasien
dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 10

FRAKTUR CRURIS
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau
neurotmesis.
5. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfirmasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
- Untuk menentukan teknik pengobatan
- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
- Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI,
tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat
mendiagnosis fraktur.

2.7 Tatalaksana Fraktur1,3,5

Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri
sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan
pertolongan dengan penekanan setempat.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka
itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf ataukah ada trauma
alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 11

FRAKTUR CRURIS

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur


1. First, do no harm
Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa dilakukan
dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien ke rumah sakit
yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan yang lebih
parah.
2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan
reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik apakah terbuka atau
tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai tipe imobilisasi, apakah
eksternal atau internal.
3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik
Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :
Untuk mengurangi rasa nyeri
Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur
berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan
endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen
fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang
progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi dan
menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama setelah
terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur
Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni diindikasikan
hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah terjadinya artritis
degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur biasanya membutuhkan
beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa metode, termasuk
continuous traction, plaster-of-Paris cast, fiksasi skeletal eksterna, dan
fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau
ketidakstabilan reduksi.
Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)
Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses
penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus,
misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau dengan
nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses penyatuan tulang
harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau
lanjut.
Untuk mengembalikan fungsi secara optimal
Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy pada
otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) pada otot
tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik
(isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi,
latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 12

FRAKTUR CRURIS
Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan hukum
alami yang ada.
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik dan
praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan
mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan perlu
pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R), yaitu :

Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur


Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi <5 pada tulang panjang anggota gerak bawah
dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5
inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun
lokalisasi fraktur.
Retention; imobilisasi fraktur
Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.


Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun
sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur yaitu :

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 13

FRAKTUR CRURIS
a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi
terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup,
fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post
reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

Jenis Fiksasi :
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

Gips (plester cast)

Traksi
Jenis traksi :

Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali
ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.


Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat
terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12
kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat
masuknya pin.

Indikasi OREF :

Fraktur terbuka derajat III

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

Fraktur Kominutif

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 14

FRAKTUR CRURIS

Fraktur Pelvis

Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

Non Union

Trauma multipel

b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini
adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
- Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya fraktur
talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur
dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,
fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur.

2.8 Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :1,3
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan
lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin
avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 15

FRAKTUR CRURIS
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan
lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah
dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler
tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah
beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi
jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang
sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 16

FRAKTUR CRURIS

Penilaian Penyembuhan Fraktur


Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis
dan union secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan
daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan
kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita.
Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak
ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 17

FRAKTUR CRURIS
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah
fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan
adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut
dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.

Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya


kalus yang menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali
fragmen-fragmen tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan
umum penderita, umur, lokasi fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi
daerah fraktur dapat berasal dari periosteum, endosteum dan medulla.

Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh Siregar (1998,
Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada penderita paska operasi internal
fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dengan K-nail pada pasien fraktur femur dan
peneliti ini melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta membaginya menjadi:

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 18

FRAKTUR CRURIS
Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union
Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur
Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama dengan lusensi
medulla.
Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara medulla dengan
korteks.
Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari pada korteks.
Pada penelitian berikut ini diamati proses pertumbuhan kalus pada penderita fraktur
tulang panjang Humerus, Radius, Ulna, Femur, Tibia, dan Fibula. Sampai saat ini belum
ditemukan data awal tentang pertumbuhan kalus pada masing masing tulang panjang
tersebut.6

2.9 Komplikasi Fraktur


Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum1,2
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa
emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
b. Komplikasi Lokal1
o Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 19

FRAKTUR CRURIS
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
degenerasi.
Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril
kering dan melakukan pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips.
Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah
yang menonjol.
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma
dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush
atau thrombus.
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan
terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan
torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen
otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 20

FRAKTUR CRURIS
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri),
Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.1

Komplikasi lanjut1,2
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat
deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila
lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur
dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai
potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,
proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum


yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang
tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi
dan penyakit tulang (fraktur patologis)
Mal union

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 21

FRAKTUR CRURIS
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union
(infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu
imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan
sendi menetap.

4.2 Fraktur Tibia dan Fibula1,3


Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau
persendian pergelangan kaki.

Fraktur Kondilus Tibia


Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis serta fraktur
pada kedua kondilus
-

Mekanisme trauma
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya abduksi tibia terhadap femur dimana
kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil
-

Klasifikasi Sederhana (Adam)


1. Fraktur kompresi komunitif
2. Tipe depresi plateau

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 22

FRAKTUR CRURIS
3. Fraktur oblik
-

Klasifikasi kompleks (Rockwod)


1. Fraktur yang tidak bergeser
2. Kompresi lokal
3. Kompresi split
4. Depresi total kondiler
5. Fraktur aplit
6. Fraktur komunitif

Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4mm, sedangkan yang bergeser
apabila depresi melebihi 4mm

Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri
serta hemartosi. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.

Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tetapi
kadang-kadang diperlukan pula foto oblik dan pemeriksaan laminagram.

Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:

Verban elastis
Traksi
Gips sirkuler
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan
beban dan segera mobilisasi pada sendi lutus agar tidak terjadi kekauan sendi
2. Operatif

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 23

FRAKTUR CRURIS
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi mengangkat bagian depresi
dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan
pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian
fragmen terhadap tibia.
-

Komplikasi
1. Genu valgium ; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut ; terjadi karena tidak dilakukan latihan lebih awal
3. Osteoartritis ; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi
sehingga bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut

Fraktur Kondilus Medialis


Sama seperti fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan

Fraktur Diafisis Tibia dan atau Fibula


Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat
juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.
-

Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas
antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas
1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi
pada ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi
otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama
terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
penonjolan tulang keluar kulut

Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokasi fraktur, jenis fraktur,
apakah fraktur pada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja.
Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.

Pengobatan

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 24

FRAKTUR CRURIS
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
imobilisasi, dipasang sampai di atas lutut.

Prinsip reposisi:
o
o
o
o

Fraktur tertutup
Ada kontak 70% atau lebih
Tidak ada angulasi
Tidak ada rotasi

Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara
fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya sulit
dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo
patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan
mereda atau telah terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada:
o
o
o
o

Fraktur terbuka
Kegagalan dalam terapi konservatif
Fraktur tidak stabil
Adanya malunion

Metode pengobatan operatif:


o Pemasangan plate and screw
o Nail intermeduker
o Pemasangan screw semata-mata
o Pemasangan fiksasi eksterna
- Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terbuka kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Komplikasi
1. Infeksi
2. Delayed union atau nonunion
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 25

FRAKTUR CRURIS
3. Malunion
4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)
5. Trauma saraf terutama pada nervous peroneal komunis
6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya
disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

Fraktur Tibia Semata-mata atau Fibula Semata-mata


Fraktur tibia dan fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering mengganggu
terjadinya union hingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.

BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,
baik yang bersifat total maupun parsial.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk
menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress
berulang; (3) fraktur patologis.
Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri
tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik,
perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain,
misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan
abdomen, dan faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal
dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan neurologis , dan
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana dasar
berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang
spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen
fraktur, untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 26

FRAKTUR CRURIS
fungsi secara optimal, mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik
dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien
secara individual.Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,
prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :Recognition, Reduction, Retention, dan
Rehabilitation.

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London:


Hodder Arnold; 2010.
2. Chapman MW. Chapmans orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott
Williams&wilkins; 2001. p 756-804.
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p. 325-6;
355-420.
4. Konowalchuk BK, editor. Tibia shaft fractures [online]. 2012. [cited 2012 Feb 28].
Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984
5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA:
Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.
6. Universitas
sumatera
utara.

Fraktur.

Available

at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf. Accessed
on January 4th, 2014.
7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal Imaging in
Primer of Diagnostic Imaging.4th Edition. United States: Mosby Elsevier; 2007.
8. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.
9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran; 2003.

Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Bhayangkara-Semarang[Type text]Page 27

Anda mungkin juga menyukai