D. P. OKA PERTAMA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS
D. P. OKA PERTAMA
NIM 1014028208
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
VALIDITAS SKOR TARDIVO UNTUK
MEMPREDIKSI TERJADINYA AMPUTASI PADA
KAKI DIABETES DI RSUP SANGLAH
D. P. OKA PERTAMA
NIM 1014028208
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
Lembar Pengesahan
Dr. dr. Ketut Putu Yasa, Sp.BTKV Prof. dr. N.Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
NIP 19601115 198702 1 002 NIP 19430215 196002 1 001
Mengetahui
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP19580521 198503 1 002 NIP 19590215 198510 2 001
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 28 April 2016
Penguji :
1. Dr. dr. Ketut Putu Yasa, Sp.BTKV
2. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
3. Dr. dr. Nyoman Golden, Sp.BS (K)
4. Dr. dr. Nyoman Putu Riasa, Sp.BP-RE (K)
5. Dr. dr. I Ketut Sudartana, Sp.B-KBD
ABSTRAK
Penelitian ini adalah uji diagnostik pada pasien kaki diabetes yang memenuhi
kriteria inklusi. Dilakukan observasi selama 3 bulan sejak pertama kali terdiagnosis
kaki diabetes dan dilakukan penghitungan skor tardivo pada awal observasi, setelah 3
bulan dilakukan evaluasi apakah dilakukan amputasi pada ekstremitas bawah. Analisa
menggunakan tabel 2x2 untuk menentukan sensitivitas dan spesifisitas, analisa kurva
ROC untuk menentukan cut off dengan sensitifitas dan spesifisitas terbaik.
Pasien kaki diabetes dengan skor Tardivo > 16 sebaiknya dilakukan amputasi,
sedangkan skor <16 masih memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa perlu dilakukan
amputasi.
This diagnostic study observed patients with diabetic foot within 3 month.
The Tardivo score was calculated during the first day of observation, and the outcome
was observed at the end of observation. Data then analyzed using 2x2 table, the best
sensitivity and specificity was evaluated using ROC curve.
Twenty six patients meet the criteria of inclusion with an average age of 54
years (42-69), 17 (65,38%) were male. Most of the diabetic foot patient were wagner
4 (65,38%), Wagner 3 (30,77%), Wagner 2 (3.85%). Fourteen patients (53,9%) had
amputation at the end of observation, and most were Wagner 4 (n = 13, 76%).
Clinical symptoms of PAD found on 10 (38,46%) patients and all patients with
symptoms of PAD suffered amputation. The ROC curve analysis shows the cut off
point 16 have the best sensitivity and specificity was 85.71% and 91,67% (CI=95%).
Pertama-tama penulis ingin memaanjatkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, karena atas asung kertha wara nugrahanyha penulis dapat
Tesis ini adalah salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan
pimpin.
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), selaku Direktur Program
mahasiswa Program Combined Degree Program Studi Ilmu Biomedik pada Program
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK selaku Ketua Program
memberikan kesempatan untuk menimba ilmu. Dr. dr. Ketut Putu Yasa, Sp.BTKV
selaku pembimbing utama penelitian yang dengan penuh perhatian dan kesabaran
telah memberikan inspirasi, bimbingan, dan nasehat sehingga mempermudah saya
Prof. dr. N.Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku pembimbing kedua dalam
penelitian ini yang telah memberikan bimbingan dan masukan untuk memperlancar
Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp.BS (K) selaku Kepala Departemen/SMF Bedah
dr. Ketut Wiargitha, Sp.B (K) Trauma selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah
Anda Tusta Adiputra, Sp.B (K) Onk. Sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah
dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M. Kes selaku Direktur Utama RSUP Sanglah
Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar sebagai guru dan teladan saya yang
dengan penuh dedikasi dan kesabaran telah banyak memberikan bimbingan dan
dukungan kepada saya selama mengikuti pendidikan Bedah Umum dan dalam
Orang tua saya, dr I Putu Kertiyasa, Sp.B (alm), Ni Made Sartini, Istri saya dr.
Luh Yuni Wiandari, Putra Saya D. P. Jayendra Putra Wiatama. Atas cinta kasih,
motivasi, dan dukungan yang tiada henti selama saya menjalani pendidikan dokter
Seluruh staf dan paramedis di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah, Ruangan
perawatan Bedah, poliklinik Bedah, Instalasi Rawat Darurat Bedah, seluruh staf
sekretariat Bedah, RSUP Sanglah Denpasar serta Rekan-rekan Residen yang selama
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat, dan mohon maaf atas segala
kekurangan.
D. P. Oka Pertama
DAFTAR ISI
Halaman
Gambar 2.1 Pengaruh peningkatan gula darah terhadap aliran darah dan
perfusi jaringan.............................................................................. 18
Wagner ......................................................................................... 35
Gambar 2.3 Lokasi ulkus. FF, Fore foot; MF, midfoot; HF, hindfoot. Lokasi dari
Gambar 5.1 Kurva ROC kemampuan skor Tardivo dalam memprediksi amputasi
Halaman
PENDAHULUAN
yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya
hormon insulin atau gangguan produksi insulin. Gangguan kerja insulin berujung
pada peningkatan kadar glukosa dalam darah dan mempengaruhi metabolisme tubuh
diabetes melitus, salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit kaki
diabetes. Penyakit kaki diabetes timbul karena adanya vaskulopati dan neuropati pada
jaringan perifer. Ulkus kronis yang timbul pada penyakit kaki diabetes, dapat
ditangani dengan perawatan luka sederhana, modern dressing, debridement, dan pada
luka yang berat mungkin memerlukan amputasi. Amputasi pada penyakit kaki
diabetes merupakan tindakan amputasi non trauma yang paling sering dilakukan dan
Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat 171 juta penderita diabetes
pada tahun 2010 dan diperkirakan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030
(Anonim, 2015). Di Indonesia sendiri, prevalensi diabetes pada tahun 2010 sebesar
8.426.000 dan meningkat menjadi 21.257.000 pada tahun 2030 (Anonim, 2015). Di
1
2
prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% (Anonim, 2009). Indonesia kini telah
Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola
pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang DM
dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural.
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
dapat mengenai organ lain seperti mata, ginjal, kaki, kulit, dan jantung (Singh, 2013).
Komplikasi serius dari penyakit diabetes salah satunya adalah penyakit kaki diabetes /
diabetic foot (DF) dan merupakan komplikasi utama di bidang bedah. Penyakit kaki
diabetes timbul karena adanya gangguan vaskular (vaskulopati) dan gangguan saraf
perifer (neuropati) yang timbul karena diabetes. Ulkus diabetes adalah salah satu
komplikasi DM yang paling serius dan melumpuhkan. Ini adalah penyebab paling
umum amputasi kaki nontraumatik diseluruh dunia. Menurut Boulton, et al. (2005)
penyakit kaki diabetes adalah masalah ekonomi dan sosial utama di seluruh dunia. Di
negara-negara maju, kejadian tahunan ulkus diabetes mencapai 2%, dan merupakan
penyebab utama amputasi non trauma pada pasien dengan diabetes (Boulton, et al.
2005).
3
mereka yang tidak menderita DM. Hampir 14% -24% pasien dengan ulkus diabetes
seseorang hilang karena diabetes. The Global Lower Extremity Amputation Study
Group memperkirakan bahwa 25% - 90% dari semua amputasi dikaitkan dengan
amputasi kaki karena ulkus diabetes akan terus meningkat. Lima belas persen orang
dengan DM akan mengalami ulkus selama hidup mereka, dan 24% orang dengan
disiplin ilmu. Penanggulangan diabetes, kontrol kadar gula darah, penanganan ulkus,
infeksi, gangguan vaskular, gangguan nutrisi dan komorbid yang lain merupakan
tantangan tersendiri bagi dokter maupun petugas medis yang terlibat. Beberapa
jaringan mati, evakuasi nanah dan amputasi. Amputasi merupakan momok tersendiri
diabetes maka tindakan amputasi yang tidak perlu dan pemborosan biaya yang timbul
dokter dan tenaga medis yang terlibat, pengambilan keputusan perawatan pasien
dengan melakukan amputasi atau tidak bukanlah suatu hal yang mudah karena
4
penampakan luar dari luka bukanlah suatu faktor yang berhubungan dengan amputasi
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan suatu sistem atau alat
penyembuhan luka kaki diabetes. Penelitian yang dilakukan oleh Beckert dan rekan
pada tahun 2006 menghasilkan sistem penilaian yang dikenal sebagai DUSS (
Diabetic Ulcer Severity Score). Dimana masing masing parameter memiliki nilai 0
maka prognosisnya akan semakin buruk (Beckert, et al. 2006). Kelemahan sistem
penilaian ini adalah dimana pasien dengan nilai yang sama dapat dimasukkan ke
dalam kelompok yang berbeda dan memiliki prognosis yang berbeda, yang dapat
menimbulkan kebingungan pada dokter yang merawat (Tardivo, et al. 2015). Lipsky
dan kawan-kawan melakukan penelitaian terhadap 3000 pasien diabetes yang dirawat
dengan kaki diabetes terinfeksi dan berhasil mengembangkan dan memvalidasi sistem
skoring risiko amputasi. Faktor - faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian
amputasi antara lain infeksi luka operasi (ILO), vaskulopati, riwayat amputasi
sebelumnya dan kadar leukosit > 11.000/mm3(Lipsky, 2011). Skor lipsky merupakan
namun tidak menjelaskan secara rinci cara menggunakan sistem skor ini (Tardivo, et
al. 2015).
Skor Tardivo adalah suatu algoritma yang dikembangkan oleh ilmuwan Brazil
Jao Paolo Tardivo, untuk memprediksi prognosis pasien dengan ulkus kaki diabetes.
5
Perhitungan skor Tardivo berdasarkan pada tiga variabel yaitu klasifikasi Wagner,
tanda tanda Peripheral Artery Disease (PAD) yang dinilai berdasarkan Peripheral
Artery Disease Classification dan lokasi dari ulkus. Nilai total didapatkan dengan
mengalikan skor dari masing-masing variabel tersebut dan menghasilkan rentang nilai
1 - 32. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tradivo dkk, didapatkan bahwa skor > 12
al. 2105).
Pada penelitian ini diharapkan dapat mengevaluasi gambaran dan sistem skor
tardivo pada pasien dengan kaki diabetes, dimana sistem skoring ini bisa meramalkan
dalam menentukan terjadinya amputasi pada ekstremitas bawah pada pasien dengan
kaki diabetes. Dengan menggunakan skor Tardivo diharapkan didapatkan nilai cut off
manajemen terapi pasien ulkus kaki diabetes. Sehingga kedepanya diharapkan dokter
ahli bedah di RSUP Sanglah dapat memiliki pedoman berupa sistem skor Tardivo
dengan nilai cut off point terbaik dalam pengambilan keputusan tindakan amputasi
pada pasien kaki diabetes. Sehingga pengambilan keputusan amputasi pada pasien
kaki diabetes dapat dilakukan dengan tepat, untuk menghindari tindakan amputasi
yang terlalu agresif dimana sebenarnya ulkus kaki diabetes tersebut masi memiliki
dihindari pada pasien-pasien kaki diabetes yang tidak dapat sembuh dan sebaiknya
diamputasi.
6
3. Mengetahui cut off point skor Tardivo dengan sensitivitas dan spesifisitas
Sanglah.
7
Data dari penelitian ini dapat menjadi data sub bagian Bedah Thorak
selanjutnya.
2. Mengetahui cut off point dengan sensitivitas dan spesifisitas terbaik skor
Tardivo
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
karena glukosa beredar dalam sirkulasi darah dan tidak seluruhnya masuk ke dalam
sel karena insulin yang membantu masuknya glukosa ke dalam sel terganggu
energi. Secara garis besar diabetes melitus terkait dengan supply dan demand insulin
berdasarkan kualitas dan kuantitas dari insulin itu sendiri (Soegondo, 2005).
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Sedangkan
8
9
yang cukup atau ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin yang diproduksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes
dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat
jumlah peyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Anonim, 2011).
mengkhawatirkan dan biaya pengelolaannya pun menjadi 3 kali lipat termasuk biaya
mortalitas dan morbiditas DM. Pemeriksaan laboratorium ini dapat dilakukan untuk
uji saring, diagnosis, pemantauan perjalanan penyakit maupun deteksi dini adanya
mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus tipe lain, dan diabetes
terjadinya destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute seperti
mellitus tipe 2 bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai
defesiensi insulin relative, sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin (Anonim, 2011). Diabetes mellitus tipe lain yang dikarenakan defek
genetik fungsi sel beta karena gangguan pada kromosom seperti kromosom 12, HNF
- 1α, kromosom 7, glukokinase, kromosom 20, HNF - 4α, kromosom 13, Insulin
promoter factor, kromosom 17, HNF - 1β, kromosom 2, Neuro D1, DNA
aldosteronoma. Karena obat / zat kimia yang mempengaruhi kerja insulin seperti
adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya. Infeksi akibat rubella congenital,
antireseptor, dan lainnya. Sindrom genetik lain seperti Sindrom Down, Sindrom
2011). Diabetes kehamilan ialah diabetes yang terjadi pada saat kehamilan yang
seperti keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, keluhan lain dapat berupa lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita (Anonim, 2011). Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu
Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan
glukosa darah kapiler dengan glukometer. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang diabetes. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM
(Ndraha, et al. 2014). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013,
12
kriteria diagnosis diabetes mellitus meliputi satu dari beberapa tes laboratorium
Gejala klinis diabetes disertai dengan kadar glukosa darah acak ≥ 11,1
HbA1C ≥ 6,5 %
2.2.1 Definisi
memberatkan penderita diabetes. Ulkus yang tidak kunjung sembuh disebabkan oleh
International Working Group on the Diabetic Foot kaki diabetes adalah ulkus,
infeksi, dan atau kerusakan dari jaringan, yang berhubungan dengan kelainan
(Katsilambros, et al. 2010). Gangguan pada saraf dan aliran darah ini disebabkan
kerusakan jaringan pada kaki diakibatkan karena neuropati dan atau vaskulopati
13
perifer yang timbul karena gula darah yang tidak terkontrol (Katsilambros, et al.
2010).
diabetes pernah menderita kaki diabetes, dengan lifetime risk sebesar 15% (CDC,
2015). Sebagian besar (60-80%) dari ulkus yang timbul dapat sembuh, sedangkan
sebesar 10-15% tidak sembuh dan sisanya sebesar 5-24% berakhir pada amputasi
Terdapat 3 macam bentuk ulkus diabetes yaitu ulkus neuropati, ulkus iskemia
dikelilingi oleh kalus, tidak nyeri dan berlokasi di atas tulang-tulang yang menenjol
pada jari-jari kaki atau di daerah plantar. Ulkus iskemia biasanya pucat, nekrosis,
sangat sakit, tidak terbentuk kalus dan lokasinya sering pada jari-jari kaki, tepi-tepi
kaki dan tumit (Pinzur, et al. 2009). Luka yang disebabkan oleh neuropati akan lebih
40-70% amputasi non-trauma dikerjakan pada pasien dengan diabetes (Moxey, et al.
2011).
2.2.2 Patogenesis
penyakit arteri perifer dan trauma yang terjadi pada kaki (Alexiadou, et al. 2011).
Neuropati diabetes adalah keadaan yang umum dijumpai pada penderita diabetes,
14
sekitar 90% penderita kaki diabetes menderita neuropati. Kerusakan saraf pada
hilangnya sensasi protektif terhadap nyeri, tekanan dan panas. Disfungsi sistem saraf
infeksi. Penyakit arteri perifer (PAD) lebih sering terjadi 2-8 kali pada pasien dengan
diabetes. Biasanya PAD terjadi pada segmen antara lutut dengan pergelangan kaki
(TASC, 2000). Cidera pada kaki terutama bila disertai infeksi akan meningkatkan
kebutuhan darah, pada pasien diabetes dengan PAD, akan terjadi gangguan suplai
yang dapat berujung pada amputasi (Alexiadou, et al. 2011). Pada pasien dengan
neuropati diabetes, hilangnya sensasi dapat menimbulkan cidera minor yang berulang
ytang tidak dirasakan oleh pasien dan seiring waktu terjadilah ulkus pada kaki yang
Neuropati menyebabkan lebih dari 60% dari ulkus kaki diabetes dan dapat
metabolik, kerusakan sistem imun dan iskemik dari saraf autonom, motorik, dan
dan gangguan fungsi saraf. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar
bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan regenerasi saraf. Kadar
glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product
(AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang
sempit pada ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel).
syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik .Hal ini yang menyebabkan penurunan sensasi perifer dan kerusakan saraf
yang menginervasi otot pada kaki dan vasomotor pada sistem sirkulasi. Penurunan
sensasi menyebabkan pasien rentan terhadap timbulnya cidera yang disebabkan oleh
hal-hal kecil seperti kalus, deformitas kuku, gesekan dengan sepatu dan lain
sebagainya. Cidera-cidera minor ini biasanya tidak disadari oleh pasien sampai terjadi
infeksi dan timbul ulkus. Resiko terjadinya ulkus kaki diabetes pada pasien dengan
tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.
Perubahan ini pada akhirnya berakibat terjadinya perkembangan ulkus, gangrene, dan
resiko kehilangan anggota tubuh (Singh, et al. 2013; Robolledo, et al. 2011).
penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca, dan
femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes
adalah hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density
Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor
membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel (Stillman, et al.
2002).
Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal
pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi
eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler,
kekakuan pada membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan
kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel
17
darah merah bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah
terjadi. Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah.
Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan
berbanding lurus dengan kadar glukosa darah. Penurunan aliran darah sebagai akibat
meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan
merugikan yang ditimbulkan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi
Gambar 2.1
Pengaruh peningkatan gula darah terhadap aliran darah dan perfusi jaringan
(Mathes, 2006).
18
otot polos pada arteri perifer. Sel endotel mensintesis nitric oxide yang menyebabkan
vasodilatasi dan melindungi pembuluh darah dari cedera endogen. Oleh karena itu,
pada hiperglikemia terjadi gangguan sifat fisiologis dari nitric oxide yang biasanya
polos, dan kapasitas antioksidan. Penurunan vasodilator endotelium dan nitric oxide
plasma. Secara klinis pasien memiliki gejala-gejala dari kelainan pembuluh darah
seperti: klaudikasio, nyeri pada saat istirahat (rest pain), tidak teraba pulsasi,
penipisan kulit, hilangnya rambut pada kaki, dan lain-lain (Singh, et al. 2013).
Dibandingkan dengan orang yang sehat sistem kekebalan tubuh pada pasien
dengan DM jauh lebih lemah. Dengan demikian infeksi kaki diabetes pada pasien
menyebabkan peningkatan dari sitokin pro inflamasi dan penurunan fungsi sel
Peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes menyebabkan gagalnya fungsi
pemakaian glukosa, konsumsi O2 dan produksi laktat. Tetapi energi yang disimpan
selama 4 jam tanpa memerlukan tambahan glukosa. Insulin melekat erat pada sel
PMN dan dapat secara terus-menerus menyumbangkan energi yang besar melalui
glukosa, produksi laktat, dan sintesis glikogen menurun pada PMN pasien diabetes
laktat, dan sintesis glikogen akan meningkat bila PMN diinkubasi kembali dengan
Pasien dengan defisiensi kemotaksis PMN dapat menjadi lebih berat apabila
makrofag dan sel endotel yang akan menginduksi terjadinya penumpukan bahan
berlebihan dan trombosis setempat. Selain itu makrofag tersebut dapat melepaskan
sitokin yang akan melukai sel endotel dan meningkatkan pembentukan plak.
Penebalan ini akan menghalangi gerakan keluar masuknya leukosit dan mencegah
difusi insulin serta glukosa yang dibutuhkan leukosit dalam jaringan pada tempat
Selain itu tingginya kadar gula dalam darah merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Organisme yang paling dominan pada infeksi kaki
diabetes adalah kuman aerob gram positif seperti Staphylococcus aureus dan
tendon, otot, dan fasia tidak bisa menahan infeksi. Selain itu, beberapa kompartemen
di kaki saling berhubungan dan tidak bisa membatasi penyebaran infeksi dari yang
satu ke yang lain. Infeksi pada jaringan lunak ini dengan cepat dapat menyebar ke
tulang menyebabkan osteoitis. Jadi ulkus sederhana pada kaki dapat dengan mudah
kelemahan dan musclewasting pada otot-otot intrinsik kecil. Hal ini menyebabkan
hilangnya keseimbangan pada saat berjalan, clawing of toes, dan plantar fleksi
berfungsi sebagai penyeimbang dan menahan phalang agar ekstensi (Rebolledo, et al.
2010).
Gangguan morfologi dan fungsional struktur kaki, jari-jari kaki, dan sendi
mempengaruhi absorbsi dan distribusi tekanan saat berjalan.Efek pada kaki meliputi
cenderung lurus dan kaku. Deformitas equinus dapat terjadi akibat pemendekan
tendon Achilles dan kolaps fascia plantaris, memfasilitasi abduksi dan adduksi kaki
depan. Hal ini menyebabkan terjadinya hammer toes dan tekanan beban tubuh
klasik dengan empat tahap perkembangan. Pada tahap pertama biasanya disertai
riwayat trauma ringan disertai kaki yang panas, merah, dan bengkak. Keadaan ini
harus dibedakan dari selulitis. Tahap kedua terjadi fragmentasi dan fraktur pada
persendian tarsometatarsal. Selanjutnya pada tahap ketiga terjadi fraktur dan kolaps
persendian. Bila pasien tetap berjalan dengan posisi kaki yang tidak tepat maka akan
termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana advanced
Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan
kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguan
berjalan (gait) (Thorne, et al. 2006). Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan
tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya
hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan yang terus
menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas
dan dingin, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam
22
dapat menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang
dipergunakan selama ini. Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang
kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling umum
dipergunakan adalah sistem klasifikasi wagner. Selain itu terdapat pula sistem
Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade
Tabel 2.1
Sistem klasifikasi kaki diabetes menurut Wagner
membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem Texas ini
Tabel 2.2
Klasifikasi University of Texas
Klasifikasi University of Texas
Grade Lesi
0 Pra atau pasca ulcerasi
1 Luka superfisial mencapai dermis atau epidermisatau keduanya
tetapi belum menembus tendon, kapsul sendi atau tulang.
2 Luka menembus tulang atau sendi tetapi belum mencapai tulang
atau sendi
3 Luka mencapai tulang atau sendi
24
1. A : luka bersih
2. B : luka iskemik
bula, dikelilingi oleh kalus, tidak nyeri dan berlokasi di atas tulang–tulang yang
menonjol pada jari–jari kaki atau di plantar pedis. Ulkus iskemia biasanya pucat,
nekrosis, sangat sakit, tidak berbentuk kalus dan lokasinya sering pada jari–jari kaki,
berkaitan dengan fisik atau kimia. Krepitasi yang berkaitan dengan fisik disebabkan
penetrasi dan perforasi udara, sedang yang berkaitan dengan kimia disebabkan kontak
antara tubuh dengan gas, termasuk hidrogen peroksida, benzine, dan kompleks
fakultatif misalnya Klebsiella dan Enterobacter atau bakteri anaerob obligat misalnya
25
karena penanganan kedua keadaan ini sangat berbeda (Sapico, et al. 2000;
sejak lama. Gejala neuropati diabetes yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa
panas di telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki. Manifestasi gangguan
pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat
berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki diwaktu malam, denyut arteri hilang dan
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangmya produksi keringat. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki,
penebalan kuku, kalus pada daerah daerah yang mengalami penekanan seperti pada
tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada
ibu jari (Pinzur, 2006). Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan
lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit
26
dirasakan pasien (Supartondo, 1998). Tergantung dari derajatnya saat kita temukan,
ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada
kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda–tanda infeksi
Pada palpasi dinilai ada atau tidaknya denyut atau pulsasi arteri perifer, tidak
terabanya pulsasi dan kaki teraba dingin dapat diasumsikan bahwa terjadi oklusi
arteri. Palpasi dilakukan pada a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis dan a. tibialis
posterior, dibandingkan kanan dan kiri. Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah
dibedakan dengan kulit yang sehat. Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai
daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi
prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka
penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya
pus. Ulkus harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah
dengan test vaskuler noninvasif, ankle-brachial index (ABI), dan toe systolic
pressure (tekanan darah ibu jari). ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik
betis dengan tekanan sistolik lengan. Pada orang normal ABI > 1, bila ABI < 0,5
menunjukan iskemia yang berat. Toe systolic pressure (tekanan darah ibu jari) lebih
minimal untuk penyembuhan ulkus pada kaki (N: >40 mmHg) (Edmond, 2001).
27
Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri (Pinzur, et al.
2006).
benda asing serta adanya osteomielitis (Levin, et al. 2006). Untuk mengetahui adanya
oklusi pada pembuluh darah maka dilakukan pemeriksaan penujang radiologi seperti
dan non invasif. Pemeriksaan dengan ultasonografi doppler cukup sensitif untuk
angiografi adalah bersifat invasif, memerlukan waktu dan mahal serta menggunakan
kontras yang nefrotoksik, maka arteriografi jarang dipakai (Payne, et al. 2002; Singh,
CT Scan, MRI, Gallium Scintigrahy yang semua ini memiliki resolusi yang sangat
menutup luka yang ada. Penanganan secara umum di biddang bedah dapat hanya
28
berupa perawatan luka, debridement secara bedah maupun biologi, sampai amputasi
derajat penyakit kaki dibetes, ada tidaknya infeksi dan ada tidaknya penyakit arteri
perifer yang menyertai (Stillman, et al. 2008). Selain perawatan di bidang bedah,
primer dan komplikasi lain yang menyertai. Regulasi glukosa darah perlu dilakukan,
meskipun belum ada bukti adanya hubungan langsung antara regulasi glukosa darah
dengan penyembuhan luka. Hal itu disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien
Perawatan ulkus pada kaki diabetes sangat komplek. Perawatan luka terus
menerus dan kontinyu, menghindari area luka dari beban (off-loading), debridement
harus dilakukan pada pasien dengan kaki diabetes. Lamanya penyembuhan penyakit
kaki diabetes sangat bervariasi dengan rentangan waktu beberapa minggu hingga
beberapa bulan bahkan menahun. Penyembuhan ulkus kaki diabetes, dipengaruhi oleh
penyebab dasar dari ulkus tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Yotsu, et al
rate) antara ulkus neuropati, iskemia dan ulkus neuro-iskemia. Berdasarkan penelitian
tersebut didapatkan bahwa rerata waktu dimana 50% pasien telah sembuh adalah 70
hari pada ulkus neuropati, 113 hari pada pada ul;kus neuroiskemia dan 233 hari pada
29
ulkus iskemia. Sedangkan rerata kesembuhan secara kumulatif dalam 1 bulan adalah
32% untuk ulkus neuropati, 0% untuk ulkus neuro-iskemia dan 11% untuk ulkus
iskemia. Sedangkan dalam 3 bulan rerata kesembuhan secara kumulatif adalah 58%,
42% dan 16% (Yotsu, et al. 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Sheehan, et al
(2003) menyimpulkan bahwa penyembuhan luka kaki diabetes pada minggu keempat
dapat memprediksi kesembuhan luka pada minggu ke dua belas (Sheehan, et al.
2003).
2.2.6.1 Debridement
jaringan mati (nekrosis), nanah, jaringan fibrotik, dan kalus. Jaringan mati yang
dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan
debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia,
mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan
nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif) (Jones, 2007; Bloomgarden,
2008).
metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan
nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau
topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti papain,
Agen topikal diberikan pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan
dibanding dengan perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas
dan secara umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki
dasar luka. Teknik debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa
basah-kering (wet-to-dry saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar
luka dan dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan
secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan (Bloomgarden,
2008).
Dan di India ulkus kaki diabetes ini menyebabkan lebih dari 80% amputasi pada
penyakit pembuluh darah, dan deformitas ulseratif yang telah menyebabkan nekrosis
jaringan lunak, osteomyelitis, sepsis, atau nyeri. Secara keseluruhan, diabetes adalah
31
penyebab utama untuk amputasi non traumatik tungkai bawah (Sage, 2006; Weledji,
2014). Selain itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi amputasi pada kaki
diabetes antara lain seperti riwayat ulkus kaki diabetes sebelumnya, usia lanjut,
dengan subyek normal.Prevalensi PAD meningkat pada pasien dengan diabetes dan
berhubungan dengan manifestasi klinis yang berat dan resiko tinggi untuk terjadinya
critical limb ischemia(CLI) dan amputasi ektremitas bawah. PAD pada pasien dengan
diabetes berbeda dalam hal histologi, anatomi dari oklusi pembuluh darah (Graziani,
et al. 2007).
Amputasi pada ekstremitas bawah pada penyakit oklusi pembuluh darah harus
atau osteomyelitis , dan gejala-gejala sepsis. Waktu dan prosedur tindakan tergantung
dari kondisi klinis pasien. Bila terjadi kerusakan jaringan dan berhubungan dengan
infeksi dan sepsis, tindakan amputasi dikerjakan segera untuk menyelamatkan nyawa
2.3.1 Definisi
Penyakit Oklusi Arteri Perifer atau Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah
penyakit karena oklusi pembuluh darah perifer bisa pada aorta, iliaka maupun arteri
pada ektremitas bawah. Sementara itu PAD merupakan faktor resiko utama terjadinya
PAD pada tungkai bawah merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
pasien DM. Prevalensi PAD meningkat secara signifikan pada pasien dengan DM
(Graziani, et al. 2007). PAD dan diabetes memerlukan perhatian sebab dibandingkan
dengan PAD dengan faktor risiko lain, PAD pada diabetes berbeda dalam biologi,
tersering pada pembuluh darah dibawah lutut dan hampir selalu disertai dengan
neuropati. Oleh sebab itu, sering tanpa gejala atau hanya merasakan keluhan yang
tidak jelas tidak seperti gejala klasik PAD seperti klaudikasio intermiten. Sehingga
sebagai konsekuensi dari adanya neuropati, sering penderita PAD dan diabetes datang
33
terlambat dan sudah dengan gejala rest pain, ulkus sampai gangren dan pada akhirnya
ilmuwan Brazil Jao Paolo Tardivo, untuk memprediksi prognosis pasien dengan
ulkus kaki diabetes. Perhitungan skor Tardivo berdasarkan pada tiga variabel yaitu
klasifikasi Wagner, tanda tanda Peripheral Artery Disease (PAD) yang dinilai
berdasarkan Peripheral Artery DIsease Classification dan lokasi dari ulkus. Nilai
total didapatkan dengan mengalikan skor dari masing-masing variabel tersebut dan
skoring yang dikenal sebagai DUSS (Diabetic ulcer severity score). Pada penilaian
seluruhnya bervariasi anatar 0 sampai 4. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka
prognosis akna semakin buruk, namun pasien dengan nilai yang sama dapat
skoring amputasi untuk pasien yang dirawat dengan penyakit kaki diabetes.
Beberapa faktor yang berperan penting terhadap keajadian amutasi antara lain, infeksi
luka operasi, vaskulopaty, riwayat amputasi sebelumnya dan leukosit > 11.000/ mm 3
(Lipsky, et al. 2011). Skor dari Lipsky mampu memprediksi kemungkinan amputasi
pada pasien kaki diabetes, namun sistem skoring Lipsky adalah sistem yang rumit
terdiri dari lima lapis penilaian dengan rentangan nilai 0 sampai 21. Selain itu tidak
terdapat panduan tentang cara penggunaan sistem skor ini (Tardivo, et al. 2015).
amputasi. Skoring ini berdasarakan atas tiga faktor yaitu klasifikasi wagner, tanda
klinis PAD, dan lokasi ulkus pada penyakit kaki diabetes (Tardivo, et al. 2015).
tingkat (grade) dari 0 sampai dengan 5. Tingkat yang digunakan adalah wagner
ulkus, dan hanya terdapat kelainan neuropathy. Pasien dengan derajat wagner 1
Gambar 2.2.
Klasifikasi penyakit kaki diabetes berdasarkan klasifikasi Wagner
(Tardivo, et al. 2015).
35
yang terdiri dari pucat (pallor) pada ekstremitas, Tidak terabanya pulsasi distal, ABI
dibawah 0.7, tidak adanya perfusi distal, sianosis dan ganggrene berkepanjangan.
Pasien tanpa gejala PAD mendapatkannilai 1 (PAD 1) dan pasien dengan gejala PAD
gambar 2.2. Forefoot 1 (FF1) merupakan region dari jari-jari kaki. Forefoot 2 (FF2)
di regio metatarsal, midfoot 3(MF3) merupakan regio yang terdiri dari cuneiform,
cuboid, dan tulang naviculare dibatai oleh sendi Lisfranc dan Chopart. Dan hindfoot
(HF4) merupakan area tumit meliputi kalkaneus dan talus. Masing -masing lokasi
memiliki nilai 1,2,3 atau 4 tanpa melihat apakah lokasi di bagian dorsal atau plantar
Gambar 2.3.
Lokasi ulkus. FF, Fore foot; MF, midfoot; HF, hindfoot. Lokasi dari ulkus sangat
penting dalam menghitung skor Tardivo (Tardivo, et al. 2015).
36
Nilai akhir dari skor Tardivo adalah perkalian total dari masing-masing nilai
dari tiga variabel tersebut dengan rentangan nilai 1 sampai 32. Pada penelitian
kaki diabetes, didapatkan bahwa pasien dengan skor lebih dari atau sama dengan 12
dengan skor lebih rendah (CI 95%, 12,2 -1886,5) (Tardivo, et al. 2015).
Tabel 2.3.
Skor Tardivo berdasarkan klasifikasi Wagner, gejala klinis PAD dan lokasi ulkus