Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“ANEMIA”
Di Ruang IGD RST dr. Soepraoen

Disusun untuk memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Emergency

Disusun Oleh :
I Gusti Ayu Debby Tiana Haneysti
170070301111076
Kelompok 3 Reguler

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

1. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau
sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah
dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002). Anemia adalah
berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan
volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama,
pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

2. Klasifikasi Anemia
2.1 Klasifikasi menurut Depkes RI (2000)
a. Tidak anemia : ≥ 11 gr%
b. Anemia : < 11 gr%
2.2 Klasifikasi menurut WHO
a. Normal : ≤ 11 gr %
b. Anemia ringan : 9-10 gr %
c. Anemia sedang : 7-8 gr%
d. Anemia berat : < 7 gr%
2.3 Klasifikasi menurut Manuaba (2010, p.239)
a. Tidak anemia : Hb 11 gr %
b. Anemia ringan : Hb 9-10 gr %
c. Anemia sedang : Hb 7-8 gr %

Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan menurut:
1) Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi,mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah merah, sedangkan kromik menujukkan warnanya.
Sudah dikenal klasifikasi besar yaitu:
a. Anemia normositik normokrom.
Dimana ukuran dan bentuk sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang normal. (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu
menderita anemia. Penyebab anemai jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis,
penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan
sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada susum tulang.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC
normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat
B12 dan/atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen
yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
c. Mikrositik hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokromberarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang
kurang dari normal(MCV kurang; MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin,
seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital)

Klasifikasi Anemia
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang
dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah merah yang dihasilkan
tidak memadai. Pederita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, dan
trombosit. Secara morfologi sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung
retikulosit rendah atau hilang, dan biopsi sumsung tulang menunjukkan suatu keadaan yang
disebut “pungsi kering” dengan hiplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan
lemak. Langkah-langkah pangobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen
penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan
keadaan ini disebut idiopatik . bebraapa kasusu seperti ini diduga merupakan keadaan
imunologis.
Faktor resiko anemia aplastik :
 Agen antineoplastik
 Terapi radiasi
 Berbagai obat seperti anti konvulsan, pengobatan tiroid, senyawa emas dan
fenilbutason.
 Benzen
 Infeksi virus (khususnya virus khusunya virus hepatitis)

b. Anemia Defesiensi Besi


Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagaianemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Difisensi besi merupakan
penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terdapat pada wanita usia subur, sekunder
karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama
hamil.
Penyebab lain defesiensi besi adalah:
 Asupan besi yang tidak cukup, misalnya pada bayi yang hanya diberi makan susu
belaka sampai usia 12 – 24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan
sayuran saja.
 Gangguan absobsi, seperti setelah gastrektomi
 Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan pada saluran cerna yang
lambat karena polip, Neoplasma, gastritis, varises osefagus, makan aspirin, dan
hemoroid.
 Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 sampai 5 g
besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya, hampir duapertiga besi
terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan dan kematian sel dan
diangkut melalui transferin plasma kesumsum tulang untuk eritripoesis. Dengan
kekecualian dalam jumlah yang kecil sekali dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-
enzim hem, seperti sisanya disimpan dalam hati, lipa dan dalam sumsung tulang
sebagai feretindan sebagai homosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Tanda dan gejala
Gejala-gejala yang ditunjukkan; (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/100 ml; Hb 6-7
mg/100ml) mempunyai rambut yang rapuh, dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah
dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu, atropi papils lidah
mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilap, merah daging, meradang dan sakit.
Dapat pula timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit
disudut-sudut mulut.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir
normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit
mikrositik dan hipokrom (MCP dan MCHC berkurang, dan MCH berkurang) disertai
dengan poikilisitosis dan anisosotosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang.
Kadar besi berkurang walaupun kapasitas mengikat besi serum total meningkat.

c. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik diklasfikasikan menurut morfologinya sebagai anemia
makrositik normokrom.
Penyebab
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defesiensi vitamin B12 dan asam folat
yang mengakibatkan sitesis DNA terganggu. Defesiensi ini mungkin sekunder karena
malnutrisi, malabsobsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia pernisiosa
dan pos gastrektomi), infestasi prasit, penyakit usus, dan keganansa, serta agen
kemoterapik. Invidu dengan infeksi cacing pita (dengan, Diphilloborithrium latum) akibat
makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompertisi dengan hospes dalam
mendapatkan vitamin B12 dari makanan. Yang mengakibatkan anemia megaloblastik.
Tanda dan gejala
Selain gejala-gejala anemia seperti yang dijelaskan sebelumnya, penderita anemia
megaloblastik sekunder karena defesiensi folat dapat seperti malnutrisi dan mengalami
glositis berat (radang lidah disertaai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar
folat serum juga menurun (<4ng/ml). Hitung retikulosit biasanyan berkurang disertai
penurunan hematokrit dan hemoglobin.

3. Etiologi Anemia
Anemia dapat pula diklasifikasikan menurut etiologinya, penyebab utama yang diperkirakan
adalah:
a. Meningkatnya kehilangan sel darah merah
` Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarah atau
penghancuran sel.Perdarahan dapat diesebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat
perdarahan kronik karaena polip pada colon, penyakit-penyakit keganasan , hemoroid,
atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan
nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang
memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan
penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah sendiri terganggu
adalah:
 Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, mislnya anemia
sel sabit.
 Gangguan sintesis globin. Misalnya talasemia.
 Gangguan membran sel darah merah, misalnya sferositosis herediter.
 Defesiensi ensim, misalnya difisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase)
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter, namunhemolisis dapat juga
disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah, yang seringkali memerlukan
respon imun. Respon isoimunmengenai berbagai indvidu dalam spesies yang sama dan
diakibatkan oleh transfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari
pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri, keadaan yang
dinamakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah
pemberian suatu obat tertentu, seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, atau L-dopa,
atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus
eritematous, artritis reumatoid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya
diklasikfikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah;
anti bodi tipe panas atau anibodi tepe dingin.
b. Penurunan atau pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu
(diseritropoesis)
Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori
ini, yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
 Keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukemia, dan multipel
mioloma, obat dan sat kimia toksik, dan penyinaran denan radiasi
 Penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dah hati. Penyakit-penyakit
infeksi dan difisensi endokrin. Kekurangan vitamin penting , seperti vitamin
B12, asam folat, vitamin C dan besi, dapat mengakibatkan pembentukan sel darah
merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia.
Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologi
dan etiologi.

4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinik
Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2008), Tanda dan Gejala Anemia Gizi Besi hampir
sama dengan anemia pada umumnya yaitu :
a. Cepat lelah/kelelahan hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan otot kurang
sehingga metabolisme otot terganggu.
b. Nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimanna otak kekurangan oksigen,
karena daya angkut oksigen berkurang.
c. Kesulitan bernapas, dimana tubuh lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi
pernapasan lebih dipercepat.
d. Palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan denyut nadi.
e. Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan konjungtiva.
Menurut Sarwono (2002), mendiagnosa anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit
karena ditandai ciri-ciri yang khas yakni :
a. Lesu, lemah, letih, lunglai, lelah (5 L)
b. Sering disertai dengan pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, mulut, dan telapak tangan
menjadi pucat.
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda tanda infeksi.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Kadar hemoglobin saja ternyata tidak akurat untuk melihat apakah seseorang
mengalami anemia gizi besi atau tidak. Hal ini disebabkan kadar Hb baru akan terpengaruhi
setelah jangka waktu yang agak lama. Kadar Hb juga tidak bisa menentukan jenis anemia
yang diderita, ibu hamil dengan kandungan zat besi cukup bisa saja mempunyai kadar Hb
yang rendah.
Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2008), Ada tiga cara menentukan anemia gizi besi
dengan melakukan uji laboratorium yang harus dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb
untuk memperoleh hasil yang lebih tepat dalam menentukan anemia gizi besi yaitu :
a. Serum Ferritin (SF)
Ferritin di ukur untuk mengetahui status besi didalam hati, banyaknya zat besi yang
tersimpan dalam hati digambarkan oleh banyaknya ferritin dalam darah. Bila kurang dari
12 ug/I maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.
b. Transferin Saturation (TS)
Kadar besi dan total iron binding capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu
cara menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi kadar besi menurun dan
TIBC meningkat. Bila TS lebih kecil dari 16% pembentukan sel-sel darah merah dalam
sumsum berkurang.
c. Free Erythrocyte Protophorphyrin (FEP)
Sirkulasi FEB dalam darah dapat meningkatkan karena kurangnya zat besi yang
tersedia untuk membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang, walaupun
anemia belum terjadi. Kadar normal FEP antara 35-50 ug/dl RBC. Kekurangan besi
ditunjukan oleh kadar FEP yang lebih besar dari 100 ug/dl RBC. Secara ringkas untuk
menentukan keadaan anemia seseorang dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel. 1Tabel Parameter untuk menentukan status besi
Parameter Anemia/Defisiensi Besi

Serum Ferritin < 12 ug/l


Transferin Saturation < 16%
Free Erythrocyte Protophorphyrin >100 ug/dl RBC
Hemoglobin (Hb) :
Laki – laki dewasa
Wanita dewasa < 13 g/dl
Wanita hamil
< 12 g/dl

< 11 g/dl

Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :


a. Jumlah Hb lebih rendah dari normal (12 – 14 g/dl)
b. Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41%)
c. Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik)
d. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
e. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)

7. Penatalaksanaan Anemia
Penatalaksanaan anemia disesuaikan dengan klasifikasi dan manifestasi klinisnya
7.1. Anemia Defisiensi Besi
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg
yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 g, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria
dan 35 mg/kg BB pada wanita. Umumnya akan terjadi anemia dimorfik, karena selain
kekurangan Fe juga terdapat kekurangan asam folat.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia paling banyak
disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada
seseorang dengan makanan yang baik tidak akan menimbulkan anemia.
Penatalaksanaan :
a. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
b. Pemberian preparat Fe :
Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai
dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak kuat dapat
diberikan bersama makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi
terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat
diberikan oral, maka dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe
( 3mg/kg BB ) untuk tiap g% penurunan kadar Hb di bawah normal
Iron dekstran mengandung Fe 50 mg/ml, diberikan secara intramuscular mula-mula
50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. Dapat
pula diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan, Bila dalam 3-5
menit tidak mnimbulkan reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.
c. Selain itu, pengobatan anemia defisiensi zat besi biasanya terdiri
dari suplemen makanan dan terapi zat besi. Kekurangan zat besi dapat diserap dari
sayuran, produk biji-bijian, produk susu, dan telur.
Obat-obat yang dapat menurunkan absorpsi zat besi dalam tubuh yaitu obat antasida yang
mengandung Al, Mg, Ca2+, Tetracycline dan doxycycline, Antagonis H2, Proton pump inhibitor,
Cholestyramin.
7.2. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan factor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang
merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-
penyakit autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena factor intrinsic ini tidak dijumpai di
Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsic karena
kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya
anoreksia, diare, lidah yang licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan
keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.
7.3. Anemia Defisiensi Asam Folat
Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun-daun yang hijau.
Umumnya berhubungan dengan malnutrisi. Penurunan absorpsi asam folat jarang
ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Juga berhubungan dengan
sirosis hepatis, akrena terdapat penurunan cadangan asam folat. Dapat ditemukan gejala-
gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat. Selain itu juga
perubahan megaloblastik pada mukosa ( anemia megaloblastik ).
Penatalaksanaan :
Pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian /
suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.
7.4. Anemia pada Penyakit Kronik
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial
siderosis. Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah
anemia defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat. Penyakit ini
banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti infeksi ginjal, paru.
Penatalaksanaan :
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah
seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan. Pemberian kobalt
dan eritropoeitin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
7.5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Penyebabnya bisa karena kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen,
insektisida, obat-obat seperti kloramfenikol, sulfonamide, analgesik ( pirazolon ), antiepileptik
(hidantoin), dan sulfonilurea. Pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam dan
perdarahan.
Penatalaksanaan :
a. Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar atau platelet concentrate.
b. Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk mencegah
timbulnya infeksi.
c. Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
d. Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek
samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan
amenore.
e. Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani transplantasi sumsum
tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
f. Transplantasi sumsum tulang.
7.6. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik
sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya
terganggu oleh sebab lain. Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena
reaksi toksik-imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid ( prednisone,
prednisolon ), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat
diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.

8. Komplikasi Anemia
Dampak anemia pada remaja ialah:
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
d. Mengakibatkan muka pucat.
Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari
anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok;
Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia, Kelainan jantung;
Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.
Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk
(2010) dampak anemia pada remaja adalah:
a. Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak
adanya gairah belajar dan konsentrasi.
b. Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna
c. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit
d. Menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot

9. Konsep Keperawatan
9.1 Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat,
dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas
(warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan
dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-
abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera :
biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran
darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti
sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : Keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : Depresi.
d. Eleminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan
sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang
elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya
inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi.
Sensasi manjadi dingin.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan
rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
9.2 Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
b. Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.
d. Kecemasan berhubungandengan perubahan status kesehatan

9. Perencanaan Keperawatan
Diangosa Tujuan Dan Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Perfusi Setelah dilakukan Peripheral Sensation Management
jaringan tidak tindakan keperawatan (Manajemen sensasi perifer)
efektif b/d selama ……… jam  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
penurunan perfusi jaringan klien peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
konsentrasi adekuat dengan kriteria :  Monitor adanya paretese
Hb dan darah, - Membran mukosa  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
suplai oksigen merah kulit jika ada lesi atau laserasi
berkurang - Konjungtiva tidak  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
anemis  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
- Akral hangat punggung
- Tanda-tanda vital  Monitor kemampuan BAB
dalam rentang normal
 Kolaborasi pemberian analgetik
 Monitor adanya tromboplebitis
 Diskusikan menganai penyebab perubahan
sensasi

4 Resiko infeksi Setelah dilakukan NIC :


tindakan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : selama ………. jam  Bersihkanlingkungansetelahdipakaipasienlain
Peningkatan status imun klien  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
resiko meningkat dengan tangan saat berkunjung dan setelah
masuknya kriteria berkunjung meninggalkan pasien
organisme Klien bebas dari tanda  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
patogen dan gejala infeksi tangan
Menunjukkan  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
kemampuan untuk tindakan keperawtan
mencegah timbulnya  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
infeksi pelindung
Jumlah leukosit dalam  Pertahankan lingkungan aseptik selama
batas normal pemasangan alat
Menunjukkan perilaku
 Ganti letak IV perifer dan line central dan
hidup sehat
dressing sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

3 Keletihan b.d Setelah dilakukan Energi manajemen


anemia tindakan keperawatan  Monitor respon klien terhadap aktivitas
selama …….. .keletihan takikardi, disritmia, dispneu, pucat, dan
klien teratasi dengan jumlah respirasi
kriteria :  Monitor dan catat jumlah tidur klien
Kemampuan aktivitas  Monitor ketidaknyamanan atauu nyeri selama
adekuat bergerak dan aktivitas
Mempertahankan  Monitor intake nutrisi
nutrisi adekuat  Instruksikan klien untuk mencatat tanda-
Keseimbangan tanda dan gejala kelelahan
aktivitas dan istirahat  Jelakan kepada klien hubungan kelelahan
Menggunakan teknik dengan proses penyakit
energi konservasi
 Catat aktivitas yang dapat meningkatkan
Mempertahankan
kelelahan
interaksi sosial
Mengidentifikasi
faktor-faktor fisik dan
psikologis yang
menyebabkan kelelahan
Mempertahankan
kemampuan untuk
konsentrasi

Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Johnson, M., et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, dkk, 2001, kapita selekta kedokteran jilid I, media aesculapius fakultas universitas
indonesia, Jakarta.
Patrick Davay, 2002, At A Glance Medicine, Jakarta, EMSPrice & Wilson,; Patofisiologi
Konsep Klinis Proses Penyakit; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1999.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Soeparman dkk.; Ilmu Penyakit Dalam; Balai Penerbit FKUI; Jakarta 1990.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Wikjnjo Sastro Hanifa, 2002, ilmu kebidanan, yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai