BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Intensive Care Unit adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan khusus, yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera
atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial yang mengancam jiwa
dengan prognosis dubia.
Jenis pelayanan yang diberikan di ruang intensif berbeda dengan
pelayanan di ruang rawat biasa, karena tingkat ketergantungan pasien terhadap
perawat ruang intensif sangat tinggi, banyaknya penggunaan alat medis yang
bervariasi, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan, daya analisa dan tanggung jawab yang tinggi serta mampu membuat
keputusan yang tepat dan cepat.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan intensif bagi pasien, sesuai
dengan tugas dan fungsi pemberi jasa pelayanan maka dirasakan perlu untuk
menyusun buku Pedoman Pelayanan Intensive Care Unit RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
B. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan intensif yang ada di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
adalah : Layanan Intensive Care (ICU), Layanan High Care Unit (HCU), dan
Layanan Cardio Vaskuler Care Unit (CVCU).
C. Batasan Operasional
1. ICU (Intensive Care Unit)
Adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan
kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga
kesehatan yang profesional dan terlatih, serta didukung dengan kelengkapan
peralatan khusus.
2. CVCU (cardiovaskuler Care Unit)
Adalah unit perawatan intensif untuk penyakit jantung, terutama penyakit jantung
koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, gagal jantung.
Ruang ini dikhususkan pada pasien yang membutuhkan penanganan intensif dan
dijaga untuk tetap steril
3. HCU (high Care Unit)
Adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi stabil dari
fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih memerlukan
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Sebagai pedoman pelayanan pasien dengan penyakit kritis, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial yang mengancam jiwa
dengan prognosis dubia
2. Tujuan Khusus
a. Mementukan tatalaksana pelayanan pasien ICU, ICCU dan HCU
b. Menentukan Alur pasien ICU ICU, ICCU dan HCU
c. Menentukan Pengobatan dan pemeriksaan pasien ICU ICU, ICCU dan HCU
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Kepmenkes RI No. 1333/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
3. Kepmenkes RI No. 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Departeman Kesehatan
4. Kepmenkes RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan Dan Strategi
Desentralisasi Bidang Kesehatan
5. Kepmenkes RI No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
6. Kepmenkes RI No. 1202/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat
2010 Dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota
7. Kepmenkes RI No. 1203/Menkes/SK/XII/2008
8. Kepmenkes RI No. 1203/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
9. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disesase (Covid-19)
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 Tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus
(Infeksi 2019-nCoV) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan
Upaya Penanggulangannya.
Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang
harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar
pengetahuan, keterampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada di
tempat untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan. Perawatan ini harus
berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang menjamin pasien dikelola dengan cara aman,
manusiawi, dan efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian rupa
sehingga memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil optimal.
C. PENGATURAN JAGA
1. Pengaturan jadwal dinas perawat, PP dan administrasi di ruang ICU/ICCU dibuat
dan dipertanggung jawabkan oleh kepala ruangan ICU/ICCU.
2. Jadwal dinas di buat untuk jangka waktu satu bulan dan disosialisasikan
karyawan ICU/ICCU.
3. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut mengajukan usulan tertulis, sedangkan usulan tersebut bisa
disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apabila tenaga cukup dan tidak
mengganggu pelayanan maka permintaan disetujui).
4. Setiap tugas jaga/shift harus ada penanggungjawab shift dengan syarat perawat
senior pada waktu shift tersebut yang disebut KATIM
5. Jadwal dinas dibagi tiga shift : pagi, sore, malam, libur dan cuti.
6. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai jadwal yang telah ditetapkan, maka perawat yang bersangkutan harus
memberitahu kepala ICU 2 jam sebelum dinas pagi, 6 jam sebelum dinas sore
dan dinas malam. Sebelum memberitahu kepala ICU perawat yang bersangkutan
mencari pengganti jaga, apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan
perawat pengganti, maka perawat yang pada hari itu libur yang menggantikan.
7. Pengajuan cuti di lakukan minimal 2 minggu sebelum masa cuti di mulai
6|ICU Wijaya Kusuma
8. Jadwal dinas di buat 1 minggu sebelum tanggal akhir pada tiap bulannya.
RUANG OPERASI
2 R
I
R. Istirahat
S
dan O
1
mushola L
3
R
I
Ruang loker 2 C
U
1
RUANG ICU
COVID
STASIONER W
spoelhoe KM KM
C
k pasie pasien
n W
C
R. ICCU STASIONER
R PETUGAS
3 2 1
Keterangan :
1. Zona Merah Ruang ICU Covid
2. Ruang Loker
8|ICU Wijaya Kusuma
3. Ruang istirahat / mushola
4. Ruang ICU
5. Ruang HCU
6. Ruang Petugas
7. Gudang alat medis
8. Spoelhoeg
9. Kamar mandi pasien ICU Wijaya Kusuma
B. Standart Fasilitas
Tata letak ruang perawatan intensif memiliki akses yang mudah ke ruang
operasi, ruang gawat darurat, dan ruang penunjang medik lainnya. Standart
ruang ICU yang memadai di tentukan oleh desain yang baik dan pengaturan
ruang yang adekuat berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU.
AREA KERJA
Lingkungan Ada Air conditioner
Suhu 22-24º C 21 - 23º C
Ruang isolasi Ada Ada
10 | I C U W i j a y a K u s u m a
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
4) Elektrokadiogram
a. Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil atau gagal
jantung kongestif
b. Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi
c. AV Block,
d. AF RVR,
e. SVT,
f. Multiple PVC
5) Pemeriksaan Fisik (onset akut)
a. Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
b. Luka bakar >10 % BSA
c. Kejang berlanjut
d. Sianosis
(Sumber: Guidline for ICU admission, Discharge and Triage. Society Of Critical
Care Medicine, 1999)
2. Kriteria keluar
15 | I C U W i j a y a K u s u m a
Pasien yang sudah stabil dan tidak membutuhkan pemantauan yang ketat dapat
dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh DPJP ruang ICU dan
tim yang merawat pasien.
1) Kriteria Umum
a. Bila kondisi psikologis pasien stabil dan kebutuhan monitor dan perawatan
ICU sudah tidak diperlukan lagi
b. Bila kondisi fisiologis pasien memburuk dan tidak ada lagi rencana intervensi
aktif, layak untuk keluar dari ICU dan mendapatkan tingkat perawatan lebih
rendah.
2) Tanda vital
a. Nadi > 60 atau < 100 kali/menit
b. Mean arterial pressure > 65 mmHg
c. Tekanan darah diastolik < 110 mmHg
d. Frekuensi napas 8-30 kali/menit
e. Suhu Tubuh 36 0 C
f. Diuresis > 0,5 ml/kgBB/jam
g. Spo2 > 93 % dengan nasal canul
h. Pasien sadar / tidak sadar sudah terpasang Tracheostomi tube
3) Nilai Laboratorium
a. Natrium serum 125-150 mEq/L
b. Kalium Serum 3-5,5 mEq/L
c. Paow > 60 mmHg
d. pH 7,3-7,5
e. Glukosa serum 80-180 mg/dl
f. Kalsium serum 2,5- mmol/L
g. Laktat plasma perbaikan (kurang dari 2)
(Sumber: Guidline for ICU admission, Discharge and Triage. Society Of Critical
Care Medicine, 1999)
16 | I C U W i j a y a K u s u m a
Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan ICU di rumah sakit dibagi dalam 3
(tiga) klasifikasi pelayanan yaitu:
a. Pelayanan ICU Primer (pada rumah sakit Kelas C)
b. Pelayanan ICU Sekunder (RS tipe B)
c. Pelayanan ICU Tersier (RS tipe A)
Untuk Pelayanan ICU di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Menyelengarakan pelayanan
ICU Sekunder yaitu:
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar pelayanan ICU umum yang
tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yamg lain yang telah digariskan,
misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah syaraf, bedah
vaskuler dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan
ventilasi mekanis yang lama, melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks.
Kekhususan yang harus dimiliki :
1. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang perawatan lain.
2. Memiliki ketentuan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan
3. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan.
4. Memiliki seorang kepala ICU, yaitu seorang dokter konsultan intensive care,
atau bila tidak tersedia dokter spesialis anastesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien perawat
sama dengan 1 : 1 untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1
untuk kasus-kasus lainnya.
6. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif
atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU sekunder
7. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha-usaha penunjang
hidup.
8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, radiologi, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9. Memiliki ruang isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.
17 | I C U W i j a y a K u s u m a
c. Perawat ruang intensif diinformasikan oleh bagian admission terkait dengan
masuk/keluarnya pasien dari ruang intensif.
d. Perawat ruangan menghubungi perawat ruang intensif terkait kondisi pasien yang
akan dirawat di ruang intensif.
18 | I C U W i j a y a K u s u m a
E. MONITORING PASIEN
a. Setiap pasien yang dirawat di ruang intensif dilakukan monitoring tanda-tanda
vital selama 24 jam.
b. Bila ada gambaran monitoring yang menggambarkan kelainan, perawat ruang
intensif menginformasikan kepada DPJP/dokter jaga ruangan.
19 | I C U W i j a y a K u s u m a
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pemasangan CVC kepada penanggung jawab pasien.
Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent pemasangan CVC.
Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pemasangan CVC
2. Pemasangan Stomach Tube
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pemasangan stomach tube kepada penanggung jawab pasien.
Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent pemasangan
stomach tube.
Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pemasangan stomach tube.
3. Pemasangan Endo Tracheal Tube (Intubasi)
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pemasangan ETT kepada penanggung jawab pasien.
Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent pemasangan ETT.
Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pemasangan ETT
4. Extubasi
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pelepasan ETT kepada penanggung jawab pasien
Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pelepasan ETT
5. Balance cairan
Setiap pasien yang dirawat di ruang intensif dilakukan balans cairan sesuai
dengan lembar flow sheet pasien.
Balans cairan dipantau setiap jam sesuai dengan instruksi DPJP.
Kondisi pasien yang terkait dengan balans cairan dilaporkan kepada DPJP
( sesuai dengan keadaan umum pasien ).
Instruksi yang terkait dengan balans cairan diinformasikan sewaktu serah
terima dengan shift berikutnya.
6. Rehabilitasi medis
DPJP menginstruksikan untuk dilakukan rehabilitasi medis dan ditulis pada
rekam medis pasien.
Penanggung jawab pasien diinformasikan oleh DPJP terkait dengan tindakan
rehabilitasi medis.
Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent rehabilitasi medis.
Perawat ruang intensif menghubungi bagian rehabilitasi medis untuk
konfirmasi terkait dengan rehabilitasi medis pasien.
7. Penilaian kematian batang otak
DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien tentang kondisi
kematian batang otak.
DPJP menulis pada rekam medis pasien terkait kondisi kematian batang otak
pasien.
20 | I C U W i j a y a K u s u m a
Perawat ruang intensif menindak lanjuti instruksi DPJP.
I. KONSULTASI
a. DPJP menginformasikan pada penanggung jawab pasien terkait dengan
konsultasi ke dokter spesialis lain.
b. DPJP menuliskan pada rekam medis pasien pada lembar konsultasi
c. Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent
d. Perawat ruang intensif menghubungi dokter spesialis yang dikonsulkan
e. Penanggung jawab pasien diinformasikan tentang hasil konsultasi oleh dokter
konsultan
J.INDIKASI DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN LABORAT DAN RADIOLOGI
a. DPJP menginformasikan indikasi pemeriksaan laborat dan radiologi kepada
penanggung jawab pasien.
b. Penanggung jawab pasien menandatangani formulir inform consent pemeriksaan
laborat dan radiologi
21 | I C U W i j a y a K u s u m a
c. Perawat ruang intensif menginformasikan tentang pemeriksaan laboratorium dan
radiologi kepada bagian terkait
d. Perawat ruang intensif melengkapi formulir pemeriksaan laboratorium dan radiologi
dan menyerahkan kepada petugas administrasi IRNA untuk penginputan data.
e. Pasien ditindak lanjuti sesuai dengan jenis pemeriksaan
K. PENGIRIMAN PASIEN
1. Pengiriman dari ICU ke ruang rawat inap
Penanggung jawab pasien menginformasikan ke ruangan yang dituju,
menanyakan apa ada tempat, bila ada maka ruangan yang dituju menyiapkan
tempat.
Perawat ruang intensif yang bertanggung jawab mengantarkan pasiennya ke
ruang rawat inap yang dituju.
Perawat ruang intensif mengoperkan kondisi pasien dan menyerahkan dokumen
rekam medis pasiennya ke perawat ruangan
2. Pengiriman ke kamar bedah
Perawat ruang intensif menginformasikan rencana operasi kepada perawat di
kamar bedah bila setelah operasi pindah/alih rawat ke ruang bedah.
Perawat ruang intensif menyiapkan pasien untuk tindakan operasi
Perawat ruang intensif mengantar pasien ke kamar operasi
3. Pengiriman rujukan
DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien terkait pemeriksaan
yang akan dilakukan atau dirujuk ke rumah sakit lain
Perawat ruang intensif menginformasikan jenis pemeriksaan yang akan dirujuk
kepada petugas administrasi ICU/ICCU.
Penanggung jawab pasien mengisi formulir inform consent
Perawat ruang intensif menghubungi sopir ambulan untuk informasi
penggunaan mobil ambulan yang akan merujuk
4. Pengiriman ke kamar jenazah
Keluarga pasien dianjurkan untuk menyelesaikan administrasi ke loket
pembayaran
Perawat ruang intensif menyiapkan surat keterangan kematian
Perawat ruang intensif menghubungi petugas kamar jenazah
Jenazah diantar ke kamar jenazah oleh perawat ruang intensif
BAB V
LOGISTIK
B. Perencanaan Peralatan/Peremajaan
23 | I C U W i j a y a K u s u m a
1. Pengertian
Perencanaan peralatan / peremajaan adalah suatu proses perencanaan /
pengadaan peralatan keperawatan baik medis atau non medis yang belum / sudah
dimiliki oleh unit kerja.
2. Tujuan
Memenuhi kebutuhan peralatan keperawatan medis atau non medis di unit
kerja.
Agar peralatan yang ada dapat digunakan sesuai dengan fungsinya
Memenuhi standar pelayanan agar tetap dapat terjaga
3. Prosedur
Kepala ruang intensif care membuat usulan (RKBU) dalam 1 tahun untuk
perencanaan peralatan yang baru / peremajaan yang ditujukan kepada bagian
pengadaan sesuai kebutuhan.
Peralatan yang direncanakan untuk diminta harus disertai dengan spesifikasi
yang lengkap
Kepala ruang membuat telaah staf yang isinya permintaan pengadaan peralatan
yang disertai dengan spesifikasi yang lengkap dan ditujukan kepada direktur.
BAB VI
PATIENT SAFETY
(KESELAMATAN PASIEN)
A. LATAR BELAKANG
24 | I C U W i j a y a K u s u m a
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang
bias berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah
penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan
institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan
pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait
dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hiprocrates kira-kira 2400
tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui
dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan
khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan - KTD (Adverse event) apabila tidak dilakukan
dengan hati-hati. Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan
prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan
non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.
Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan
baik dapat terjadi KTD. Adapun keselamatan pasien (patient safety) menurut
aspek hukum di atur oleh undang undang kesehatan pasal 43 UU No. 44/2009,
yang meliputi:
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
SASARAN II :
PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
26 | I C U W i j a y a K u s u m a
Elemen Penilaian SKP.II.
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
SASARAN III :
PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH-ALERT)
Elemen Penilaian SKP.III.
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang
kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
SASARAN IV :
KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI
Elemen Penilaian SKP.IV.
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi /
time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
SASARAN V :
PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN
27 | I C U W i j a y a K u s u m a
Elemen Penilaian SKP.V.
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
SASARAN VI :
PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH
Elemen Penilaian SKP.VI.
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dll.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
28 | I C U W i j a y a K u s u m a
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15-49 tahun terinfeksi HIV.
Dari keseluruhan kasus baru, 25% terjadi di negara-negara berkembang yang belum
mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus
yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus
secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi ( misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik dll ).
Penyakit hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada
tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C di masyarakat menurut WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak
memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan
untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak
dari penyebaran infeksi dikenal melalui “Kewaspadaan Umum” atau “Universal
Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi
ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus-menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular agar dapat bekerja maksimal.
Tujuan
Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
31 | I C U W i j a y a K u s u m a
A. Angka ketidak lengkapan rekam medis
Status rekam medis pasien ruang intensif yang meninggal dikembalikan ke
bagian rekam medis dalam waktu 2x24 jam dan sudah terisi lengkap
B. Angka kematian spesifik
Angka kematian spesifik adalah pasien rawat ruang intensif yang meninggal
dalam waktu < dari 2x24 jam
C. Angka infeksi nosokomial ( pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi jarum
infus )
1. Infeksi saluran kemih
ISK dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Simptomatis
ISK simptomatis ( < 1 tahun )
Suhu > 38º c
Anyang-anyangan
Polakisuri
Disuri
Nyeri supra pubik
Biakan mid stream
Lekosit esterase / nitrit test ( + )
Pyuria
Biakan ( + ) 2 kali beturut-turut ( kuman sama )
ISK simptomatis ( > 1 tahun )
Suhu > 38º c atau < 36º c
Apneu
Nadi < 100
Letargia
Muntah
Biakan ( + ) 2 jenis kuman
Test lekosit esterase / nitrit ( + )
Pyuria
Pewarnaan gram ( - ) kuman ( + ) tanpa sentrifuse
Biakan ( + ) 2 kali berturut-turut ( kuman sama )
b. Asimptomatis
Pernah kateterisasi < 7 hari yang lalu
Biakan ( + ) kurang dari 2 jenis kuman
Tidak ada gejala
32 | I C U W i j a y a K u s u m a
Insiden ISK
2. Pneumonia
Pneumonia Nosokomial ( HAP ) adalah infeksi saluran nafas bawah,
mengenai parenkim paru tidak di intubasi dan terjadi > 48 jam hari rawat dan
tidak dalam masa inkubasi
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Pada dewasa dan anak > 12 bulan
Didapatkan 1 dari
1. Bunyi pernafasan menurun, rhonki basah ditambah salah satu :
sputum purulen / perubahan sputum
isolasi kuman biakan darah ( + )
isolasi kuman patogen aspirasi trakea atau sikatan bronkus /
biopsi ( + )
2. Foto thorax infiltrat, konsolidasi, kavitasi, effusi pleura baru /
progresif ditambah salah satu :
Sputum purulen atau perubahan sputum
Isolasi kuman biakan darah ( + )
Isolasi kuman patogen aspirasi trakea / sikatan bronkus / biopsi
(+)
Antigen / isolasi / virus ( + ) dalam sekresi saluran nafas
Titer IgM atau IgG spesifik meningkat
Insiden HAP :
Jumlah Kasus HAP / bulan x 100%
Surveilen HAP :
Semua pasien rawat inap yang memiliki faktor resiko HAP dirawat setelah
2x24 jam
Insiden VAP :
Plebitis
34 | I C U W i j a y a K u s u m a
Pada daerah lokasi tusukan infus ditemukan tanda-tanda merah, seperti
terbakar, bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai eksudat purulen atau
mengeluarkan cairan bila ditekan
Insiden IADP
Jumlah pasien positif IADP x 100%
35 | I C U W i j a y a K u s u m a
BAB VI
PENUTUP
DIREKTUR
RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI
36 | I C U W i j a y a K u s u m a