Anda di halaman 1dari 36

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR

RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI


NOMOR : //409.206/PER/I/2022
TANGGAL : 07 Januari 2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Intensive Care Unit adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan khusus, yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera
atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial yang mengancam jiwa
dengan prognosis dubia.
Jenis pelayanan yang diberikan di ruang intensif berbeda dengan
pelayanan di ruang rawat biasa, karena tingkat ketergantungan pasien terhadap
perawat ruang intensif sangat tinggi, banyaknya penggunaan alat medis yang
bervariasi, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan, daya analisa dan tanggung jawab yang tinggi serta mampu membuat
keputusan yang tepat dan cepat.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan intensif bagi pasien, sesuai
dengan tugas dan fungsi pemberi jasa pelayanan maka dirasakan perlu untuk
menyusun buku Pedoman Pelayanan Intensive Care Unit RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
B. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan intensif yang ada di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
adalah : Layanan Intensive Care (ICU), Layanan High Care Unit (HCU), dan
Layanan Cardio Vaskuler Care Unit (CVCU).

C. Batasan Operasional
1. ICU (Intensive Care Unit)
Adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan
kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga
kesehatan yang profesional dan terlatih, serta didukung dengan kelengkapan
peralatan khusus.
2. CVCU (cardiovaskuler Care Unit)
Adalah unit perawatan intensif untuk penyakit jantung, terutama penyakit jantung
koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, gagal jantung.
Ruang ini dikhususkan pada pasien yang membutuhkan penanganan intensif dan
dijaga untuk tetap steril
3. HCU (high Care Unit)
Adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi stabil dari
fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih memerlukan

1|ICU Wijaya Kusuma


pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Tujuannya ialah agar bisa
diketahui secara dini perubahan-perubahan yang membahayakan, sehingga bisa
dengan segera dipindah ke ICU untuk dikelola lebih baik lagi.
4. Pasien sakit kritis
 Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter,
perawat, profesi lain yang terkait, terintegrasi dan berkelanjutan, serta
memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat
dan terus-menerus serta terapi titrasi.
Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga
memerlukan pemantauan ketat dan terus-menerus serta dilakukan intervensi untuk
mencegah timbulnya penyulit yang merugikan..

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Sebagai pedoman pelayanan pasien dengan penyakit kritis, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial yang mengancam jiwa
dengan prognosis dubia
2. Tujuan Khusus
a. Mementukan tatalaksana pelayanan pasien ICU, ICCU dan HCU
b. Menentukan Alur pasien ICU ICU, ICCU dan HCU
c. Menentukan Pengobatan dan pemeriksaan pasien ICU ICU, ICCU dan HCU

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Kepmenkes RI No. 1333/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
3. Kepmenkes RI No. 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Departeman Kesehatan
4. Kepmenkes RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan Dan Strategi
Desentralisasi Bidang Kesehatan
5. Kepmenkes RI No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
6. Kepmenkes RI No. 1202/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat
2010 Dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota
7. Kepmenkes RI No. 1203/Menkes/SK/XII/2008
8. Kepmenkes RI No. 1203/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
9. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disesase (Covid-19)
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 Tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus
(Infeksi 2019-nCoV) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan
Upaya Penanggulangannya.

2|ICU Wijaya Kusuma


3|ICU Wijaya Kusuma
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang
harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar
pengetahuan, keterampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada di
tempat untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan. Perawatan ini harus
berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang menjamin pasien dikelola dengan cara aman,
manusiawi, dan efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian rupa
sehingga memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil optimal.

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus mempunyai pengetahuan
yang memadai, mempunyai keterampilan yang sesuai dan mempunyai komitmen
tehadap waktu. Uraian kualifikasi ketenagaan berdasarkan klasifikasi pelayanan
ICU seperti terlihat pada tabel 1 di bawah :

4|ICU Wijaya Kusuma


Tabel 1. Ketenagaan ICU
Pendidikan Sertifikasi Jumlah Kebutuhan
No Nama Jabatan Standar Ketersediaan Standar Standar Keter- Kurang
sediaan
1. Kepala instalasi KIC
dr. SpAn dr. SpAn 1 1 -
ICU/HCU/CVCU ACLS/PPGD
2. Koordinator ICU KIC
dr. SpAn dr. SpAn 1 1 -
ACLS/PPGD
3. Koordinator
dr. SpPD dr. SpPD ACLS/PPGD 1 1 -
HCU/CVCU
4. Case Manager ICU dr. Umum - ACLS/PPGD 1 1 -
5. Kepala ruang ICU Manajemen bangsal
Ners Ners Sertifikat ICU/ICCU 1 1 -
ACLS/PPGD
6. Wakil kepala ruang Manajemen bangsal
ICU/ICCU Ners / D3 Kep D3 Kep Sertifikat ICU/ICCU 1 1 -
ACLS/PPGD
7. Katim Sertifikat ICU/ICCU
Ners/ D3 Kep Ners/ D3 Kep 4 4 -
ACLS/PPGD
8. Perawat pelaksana Ners/setara Ners/setara Sertifikat ICU/ICCU
1 : 1-2 23 -
D3 Kep D3 Kep ACLS/PPGD
9. Pembantu perawat SMU/sederajat SMU Perawatan dasar 3 1 2
10. Administrasi SMU/sederajat STM 1 1 -

5|ICU Wijaya Kusuma


B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tabel 2. Distribusi Ketenagaan
No Jadwal Dinas Ketersediaan
1. Pagi
- Karu 1
- Wakaru 1
- Katim 1
- Perawat Pelaksana 3
- Pembantu Perawat 1
- Administrasi 1
2. Sore
- Katim 1
- Perawat Pelaksana 2
- Pembantu Perawat 1
3. Malam
- Katim 1
- Perawat Pelaksana 2
4. Libur
- Perawat Pelaksana 3
- Pembantu Perawat 1

C. PENGATURAN JAGA
1. Pengaturan jadwal dinas perawat, PP dan administrasi di ruang ICU/ICCU dibuat
dan dipertanggung jawabkan oleh kepala ruangan ICU/ICCU.
2. Jadwal dinas di buat untuk jangka waktu satu bulan dan disosialisasikan
karyawan ICU/ICCU.
3. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut mengajukan usulan tertulis, sedangkan usulan tersebut bisa
disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apabila tenaga cukup dan tidak
mengganggu pelayanan maka permintaan disetujui).
4. Setiap tugas jaga/shift harus ada penanggungjawab shift dengan syarat perawat
senior pada waktu shift tersebut yang disebut KATIM
5. Jadwal dinas dibagi tiga shift : pagi, sore, malam, libur dan cuti.
6. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai jadwal yang telah ditetapkan, maka perawat yang bersangkutan harus
memberitahu kepala ICU 2 jam sebelum dinas pagi, 6 jam sebelum dinas sore
dan dinas malam. Sebelum memberitahu kepala ICU perawat yang bersangkutan
mencari pengganti jaga, apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan
perawat pengganti, maka perawat yang pada hari itu libur yang menggantikan.
7. Pengajuan cuti di lakukan minimal 2 minggu sebelum masa cuti di mulai
6|ICU Wijaya Kusuma
8. Jadwal dinas di buat 1 minggu sebelum tanggal akhir pada tiap bulannya.

7|ICU Wijaya Kusuma


BAB III
STANDART FASILITAS
A. Denah Ruang ICU Wijaya Kusuma

RUANG OPERASI

2 R
I
R. Istirahat
S
dan O
1
mushola L

3
R
I
Ruang loker 2 C
U
1
RUANG ICU
COVID

STASIONER W
spoelhoe KM KM
C
k pasie pasien
n W
C

R. ICCU STASIONER

R PETUGAS
3 2 1

Keterangan :
1. Zona Merah Ruang ICU Covid
2. Ruang Loker
8|ICU Wijaya Kusuma
3. Ruang istirahat / mushola
4. Ruang ICU
5. Ruang HCU
6. Ruang Petugas
7. Gudang alat medis
8. Spoelhoeg
9. Kamar mandi pasien ICU Wijaya Kusuma

B. Standart Fasilitas
Tata letak ruang perawatan intensif memiliki akses yang mudah ke ruang
operasi, ruang gawat darurat, dan ruang penunjang medik lainnya. Standart
ruang ICU yang memadai di tentukan oleh desain yang baik dan pengaturan
ruang yang adekuat berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU.

Jenis Jumlah Standart Ket.


DESAIN
Area pasien : unit terbuka ICU : m² 10 m2/TT 12-16 m2/TT
unit tertutup CVCU : m² 16 m2/TT 16-20 m2/TT
Outlet oxygen 1/TT 2 /TT
Vacum Tidak ada 1 /TT
Suction central Tidak ada 1 /TT
Stop kontak 4/TT 6/TT

AREA KERJA
Lingkungan Ada Air conditioner
Suhu 22-24º C 21 - 23º C
Ruang isolasi Ada Ada

Tempat penyimpanan peralatan dan Ada Ada


barang bersih
Ruang perawat Ada Ada
Ruang Staff dokter Ada Ada
Ruang Laboratorium Tidak ada Ada
Ruang penyimpanan alat alat bersih Ada Ada
Ruang tempat buat alat kotor Ada Ada
(spoelhock)
WC di dalam ruang rawat ICU Ada Ada
Ruang tunggu keluarga pasien Tidak Ada
PERALATAN
Ventilator 11 1 unit tiap TT 1unit
Rusak
9|ICU Wijaya Kusuma
Resusitasi manual : ambubag 2 4
juction race Ada di apotik 4
Laryngoscope / intubasi set 1 2
DC shock 1 1
Bed site monitor / pasien monitor 13 15
Syringe pump 11 15
Infus pump 8 15
Nebulizer 1 1
ECG 12 Lead 0 1
Tempat tidur 15 15
Suction manual 2 4
Troly emergency 2 3
Troly rawat luka 1 2
Matras decubitus 2 4

Pemeliharaan, Perbaikan dan Kalibrasi Peralatan


Setiap peralatan yang ada baik medis dan non medis harus dilakukan pemeliharaan,
perbaikan dan kalibrasi agar peralatan dapat tetap terpelihara dan dapat digunakan
sesuai dengan fungsinya.
1. Tujuan
Agar peralatan yang ada dapat digunakan sesuai dengan fungsi dan tujuan.
Agar nilai yang dikeluarkan dari alat medis sesuai dengan nilai yang
diinginkan.
Agar peralatan yang ada dapat tetap terpelihara dan siap digunakan.
Sebagai bahan informasi untuk perencanaan peremajaan peralatan medis
yang diperlukan.
2. Prosedur
Untuk perbaikan peralatan yang rusak ruang intensif mengisi buku permintaan
perbaikan rangkap 3 (putih, merah dan kuning) dan diantar ke bagian tehnisi
beserta alat yang rusak.
Setelah alat diperbaiki di tehnisi, alat dikembalikan ke ruang intensif.
Bila alat tidak dapat diperbaiki oleh tehnisi internal, maka alat diperbaiki oleh
tehnisi luar ( melalui bagian pembelian ).

10 | I C U W i j a y a K u s u m a
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU


ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang
kedokteran dan keperawatan gawat darurat.Pelayanan ICU diperuntukkan dan
ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis.Tujuan dari pelayanan adalah
memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah
fragmentasi pengelolaan.
Pasien sakit kritis meliputi :
1. pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat,
profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan
perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus
menerus serta terapi titrasi;
2. pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga
memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan intervensi
segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
Sebelum pasien dimasukkan ke ICU, pasien dan/atau keluarganya harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa
pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan kedokteran yang
mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut diberikan
oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas.Atas penjelasan tersebut pasien dan/atau
keluarganya dapat menerima/menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU.
Persetujuan dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent.
Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada suatu rumah sakit,
diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan
akan pelayanan ICU lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang dapat
diberikan. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien
di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU
menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di
ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk
tiap ICU.

1. Kriteria Pasien Masuk ICU


Kriteria Pasien Masuk ICU Berdasarkan Diagnosis
1) Sistem Cardiovaskuler
a. Infark Miokard Akut dengan komplikasi
b. Syok Kardiogenik
c. Aritmia kompleks yang membutuhkan monitoring ketat dan intervensi
11 | I C U W i j a y a K u s u m a
d. Gagal jantung kongestif dengan gagal napas dan/atau membutuhkan support
hemodinamik
e. Hipertensi emergensi
f. Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia, hemodinamik tidak stabil, atau
nyeri dada menetap
g. S/P cardiac arrest
h. Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik tidak stabil
i. Diseksi aneurisma aorta
j. Blokade jantung komplit
2) Sistem Pernapasan
a. Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
b. Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c. Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami perburukan
fungsi pernapasan
d. Membutuhkan perawat/ perawatan pernapasan yang tidak tersedia di unit
perawatan yang lebih rendah tingkatnya misalnya Intermediate Care Unit
e. Hemoptisis masif
f. Gagal napas dengan ancaman intubasi
3) Penyakit Neurologis
a. Stroke akut dengan penurunan kesadaran
b. Koma : metabolik, toksik, atau anoksia
c. Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d. Perdarahan subarachnoid akut
e. Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan pernapasan
f. Penyakit sistem saraf pusat atau neuromuskuler dengan penurunan fungsi
neurologis atau pernapasan (misalnya: Myastenia Gravis, Syndroma
Guillaine-Barre).
g. Status epilektikus
h. Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang direncanakan untuk
dirawat secara agresif untuk keperluan donor organ.
i. Vasospasme
j. Cedera Kepala Berat
4) Overdosis obat atau keracunan obat
a. Keracunan obat dengan hemodinamik tidak stabil
b. Keracunan obat dengan penurunan kesadaran signifikan dengan
ketidakmampuan proteksi jalan napas.
c. Kejang setelah keracunan obat
5) Penyakit Gastrointestinal
a. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk hipotensi,
angina, perdarahan yang masih berlangsung, atau dengan penyakit
komorbid.
12 | I C U W i j a y a K u s u m a
b. Gagal hati fulminan
c. Pankreatitis berat
d. Perforasi esphagus dengan atau tanpa mediastinitis
6) Endokrin
a. Ketoasidosis diabetikum dengan komplikasi hemodinamik tidak stabil,
penurunan kesadaran, pernapasan tidak adekuat atau asidosis berat
b. Badai tiroid atau koma miksedema dengan hemodinamik tidak stabil
c. Kondisi hiperosmolar dengan koma dan/atau hemodinamik tidak stabil
d. Penyakit endokrin lain seperti krisis adrenal dengan hemodinamik tidak stabil
e. Hiperkalesemia berat dengan penurunan kesadaran, membutuhkan
monitoring hemodinamik
f. Hipo atau hipernatremia dengan kejang, penurunan kesadaran
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan hemodinamik terganggu atau disritmia
h. Hipo atau hiperkalemia dengan disritmia atau kelemahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
7) Bedah
a. Pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring hemodinamik/ bantuan
ventilator atau perawatan yang ekstensif.
8) Lain-lain
a. Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
b. Monitoring ketat hemodinamik
c. Trauma faktor lingkungan (petir, tenggelam, hipo / hipertermia)
d. Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi komplikasi
e. Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat ICU

Kriteria Pasien Masuk ICU Berdasarkan Parameter Objektif


1) Tanda vital
a. Nadi < 40 atau > 150 kali/menit
b. Tekanan darah sistolik arteri < 80 mmHg atau 20 mmHg dibawah tekanan
darah pasien sehari-hari
c. Mean arterial preassure< 60 mmHg
d. Tekanan darah diastolik ateri > 120 mmHg
e. Frekuensi napas >35 kali/menit, SaO2 < 91%
f. Suhu Tubuh 40 0 C
2) Nilai Laboratorium
a. Natrium serum < 110 mEq/L atau > 170 mEq/L
b. Kalium serum < 2.0 mEq/L atau > 7.0 mEq/L
c. PaO2 < 50 mmHg
d. pH < 7.1 atau 7.7
e. Glukosa serum > 800 mg/dl
f. Kalsium serum > 15 mg/dl
13 | I C U W i j a y a K u s u m a
g. Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan hemodinamik dan
neurologis
3) Radiografi/Ultrasonografi/Tomografi /Echo- cardiografi
a. Perdarahan vaskuler otak, konfusio atau perdarahan subarachnoid dengan
penurunan kesadaran atau tanda defisit neurologis fokal.
b. Ruptur organ dalam, kandung kemih, hepar, varises esophagus atau uterus
dengan hemodinamik tidak stabil.
c. Diseksi aneurisma aorta.
d. Perikardial effusion masiff/ Tamponade jantung
e. Infeksi edokarditis

4) Elektrokadiogram
a. Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil atau gagal
jantung kongestif
b. Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi
c. AV Block,
d. AF RVR,
e. SVT,
f. Multiple PVC
5) Pemeriksaan Fisik (onset akut)
a. Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
b. Luka bakar >10 % BSA
c. Kejang berlanjut
d. Sianosis
(Sumber: Guidline for ICU admission, Discharge and Triage. Society Of Critical
Care Medicine, 1999)

Kriteria masuk ICU berdasarkan prioritas


ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang
memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang
memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3).Penilaian objektif atas beratnya
penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke
ICU.
1) Pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif
organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia
kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien
kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat,
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
14 | I C U W i j a y a K u s u m a
Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti
derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu.Terapi pada
pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas.
2) Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien seperti ini
antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal
akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Terapi pada
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
3) Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara
sendirian atau kombinasi.Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU
pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan
keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan
jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya
untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
4) Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan
bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan
dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien
prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara lain:
a. Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan
hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”.
Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan
canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
b. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien
seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya
untuk kepentingan donor organ.

2. Kriteria keluar

15 | I C U W i j a y a K u s u m a
Pasien yang sudah stabil dan tidak membutuhkan pemantauan yang ketat dapat
dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh DPJP ruang ICU dan
tim yang merawat pasien.

1) Kriteria Umum
a. Bila kondisi psikologis pasien stabil dan kebutuhan monitor dan perawatan
ICU sudah tidak diperlukan lagi
b. Bila kondisi fisiologis pasien memburuk dan tidak ada lagi rencana intervensi
aktif, layak untuk keluar dari ICU dan mendapatkan tingkat perawatan lebih
rendah.
2) Tanda vital
a. Nadi > 60 atau < 100 kali/menit
b. Mean arterial pressure > 65 mmHg
c. Tekanan darah diastolik < 110 mmHg
d. Frekuensi napas 8-30 kali/menit
e. Suhu Tubuh 36 0 C
f. Diuresis > 0,5 ml/kgBB/jam
g. Spo2 > 93 % dengan nasal canul
h. Pasien sadar / tidak sadar sudah terpasang Tracheostomi tube
3) Nilai Laboratorium
a. Natrium serum 125-150 mEq/L
b. Kalium Serum 3-5,5 mEq/L
c. Paow > 60 mmHg
d. pH 7,3-7,5
e. Glukosa serum 80-180 mg/dl
f. Kalsium serum 2,5- mmol/L
g. Laktat plasma perbaikan (kurang dari 2)

(Sumber: Guidline for ICU admission, Discharge and Triage. Society Of Critical
Care Medicine, 1999)

3. Pengkajian ulang kerja


Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan
keluar, standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan-
kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh tim ICU di bawah supervisi komite medik,
dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien
(outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk
dan keluar harus dipantau oleh komite medik.

B. KLASIFIKASI PELAYANAN ICU DI RUMAH SAKIT

16 | I C U W i j a y a K u s u m a
Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan ICU di rumah sakit dibagi dalam 3
(tiga) klasifikasi pelayanan yaitu:
a. Pelayanan ICU Primer (pada rumah sakit Kelas C)
b. Pelayanan ICU Sekunder (RS tipe B)
c. Pelayanan ICU Tersier (RS tipe A)
Untuk Pelayanan ICU di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Menyelengarakan pelayanan
ICU Sekunder yaitu:
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar pelayanan ICU umum yang
tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yamg lain yang telah digariskan,
misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah syaraf, bedah
vaskuler dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan
ventilasi mekanis yang lama, melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks.
Kekhususan yang harus dimiliki :
1. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang perawatan lain.
2. Memiliki ketentuan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan
3. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan.
4. Memiliki seorang kepala ICU, yaitu seorang dokter konsultan intensive care,
atau bila tidak tersedia dokter spesialis anastesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien perawat
sama dengan 1 : 1 untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1
untuk kasus-kasus lainnya.
6. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif
atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU sekunder
7. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha-usaha penunjang
hidup.
8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, radiologi, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9. Memiliki ruang isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

C. MEKANISME PASIEN MASUK DAN KELUAR ICU/ICCU


a. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan kepada
penanggung jawab pasien terkait dengan kondisi pasien untuk masuk dan keluar
dari ruang intensif.
b. Penanggung jawab pasien dianjurkan untuk ke bagian admission.

17 | I C U W i j a y a K u s u m a
c. Perawat ruang intensif diinformasikan oleh bagian admission terkait dengan
masuk/keluarnya pasien dari ruang intensif.
d. Perawat ruangan menghubungi perawat ruang intensif terkait kondisi pasien yang
akan dirawat di ruang intensif.

D. PERSIAPAN PENERIMAAN PASIEN DARI IGD DAN RUANG RAWAT INAP


a. Ruang intensif mendapat informasi dari ruangan yang akan memindahkan pasien
yang akan dirawat di ruang intensif.
b. Perawat ruangan mengantar ke ruangan intensif dan serah terima pasien dan
perawat ruangan mengoperkan sekaligus melaporkan kondisi pasien yang akan
dirawat di ruang intensif.
c. Perawat ruang intensif menyiapkan fasilitas yang diperlukan dan menghubungi
dokter jaga ICU untuk rencana tindakan medis.

18 | I C U W i j a y a K u s u m a
E. MONITORING PASIEN
a. Setiap pasien yang dirawat di ruang intensif dilakukan monitoring tanda-tanda
vital selama 24 jam.
b. Bila ada gambaran monitoring yang menggambarkan kelainan, perawat ruang
intensif menginformasikan kepada DPJP/dokter jaga ruangan.

F.PROSEDUR TINDAKAN MEDIS


1. Pemasangan CVC (Central Vena Catheter )

19 | I C U W i j a y a K u s u m a
 Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pemasangan CVC kepada penanggung jawab pasien.
 Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent pemasangan CVC.
 Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pemasangan CVC
2. Pemasangan Stomach Tube
 Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pemasangan stomach tube kepada penanggung jawab pasien.
 Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent pemasangan
stomach tube.
 Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pemasangan stomach tube.
3. Pemasangan Endo Tracheal Tube (Intubasi)
 Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pemasangan ETT kepada penanggung jawab pasien.
 Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent pemasangan ETT.
 Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pemasangan ETT
4. Extubasi
 Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menginformasikan indikasi
pelepasan ETT kepada penanggung jawab pasien
 Perawat ruang intensif menyiapkan peralatan pelepasan ETT
5. Balance cairan
 Setiap pasien yang dirawat di ruang intensif dilakukan balans cairan sesuai
dengan lembar flow sheet pasien.
 Balans cairan dipantau setiap jam sesuai dengan instruksi DPJP.
 Kondisi pasien yang terkait dengan balans cairan dilaporkan kepada DPJP
( sesuai dengan keadaan umum pasien ).
 Instruksi yang terkait dengan balans cairan diinformasikan sewaktu serah
terima dengan shift berikutnya.
6. Rehabilitasi medis
 DPJP menginstruksikan untuk dilakukan rehabilitasi medis dan ditulis pada
rekam medis pasien.
 Penanggung jawab pasien diinformasikan oleh DPJP terkait dengan tindakan
rehabilitasi medis.
 Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent rehabilitasi medis.
 Perawat ruang intensif menghubungi bagian rehabilitasi medis untuk
konfirmasi terkait dengan rehabilitasi medis pasien.
7. Penilaian kematian batang otak
DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien tentang kondisi
kematian batang otak.
DPJP menulis pada rekam medis pasien terkait kondisi kematian batang otak
pasien.

20 | I C U W i j a y a K u s u m a
Perawat ruang intensif menindak lanjuti instruksi DPJP.

G. INDIKASI PENGGUNAAN DAN PENGHENTIAN VENTILATOR MEKANIK


a. DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien terkait indikasi
pengunaan dan penghentian ventiltor mekanik dan menuliskan di rekam medis
pasien.
b. Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent penggunaan /
penghentian ventilator mekanik.
c. Perawat ruang intensif menindak lanjuti instruksi DPJP.

H. PENGGUNAAN ALAT MEDIS


1. Syringe pump
 Penanggung jawab pasien diinformasikan tentang indikasi penggunaan syringe
pump oleh PPJP ( Perawat Penanggung Jawab Pasien ).
 Perawat ruang intensif menindaklanjuti tindakan penggunaan syringe pump.
2. Infusion pump
 Penanggung jawab pasien diinformasikan tentang indikasi penggunaan infusion
pump oleh PPJP ( Perawat Penanggung Jawab Pasien ).
 Perawat ruang intensif menindaklanjuti tindakan penggunaan infusion pump.
3. Suction
 Penanggung jawab pasien diinformasikan tentang indikasi pengguaan suction
oleh PPJP ( perawat Penanggung Jawab Pasien ).
 Perawat ruang intensif menindaklanjuti tindakan penggunaan suction
4. Defibrilator
 Penanggung jawab pasien diinformasikan tentang indikasi penggunaan
defribrilator oleh DPJP.
 Perawat ruang intensif menindaklanjuti tindakan penggunaan defibrillator.

I. KONSULTASI
a. DPJP menginformasikan pada penanggung jawab pasien terkait dengan
konsultasi ke dokter spesialis lain.
b. DPJP menuliskan pada rekam medis pasien pada lembar konsultasi
c. Penanggung jawab pasien menandatangani inform consent
d. Perawat ruang intensif menghubungi dokter spesialis yang dikonsulkan
e. Penanggung jawab pasien diinformasikan tentang hasil konsultasi oleh dokter
konsultan
J.INDIKASI DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN LABORAT DAN RADIOLOGI
a. DPJP menginformasikan indikasi pemeriksaan laborat dan radiologi kepada
penanggung jawab pasien.
b. Penanggung jawab pasien menandatangani formulir inform consent pemeriksaan
laborat dan radiologi
21 | I C U W i j a y a K u s u m a
c. Perawat ruang intensif menginformasikan tentang pemeriksaan laboratorium dan
radiologi kepada bagian terkait
d. Perawat ruang intensif melengkapi formulir pemeriksaan laboratorium dan radiologi
dan menyerahkan kepada petugas administrasi IRNA untuk penginputan data.
e. Pasien ditindak lanjuti sesuai dengan jenis pemeriksaan
K. PENGIRIMAN PASIEN
1. Pengiriman dari ICU ke ruang rawat inap
 Penanggung jawab pasien menginformasikan ke ruangan yang dituju,
menanyakan apa ada tempat, bila ada maka ruangan yang dituju menyiapkan
tempat.
 Perawat ruang intensif yang bertanggung jawab mengantarkan pasiennya ke
ruang rawat inap yang dituju.
 Perawat ruang intensif mengoperkan kondisi pasien dan menyerahkan dokumen
rekam medis pasiennya ke perawat ruangan
2. Pengiriman ke kamar bedah
 Perawat ruang intensif menginformasikan rencana operasi kepada perawat di
kamar bedah bila setelah operasi pindah/alih rawat ke ruang bedah.
 Perawat ruang intensif menyiapkan pasien untuk tindakan operasi
 Perawat ruang intensif mengantar pasien ke kamar operasi
3. Pengiriman rujukan
 DPJP menginformasikan kepada penanggung jawab pasien terkait pemeriksaan
yang akan dilakukan atau dirujuk ke rumah sakit lain
 Perawat ruang intensif menginformasikan jenis pemeriksaan yang akan dirujuk
kepada petugas administrasi ICU/ICCU.
 Penanggung jawab pasien mengisi formulir inform consent
 Perawat ruang intensif menghubungi sopir ambulan untuk informasi
penggunaan mobil ambulan yang akan merujuk
4. Pengiriman ke kamar jenazah
 Keluarga pasien dianjurkan untuk menyelesaikan administrasi ke loket
pembayaran
 Perawat ruang intensif menyiapkan surat keterangan kematian
 Perawat ruang intensif menghubungi petugas kamar jenazah
 Jenazah diantar ke kamar jenazah oleh perawat ruang intensif

BAB V
LOGISTIK

A. Prosedur Penyediaan Alat Kesehatan Dan Obat


a. Pengertian
Prosedur penyediaan alat kesehatan dan obat adalah suatu prosedur penyediaan
alat kesehatan dan obat-obatan stok emergency yang digunakan oleh pasien di
22 | I C U W i j a y a K u s u m a
ruang intensif dan sebagai penggantinya dibebankan kepada pasien melalui resep
yang dibuat oleh dokter atau melalui lembar FPO ( Formulir Penggunaan Obat).
b. Tujuan
 Agar alat-alat kesehatan dan obat-obatan emergency stok yang ada di ruang
intensif tetap terjaga dalam segi kualitas dan kuantitas.
 Memudahkan didalam penggunaan dan pengawasan
c. Prosedur permintaan alat kesehatan dan obat emergency
 Jenis obat emergency stok dan alat kesehatan yang akan diminta dituliskan
pada buku permintaan/pemakaian barang farmasi ( rangkap 2 ) berwarna putih
dan kuning.
 Buku yang sudah diisi dengan lengkap diserahkan ke bagian logistik farmasi.
 Bila alat kesehatan dan obat-obatan emergency yang diminta sudah tersedia
akan diserahterimakan ke ruang intensif, lembaran berwarna putih untuk bagian
logistik farmasi dan lembaran berwarna kuning untuk arsip ruang intensif.
d. Prosedur penggantian alat kesehatan dan obat emergency yang sudah digunakan
oleh pasien
 Persiapan obat emergency dan alat dilengkapi oleh bagian farmasi dengan
cara, perugas mengajukan bon sesuai kebutuhan dengan menggunakan buku
bon rangkap 2, warna putih untuk depo farmasi, kuning untuk arsip ruangan.
 Obat-obat emergency dan alat yang sudah digunakan dituliskan pada buku
pemakaian obat, setalah di rekap dibuatkan resep oleh dokter ICU/ICCU.
 Setelah resep ditulis dengan lengkap kemudian diberikan ke keluarga pasien
untuk dibelikan ke apotik.
 Setelah obat di dapat kemudian diserahkan ke perawat yang bertanggungjawab
dan memasukkan ke dalam stok yang ada sebagai kelengkapan obat
emergency dan alat-alatnya.
e. Prosedur penyediaan floor stok
1. Pengertian
Floor stok adalah alat kesehatan / bahan penunjang keperawatan medis / non
medis habis pakai yang digunakan untuk melakukan pelayanan keperawatan di
ruang intensif dan tidak dibebankan kepada pasien.
2. Prosedur
 Jenis floor stok yang akan diminta dituliskan pada buku
permintaan/pemakaian barang farmasi ( rangkap 2 ) berwarna putih dan
kuning.
 Buku yang sudah diisi dengan lengkap diserahkan ke bagian logistik farmasi.
 Bila floor stok yang diminta sudah tersedia akan diserahterimakan ke ruang
intensif, lembaran berwarna putih untuk bagian logistik farmasi dan lembaran
kuning untuk arsip ruang intensif.

B. Perencanaan Peralatan/Peremajaan
23 | I C U W i j a y a K u s u m a
1. Pengertian
Perencanaan peralatan / peremajaan adalah suatu proses perencanaan /
pengadaan peralatan keperawatan baik medis atau non medis yang belum / sudah
dimiliki oleh unit kerja.
2. Tujuan
 Memenuhi kebutuhan peralatan keperawatan medis atau non medis di unit
kerja.
 Agar peralatan yang ada dapat digunakan sesuai dengan fungsinya
 Memenuhi standar pelayanan agar tetap dapat terjaga
3. Prosedur
 Kepala ruang intensif care membuat usulan (RKBU) dalam 1 tahun untuk
perencanaan peralatan yang baru / peremajaan yang ditujukan kepada bagian
pengadaan sesuai kebutuhan.
 Peralatan yang direncanakan untuk diminta harus disertai dengan spesifikasi
yang lengkap
 Kepala ruang membuat telaah staf yang isinya permintaan pengadaan peralatan
yang disertai dengan spesifikasi yang lengkap dan ditujukan kepada direktur.

BAB VI
PATIENT SAFETY
(KESELAMATAN PASIEN)

A. LATAR BELAKANG
24 | I C U W i j a y a K u s u m a
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang
bias berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah
penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan
institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan
pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait
dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hiprocrates kira-kira 2400
tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui
dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan
khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan - KTD (Adverse event) apabila tidak dilakukan
dengan hati-hati. Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan
prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan
non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.
Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan
baik dapat terjadi KTD. Adapun keselamatan pasien (patient safety) menurut
aspek hukum di atur oleh undang undang kesehatan pasal 43 UU No. 44/2009,
yang meliputi:
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

B. PENGERTIAN PATIENT SAFETY


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
25 | I C U W i j a y a K u s u m a
yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden,
tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

C. TUJUAN PATIENT SAFETY


Tujuh tujuan penanganan patient safety menurut Joint Commission International antara
lain:
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasi secara efektif
c. Meningkatkan keamanan dari high-alert medications
d. Memastikan benar tempat
e. Benar prosedur dan benar pembedahan pasien
f. Mengurangi risiko infeksi dari pekerja kesehatan
g. Mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.

D. TATA LAKSANA KESELAMATAN PATIENT


SASARAN I :
KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Elemen Penilaian SKP.I.
1. Pasien diidentifikasi menggunakan minimal dua identitas pasien (nama, tanggal
lahir dan, register), tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
2. Pasien dipasang gelang identitas warna biru untuk laki-laki, merah muda untuk
wanita, merah untuk pasien alergi, kuning untuk pasien resiko jatuh, dan ungu
untuk pasien terminal atau DNR (Do Not Resusitation)
3. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
4. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur
6. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi

SASARAN II :
PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
26 | I C U W i j a y a K u s u m a
Elemen Penilaian SKP.II.
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III :
PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH-ALERT)
Elemen Penilaian SKP.III.
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang
kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
SASARAN IV :
KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI
Elemen Penilaian SKP.IV.
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi /
time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.

SASARAN V :
PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN
27 | I C U W i j a y a K u s u m a
Elemen Penilaian SKP.V.
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan

SASARAN VI :
PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH
Elemen Penilaian SKP.VI.
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dll.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA
28 | I C U W i j a y a K u s u m a
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15-49 tahun terinfeksi HIV.
Dari keseluruhan kasus baru, 25% terjadi di negara-negara berkembang yang belum
mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus
yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus
secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi ( misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik dll ).
Penyakit hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada
tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C di masyarakat menurut WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak
memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan
untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak
dari penyebaran infeksi dikenal melalui “Kewaspadaan Umum” atau “Universal
Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi
ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus-menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular agar dapat bekerja maksimal.

Tujuan
Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi

Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai


resiko tinggi terinfeksi penyakit menular di lingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”

Pelaksanaan program keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana


( K3 )
29 | I C U W i j a y a K u s u m a
a. Keselamatan kerja
 Pemeriksaan kesehatan
 Pemberian imunisasi / profilaksis anti virus ( hepatitis B )
 Pengadaan sarana kewaspadaan standar
 Pencegahan penularan petugas kesehatan
 Penatalaksanaan penularan / paparan luka tusuk jarum

Strategi pencegahan resiko infeksi / kecelakaan kerja


 Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
 Gunakan Alat Pelindung Diri ( APD ) sesuai jenis tindakan
 Baca etiket obat sebelum digunakan
 Tidak menyarungkan kembali jarum yang tekah dipakai
 Buang jarum pada kontainer yang tahan tusuk dan tahan bocor
 Jangan tinggalkan jarum sembarangan
 Buang jarum bekas pakai pada kontainer yang telah disediakan
 Jangan memberikan jarum bekas pakai kepada orang untuk dibuang
 Buang sampah sesuai tempatnya
 Jaga kebersihan lingkungan
 Jaga lantai tetap kering dan licin

Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh


 Pada mata : bilas dengan air mengalir selama 15 menit
 Pada kulit : bilas dengan air mengalir selama 1 menit
 Pada mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
 Lapor ke Komite Dalin atau panitia K3 RS

b. Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana


Kebakaran dan kewaspadaan bencana yang mungkin bisa terjadi di ruang
intensif adalah :
 Kebakaran
 Kebocoran gas / ledakan
 Gempa bumi
Tujuan :
 Menyiapkan ruang intensif bila terjadi kebakaran dan kewaspadaan
bencana
 Setiap petugas yang ada di ruang intensif dapat bertindak dengan cepat
dan tepat bila terjadi kebakaran dan kewaspadaan bencana
 Menjamin keselamatan pasien yang sedang dirawat di ruang intensif
Program kebakaran dan kewaspadaan bencana
Diadakan pelatihan internal rumah sakit tentang :
30 | I C U W i j a y a K u s u m a
a. Penanggulangan kebakaran
b. Evakuasi pasien ( dengan ventilator dan pasien tidak sadar )
Pelatihan dilakukan setiap tahun
Pengadaan Alat Pelindung Diri

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
31 | I C U W i j a y a K u s u m a
A. Angka ketidak lengkapan rekam medis
Status rekam medis pasien ruang intensif yang meninggal dikembalikan ke
bagian rekam medis dalam waktu 2x24 jam dan sudah terisi lengkap
B. Angka kematian spesifik
Angka kematian spesifik adalah pasien rawat ruang intensif yang meninggal
dalam waktu < dari 2x24 jam
C. Angka infeksi nosokomial ( pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi jarum
infus )
1. Infeksi saluran kemih
ISK dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Simptomatis
ISK simptomatis ( < 1 tahun )
 Suhu > 38º c
 Anyang-anyangan
 Polakisuri
 Disuri
 Nyeri supra pubik
 Biakan mid stream
 Lekosit esterase / nitrit test ( + )
 Pyuria
 Biakan ( + ) 2 kali beturut-turut ( kuman sama )
ISK simptomatis ( > 1 tahun )
 Suhu > 38º c atau < 36º c
 Apneu
 Nadi < 100
 Letargia
 Muntah
 Biakan ( + ) 2 jenis kuman
 Test lekosit esterase / nitrit ( + )
 Pyuria
 Pewarnaan gram ( - ) kuman ( + ) tanpa sentrifuse
 Biakan ( + ) 2 kali berturut-turut ( kuman sama )

b. Asimptomatis
 Pernah kateterisasi < 7 hari yang lalu
 Biakan ( + ) kurang dari 2 jenis kuman
 Tidak ada gejala
32 | I C U W i j a y a K u s u m a
Insiden ISK

Jumlah pasien baru positif ISK x 100%

Jumlah pasien dengan kateter urine selama periode tertentu

2. Pneumonia
Pneumonia Nosokomial ( HAP ) adalah infeksi saluran nafas bawah,
mengenai parenkim paru tidak di intubasi dan terjadi > 48 jam hari rawat dan
tidak dalam masa inkubasi

Ventilator Aquired Pneumonia ( VAP ) adalah pneumonia di dapat bila lebih


dari 48 jam setelah menggunakan ventilasi mekanik

KRITERIA DIAGNOSIS
a. Pada dewasa dan anak > 12 bulan
Didapatkan 1 dari
1. Bunyi pernafasan menurun, rhonki basah ditambah salah satu :
 sputum purulen / perubahan sputum
 isolasi kuman biakan darah ( + )
 isolasi kuman patogen aspirasi trakea atau sikatan bronkus /
biopsi ( + )
2. Foto thorax  infiltrat, konsolidasi, kavitasi, effusi pleura baru /
progresif ditambah salah satu :
 Sputum purulen atau perubahan sputum
 Isolasi kuman biakan darah ( + )
 Isolasi kuman patogen aspirasi trakea / sikatan bronkus / biopsi
(+)
 Antigen / isolasi / virus ( + ) dalam sekresi saluran nafas
 Titer IgM atau IgG spesifik meningkat

b. Pada anak umur ≤ 12 bulan


Didapatkan 2 dari :
Apneu, takipneu, bradikardi, wheezing ( mengi ), ronkhi basah, batuk
ditambah 1 diantara :
 Produksi sputum / sekresi saluran nafas meningkat dan purulen
 Isolasi kuman biakan darah ( + )
 Isolasi kuman biakan patogen aspirasi trakea / sikatan bronkus /
biopsi ( + )
 Antigen / isolasi virus ( + ) dalam sekresi saluran nafas
33 | I C U W i j a y a K u s u m a
 Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4x

Faktor resiko HAP dan VAP


a. Faktor intrinsik / faktor penderita
 Usia
 Kelainan paru atau lambung
 Status nutrisi
b. Faktor ekstrinsik / rumah sakit
Operasi thorax dan abdomen bagian atas
c. Peralatan medis yang dipakai, terutama :
ETT / NGT, ventilasi mekanik, alat penghisap lendir
d. Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya aspirasi
 Penurunan kesadaran
 Lama operasi dan jenis anastesi

Insiden HAP :
Jumlah Kasus HAP / bulan x 100%

Jumlah hari rawat seluruh pasien beresiko HAP / bulan

Surveilen HAP :
Semua pasien rawat inap yang memiliki faktor resiko HAP dirawat setelah
2x24 jam

Insiden VAP :

Jumlah kasus VAP / bulan x 100%

Jumlah hari pemasangan ventilator seluruh pasien

yang terpasang ventilator mekanik setelah 2x24 jam

3. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )


Definisi
IADP
Ditemukan organisme dari hasil kultur darah semi / kuantitatif dengan tanda
klinis yang jelas serta tidak disertai infeksi yang lain ( tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi ) dan atau dokter yang
merawat menyatakan infeksi

Plebitis
34 | I C U W i j a y a K u s u m a
Pada daerah lokasi tusukan infus ditemukan tanda-tanda merah, seperti
terbakar, bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai eksudat purulen atau
mengeluarkan cairan bila ditekan

Kriteria klinis IADP


Secara laboratorium harus memenuhi salah satu dai kriteria berikut :
a. Kriteria 1
 Terdapat kuman yang dikenal pada salah satu atau lebih kultur
darah
 Tidak berkaitan dengan infeksi di lokasi lain
b. Kriteria 2
 Satu dari tanda / gejala sebagai berikut : demam ( 38ºc ), menggigil,
hipotensi
 Tidak berkaitan dengan infeksi di lokasi lain
 Terdapat kuman yang dikenal pada salah satu atau lebih kultur
darah pada waktu yang berbeda
c. Kriteria 3 ( usia < 1 tahun )
 Satu dari tanda / gejala sebagai berikut : demam ( 38ºc ), hipotermi
( < 37ºc ), apneu, bradikardi
 Tidak berkaitan dengan infeksi di lokasi lain
 Terdapat kuman yang dikenal pada salah satu atau lebih kultur
darah pada waktu yang berbeda

Insiden IADP
Jumlah pasien positif IADP x 100%

Jumlah hari seluruh pasien terpasang CVC

Indikator klinik dan insiden keselamatan pasien


Indikator klinik : IADP
Insiden Keselamatan Pasien :
Setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
 Tersumbatnya saluran nafas yang mengakibatkan bradikardi
 Kesalahan setting ventilator
 Vagal reflex pada pemasangan Endo Tracheal Tube ( ETT )

35 | I C U W i j a y a K u s u m a
BAB VI
PENUTUP

Buku pedoman pelayanan intensif ini mempunyai peranan penting karena


bermanfaat untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Ruang ICU Wijaya
Kusuma-19 khususnya dan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar pada umumnya.
Hendaknya pedoman pelayanan intensif yang bersifat teknis dan praktis, ini dapat di
mafaatkan serta berfungsi sebagai Pedoman Pelayanan tenaga perawat di ruang ICU
Wijaya Kusuma
Penyusunan pedomam pelayanan intensif ICU Wijaya Kusuma ini adalah
langkah awal suatu proses yang panjang. Sehingga memerlukan dukungan dan
kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapan untuk mencapai tujuan.

DIREKTUR
RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI

dr. ENDAH WORO UTAMI, MMRS


Pembina Tingkat I
NIP.19720202 200212 2 004

36 | I C U W i j a y a K u s u m a

Anda mungkin juga menyukai