Anda di halaman 1dari 24

Lampiran

Peraturan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Bunda


Nomor : 058/PER/DIR/PB/V/2019

Tentang
PANDUAN PELAYANAN HIGH CARE UNIT (HCU)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan
tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat
meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu.
Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga
dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam
keadaaan bencana.
Pasca stabilisasi pasien di unit gawat darurat dibutuhkan tindak lanjut
perawatan yang mencerminkan kesinambungan pelayanan atau pelayananan gawat
darurat yang pari purna. High Care Unit (HCU) menjadi salah satu ruang observasi ketat
pasien yang menjadi tindak lanjut pasca stabilisasi. Sehingga dibutuhkan pelayanan HCU
dalam proses kesinambungan pelayanan di instalasi gawat darurat.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka, dalam melakukan pelayanan High
Care Unit di IGD RSIA Puri Bunda harus berdasarkan standar pelayanan RSIA Puri
Bunda yang mengacu pada regulasi nasional yang berlaku.

1
1.2 Tujuan Pedoman
1.2.1 Tujuan Umum
Menjadi gambaran umum dan acuan proses pelayanan High Care Unit di RSIA
Puri Bunda.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Menjelaskan standar ketenagaan
b. Menjelaskan standar fasilitas
c. Menjelaskan tatalaksana pelayanan
d. Menjelaskan logistik yang harus tersedia
e. Menjelaskan tatalaksana keselamatan pasien

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di rumah sakit bagi pasien dengan
kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil yang masih memerlukan
pengobtan, perawatan dan observasi secara ketat. HCU di RSIA Puri Bunda merupakan
jenis saparated HCU yang terpisah dari ICU dan secara struktural berkedudukan dibawah
Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Pelayanan HCU di RSIA Puri Bunda memberikan pelayanan medik kuratif pada
pasien anak dan dewasa (wanita atau ibu) dengan kebutuhan memerlukan pengobatan,
perawatan dan observasi secara ketat dengan tingkat pelayanan yang berada di antara
ICU dan ruang rawat inap.
Pelayanan HCU di RSIA Puri Bunda juga memeberikan pelayanan medik paliatif
pada pasien anak dan dewasa (wanita atau ibu) dengan kebutuhan perawatan paliatif yang
menolak untuk dirujuk ke rumah sakit lain untuk mendapatkan pelayanan ICU

1.4 Landasan Hukum


a. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 47 tahun 2018 tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan.
b. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit.
c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 834 tahun 2010 tentang Pedoman
penyelenggaraan pelayanan High Care Unit (HCU) di Rumah Sakit
d. Undang – undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
e. Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi tenaga High Care Unit di RSIA Puri Bunda mengacu pada PMK RI No. 834
tahun 2010 tentang pedomanan penyelenggaraan pelayanan HCU di Rumah sakit, sebagai
berikut :
Kualifikasi tenaga Pendidikan
No Sertifikasi Keterangan
gawat darurat Formal
1 Dokter spesialis PPDS ACLS/ATLS/ICU Penanggung
anastesi anestesiology jawab
pelayanan HCU
On call
konsulen
2 Dokter spesialis PPDS Obgyn ACLS/ATLS DPJP Obgyn
Obgyn On call
konsulen
3 Dokter spesialis PPDS Bedah ACLS/ATLS DPJP Bedah
Bedah Umum On call
konsulen
4 Dokter spesialis PPDS IPD ACLS/ATLS DPJP Penyakit
Penyakit Dalam dalam
On call
konsulen
5 Dokter umum Pendidikan ACLS/ATLS DPJP pasien
Dokter Umum no-spesialistik
On site 24 jam
6 Perawat S1 Ners/ D III BLS/PPGD/ICU On site 24 jam
Keperawatan pemula

3
Untuk memenuhi standar pelayanan kegawat daruratan, tenaga gawat darurat
yang bertugas on-site perlu memiliki kompetensi minimal yang kemudian akan dilakukan
kredensial oleh komite masing-masing Profesional Pemberi Asuhan (PPA).
Kualifikasi tenaga gawat
No Pendidikan Formal Kompetensi
darurat on-site
1 Dokter umum Pendidikan Dokter i. ACLS
Umum ii. ATLS
iii. PONEK
iv. Pelaporan pasien ke
DPJP
v. Pemberian edukasi dan
informasi
vi. Dokumentasi medis
2 Perawat S1 Ners/ D III i. BLS
Keperawatan ii. BTCLS
iii. Asuhan Keperawatan
kritis
iv. PONEK
v. Stabilisasi dan
monitoring dengan
monitor
vi. Perekaman ECG
vii. Pemasangan akses IV
pada dewasa, anak, bayi
viii. Injeksi IV, IM, SC, IC
ix. Pemasangan cateter urine
pada laki-laki,
perempuan
x. Pemasangan akses
enteral
xi. Transfer pasien antar unit
atau antar rumah sakit
xii. Pelaporan pasien ke
DPJP
xiii. Pemberian edukasi dan
4
informasi
xiv. Dokumentasi
keperawatan

2.2 Distribusi Ketenagaan


a) Dinas Pagi
Petugas yang bertugas on site sejumlah 2 petugas dengan rincian sebagai berikut :
i. 1 orang Dokter umum
ii. 1 orang perawat
b) Dinas Sore
Petugas yang bertugas on site sejumlah 2 petugas dengan rincian sebagai berikut :
i. 1 orang Dokter umum
ii. 1 orang perawat
c) Dinas Malam
Petugas yang bertugas on site sejumlah 2 petugas dengan rincian sebagai berikut :
i. 1 orang Dokter umum
ii. 1 orang perawat

2.3 Pengaturan Jaga


2.3.1 Pengaturan Jaga Perawat HCU
i. Pengaturan jadwal dinas perawat HCU dibuat dan di pertanggung jawabkan oleh
Kepala Ruang (Karu) IGD dan disetujui oleh Manajer Pelayanan Keperawatan
ii. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana HCU setiap satu bulan.
iii. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku permintaan.
Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa bila tenaga
cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan
disetujui).
iv. Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift ( PJ Shift)
dengan syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2
tahun, serta memiliki sertifikat tentang kegawat daruratan.
v. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, libur dan cuti.

5
vi. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai jadwal yang telah ditetapkan ( terencana ), maka perawat yang
bersangkutan harus memberitahu Karu IGD : 2 jam sebelum dinas pagi, 4 jam
sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Karu IGD,
diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti,
Apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti, maka
KaRu IGD akan mencari tenaga perawat pengganti yaitu perawat yang hari itu
libur atau perawat HCU yang bertempat tinggal dekat dengan Rumah sakit.
vii. Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah
ditetapkan ( tidak terencana ), maka KaRu IGD akan mencari perawat pengganti
yang hari itu libur atau perawat HCU yang bertempat tinggal dekat dengan
Rumah sakit. Apabila perawat pengganti tidak didapatkan, maka perawat yang
dinas pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.
2.3.2 Pengaturan Jaga Dokter IGD
i. Pengaturan jadwal dokter jaga IGD menjadi tanggung jawab Ka Instalasi Gawat
Darurat dan disetujui oleh Manajer Pelayanan Medis
ii. Jadwal dokter jaga IGD dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah
diedarkan ke Instalasi terkait dan dokter jaga yang bersangkutan 1 minggu
sebelum jaga di mulai.
iii. Apabila dokter jaga IGD karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah di tetapkan maka :
iv. Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke Ka
Instalasi Gawat Darurat paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta dokter
tersebut wajib menunjuk dokter jaga pengganti.
v. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke Ka Instalasi Gawat Darurat dan di harapkan dokter tersebut sudah menunjuk
dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Ka
Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan dokter jaga pengganti, yaitu
digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur atau dirangkap oleh dokter
jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti tidak di dapatkan maka dokter jaga
shift sebelumnya wajib untuk menggantikan
vi. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke Ka Instalasi Gawat Darurat dan di harapkan dokter tersebut sudah menunjuk
dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Ka
Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan dokter jaga pengganti, yaitu
6
digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu libur atau dirangkap oleh dokter
jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti tidak di dapatkan maka dokter jaga
shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.
2.3.3 Pengaturan Jadwal Dokter Konsulen
i. Pengaturan jadwal jaga dokter konsulen menjadi tanggung jawab Manager
Pelayanan Medis.
ii. Jadwal jaga dokter konsulen dibuat untuk jangka waktu 3 bulan serta sudah
diedarkan ke Instalasi terkait dan dokter konsulen yang bersangkutan 1 minggu
sebelum jaga di mulai.
iii. Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah di tetapkan maka :
iv. Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke
Manager Pelayanan atau ke petugas sekretariat paling lambat 3 hari sebelum
tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga konsulen
pengganti.
v. Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan
ke Manager Pelayanan Medis atau ke petugas sekretariat dan di harapkan dokter
tersebut sudah menunjuk dokter jaga konsulen pengganti, apabila dokter jaga
pengganti tidak didapatkan, maka Manager Pelayanan wajib untuk mencarikan
dokter jaga konsulen pengganti.

7
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 Denah Ruang

3.2 Standar Fasilitas


3.2.1 Standar sarana dan prasarana
Berikut standar fasilitas sarana dan prasarana HCU sesuai dengan ketentuan Permenkes
Standar Permenkes RSIA Puri Bunda
Sarana Prasarana Jumlah Tersedia Kondisi Jumlah
Bedside monitor min 5 Min.2 V Baik 1
parameter
Defibrilator 1 V Baik 1
Suction pump 1 V Baik 1
Alat pembebas jalan nafas 1 set V Baik 1 set
Alat Akses pembuluh 2 set V Baik 2 set
darah
Infusion pump Min. 1 V Baik 1
Syringe pump Min. 1 V Baik 1
Alat transfer pasien Min. 1 V Baik 1

8
3.2.2 Standar Obat-obatan
Berikut standar obat-obatan yang harus tersedia di HCU
i. Obat Life Saving
a. Injeksi
No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat
1. Adona AC 10 ml Ampul 3 Haemostatic
2. Aminophilin Ampul 3 Anti asmatic dan COPD
preparations
3 Atropin sulfat Ampul 10 Anti spasmodic
4 Bledstop Ampul 5
5. Buscopan Ampul 3 Anti spasmodic
6 Diphenhydramine Ampul 5
7 Diazepam Ampul 5 Minor Transquillizer
8 Ephinephrin Ampul 5 Asnastetic lokal & general
9 Lasik Ampul 3 Diuretics
10 Lidocain Ampul 10 Anastetic local
11 Metro clopramide Ampul 15 Anti emetic
12 Nicholin 250 mg Ampul 2 Neuroprotector
13 Nicholin 100 mg Ampul 2 Neoroprotector
14 Novalgin Ampul 10 Analgetik
15 Orodexon Ampul 4 Anti inflamasi
16 Pulmicort naspv ampul 5 Bronodilator
17 Ranitidine Ampul 15 Antacida
18 Transamin Ampul 7 Haemostatics
19 Ventolin Nebul Ampul 10 Broncodilator
20 Vit k Ampul 2 Anti perdarahan
21 Tramal 100 mg Ampul 1 Analgetik
22 ATS 1500 u Ampul 2 Anti tetanus
36 Kallium clorida Flacon 5 Elektrolit
37 Meylon 25 ml Flacon 3
38 Meylon 100 ml Flacon 1

9
b. Cairan Infus
No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat
1 Aquades 25 flalon 10
2 Asering Kolf 4
3 Dextrose 5 % 250 ml Kolf 5
4 Dextrose 5 % 500 ml Kolf 5
5 Dextrose 10 % 500ml Kolf 5
6 Dextrose In Saline 0,225 Kolf 5
7 Haes Kolf 2
8 Kaen 3 B Kolf 1
9 Kaen 3 A Kolf 1
10 Kaen MG3 Kolf 5
11 Manitol 250 cc Kolf 2
12 Nacl 0,9 % 250 ml Kolf 1
13 Nacl 0,9 % 500 ml Kolh 5
14 Nacl 0,9 %25 ml Flalon 10
15 Ringer Dextrose Kolf 3
16 Ringer Lactat Kolf 15
17 Ringer Solution Kolf 2
18 Dex 40 % 25 ml Flalon 3

c. Suppositoria
No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat
1. Proris Sup Supp 6 Anti piretik , Analgetik
2. Stesolid 5 mg rect Tube 5 Sedatif
3. Stesolid 10 mg rect Tube 7 Sedatif

ii. Obat Penunjang


a.Injeksi
No Nama Obat Satuan Jumlah Jenis Obat
1. Cedantron Ampul 5 Antiemetik
2. Calsium gluconas Ampul 3 Vitamin (elektrolit)
3. Neurobion 5000 Ampul 5 Vitamin
4. Vit.c Ampul 2 Vitamin

10
5. Gentamicine Ampul 10 Antibiotik
6. Ceotaxime Flacon 10 Antibiotik
7. Ceftriaxone Flacon 10 Antibiotik

11
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

4.1 Kriteria Masuk HCU


4.1.1 Golongan Pasien Prioritas 1
Pasien dalam kondisi kritis,tidak stabil yang memerlukan, penunjang fungsi organ,
memerlukan obat-obatan vasoaktif/inotropik, anti aritmia, serta pengobatan yang
continue. Contohkasus :
a. Pasca bedah
b. Sepsis berat
c. Hipoksemia
d. Hipotensi dibawah tekanan darah tertentu
4.1.2 Golongan Pasien Prioritas 2
Pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih di HCU. Sebab sangat
beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera. Contoh :
a. Gagal ginjal akut danberat
b. Pasien bedah mayor
c. Pasien dengan kondisi medik yang tidak stabil
d. Preeklampsia atau PEB
4.1.3 Golongan Pasien Prioritas 3
Pasien dengan kondisi kritis yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang
disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya secara sendiri
atau kombinasi, Contoh :
a. Pasien keganasan metastasik dengan penyulit infeksi
b. Pericardial tamponade
c. Sumbatan jalan nafas
d. Penyakit jantung

4.2 Kriteria Keluar HCU


4.2.1 Prioritas I
a. Bila terapi intensif telah tidak ada lagi.
b. Bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan
sembuh kecil.
Contoh : pasien dengan tiga atau lebih gagal system organ yang tidak berespon
terhadap pengelolaan agresif.
12
c. Bilaterdapatindikasipenularanpenyakitmelaluiudarapernafasan.
4.2.2 Prioritas II
Dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah
berkurang.
4.2.3 PrioritasIII
a. Dikeluarkandaripelayananintensifbilakebutuhanuntukterapiintensiftelahtidakadal
agi
Contoh : penyakit kronis, penyakit jantung, liver terminal, karsinoma yang telah
menyebar luas.
b. Prognosis jangka pendek secara statistik rendah & tidak ada terapi yang
potensial untuk perbaikan prognosisnya.

4.3 Tatalaksana Pendaftaran Pasien


a) Petugas Penanggung Jawab
 Perawat IGD
 Petugas Admission
b) Perangkat Kerja
 Status Medis
c) Tata Laksana Pendaftaran Pasien IGD
i. Pendaftaran pasien yang datang ke IGD dilakukan oleh pasien / keluarga
dibagian admission ( SPO – IGD – ,, )
ii. Bila keluarga tidak adapetugas IGD bekerja sama dengan security untuk
mencari identitas pasien
iii. Sebagai bukti pasien sudah mendaftar di bagian admission akan memberikan
status untuk diisi oleh dokter IGD yang bertugas.
iv. Bila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka akan langsung diberikan
pertolongan di IGD, sementara keluarga / penanggung jawab melakukan
pendaftaran di bagian admission

4.4 Tatalaksanan Sistem Komunikasi IGD


a) Petugas Penanggung Jawab
 Petugas Operator
 Dokter / perawat IGD

13
b) Perangkat Kerja
 Pesawat telpon
 Hand phone
c) Tatalaksana Sistem Komunikasi HCU
i. Antara HCU dengan Instalasi lain dalam RSIA Puri Bunda adalah dengan
nomor extension masing-masing Instalasi ( SPO – IGD – ,,, )
ii. Antara HCU dengan dokter konsulen / rumah sakit lain / yang terkait dengan
pelayanan diluar rumah sakit adalah menggunakan pesawat telephone
langsung dari IGD atau melalui bagian operator ( SPO - IGD – ,,, )
iii. Antara HCU dengan petugas ambulan yang berada dilapangan menggunakan
pesawat telephone dan handphone ( SPO – IGD – ,,, )
iv. Dari luar RSIA Puri Bunda dapat langsung melalui operator

4.5 Tatalaksana Pengisian Informed Consent


a) Petugas Penangung Jawab
 Dokter jaga IGD
b) Perangkat Kerja
 Formulir Persetujuan Tindakan
c) Tatalaksana Informed Consent
i. Dokter IGD yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dari pengisian
informed consent pada pasien / keluarga pasien ( SPO – IGD – ,,, )disaksikan
oleh perawat
ii. pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap disaksikan oleh
perawat.
iii. Setelah diisi dimasukkan dalam status medik pasien.

4.6 Tatalaksana Transportasi Pasien


a) Petugas Penanggung Jawab
 Perawat IGD
 Supir Ambulan
b) Perangkat Kerja
 Ambulan
 Alat Tulis

14
c) Tatalaksana Transportasi Pasien HCU
i. Bagi pasien yang memerlukan penggunaan ambulan RSIA Puri Bunda
sebagai transportasi, maka perawat Instalasi terkait menghubungi IGD
( SPO- IGD – ,,, )
ii. Perawat IGD menuliskan data-data / penggunaan ambulan (nama pasien
ruang rawat inap, waktu penggunaan & tujuan penggunaan
iii. Perawat IGD menghubungi bagian / supir ambulan untuk menyiapkan
kendaraan
iv. Perawat IGD menyiapkan alat medis sesuai dengan kondisi pasien.

4.7 Tata Laksana Sistem Rujukan


a) Petugas Penanggung Jawab
 Dokter IGD
 Perawat HCU
b) Perangkat Kerja
 Ambulan
 Formulir persetujuan tindakan
 Formulir rujukan
c) Tata Laksana Sistim Rujukan HCU
i. Alih Rawat
- Perawat HCU menghubungi rumah sakit yang akan dirujuk
- Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit
rujukan mengenai keadaan umum pasein ( SPO - IGD – ,,, )
- Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat IGD
menghubungi RSIA Puri Bunda / ambulan 118 sesuai kondisi pasien.
ii. Pemeriksaan Diagnostik
- Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan
pemeriksaan diagnostik, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi
informed consent
- Perawat HCU menghubungi rumah sakit rujukan
- Perawat HCU menghubungi CSO untuk menghubungi petugas ambulan
RSIA Puri Bunda

15
iii. Spesimen
- Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan specimen
- Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent
- Perawat jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas
laboratorium
- Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju

16
BAB V
LOGISTIK

5.1 Kebutuhan Alat Tulis Kantor


Pemenuhan akan kebutuhan alat tulis ataupun cetakan dapat diperoleh dari Logistik
Umum, dengan menggunakan form yang tersedia yaitu Form Permintaan Barang. Permintaan
barang untuk Ruang High Care Unit (HCU)harus dipisahkan sehingga pengontrolan untuk hal
tersebut mudah.
Jikalau ada permintaan barang ataupun percetakan yang melebihi dari Rp. 1.000.0000,-
(satu juta rupiah) harus melalui persetujuan Kepala Unit Keuangan.

5.2 Prosedur Permintaan


Permintaan Ke Logistik Umum
Prosedur permintaan ke logistik umum adalah suatu permintaan alat tulis kantor
yang akan digunakan untuk pelayanan pada karyawan dan dibuat oleh petugas yang
bertanggungjawab, serta diserahkan kebagian logistik umum untuk didapatkan
penggantinya.
Adapun prosedurnya sebagai berikut
i. Petugas mencatat keperluan alat tulis kantor yang dibutuhkan untuk pelayanan
terhadap karyawan pada formulir permintaan ATK yang disiapkan oleh unit
marketing dan customer service officer.
ii. Formulir tersebut diberikan pada petugas logistik umum untuk dilakukan
pendataan.

17
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

6.1 Pengertian
Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

6.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Menjelaskan dan memeberikan gambaran umum tentang prosedur keselamatan
pasien
b) Tujuan Khusus
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

6.3 Standar Keselamatan Pasien


a) Hak pasien
b) Mendidik pasien dan keluarga
c) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

18
d) Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
e) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
f) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
g) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

6.4 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)


a) ADVERSE EVENT :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan
cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah
b) KTD yang tidak dapat dicegah / Unpreventable Adverse Event :
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir

6.5 Kejadian Nyaris Cidera ( KNC )


a) Near Miss :
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
( commission ) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission ), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi :
i. Karena “ keberuntungan”
ii. Karena “ pencegahan ”
iii. Karena “ peringanan ”

6.6 Kesalahan Medis Medical Errors:


Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

6.7 Kejadian Sentinel / Sentinel Event :


Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah.Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan
cedera yang terjadi ( seperti, amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta
19
terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.

a) Tata Laksana
i. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
pasien
ii. Melaporkan pada dokter jaga IGD
iii. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga IGD
iv. Mengobservasi keadaan umum pasien
v. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”

20
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

7.1 Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV.
Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum
mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus
yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum
dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data
PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun
1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak
memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan
untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak
dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “
Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya
infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai
resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.

21
7.2 Tujuan
i. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi
diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
ii. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai
resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”.

7.3 Tindakan yang beresiko terpajan


i. Cuci tangan yang kurang benar.
ii. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
iii. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
iv. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
v. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
vi. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

7.4 Prinsip Keselamatan Kerja


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja
adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
i. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
ii. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
iii. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
iv. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
v. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

22
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Indikator mutu yang digunakan di RSIA Puri Bunda dalam memberikan pelayanan adalah :
c. Jumlah pasien yang dirujuk keluar untuk mendapatkan pelayanan ICU
d. Angka kejadian phlebitis

23
BAB IX
PENUTUP

Dengan dibuatnya Pedoman Pelayanan High Care Unit ini maka setiap petugas rumah
sakit yang terkait diharapkan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing.

24

Anda mungkin juga menyukai