Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Intensive Care Unit (ICU),Pediatric intensive care unit (PICU),High
Care Unit(HCU) adalah suatu bagian instalasi Intensive di rumah sakit dengan
staf khusus dan perlengkapan khusus, untuk menyelenggarakan pelayanan
intensif atau khusus dengan tujuan untuk observasi, perawatan, dan terapi bagi
pasien - pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia
atau masih mempunyai harapan hidup. Pelayanan Intensive dimaksudkan
untuk memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta
mencegah fragmentasi pengelolaan pada pasien kritis.
Pelayanan Intensive ada 3 ruangan yaitu Intensive care unit (ICU)
tidak hanya diperuntukkan bagi pasien pasca bedah saja, namun juga bagi
pasien dewasa dengan system kardiovaskuler, system pernapasan, neurologi,
overdosis obat, sistem gastrointestinal, sistem endoktrin ada ruang Pediatric
Intensive Care Unit bukan hanya untuk pasien yang mengalami gangguan
fungsional yang membutuhkan pemantauan ketat tetapi juga untuk pasien anak
mulai usia 28 hari sampai 18 tahun dengan gangguan sistem respirasi,
kardiovaskuler, neurologis, bedah, syok atau cidera berat, keracunan obat-
obatan gangguan darah dan cacat bawaan lahir untuk ruang High care unit
(HCU) untuk pasien dewasa secara umum memerlukan pemantauan
monitoring hemodinamika, pasien DBD yang mengalami syok yang berasal dari
Instalasi Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan Inap, Ruang
Bersalin ataupun rujukan dari faskes lain. Setiap pasien yang dirawat di
ICU,PICU, HCU adalah pasien yang memenuhi kriteria masuk atau indikasi
masuk ICU, PICU, HCU. Pasien tersebut akan dipindahkan atau keluar dari
ICU, PICU, HCU jika memenuhi kriteria keluar ICU, PICU, HCU. Dokter
penanggung jawab pasien adalah DPJP pasien, sedangkan penanggung jawab
pelayanan di ICU adalah dokter spesialis anestesi, di ruang PICU dokter DPJP
atau dokter anak sedangkan di HCU adalah dokter umum atau dokter IGD.
Untuk memenuhi standar mutu, ketenagaan medis di ICU, PICU, HCU
harus memenuhi ketentuan, baik jumlah maupun kompetensi untuk pelayanan
ICU, PICU, HCU. Dokter dan perawat telah diberikan pelatihan ICU dasar,
pelatihan perinatologi, pelatihan BTCLS, pelatihan PPI, dan pelatihan lainnya,
baik secara internal maupun eksternal. Instalasi Intensive mempunyai 2 fungsi

1
utama, yaitu pertama untuk melakukan perawatan pada pasien - pasien gawat
darurat dengan potensi “reversible life threatening organ dysfunction”, dan yang
kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien - pasien yang akan
menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan resiko
tinggi untuk fungsi vital.Pelayanan intensive berdasarkan kriteria pasien masuk
ICU,PICU atau HCU

1.2. Tujuan Pedoman


1. Tujuan Umum
Tujuan umum pedoman pelayanan ini adalah sebagai acuan pelaksanaan
pelayanan pasien di Ruang Intensive agar sesuai dengan standar prosedur
yang berlaku
2. Tujuan Khusus
Terselenggaranya pelayanan Intensive yang bermutu dan mendukung
terlaksananya prosedur keselamatan pasien.
Meminimalkan risiko infeksi selama perawatan intensive di Ruang Intensive

1.3. Ruang Lingkup Pelayanan


1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit sampai beberapa hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.
5. Standar Pelayanan Ruang Intensive di RS Sumber Sentosa yaitu sesuai
dengan tipe Rumah Sakit Tipe Paripurna

1.4. Batasan Operasional


Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
RS dan standar prosedur operasional yang meliputi:
1. Pelayanan pasien Intensive Care Unit (ICU)
Pelayanan tindakan medis yang dilaksanakan melalui pendekatan Tim
Multidisplin yang terdiri dokter spesialis dan dokter serta dibantu oleh
perawat yang bekerja secara interdisiplin dengan fokus pelayanan
pengutamaan pada pasien yang membutuhkan pengobatan, perawatan,
dan observasi ketat sesuai dengan standar prosedur operasional yang
berlaku di rumah sakit.
2
2. Pelayanan pasien PICU
Semua pasien anak yang mengalami gangguan fisiologis yang
membutuhkan pemantauan ketat tanda vital dan sistem organ dengan
prediksi akan terjadi perbaikan,Lain lain: gagal organ multiple,ketoasidosis
multiple diabetikum,Sistem respirasi,Sistem
kardiovaskuler,Neurologis ,Bedah,Syok atau cidera berat,Keracunan obat
obatan,Gangguan darah,Gangguan darah,Cacat bawaan lahir
3. Pelayanan pasien HCU
Pelayanan Sistem kardiovaskuler, Sistem respirasi, Sistem neurologi,
Sistem gastrointestinal, Sistem endokrin/gangguan metabolic,
Pembedahan, Intoksikasi obat, Indikasi lain: syok septic, pasien secara
umum memerlukan pemantauan monitoring hemodinamik, pasien DBD
yang mengalami syok.
4. Pelayanan Kamar Jenazah
Pelayanan jenazah di kamar jenazah RS Sumber Sentosa adalah
pelayanan jenazah purna pasien atau “mayat dalam”, yakni pelayanan
jenazah yang berasal dari bagian akhir pelayanan kesehatan yang
dilakukan rumah sakit, setelah pasien dinyatakan meninggal, sebelum
jenazahnya diserahkan ke pihak keluarga atau pihak berkepentingan
lainnya
5. Pelayanan BDA
Pelayanan terpadu yang merawat pasien-pasien post kritis di ruang ICU
dan HCU proses pemulihan pasien-pasien yang sudah melewati masa
kritis diruang ICU dan HCU meliputi tindakan operatif berencana maupun
darurat serta tindakan diagnostik untuk kasus bedah umum.
Pelayanan penanganan masalah kesehatan organ dalam tanpa bedah
meliputi pasien penyakit dalam dan saraf.
Pelayanan kesehatan bagi pasien bayi dan anak-anak yang sudah
diijinkan pindah dari ruang PICU

1.5. Landasan Hukum


1. Dalam pelayanan ruang intensive di Rumah Sakit Sumber Sentosa
berdasarkan landasan hukum sebagai berikut :
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan;

3
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit,
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004Tentang
Praktek Kedokteran
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008
Tentang Standar Tentang Pelayanan Minimal di Rumah Sakit,
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.834/Menkes/SK/VII/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan High Care Unit yang berkualitas di Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit,
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010
Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269Tahun 2010
Tentang Rekam Medis
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 Tahun 2010
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.

4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi sumber daya manusia di ICU adalah :

Tabel 2 Kualifikasi SDM di ICU


KUALIFIKASI
NAMA
NO PENGALAMAN KEBUTUHAN
JABATAN PENDIDIKAN SERTIFIKASI
KERJA
1. Kepala ICU spesialis anestesi Minimal 1 tahun 1
2. Staf Medis Spesialis/ dokter ACLS/ATLS Minimal 1 tahun 1
umum (jaga 24 jam
standby)
3. Perawat D3/S1 Pelatihan ICU Minimal kerja 1 Perbandingan
keperawatan Dasar (min 50% tahun perawat :
dari jumlah pasien = 1:2
seluruh perawat
ICU harus
terlatih dan
bersertifikat
Internal

2.2 Distribusi Ketenagaan


1. Dokter spesialis anestesi memenuhi Standar Kompetensi sebagai berikut:
a. Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber daya
secara efektif dan efisien
b. Bersedia berpartisipasi dalam satu unit yang memberikan pelayanan
24 jam/ 7 hari/seminggu
c. Mampu melakukan prosedur Critical Care yaitu:
 Sampel darah arteri
 Mempertahankan jalan napas: intubasi trakheal,ventilasi mekanis
 Resusitasi Jantung Paru
d. Mampu melakukan dua peran utama:
 Pengelolaan pasien : Berperan sebagai pemimpin
tim,menggabungkan dan melakukan layanan pada pasien
berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal sistem multi
organ
 Manajemen Unit : Berpartisipasi aktif dalam aktivitas :
- Triage,alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
- Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit

5
- Perbaikan kualitas yang berkelanjutan
2. Dokter
a. Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap diperlukan
b. Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ATLS/ACLS
c. Perbandingan dokter : pasien = 1:3 bed
3. Perawat
Ruang ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan lebih
dari 50% harus sudah pelatihan ICU internal RS. Jumlah perawat ICU
ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi
mekanik.

Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi


mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien yang tidak
menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.

2.

6
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 Denah Ruangan

Keterangan:

1 : Ruang Pemulihan
2 : Ruang Icu
3 : Ruang Picu
4 : Ruang Hcu
5 : Nurse Station
6 : Ruang Rawat Inap GB

7
3.2 Standar Fasilitas
Daftar Inventaris Peralatan Keperawatan di ICU
No Jenis Alat Merk Keadaan Jumlah
1 Ventilator Baik 1
2 Monitor Mindray Baik 2
3 Infus Pump Terumo Baik 2
4 Syiringe Pump Terumo Baik 2
5 Defibrilator Armedix Rusak 1
6 Nebulator Philips Baik 1
7 Stetoscope Dewasa Terumo Baik 2
8 Stetoscope Anak Spirit Baik 1
9 Film Viewer - Baik 1
10 Scoction GEA Baik 1
11 Alat GDA Onetoch Rusak 1
12 Termometer Elektrik Terumo Baik 3
13 Telepon Sahitel Baik 1
14 AC Samsung Baik 1
15 Temperatur Ruangan GEA Baik 1
16 Penlight - Baik 2
17 Hammer - Baik 1
18 Gunting plester Weiss Baik 1
19 Tromol Kecil - Baik 1
20 Set minor set Onemed Baik 1
21 Set Vena Sectie Onemed Baik 1
22 Bengkok - Baik 2
23 Pispot - Baik 1
24 Urinal - Baik 2
25 Baskom stainless - Baik 2
26 O2 Tabung besar + Mano - Baik 2
27 ETT - Baik 1
28 Jassen - Baik 1

3.

8
4. Tabel 11. Daftar Inventaris Linen di ICU
No Jenis Linen Merk Keadaan Jumlah
1 Stik Laken - Baik 6
2 Laken - Baik 6
3 Selimut Pasien - Baik 8
4 Scoret Perawat - Baik 3
5 Baju Pasien - Baik 4
6 Sarung bantal dalam - Baik 6
7 Sarung bantal luar - Baik 6
8 Penutup Nebulizer Baik 1
9 Penutup monitor - Baik 1
10 Penutup devibrilator - Baik 1
11 Penutup suction - Baik 1

5. Tabel 12. Daftar inventaris Alat Rumah Tangga di ICU


No Jenis Alat Rumah Merk Keadaan Jumlah
Tangga
1 Meja perawat - Baik 1
2 Kursi perawat - Baik 2
3 Kursi pasien - Baik 3
4 Bed elektrik pasien GEA Baik 3
5 Meja stainless pasien GEA Baik 3
6 Lemari pasien - Baik 3
7 Troly stainless GEA Baik 2
8 Lemari dokumen - Baik 1
9 Rak kecil - Baik 1
10 Jam dinding - Baik 1
11 Tempat sampah medis - Baik 1
12 Sampah non medis - Baik 1
13 Kaleng besar Baik 1
14 Kaleng kecil - Baik 3
15 Tempat plabot - Baik 2
16 Sapu - Baik 1
9
17 Sikat kecil - Baik 1
18 Kotak linen - Baik 2
19 Gayung - Baik 1
20 Sandal - Baik 4
21 Rak besar kamar mandi - Baik 1
22 Kain pel - Baik 1
23 Keset - Baik 1
-
-

6.

10
BAB IV
TATA CARA PELAYANAN

4.1 Alur Pelayanan ICU


Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :

1. Pasien dari IGD


2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari kamar operasi
4. Pasien dari ruang rawat inap

4.1.1Pelayanan ICU
Pelaksanaan pelayanan kedokteran intensive care adalah berbasis rumah
sakit, diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Tujuan
dari pelayanan intensive care adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan
berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi
1. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter,
perawat, perawat napas yang terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga
memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang
konstan dan titrasi terapi.
2. Pasien-pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami dekompensasi
fisiologis dan karena itu memerlukan pemantauan yang terus menerus dan
kemampuan tim intensive care untuk melakukan intervensi segera untuk
mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
3. Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal
dan mampu memberikan pelayanan tersebut. Intensivist yang bekerja harus
berpartisipasi dalam suatu sistem yang menjamin kelangsungan pelayanan
intensive care 24 jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan
bagian-bagian pelayanan lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi
rumah sakit. Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi pengelolaan
pasien, administrasi unit, pendidikan, dan penelitian. Kebutuhan dari masing-
masing bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit.
4. Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intensivist dengan
melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis,
menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut
merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan yang terkotak-
kotak dan menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta
keluarganya. Pelayanan ICU dimaksudkan untuk memastikan suatu
lingkungan yang menjamin pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif.
11
Untuk tercapainya tugas ini diperlukan partisipasi dari intensivist pada
aktivitas manajemen.

4.1.2Standar Minimum Pelayanan ICU


Tingkat pelayanan ICU disesuaikan dengan kelas rumah sakit.
Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan jumlah SDM, fasilitas,
pelayanan penunjang dan cakupan jenis pasien yang dirawat. Pelayanan
ICU harus memiliki kemampuan minimal (primer) sebagai berikut :
1. Resusitasi jantung paru
2. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana
3. Terapi oksigen
4. Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus
5. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
6. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
7. Pelaksanaan terapi secara titrasi
8. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi
pasien
9. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat.

4.1.3 Pemberian Informasi Kepada Pasien / Keluarga


Sebelum pasien dimasukkan ke ICU, pasien dan/atau
keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di
ICU, serta tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama
pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut diberikan oleh DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pasien) atau asisten DPJP yang bertugas. Atas
penjelasan tersebut pasien dan/atau keluarganya dapat menerima atau
menolak untuk dirawat di ICU. Persetujuan atau penolakan dinyatakan
dengan menandatangani formulir informed consent.

4.1.4 Informed Consent


Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan
komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya
pikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan
terhadap pasien.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari
orang yang berhak( yaitu pasien,keluarga atau walinya) yang isinya

12
berupa ijin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan
medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi.
Sebelum masuk ke ICU, pasien / keluarganya harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar pertimbangan
mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta berbagai
macam tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien
dirawat di ICU dan yang penting juga adalah penjelasan tentang prognosa
penyakit yang diderita pasien. Keluarga yang dimaksud adalah wali sah /
yang mempunyai hubungan kerabat terdekat dengan pasien.
Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU/ DPJP/ dokter
jaga yang bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien
dan atau keluarganya bisa menerima atau tidak menerima. Pernyataan
pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima atau tidak bisa
menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang ditandatangani (informed
consent).

4.1.5Koordinasi Multidisipliner
Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dari
beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya
sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerjasama dalam tim yang
dipimpin oleh seorang dokter intensivis/dokter spesialis anestesiologi
sebagai penanggung jawab ICU.
Tim Intensive Care Unit terdiri dari :

1. Dokter Spesialis Anestesi


2. Dokter Spesialis DPJP lainnya
3. Dokter Umum
4. Perawat intensive care
5. Tenaga Teknis Kefarmasian / Apoteker Farmasi Klinik
6. Dietesion/ Ahli Gizi Klinik
7. Fisioterapis
8. Dokter Patologi Klinik/ Mikrobiologi Klinik
9. Dokter Radiologi

4.1.6Tata Koordinasi :
Sebelum masuk ICU, dokter primer yang merawat pasien
melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi terapi.Dokter
jaga /perawat ICU melaporkan ke penanggung jawab ICU. Penanggung
jawab ICU melakukan evaluasi indikasi masuk dan memberikan
persetujuan atau masukan untuk perawatan pasien
13
Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan
usulan- usulan anggota tim dan memberikan perintah baik tertulis dalam status
ICU maupun lisan

Untuk menghindari kesimpangsiuran/ tumpang tindih pelaksanaan


pengelolaan pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas pelaksana
adalah advis DPJP. Dokter penanggung jawab ICU/ Ketua Tim ICU melakukan
evaluasi pelayanan pasien.
Mengingat keterbatasan ketersediaan fasilitas di ICU,maka berlaku asas
prioritas dan keputusan akhir merupakan kewenangan penuh Kepala ICU.

4.1.7Sistem Rujukan
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas/wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik
horisontal maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau
permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam memberikan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.

Terdapat 2 jenis rujukan :


1. Rujukan Eksternal: Rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan :
 Rujukan Vertikal : Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan
tingkatan berbeda
 Rujukan Horisontal : Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
memiliki kemampuan lebih tinggi dalam tingkatan yang sama.
2. Rujukan Internal : Rujukan di dalam fasilitas kesehatan dari tenaga
kesehatan ke tenaga kesehatan.
Ruang lingkup rujukan, terdiri dari :
1. Rujukan kasus penyakit atau masalah penyakit
2. Rujukan masalah permasalahan kesehatan

Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk merujuk pasien


memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit. Rumah
sakit penerima rujukan harus mampu menjamin bahwa pasien yang dirujuk
tersebut mendapatkan penanganan segera.

Rujukan balik ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk harus


dilakukan segera setelah alasan rujukan ke RS sudah tertangani. Oleh karena
itu, rujukan merupakan proses timbal balik yang meliputi kerjasama, koordinasi
dan transfer informasi di antara fasilitas kesehatan.

14
Tujuan dilakukannya rujukan adalah :
1. Membutuhkan pendapat dari ahli lain (second opinion)
2. Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di rumah sakit
3. Memerlukan intervensi medis di luar kemampuan rumah sakit
4. Memerlukan penatalaksanaan bersama denga ahli lainnya
5. Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjutan

4.1.8 A. Indikasi Masuk ICU


Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut
yang masih diharapkan reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat
ICU adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi
peralatan dan tenaga (yang khusus).
1. Indikasi pasien yang layak dirawat di ICU adalah :
2. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive care
unit.
3. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi.
4. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.

4.1.8.B. Asas Prioritas


Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya dapat dirawat
di ICU asalkan sesuai dengan indikasi masuk yang benar. Mengingat
keterbatasan ketersediaan fasilitas di ICU, maka berlaku asas prioritas dan
keputusan akhir merupakan kewenangan penuh kepala ICU.

4.1.8.C. Kriteria Pasien Masuk Berdasarkan Diagnosis


Kriteria pasien masuk berdasarkan diagnosis menggunakan kondisi
atau penyakit yang spesifik untuk menentukan kelayakan masuk ICU.
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Infark miokard akut dengan komplikasi
b. Syok kardiogenik
c. Aritmia kompleks yang membutuhkan monitoring jetat dan intervensi
d. Gagal jantung kongestif dengan gagal napas dan/atau membutuhkan
support hemodinamik
e. Hipertensi emergensi
f. Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia, hemodinamik tidak
stabil, atau nyeri dada menetap
g. S/P cardiac arrest
15
h. Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik tidak stabil
i. Diseksi aneurisma aorta
j. Blokade jantung komplit
2. Sistem Pernafasan
a. Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
b. Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c. Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami
perburukan fungsi pernapasan
d. Membutuhkan perawat/perawatan pernapasan yang tidak tersedia di
unit perawatan yang lebih rendah tingkatnya misalnya Intermediate
Care Unit
e. Hemoptisis massif
f. Gagal napas dengan ancaman intubasi
3. Penyakit Neurologis
a. Stroke akut dengan penurunan kesadaran
b. Koma: metabolik, toksis, atau anoksia
c. Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d. Perdarahan subarachnoid akut
e. Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan pernapasan
f. Penyakit system saraf pusat atau neuromuskuler dengan penurunan
fungsi neurologis atau pernapasan (misalnya: Myastenia Gravis,
Syndroma Guillaine-Barre)
g. Status epileptikus
h. Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang direncanakan
untuk dirawat secara agresif untuk keperluan donor organ
i. Vasospasme
j. Cedera kepala berat
4. Overdosis obat atau keracunan obat
a. Keracunan obat dengan hemodinamik tidak stabil
b. Keracunan obat dengan penurunan kesadaran signifikan dengan
ketidakmampuan proteksi jalan napas
c. Kejang setelah keracunan obat
5. Penyakit Gastrointestinal
a. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk
hipotensi, angina, perdarahan yang masih berlangsung, atau dengan
penyakit komorbid
b. Gagal hati fulminant
c. Pankreatitis berat
16
d. Perforasi esophagus dengan atau tanpa mediastinitis
6. Endokrin
a. Ketoasidosis diabetikum dengan komplikasi hemodinamik tidak stabil,
penurunan kesadaran, pernapasan tidak adekuat atau asidosis berat
b. Badai tiroid atau koma miksedema dengan hemodinamik tidak stabil
c. Kondisi hiperosmolar dengan koma dan/atau hemodinamik tidak stabil
d. Penyakit endokrin lain seperti krisis adrenal dengan hemodinamik tidak
stabil
e. Hiperkalsemia berat dengan penurunan kesadaran, membutuhkan
monitoring hemodinamik
f. Hipo atau hypernatremia dengan kejang, penurunan kesadaran
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan hemodinamik terganggu atau
disritmia
h. Hipo atau hyperkalemia dengan disritmia atau kelemahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
7. Bedah
Kondisi khusus yang mengindikasikan pasien bedah untuk masuk ICU
adalah pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring
hemodinamik/bantuan ventilator atau perawatan yang ekstensif
8. Lain-lain
a. Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
b. Monitoring ketat hemodinamik
c. Trauma factor lingkungan (petir, tenggelam, hipo / hypernatremia)
d. Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi komplikasi
e. Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat ICU

4.1.8.D. Kriteria Pasien Masuk Berdasarkan Parameter Objektif


1. Tanda vital
a. Nadi <40 atau >140 kali/menit
b. Tekanan darah sistolik arteri <80 mmHg atau 20 mmHg di bawah
tekanan darah pasien sehari-hari
c. Mean arterial pressure <60 mmHg
d. Tekanan darah diastolic arteri >120 mmHg
e. Frekuensi napas >35 kali/menit
2. Nilai laboratorium
a. Natrium serum <110 mEq/L atau >170 mEq/L
b. Kalium serum <2,0 mEq/L atau >7,0 mEq/L
c. PaO2 <50 mmHg, pH <7,1 atau >7,7

17
d. Glukosa serum >800 mg/dl
e. Kalsium serum >15 mg/dl
f. Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan
hemodinamik dan neurologis
3. Radiografi/Ultrasonografi/Tomografi
a. Perdarahan vascular otak, kontusio atau perdarahan subarachnoid
dengan penurunan kesadaran atau tanda deficit neurologis fokla
b. Ruptur organ dalam, kandung kemih, hepar, varises esophagus atau
uterus dengan hemodinamik tidak stabil
c. Diseksi aneurisma aorta
4. Elektrokardiogram
a. Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil atau
gagal jantung kongestif
b. Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi
c. Blokade jantung komplit dengan hemodinamik tidak stabil
5. Pemeriksaan fisik (onset akut)
a. Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
b. Luka bakar >10% BSA
c. Anuria
d. Obstruksi jalan napas
e. Koma
f. Kejang berlanjut
g. Sianosis
h. Tamponade jantung

4.1.8. E. Kriteria Prioritas Pasien Masuk


Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk
membuat prioritas. Kepala ICU bertanggungjawab atas kesesuaian indikasi perawatan
pasien ICU. Bila kebutuhan pasien masuk di ICU melebihi tempat tidur yang tersedia,
Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan
dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara
rinci untuk tiap ICU.

Dalam keadaan yang terbatas, pasien yang memerlukan terapi intensif


(prioritas 1) lebih didahulukan dibanding dengan pasien yang hanya memerlukan
pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit
hendaknya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk
ke ICU.
18
1. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit kritis,
tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan /
bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ / sistem yang lain, infus obat-
obat vasoaktif / inotropic, obat anti aritmia, serta pengobatan lain-lainnya
secara kontinyu dan tertitrasi.

Pasien yang termasuk prioritas 1 adalah pasien pasca bedah


kardiotorasik, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
yang mengancam jiwa, hipoksemia / hipoksia, hipotensi / tekanan darah
palpasi dan tidak ada perbaikan loading cairan/ terapi awal.

2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.

Pasien yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang


menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat, dan
pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.

3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang
tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit
yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada kriteria ini sangat
kecil, sebagai contoh adalah pasien dengan keganasan metastatic disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, dan pasien
penyakit jantung dan penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut
berat. Pengelolaan pada pasien kriteria ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau
resusitasi jantung paru.

4. Pasien prioritas 4
Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU.
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang “terlalu
baik” ataupun “terlalu buruk” untuk masuk ICU.

19
4.1.8. F. Kriteria Prioritas Keluar
1. Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak
membutuhkan lagi perawatan intensif, atau jika terapi gagal,
prognosa buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif
diteruskan, contoh : pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem
organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.

2. Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif
menunjukkan bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan
pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.

3. Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan
untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin
dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau
manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui kemungkinan untuk
pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif
selanjutnya sangat sedikit.

Pasien yang tergolong dalam prioritas ini adalah pasien


dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau
hepar terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain-
lainnya) yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit
akut lainnya.

Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan


pertimbangan medis oleh kepala ICU dan atau tim yang merawat
pasien, antara lain :

1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil,


sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif
lebih lanjut

2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan


intensif tidak bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti
bagi pasien dan pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis
khusus (seperti ventilasi mekanis). Kriteria pasien yang demikian,
antara lain pasien yang menderita penyakit stadium akhir
(misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU

20
sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien
dikeluarkan dari ICU.

3. Kondisi lain pasien dipindahkan dari ICU ke ruang rawat biasa


yaitu :

Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut


di ICU (keluar paksa)

Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja,


sedangkan ada pasien lain yang lebih gawat yang memerlukan
terapi dan observasi yang lebih intensif.

4.1.8. G. Kriteria Pasien Yang Tidak Memerlukan Perawatan ICU


1. Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa
jangka pendek buruk, sedikit kemungkinan untuk pulih kembali.
2. Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan / pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi.
Pasien dipindahkan apabila diketahui kemungkinan untuk pulih
kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif selanjutnya
sangat sedikit

4.1.2 Alur Pelayanan PICU


Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :

a. Pasien dari IGD


b. Pasien dari HCU
c. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar
bersalin, ruang endoskopi, ruang hemodialisa
d. Pasien dari ruang rawat inap

4.2 Definisi

Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah
fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan penderita
anak yang mengalami gangguan medis, bedah dan trauma, atau kondisi yang
mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan intensif, observasi
yang bersifat komprehensif dan perawatan khusus.

21
4.2.1 Klasifikasi

Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata pelayanan yaitu primer, sekunder
dan tersier.

4.2.2.A. Pelayanan PICU primer (standar minimal)

Pelayanan PICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera


untuk pasien gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan
mempunyai peranan penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit
pada pasien medic dan bedah yang berisiko. Dalam PICU dilakukan ventilasi
mekanik (invasif atau non-invasif) danpemantauan kardiovaskuler sederhana
selama beberapajam.

Kekhususan yang harus dimiliki :


a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
emergensi dan ruangan perawatanlain.
b. Memiliki protokol penderita yang masuk, keluar sertarujukan.
c. Memiliki seorang dokter spesialis anak yang telah mendapat pelatihan
PICU atau seorang pediatric intensivist yang kompeten sebaga
coordinator medis.
d. Memiliki dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi
jantung paru
e. Tahap lanjut.
f. Konsultan yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil
setiap saat.
g. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
h. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu
(Hemoglobin, hematokrit, gula darah dan trombosit), rontgen,
kemudahan diagnostik dan fisioterapi.

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi

b. Personel

c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit

d. Alat dan obat-obatan

e. Perawatan prehospital

22
4.2.2.B Pelayanan PICU sekunder

Pelayanan PICU sekunder memberikan standar PICU yang tinggi,


mendukungperan rumah sakit lain yang telah ditentukan, misalnya
pneumonia, diare, dengue, malaria, measles, sepsis bakterial yang berat,
kasus bedah, pengelolaan trauma, dan lain- lain. PICU hendaknya mampu
memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/
bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus
dimiliki:
a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
emergensi dan ruangan perawatanlain.
b. Memiliki protokol penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
c. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat
biladiperlukan.
d. Memiliki seorang kepala PICU,seorang dokter spesialis anak yang
telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan PICU
yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang
minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan lanjut).
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
f. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi
intensif atau
g. Minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
h. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan
dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha-
usaha penunjang hidup.
i. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostic dan
j. Fisioterapi selama 24 jam.
k. Memiliki ruangan untuk isolasi atau mampu melakukan prosedur
isolasi.
l. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
m. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

23
Spesifikasi terdiri dari:
a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement

4.2.2.C Pelayanan PICU tersier (tertinggi)


Pelayanan PICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk PICU,
mampu menyediakan perawatan pediatrik definitif yang bersifat kompleks,
progresif, berubah dengan cepat, baik bersifat medis, operasi, maupun
gangguan traumatik, termasuk kelainan genetik/ bawaan yang sering
membutuhkan pendekatan yang bersifat multidisipliner. Memberikan pelayanan
yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks
dalam jangka waktu yang tak terbatas. PICU ini melakukan ventilasi mekanik,
pelayanan dukungan/ bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan
kardiovaskular invasif dalam jangka panjang dan mempunyai dukungan
pelayanan medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dikelola oleh
konsultan Pediatrik Gawat Darurat. Kekhususan yang harus dimiliki:
a. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
b. Memiliki protokol penderita masuk, keluar dan rujukan.
c. Memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, dating
setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala konsultan Pediatrik Gawat Darurat, seorang dokter
yang
e. telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan Pediatrik
Gawat Darurat, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan
lanjut).
f. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan
pasien:perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
g. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
h. minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.

24
i. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi
intensif baik non-invasif maupun invasif.
j. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik dan
k. fisioterapi selama 24 jam.
l. Mampu mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan
pelayanan yang optimal pada pasien.
m. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
n. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement
g. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan

4.2.2 D Pelayanan PICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:


a. Resusitasi jantungparu.
b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana.
c. Terapi oksigen.
d. Pemantauan elektrokardiogram (EKG), pulseoxymetri terus menerus.
e. Pemberian nutrisi enteral danparenteral.
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
g. Pelaksanaan terapi secaratitrasi.
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai kondisipasien.
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat.Kemampuan melakukan fisioterapi dada.

4.2.3 Struktur Organisasi


Sebuah kajian sistematik menjelaskan bahwa dalam sistem organisasi
ruang PICU harus terdapat setidaknya 8 komponen yang berperanan dalam
keberhasilan perawatan. Kedelapan komponen tersebut meliputi staf yang
kompeten, kerjasama yang baik internal maupun eksternal, rasio jumlah
penderita dan beban kerja, adanya protokol kerja, kriteria penderita yang perlu
dirawat dan keluar, ketersediaan teknologi yang memadai, struktur organisasi
yang jelas, dan tingkat kesalahan yang rendah.

25
Semakin lengkap staf yang dimiliki suatu ruang rawat intensif maka
diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Beberapa ahli
mengatakan bahwa PICU yang dijalankan oleh seorang spesialis anak akan
menurunkan angka kematian penderita yang dirawat secara bermakna.
Demikian pula adanya dokter sub-spesialis lainnya, bahkan adanya ahli farmasi
akan mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Hal yang tidak kalah
penting adalah adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar staf
sehingga tidak terjadi konflik dalam penatalaksanaan penderita. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka tim harus bekerja dalam konteks interdisiplin
sehingga apapun yang dilakukan merupakan kompromi yang terbaik untuk
penatalaksanaan penderita.
Pihak rumah sakit dan kepala perawat perlu membuat kebijakan
berkolaborasi dengan komite PICU. Kebijakan ini yang akan mengatur masalah
prosedur keamanan, infeksi nosokomial, isolasi penderita, kunjungan penderita,
pengendalian alur penderita, kriteria penerimaan dan pemulangan penderita,
pemantauan penderita, pemeliharaan alat, penyimpanan rekam medis,
penatalaksanaan keluarga (termasuk pertemuan keluarga, kelompok
pendukung, dan dukungan keluarga), serta penanganan kedukaan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa struktur organisasi, keberadaan
spesialis anak, dan kerjasama tim yang baik merupakan hal yang sangat
penting untuk keberhasilan perawatan.
Dalam pengelolaan PICU, konsultan Pediatrik Gawat Darurat bertindak
sebagai koordinator medis yang dapat melibatkan tim multidisiplin (single
management, multidiscipline team).

4.2.4 Personil
Koordinator medis
Koordinator medis harus memiliki sertifikasi konsultan pediatrik gawat
darurat dan mempertahankan sertifikasi aktif dalam bidang gawat darurat. Hal ini
merupakan keharusan untuk PICU strata tersier dan dianjurkan untuk PICU
strata sekunder.
Koordinator medis bersama dengan kepala perawat, perlu bekerjasama
dalam mengembangkan dan meninjau kebijakan PICU yang melibatkan
multidisiplin, mendorong implementasi kebijakan tersebut, berpartisipasi dalam
persiapan anggaran, membantu dalam koordinasi pendidikan staf, membuat
penyimpanan data mengenai pengalaman dan kinerja unit, menjalin komunikasi
yang baik, mengawasi teknik resusitasi, melakukan aktivitas peningkatan kualitas
dan mengkoordinasi penelitian medis. Orang lain dapat ditunjuk untuk
26
mengawasi masing-masing kegiatan ini, namun koordinator medis harus
berpartisipasi secara langsung dalam tiap kegiatan.
Koordinator medis akan membuat daftar dokter yang berkualifikasi
untuk menggantikan posisinya selama berhalangan. Koordinator medis atau
penggantinya akan sering bertindak sebagai dokter yang merawat penderita di
PICU. Sebagai tambahan, koordinator medis atau penggantinya memiliki otoritas
institusional untuk menyediakan pelayanan intensif primer atau konsultasi bagi
seluruh penderita PICU. Otoritas ini perlu dicantumkan dalam kebijakan institusi
dan juga termasuk menyediakan konsultasi dan intervensi pada saat dokter yang
merawat berhalangan hadir. Diperlukan kontak antar dokter secara langsung
untuk setiap penderita yang dirawat di PICU, termasuk yang ditransfer dari
institusi lain, maupun yang berasal dari ruang emergensi atau operasi.

4.2.5 Staf Dokter


Penelitian menunjukkan bahwa adanya pediatrik intensivis secara
penuh waktu di PICU memperbaiki pelayanan penderita dan efisiensi. Pada
waktu tertentu dokter yang merawat penderita di PICU dapat mendelegasikan
tugasnya kepada dokter yang minimal berpengalaman kerja selama satu tahun
setelah lulus (untuk PICU strata tersier dokter ini harus memiliki penugasan
untuk bekerja di PICU, sedangkan untuk PICU strata sekunder harus tersedia,
namun tidak perlu dengan penugasan) di PICU. Ketersediaan dokter yang
berdinas dengan pengalaman kerja dua tahun setelah kelulusan atau lebih dalam
bidang pediatrik atau anestesiologi penting untuk setiap PICU strata tersier.
Sebagai tambahan, di setiap rumah sakit yang memiliki PICU harus tersedia
dokter 24 jam sehari untuk penanganan penderita di PICU. Dokter ini harus
terampil dan memiliki kualifikasi untuk tatalaksana kegawatdaruratan pada anak
sakit kritis.
Bergantung pada ukuran unit dan populasi penderita, mungkin
dibutuhkan lebih banyak dokter dengan level pelatihan yang lebih tinggi dalam
bidang pediatrik gawat darurat. Dokter konsultan termasuk dokter yang merawat
penderita atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya, harus hadir dalam 30
menit bila dibutuhkan. Untuk PICU strata tersier, dokter yang tersedia harus
termasuk pediatrik intensivis, ahli anestesiologi anak, dokter jantung anak, dokter
neurologi anak, dokter radiologi anak, dan psikiater, dokter bedah anak, dokter
bedah saraf anak, dan dokter THT (terutama subspesialisasi anak), dokter bedah
ortopedi (terutama subspesialisasi anak), dokter bedah jantung (terutama
subspesialisasi anak). Untuk PICU strata sekunder, subspesialis anak (kecuali
pediatrik intensivis) bukan merupakan hal yang esensial sebagaimana PICU
27
strata tersier. Ketersediaan dokter bedah umum dan bedah saraf adalah esensial,
sedangkan untuk dokter THT dan bedah ortopedi dianjurkan ada. Untuk PICU
strata sekunder, ketersediaan dokter bedah kardiovaskular adalah opsional.
Untuk PICU strata tersier, diharapkan dokter bedah plastik, bedah
mulut, ahli pulmonologi anak, ahli hematologi/onkologi anak, endokrinologi anak,
gastroenterologi anak, dan alergi-imunologi anak bila dibutuhkan dapat datang
dalam waktu dekat setelah pemberitahuan. Untuk PICU strata sekunder, para
dokter spesialis diharapkan datang dalam waktu 24 jam setelah pemberitahuan.

4.2.6 Staf Keperawatan


Untuk PICU strata sekunder dan tersier dibutuhkan kepala perawat
dengan pendidikan sarjana keperawatan dan pengalaman kerja di PICU
sekurang- kurangnya lima tahun. Kepala perawat bertanggung jawab dalam
menjamin lingkungan kerja yang aman, jumlah perawat dengan tingkat
keterampilan yang bervariasi, serta suplai dan alat yang memadai. Disamping itu
kepala perawat berpartisipasi dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan
tertulis dan prosedur di PICU; mengkoordinasi pendidikan staf multidisipliner,
pengendalian kualitas, dan penelitian keperawatan; serta mempersiapkan
anggaran bersama koordinator medis. Tanggung jawab ini dapat dibagi atau
didelegasikan kepada perawat lain, tetapi kepala perawat memiliki tanggung
jawab atas keseluruhan program. Kepala perawat perlu membuat daftar nama
orang-orang yang menjadi penggantinya bila ia berhalangan.
Bagian keperawatan atau pelayanan medis seharusnya membuat
program orientasi perawat, peninjauan kompetensi tiap tahun untuk terapi berisiko
tinggi namun berfrekuensi rendah, menentukan kompetensi dasar berdasarkan
populasi penderita, serta mengadakan program pendidikan berkelanjutan yang
spesifik untuk keperawatan pediatrik gawat darurat. Isi program seharusnya
disesuaikan dengan kebutuhan populasi penderita dalam tiap unit. Dianjurkan
agar tiap staf perawat yang bekerja di PICU strata sekunder dan tersier memiliki
sertifikasi dalam pediatrik gawat darurat.
Seluruh perawat yang bekerja di PICU strata sekunder dan tersier
seharusnya telah menjalani orientasi klinis dan keilmuan dalam bidang pediatrik
gawat darurat sebelum memegang tanggung jawab penuh dalam perawatan
penderita. Advanced Pediatric Resuscitation Course (APRC) atau kursus yang
setara perlu dilakukan. Rasio penderita dan perawat ditentukan berdasarkan
kondisi penderita, dengan rentang antara 2:1 hingga 1:3.
Di bawah arahan konsultan pediatrik gawat darurat, perawat yang
bertugas di PICU strata sekunder dan tersier harus memiliki keahlian klinis dalam
28
pengelolaan gagal napas, ventilasi mekanik dan syok pada anak (khususnya
dalam bidang terapi respirasi).

4.2.7 Personel Pendukung


Direkomendasikan adanya ahli farmasi klinis yang terlatih dengan
kualifikasi memadai yang bertugas di PICU strata tersier, dan lebih baik pula bila
tersedia di PICU strata sekunder. Staf ahli farmasi harus berada 24 jam sehari di
rumah sakit yang memiliki PICU strata tersier dan dianjurkan untuk rumah sakit
dengan PICU strata sekunder.
Teknisi biomedis harus tersedia dalam waktu 1 jam, 24 jam sehari untuk
PICU strata sekunder dan tersier. Untuk PICU strata tersier, diperlukan petugas
administrasi yang tersedia 24 jam sehari. Teknisi radiologi (terutama dengan
pelatihan di bidang pediatrik) harus tersedia 24 jam sehari di rumah sakit dengan
PICU strata tersier dan sangat direkomendasikan untuk rumah sakit dengan PICU
strata sekunder. Bila memungkinkan tersedia pekerja sosial; terapis fisik, okupasi,
dan wicara; ahli gizi; psikolog anak; dan pekarya.

4.2.8 Fasilitas Dan Pelayanan


Pada setiap kabupaten/ kotamadya direkomendasikan untuk memiliki
Rumah Sakit dengan fasilitas PICU minimal strata primer, sedangkan di setiap
propinsi minimal mempunyai fasilitas PICU strata sekunder. PICU strata tersier
direkomendasikan pada setiap Rumah Sakit Pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan dokter spesialis anak.
Untuk rumah sakit dengan PICU strata sekunder dan tersier, dibutuhkan
area di ruang emergensi yang memiliki kapasitas dan peralatan untuk resusitasi
anak dengan penyakit medis, bedah, atau traumatik. Di bagian emergensi harus
tersedia staf dokter 24 jam sehari di seluruh rumah sakit yang memiliki PICU.
Rumah sakit dengan PICU strata tersier seharusnya memiliki bagian emergensi
anak yang terpisah dan memiliki dokter yang terlatih dalam pediatrik gawat
darurat dan tersedia 24 jam sehari.
Bagian bedah di rumah sakit dengan PICU strata tersier akan memiliki
setidaknya 1 ruang operasi yang siap dalam waktu 60 menit, 24 jam sehari; dan
ruang operasi kedua yang siap dalam waktu 120 menit. Kapabilitas di ruang
operasi di rumah sakit dengan PICU strata tersier harus termasuk bronkoskopi
anak, endoskopi, dan radiografi.
Bank darah sebaiknya memiliki setiap komponen darah dan tersedia 24
jam sehari di rumah sakit dengan PICU strata tersier.
Pelayanan radiologi anak di rumah sakit dengan PICU strata tersier harus
29
termasuk radiografi portabel, fluoroskopi, CT scan, dan USG. Sidik angiografi
nuklir dan MRI. Untuk PICU strata sekunder dianjurkan memiliki radiografi
portabel dan USG dan siap dalam 4 jam.
Laboratorium klinik di rumah sakit dengan PICU strata sekunder dan
tersier direkomendasikan memiliki kemampuan menangani mikrospesimen dalam
waktu 1 jam untuk pemeriksaan sel darah lengkap, hitung jenis leukosit, dan
trombosit; urinalisis; pengukuran elektrolit, blood urea nitrogen, kreatinin, glukosa,
konsentrasi kalsium, partial thromboplastin time; serta analisis cairan
serebrospinal. Hasil analisis gas darah harus tersedia dalam waktu 30 menit.
Hasil skrining obat dan kadar amonia serum, osmolaritas serum dan urin, fosfor,
dan magnesium harus tersedia dalam waktu 12 jam untuk PICU strata tersier.
Pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur bakteriologi tersedia 24 jam sehari.
Farmasi rumah sakit harus mampu menyediakan seluruh obat yang
dibutuhkan setiap jenis dan usia penderita anak 24 jam sehari. Dianjurkan agar
tersedia farmasi satelit yang berlokasi di dekat PICU. Sangat diharapkan agar di
rumah sakit dengan PICU strata tersier tersedia seorang ahli farmasi klinis
pediatrik, sedangkan hal ini opsional untuk rumah sakit dengan PICU strata
sekunder. Seorang ahli farmasi seharusnya berpartisipasi dalam kunjungan besar
penderita, memantau terapi medikamentosa, menyediakan informasi obat bagi
praktisi PICU, serta mengevaluasi masalah yang berhubungan dengan obat. Di
samping setiap tempat tidur perlu tersedia referensi berisi obat-obat penting dan
resusitasi serta dosis yang sesuai bagi penderita.
Uji diagnostik jantung dan neurologis akan tersedia bagi bayi dan anak
di rumah sakit dengan PICU strata tersier dan opsional bagi rumah sakit dengan
PICU strata sekunder. Teknisi dengan pelatihan khusus di bidang pediatrik harus
tersedia untuk menjalankan pemeriksaan ini. Elektrokardiogram, ekokardiografi 2
dimensi dengan Doppler berwarna, serta elektroensefalografi harus tersedia 24
jam sehari untuk PICU strata tersier. Alat ultrasonografi Doppler dan pemantauan
evoked potential dianjurkan tersedia di PICU strata tersier.
Alat dan teknisi hemodialisis yang berpengalaman menangani penderita
anak harus tersedia 24 jam sehari di RS dengan PICU strata tersier dan opsional
untuk RS dengan PICU strata sekunder.
Fasilitas RS harus termasuk ruang tunggu yang nyaman, area
konsultasi privat, fasilitas makan, area konferensi, serta akomodasi tidur dan
telepon, kamar mandi, serta fasilitas mencuci bagi keluarga penderita. Fasilitas
dan personil seharusnya juga mampu menyediakan kebutuhan psikologis dan
spiritual penderita dan keluarganya.

30
4.2.10 Obat Dan Peralatan
Obat untuk resusitasi dan bantuan hidup lanjut harus tersedia segera
untuk setiap penderita di PICU. Obat-obatan ini harus tersedia sesuai Pedoman
Advanced Pediatric
Resuscitation Course (APRC) dan termasuk obat-obatan yang
dibutuhkan oleh pasien di PICU. Alat bantuan hidup, terapeutik, dan monitoring
yang diperinci dalam bagian ini harus ada atau tersedia dengan segera di setiap
strata PICU.

4.2.10.A Alat Portabel


Alat portabel termasuk kereta obat emergensi; lampu tindakan; alat
ultrasonografi Doppler; defibrilator dengan lempeng pediatrik; termometer yang
dapat mengidentifikasi hipotermia dan hipertermia berat; alat pengukur tekanan
darah otomatis; alat penimbang berat badan secara akurat; boks bayi dan tempat
tidur dengan akses tindakan di daerah kepala; penghangat bayi; selimut
penghangat dan pendingin; alat terapi sinar; alat penghangat darah; dan monitor
untuk transpor penderita. Pompa infus dengan akurasi mikro (0,1 ml/jam) harus
tersedia. Tanki oksigen diperlukan untuk transpor dan cadangan suplai oksigen.
Demikian pula alat pengisap lendir portabel diperlukan untuk transpor penderita
dan cadangan.
Peralatan tambahan yang harus tersedia termasuk pompa infus
volumetrik, pencampur udara-oksigen, kompresor udara, pelembab udara, alat
resusitasi balon sungkup, otoskop dan oftalmoskop, serta inkubator transpor.
Mesin elektroensefalografi portabel harus tersedia di rumah sakit untuk
perekaman di samping tempat tidur di PICU strata teriser. Televisi, radio, dan
kursi-kursi perlu tersedia untuk penderita dan keluarga yang dapat
memanfaatkannya.

4.2.10.B Peralatan Kecil


Beberapa peralatan kecil dengan ukuran yang sesuai untuk penderita
anak harus tersedia segera setiap saat. Alat tersebut termasuk kateter pengisap
lendir; alat intubasi trakea (gagang laringoskop, daun laringoskop dengan
berbagai tipe dan ukuran sehingga dapat digunakan untuk intubasi penderita
segala usia), forceps Magill, selang endotrakeal dengan berbagai ukuran (dengan
dan tanpa balon); pipa orofaring dan nasofaring; laryngeal mask airway ; kateter
vena sentral; kateter arteri; kateter arteri pulmonal; selang torakostomi; serta set
bedah untuk venaseksi, torakostomi, krikotirotomi, dan trakeostomi. Alat
31
bronkoskopi fleksibel ukuran pediatrik harus tersedia di RS dengan PICU strata
tersier dan dianjurkan pula untuk tersedia di RS dengan PICU strata sekunder.

Alat Respirasi
Ventilator mekanik invasif dan non invasif yang sesuai untuk penderita
anak dengan berbagai ukuran harus tersedia untuk tiap tempat tidur di PICU
strata sekunder dan tersier. Ventilator portabel dianjurkan tersedia pada PICU
strata sekunder dan harus tersedia pada strata tersier. Peralatan fisioterapi dada
dan pengisapan lendir, spirometer, serta alat analisis oksigen harus selalu
tersedia bagi setiap penderita. Monitor oksigen (pulse oxymeter) harus tersedia di
semua strata. Sedangkan monitor CO2 (end-tidal atau transcutaneous CO2)
dianjurkan untuk strata tersier.

Monitor Di Samping Tempat Tidur


Monitor di samping tempat tidur di setiap PICU harus dapat memonitor
secara kontinu frekuensi dan irama jantung, laju napas, suhu, tekanan darah,
saturasi oksigen, CO2 di akhir inspirasi, serta deteksi aritmia. Monitoring di
samping tempat tidur di PICU strata tersier harus dapat memantau secara
simultan tekanan arteri sistemik, vena sentral atau arteri pulmonalis, intrakranial
dan EEG. Pemantauan curah jantung secara kontinu sangat dianjurkan. Monitor
harus memiliki alarm nilai tinggi dan rendah untuk frekuensi jantung, laju napas,
dan setiap tekanan. Alarm harus terdengar dan terlihat. Hard copy strip ritme yang
permanen harus tersedia di PICU strata sekunder dan tersier; serta diharapkan
berisi setiap variabel yang dimonitor. Setiap monitor harus dipelihara dan
diperiksa secara rutin.

Pelayanan Sebelum Di Rumah Sakit


Seringkali penderita yang membutuhkan PICU ditranspor dari lokasi
kecelakaan atau rumah sakit lain. Metode komunikasi yang dijalin dapat
bervariasi, namun perlu dipersiapkan suatu komunikasi tertulis yang baku. Setiap
PICU strata sekunder dan tersier harus memiliki jalur telepon multipel sehingga
dapat menerima telepon dari luar bahkan pada waktu yang paling sibuk sekalipun.
Akses cepat terhadap pusat pengendalian keracunan sangat penting. Adanya
mesin fax sangat penting untuk PICU strata sekunder dan tersier.
Pengaturan pemindahan penderita secara formal sangat dianjurkan.
Setiap PICU harus memiliki atau berafiliasi dengan tim transportasi yang terlatih
dalam bidang pediatrik dalam mengatur transpor penderita secara aman. Idealnya,
tim transpor ini seharusnya mampu memberikan pelayanan PICU selama
32
perjalanan. Dokter supervisor harus siap memberikan konsultasi selama proses
transpor antar fasilitas. Tim transpor ini harus memiliki peralatan dengan ukuran
yang sesuai untuk anak sebagai antisipasi dan tatalaksana kebutuhan pelayanan
kesehatan anak yang berbeda-beda di lingkungan ini. Fasilitas telemedicine harus
dipertimbangkan dan dianjurkan seiring dengan ketersediaan teknologi yang
semakin luas.

Kebijakan yang dibuat seharusnya memaparkan

4.2 Definisi

Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care Uni t(PICU)
adalah fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan
penderita anak yang mengalami gangguan medis,bedah dan trauma, atau
kondisi yang mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan
intensif, observasi yang bersifat komprehensif dan perawatankhusus.

4.2.1 Klasifikasi

Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata pelayanan yaitu primer, sekunder
dan tersier.

4.2.2.APelayanan PICU primer (standar minimal)

PelayananPICUprimermampumemberikanpengelolaanresusitatifsegerauntukp
asien gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai
peranan penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien
medic dan bedah yang berisiko. Dalam PICU dilakukan ventilasi mekanik
(invasif atau non-invasif) dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama
beberapajam.

Kekhususan yang harus dimiliki :


a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
emergensi dan ruangan perawatanlain.
b. Memiliki protokol penderita yang masuk, keluar sertarujukan.
c. Memiliki seorang dokter spesialis anak yang telah mendapat pelatihan
PICU atau seorang pediatric intensivist yang kompeten sebagai
coordinator medis.
d. Memiliki dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi
jantung paru

33
e. Tahap lanjut.
f. Konsultan yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil
setiap saat.
g. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
h. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu
(Hemoglobin, hematokrit, gula darah dan trombosit), roentgen,
kemudahan diagnostik dan fisioterapi.

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi

b. Personel

c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit

d. Alat dan obat-obatan

e. Perawatan prehospital
4.2.2.B Pelayanan PICU sekunder

Pelayanan PICU sekunder memberikan standar PICU yang tinggi,


mendukungperan rumah sakit lain yang telah ditentukan, misalnya
pneumonia, diare, dengue, malaria, measles, sepsis bakterial yang berat,
kasus bedah, pengelolaan trauma, dan lain- lain. PICU hendaknya mampu
memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/
bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus
dimiliki:
a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
emergensi dan ruangan perawatanlain.
b. Memiliki protokol penderita yang masuk, keluar sertarujukan.
c. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala PICU,seorang dokter spesialis anak yang
telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan PICU
yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang
minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan lanjut).
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat sama dengan 1 : 1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya.
f. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan /terapi intensif
atau
g. Minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
34
h. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha-usaha
penunjang hidup.
i. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostic
dan fisioterapi selama 24 jam.
j.Memiliki ruangan untuk isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.
k. Terdapat prosedur pelaporan resmi danpengkajian.
l.Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah danpenelitian.
Spesifikasi terdiri dari:
a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement

4.2.2.C Pelayanan PICU tersier (tertinggi)


Pelayanan PICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk PICU,
mampu menyediakan perawatan pediatrik definitif yang bersifat kompleks,
progresif, berubah dengan cepat, baik bersifat medis, operasi, maupun
gangguan traumatik, termasuk kelainan genetik/ bawaan yang sering
membutuhkan pendekatan yang bersifat multidisipliner. Memberikan pelayanan
yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks
dalam jangka waktu yang tak terbatas. PICU ini melakukan ventilasi mekanik,
pelayanan dukungan/ bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan
kardiovaskular invasif dalam jangka panjang dan mempunyai dukungan
pelayanan medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dikelola oleh
konsultan Pediatrik Gawat Darurat. Kekhususan yang harus dimiliki:
a. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
b. Memiliki protokol penderita masuk, keluar dan rujukan.
c. Memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, dating
setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala konsultan Pediatrik Gawat Darurat, seorang dokter
yang
e. telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan Pediatrik
Gawat Darurat, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter

35
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan
lanjut).
f. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan
pasien:perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
g. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
h. minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
i. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi
intensif baik non-invasif maupun invasif.
j. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik dan
k. fisioterapi selama 24 jam.
l. Mampu mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan
pelayanan yang optimal pada pasien.
m. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
n. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement
g. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan

4.2.2 D Pelayanan PICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:


a. Resusitasi jantungparu.
b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana.
c. Terapi oksigen.
d. Pemantauan elektrokardiogram (EKG), pulseoxymetri terus menerus.
e. Pemberian nutrisi enteral danparenteral.
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat danmenyeluruh.
g. Pelaksanaan terapi secaratitrasi.
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai kondisipasien.
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel
selamatransportasi pasiengawat.
j. Kemampuan melakukan fisioterapidada.

36
4.2.3 struktur Organisasi
Sebuah kajian sistematik menjelaskan bahwa dalam sistem organisasi
ruang PICU harus terdapat setidaknya 8 komponen yang berperanan dalam
keberhasilan perawatan. Kedelapan komponen tersebut meliputi staf yang
kompeten, kerjasama yang baik internal maupun eksternal, rasio jumlah
penderita dan beban kerja, adanya protokol kerja, kriteria penderita yang perlu
dirawat dan keluar, ketersediaan teknologi yang memadai, struktur organisasi
yang jelas, dan tingkat kesalahan yang rendah.
Semakin lengkap staf yang dimiliki suatu ruang rawat intensif
maka diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
Beberapa ahli mengatakan bahwa PICU yang dijalankan oleh seorang spesialis
anak akan menurunkan angka kematian penderita yang dirawat secara
bermakna. Demikian pula adanya dokter sub-spesialis lainnya, bahkan adanya
ahli farmasi akan mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Hal yang tidak
kalah penting adalah adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar staf
sehingga tidak terjadi konflik dalam penatalaksanaan penderita. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka tim harus bekerja dalam konteks interdisiplin
sehingga apapun yang dilakukan merupakan kompromi yang terbaik untuk
penatalaksanaan penderita.
Pihak rumah sakit dan kepala perawat perlu membuat kebijakan
berkolaborasi dengan komite PICU. Kebijakan ini yang akan mengatur masalah
prosedur keamanan, infeksi nosokomial, isolasi penderita, kunjungan penderita,
pengendalian alur penderita, kriteria penerimaan dan pemulangan penderita,
pemantauan penderita, pemeliharaan alat, penyimpanan rekam medis,
penatalaksanaan keluarga (termasuk pertemuan keluarga, kelompok
pendukung, dan dukungan keluarga), serta penanganan kedukaan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa struktur organisasi, keberadaan
spesialis anak, dan kerjasama tim yang baik merupakan hal yang sangat
penting untuk keberhasilan perawatan. Dalam pengelolaan PICU, konsultan
Pediatrik Gawat Darurat bertindak sebagai koordinator medis yang dapat
melibatkan tim multidisiplin (single management, multidiscipline team).

4.2.4 Personil
koordinator medis
Koordinator medis harus memiliki sertifikasi konsultan pediatrik gawat
darurat dan mempertahankan sertifikasi aktif dalam bidang gawat darurat. Hal ini
merupakan keharusan untuk PICU strata tersier dan dianjurkan untuk PICU strata

37
sekunder.
Koordinator medis bersama dengan kepala perawat, perlu bekerjasama
dalam mengembangkan dan meninjau kebijakan PICU yang melibatkan
multidisiplin, mendorong implementasi kebijakan tersebut, berpartisipasi dalam
persiapan anggaran, membantu dalam koordinasi pendidikan staf, membuat
penyimpanan data mengenai pengalaman dan kinerja unit, menjalin komunikasi
yang baik, mengawasi teknik resusitasi, melakukan aktivitas peningkatan kualitas
dan mengkoordinasi penelitian medis. Orang lain dapat ditunjuk untuk mengawasi
masing-masing kegiatan ini, namun koordinator medis harus berpartisipasi secara
langsung dalam tiap kegiatan.
Koordinator medis akan membuat daftar dokter yang berkualifikasi
untuk menggantikan posisinya selama berhalangan. Koordinator medis atau
penggantinya akan sering bertindak sebagai dokter yang merawat penderita di
PICU. Sebagai tambahan, koordinator medis atau penggantinya memiliki otoritas
institusional untuk menyediakan pelayanan intensif primer atau konsultasi bagi
seluruh penderita PICU. Otoritas ini perlu dicantumkan dalam kebijakan institusi
dan juga termasuk menyediakan konsultasi dan intervensi pada saat dokter yang
merawat berhalangan hadir. Diperlukan kontak antar dokter secara langsung
untuk setiap penderita yang dirawat di PICU, termasuk yang ditransfer dari
institusi lain, maupun yang berasal dari ruang emergensi atau operasi.

4.2.5 Staf Dokter


Penelitian menunjukkan bahwa adanya pediatrik intensivis secara
penuh waktu di PICU memperbaiki pelayanan penderita dan efisiensi. Pada waktu
tertentu dokter yang merawat penderita di PICU dapat mendelegasikan tugasnya
kepada dokter yang minimal berpengalaman kerja selama satu tahun setelah lulus
(untuk PICU strata tersier dokter ini harus memiliki penugasan untuk bekerja di
PICU, sedangkan untuk PICU strata sekunder harus tersedia, namun tidak perlu
dengan penugasan) di PICU. Ketersediaan dokter yang berdinas dengan
pengalaman kerja dua tahun setelah kelulusan atau lebih dalam bidang pediatrik
atau anestesiologi penting untuk setiap PICU strata tersier. Sebagai tambahan, di
setiap rumah sakit yang memiliki PICU harus tersedia dokter 24 jam sehari untuk
penanganan penderita di PICU. Dokter ini harus terampil dan memiliki kualifikasi
untuk tatalaksana kegawatdaruratan pada anak sakit kritis.
Bergantung pada ukuran unit dan populasi penderita, mungkin
dibutuhkan lebih banyak dokter dengan level pelatihan yang lebih tinggi dalam
bidang pediatrik gawat darurat. Dokter konsultan termasuk dokter yang merawat
penderita atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya, harus hadir dalam 30
38
menit bila dibutuhkan. Untuk PICU strata tersier, dokter yang tersedia harus
termasuk pediatrik intensivis, ahli anestesiologi anak, dokter jantung anak, dokter
neurologi anak, dokter radiologi anak, dan psikiater, dokter bedah anak, dokter
bedah saraf anak, dan dokter THT (terutama subspesialisasi anak), dokter bedah
ortopedi (terutama subspesialisasi anak), dokter bedah jantung (terutama
subspesialisasi anak). Untuk PICU strata sekunder, subspesialis anak (kecuali
pediatrik intensivis) bukan merupakan hal yang esensial sebagaimana PICU
strata tersier. Ketersediaan dokter bedah umum dan bedah saraf adalah esensial,
sedangkan untuk dokter THT dan bedah ortopedi dianjurkan ada. Untuk PICU
strata sekunder, ketersediaan dokter bedah kardiovaskular adalah opsional.
Untuk PICU strata tersier, diharapkan dokter bedah plastik, bedah
mulut, ahli pulmonologi anak, ahli hematologi/onkologi anak, endokrinologi anak,
gastroenterologi anak, dan alergi-imunologi anak bila dibutuhkan dapat datang
dalam waktu dekat setelah pemberitahuan. Untuk PICU strata sekunder, para
dokter spesialis diharapkan datang dalam waktu 24 jam setelah pemberitahuan.

4.2.6 Staf Keperawatan


Untuk PICU strata sekunder dan tersier dibutuhkan kepala perawat
dengan pendidikan sarjana keperawatan dan pengalaman kerja di PICU
sekurang- kurangnya lima tahun. Kepala perawat bertanggung jawab dalam
menjamin lingkungan kerja yang aman, jumlah perawat dengan tingkat
keterampilan yang bervariasi, serta suplai dan alat yang memadai. Disamping itu
kepala perawat berpartisipasi dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan
tertulis dan prosedur di PICU; mengkoordinasi pendidikan staf multidisipliner,
pengendalian kualitas, dan penelitian keperawatan; serta mempersiapkan
anggaran bersama koordinator medis. Tanggung jawab ini dapat dibagi atau
didelegasikan kepada perawat lain, tetapi kepala perawat memiliki tanggung
jawab atas keseluruhan program. Kepala perawat perlu membuat daftar nama
orang-orang yang menjadi penggantinya bila ia berhalangan.
Bagian keperawatan atau pelayanan medis seharusnya membuat
program orientasi perawat, peninjauan kompetensi tiap tahun untuk terapi berisiko
tinggi namun berfrekuensi rendah, menentukan kompetensi dasar berdasarkan
populasi penderita, serta mengadakan program pendidikan berkelanjutan yang
spesifik untuk keperawatan pediatrik gawat darurat. Isi program seharusnya
disesuaikan dengan kebutuhan populasi penderita dalam tiap unit. Dianjurkan
agar tiap staf perawat yang bekerja di PICU strata sekunder dan tersier memiliki
sertifikasi dalam pediatrik gawat darurat.
Seluruh perawat yang bekerja di PICU strata sekunder dan tersier
39
seharusnya telah menjalani orientasi klinis dan keilmuan dalam bidang pediatrik
gawat darurat sebelum memegang tanggung jawab penuh dalam perawatan
penderita. Advanced Pediatric Resuscitation Course (APRC) atau kursus yang
setara perlu dilakukan. Rasio penderita dan perawat ditentukan berdasarkan
kondisi penderita, dengan rentang antara 2:1 hingga 1:3.
Di bawah arahan konsultan pediatrik gawat darurat, perawat yang
bertugas di PICU strata sekunder dan tersier harus memiliki keahlian klinis dalam
pengelolaan gagal napas, ventilasi mekanik dan syok pada anak (khususnya
dalam bidang terapi respirasi).

4.2.7 Personel Pendukung


Direkomendasikan adanya ahli farmasi klinis yang terlatih dengan
kualifikasi memadai yang bertugas di PICU strata tersier, dan lebih baik pula bila
tersedia di PICU strata sekunder. Staf ahli farmasi harus berada 24 jam sehari di
rumah sakit yang memiliki PICU strata tersier dan dianjurkan untuk rumah sakit
dengan PICU strata sekunder.
Teknisi biomedis harus tersedia dalam waktu 1 jam, 24 jam sehari untuk
PICU strata sekunder dan tersier. Untuk PICU strata tersier, diperlukan petugas
administrasi yang tersedia 24 jam sehari. Teknisi radiologi (terutama dengan
pelatihan di bidang pediatrik) harus tersedia 24 jam sehari di rumah sakit dengan
PICU strata tersier dan sangat direkomendasikan untuk rumah sakit dengan PICU
strata sekunder. Bila memungkinkan tersedia pekerja sosial; terapis fisik, okupasi,
dan wicara; ahli gizi; psikolog anak; dan pekarya.

4.2.8 Fasilitas Dan Pelayanan


Pada setiap kabupaten/ kotamadya direkomendasikan untuk memiliki
Rumah Sakit dengan fasilitas PICU minimal strata primer, sedangkan di setiap
propinsi minimal mempunyai fasilitas PICU strata sekunder. PICU strata tersier
direkomendasikan pada setiap Rumah Sakit Pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan dokter spesialis anak.
Untuk rumah sakit dengan PICU strata sekunder dan tersier, dibutuhkan
area di ruang emergensi yang memiliki kapasitas dan peralatan untuk resusitasi
anak dengan penyakit medis, bedah, atau traumatik. Di bagian emergensi harus
tersedia staf dokter 24 jam sehari di seluruh rumah sakit yang memiliki PICU.
Rumah sakit dengan PICU strata tersier seharusnya memiliki bagian emergensi
anak yang terpisah dan memiliki dokter yang terlatih dalam pediatrik gawat darurat
dan tersedia 24 jam sehari.
Bagian bedah di rumah sakit dengan PICU strata tersier akan memiliki
40
setidaknya 1 ruang operasi yang siap dalam waktu 60 menit, 24 jam sehari; dan
ruang operasi kedua yang siap dalam waktu 120 menit. Kapabilitas di ruang
operasi di rumah sakit dengan PICU strata tersier harus termasuk bronkoskopi
anak, endoskopi, dan radiografi.
Bank darah sebaiknya memiliki setiap komponen darah dan tersedia 24
jam sehari di rumah sakit dengan PICU strata tersier. Pelayanan radiologi anak di
rumah sakit dengan PICU strata tersier harus termasuk radiografi portabel,
fluoroskopi, CT scan, dan USG. Sidik angiografi nuklir dan MRI. Untuk PICU
strata sekunder dianjurkan memiliki radiografi portabel dan USG dan siap dalam 4
jam.
Laboratorium klinik di rumah sakit dengan PICU strata sekunder dan
tersier direkomendasikan memiliki kemampuan menangani mikrospesimen dalam
waktu 1 jam untuk pemeriksaan sel darah lengkap, hitung jenis leukosit, dan
trombosit; urinalisis; pengukuran elektrolit, blood urea nitrogen, kreatinin, glukosa,
konsentrasi kalsium, partial thromboplastin time; serta analisis cairan
serebrospinal. Hasil analisis gas darah harus tersedia dalam waktu 30 menit.
Hasil skrining obat dan kadar amonia serum, osmolaritas serum dan urin, fosfor,
dan magnesium harus tersedia dalam waktu 12 jam untuk PICU strata tersier.
Pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur bakteriologi tersedia 24 jam sehari.
Farmasi rumah sakit harus mampu menyediakan seluruh obat yang
dibutuhkan setiap jenis dan usia penderita anak 24 jam sehari. Dianjurkan agar
tersedia farmasi satelit yang berlokasi di dekat PICU. Sangat diharapkan agar di
rumah sakit dengan PICU strata tersier tersedia seorang ahli farmasi klinis
pediatrik, sedangkan hal ini opsional untuk rumah sakit dengan PICU strata
sekunder. Seorang ahli farmasi seharusnya berpartisipasi dalam kunjungan besar
penderita, memantau terapi medikamentosa, menyediakan informasi obat bagi
praktisi PICU, serta mengevaluasi masalah yang berhubungan dengan obat. Di
samping setiap tempat tidur perlu tersedia referensi berisi obat-obat penting dan
resusitasi serta dosis yang sesuai bagi penderita.
Uji diagnostik jantung dan neurologis akan tersedia bagi bayi dan anak
di rumah sakit dengan PICU strata tersier dan opsional bagi rumah sakit dengan
PICU strata sekunder. Teknisi dengan pelatihan khusus di bidang pediatrik harus
tersedia untuk menjalankan pemeriksaan ini. Elektrokardiogram, ekokardiografi 2
dimensi dengan Doppler berwarna, serta elektroensefalografi harus tersedia 24
jam sehari untuk PICU strata tersier. Alat ultrasonografi Doppler dan pemantauan
evoked potential dianjurkan tersedia di PICU strata tersier.
Alat dan teknisi hemodialisis yang berpengalaman menangani penderita
anak harus tersedia 24 jam sehari di RS dengan PICU strata tersier dan
41
opsional untuk RS dengan PICU strata sekunder.
Fasilitas RS harus termasuk ruang tunggu yang nyaman, area konsultasi privat,
fasilitas makan, area konferensi, serta akomodasi tidur dan telepon, kamar
mandi, serta fasilitas mencuci bagi keluarga penderita. Fasilitas dan personil
seharusnya juga mampu menyediakan kebutuhan psikologis dan spiritual
penderita dan keluarganya.

4.2.10 Obat Dan Peralatan


Obat untuk resusitasi dan bantuan hidup lanjut harus tersedia segera
untuk setiap penderita di PICU. Obat-obatan ini harus tersedia sesuai Pedoman
Advanced Pediatric
Resuscitation Course (APRC) dan termasuk obat-obatan yang
dibutuhkan oleh pasien di PICU. Alat bantuan hidup, terapeutik, dan monitoring
yang diperinci dalam bagian ini harus ada atau tersedia dengan segera di
setiap strata PICU.

4.2.10.A Alat Portabel


Alat portabel termasuk kereta obat emergensi; lampu tindakan; alat
ultrasonografi Doppler; defibrilator dengan lempeng pediatrik; termometer yang
dapat mengidentifikasi hipotermia dan hipertermia berat; alat pengukur tekanan
darah otomatis; alat penimbang berat badan secara akurat; boks bayi dan tempat
tidur dengan akses tindakan di daerah kepala; penghangat bayi; selimut
penghangat dan pendingin; alat terapi sinar; alat penghangat darah; dan monitor
untuk transpor penderita. Pompa infus dengan akurasi mikro (0,1 ml/jam) harus
tersedia. Tanki oksigen diperlukan untuk transpor dan cadangan suplai oksigen.
Demikian pula alat pengisap lendir portabel diperlukan untuk transpor penderita
dan cadangan.
Peralatan tambahan yang harus tersedia termasuk pompa infus volumetrik,
pencampur udara-oksigen, kompresor udara, pelembab udara, alat resusitasi
balon sungkup, otoskop dan oftalmoskop, serta inkubator transpor. Mesin
elektroensefalografi portabel harus tersedia di rumah sakit untuk perekaman di
samping tempat tidur di PICU strata teriser. Televisi, radio, dan kursi-kursi perlu
tersedia untuk penderita dan keluarga yang dapat memanfaatkannya.

4.2.10.B Peralatan Kecil


Beberapa peralatan kecil dengan ukuran yang sesuai untuk penderita
anak harus tersedia segera setiap saat. Alat tersebut termasuk kateter pengisap
lendir; alat intubasi trakea (gagang laringoskop, daun laringoskop dengan
42
berbagai tipe dan ukuran sehingga dapat digunakan untuk intubasi penderita
segala usia), forceps Magill, selang endotrakeal dengan berbagai ukuran (dengan
dan tanpa balon); pipa orofaring dan nasofaring; laryngeal mask airway ; kateter
vena sentral; kateter arteri; kateter arteri pulmonal; selang torakostomi; serta set
bedah untuk venaseksi, torakostomi, krikotirotomi, dan trakeostomi. Alat
bronkoskopi fleksibel ukuran pediatrik harus tersedia di RS dengan PICU strata
tersier dan dianjurkan pula untuk tersedia di RS dengan PICU strata sekunder.

Alat Respirasi
Ventilator mekanik invasif dan non invasif yang sesuai untuk penderita
anak dengan berbagai ukuran harus tersedia untuk tiap tempat tidur di PICU
strata sekunder dan tersier. Ventilator portabel dianjurkan tersedia pada PICU
strata sekunder dan harus tersedia pada strata tersier. Peralatan fisioterapi dada
dan pengisapan lendir, spirometer, serta alat analisis oksigen harus selalu
tersedia bagi setiap penderita. Monitor oksigen (pulse oxymeter) harus tersedia di
semua strata. Sedangkan monitor CO2 (end-tidal atau transcutaneous CO2)
dianjurkan untuk strata tersier.

Monitor Di Samping Tempat Tidur


Monitor di samping tempat tidur di setiap PICU harus dapat memonitor
secara kontinu frekuensi dan irama jantung, laju napas, suhu, tekanan darah,
saturasi oksigen, CO2 di akhir inspirasi, serta deteksi aritmia. Monitoring di
samping tempat tidur di PICU strata tersier harus dapat memantau secara
simultan tekanan arteri sistemik, vena sentral atau arteri pulmonalis, intrakranial
dan EEG. Pemantauan curah jantung secara kontinu sangat dianjurkan. Monitor
harus memiliki alarm nilai tinggi dan rendah untuk frekuensi jantung, laju napas,
dan setiap tekanan. Alarm harus terdengar dan terlihat. Hard copy strip ritme yang
permanen harus tersedia di PICU strata sekunder dan tersier; serta diharapkan
berisi setiap variabel yang dimonitor. Setiap monitor harus dipelihara dan
diperiksa secara rutin.

Pelayanan Sebelum Di Rumah Sakit


Seringkali penderita yang membutuhkan PICU ditranspor dari lokasi
kecelakaan atau rumah sakit lain. Metode komunikasi yang dijalin dapat
bervariasi, namun perlu dipersiapkan suatu komunikasi tertulis yang baku. Setiap
PICU strata sekunder dan tersier harus memiliki jalur telepon multipel sehingga
dapat menerima telepon dari luar bahkan pada waktu yang paling sibuk sekalipun.
Akses cepat terhadap pusat pengendalian keracunan sangat penting. Adanya
43
mesin fax sangat penting untuk PICU strata sekunder dan tersier.
Pengaturan pemindahan penderita secara formal sangat dianjurkan. Setiap PICU
harus memiliki atau berafiliasi dengan tim transportasi yang terlatih dalam bidang
pediatrik dalam mengatur transpor penderita secara aman. Idealnya, tim transpor
ini seharusnya mampu memberikan pelayanan PICU selama perjalanan. Dokter
supervisor harus siap memberikan konsultasi selama proses transpor
antarfasilitas. Tim transpor ini harus memiliki peralatan dengan ukuran yang sesuai
untuk anak sebagai antisipasi dan tatalaksana kebutuhan pelayanan kesehatan
anak yang berbeda-beda di lingkungan ini. Fasilitas telemedicine harus
dipertimbangkan dan dianjurkan seiring dengan ketersediaan teknologi yang
semakin luas.

Kebijakan yang dibuat seharusnya memaparkan 4.2 Definisi

Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah
fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan penderita
anak yang mengalami gangguan medis, bedah dan trauma,atau kondisi yang
mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan intensif, observasi
yang bersifat komprehensif dan perawatan khusus.

4.2.1 Klasifikasi

Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata pelayanan yaitu primer, sekunder
dan tersier.

4.2.2.A Pelayanan PICU primer (standar minimal)

Pelayanan PICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera


untuk pasien gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan
mempunyai peranan penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit
pada pasien medic dan bedah yang berisiko. Dalam PICU dilakukan ventilasi
mekanik (invasif atau non-invasif) dan pemantauan kardiovaskuler sederhana
selama beberapajam.

Kekhususan yang harus dimiliki :


a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
emergensi dan ruangan perawatanlain.
b. Memiliki protokol penderita yang masuk, keluar sertarujukan.
c. Memiliki seorang dokter spesialis anak yang telah mendapat pelatihan
PICU atau seorang pediatric intensivist yang kompeten sebagai

44
coordinator medis.
d. Memiliki dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi
jantung paru
e. Tahap lanjut.
f. Konsultan yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan
dipanggil setiap saat.
g. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
h. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium
tertentu (Hemoglobin, hematokrit, gula darah dan trombosit),
roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi

b. Personel

c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit

d. Alat dan obat-obatan

e. Perawatan prehospital

4.2.2.B Pelayanan PICU sekunder

Pelayanan PICU sekunder memberikan standar PICU yang


tinggi, mendukungperan rumah sakit lain yang telah ditentukan,
misalnya pneumonia, diare, dengue, malaria, measles, sepsis bakterial
yang berat, kasus bedah, pengelolaan trauma, dan lain- lain. PICU
hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama
melakukan dukungan/ bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
Kekhususan yang harus dimiliki:
a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang
emergensi dan ruangan perawatanlain.
b. Memiliki protokol penderita yang masuk, keluar sertarujukan.
c. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat
bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala PICU, seorang dokter spesialis anak yang
telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan PICU
yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang
minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar
danlanjut).

45
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan
pasien : perawat sama dengan 1 : 1 untuk pasien dengan
ventilator,renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus
lainnya.
f. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
g. Minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
h. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama
dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan
usaha-usaha penunjang hidup.
i. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostic dan
j. fisioterapi selama 24 jam.
k. Memiliki ruangan untuk isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.
l. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
m. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan
penelitian.

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement

4.2.2.C Pelayanan PICU tersier (tertinggi)


Pelayanan PICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk PICU,
mampu menyediakan perawatan pediatrik definitif yang bersifat kompleks,
progresif, berubah dengan cepat, baik bersifat medis, operasi, maupun
gangguan traumatik, termasuk kelainan genetik/ bawaan yang sering
membutuhkan pendekatan yang bersifat multidisipliner. Memberikan pelayanan
yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks
dalam jangka waktu yang tak terbatas. PICU ini melakukan ventilasi mekanik,
pelayanan dukungan/ bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan
kardiovaskular invasif dalam jangka panjang dan mempunyai dukungan

46
pelayanan medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dikelola oleh
konsultan Pediatrik Gawat Darurat. Kekhususan yang harus dimiliki:
a. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
b. Memiliki protokol penderita masuk, keluar dan rujukan.
c. Memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, dating
setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala konsultan Pediatrik Gawat Darurat, seorang dokter
yang
e. telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan Pediatrik
Gawat Darurat, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan
lanjut).
f. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
g. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
h. Minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
i. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi
intensif baik non-invasif maupun invasif.
j. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik dan
k. Fisioterapi selama 24 jam.
l. Mampu mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan
pelayanan yang optimal pada pasien.
m. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
n. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian

Spesifikasi terdiri dari:


a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement
g. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan

4.2.2 D Pelayanan PICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:


47
a. Resusitasi jantungparu.
b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan
penggunaan ventilator sederhana.
c. Terapioksigen.
d. Pemantauanelektrokardiogram(EKG),pulseoxymetriterusmenerus.
e. Pemberian nutrisi enteral danparenteral.
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat danmenyeluruh.
g. Pelaksanaan terapi secaratitrasi.
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai kondisipasien.
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel
selamatransportasi pasiengawat.
j. Kemampuan melakukan fisioterapidada.

4.2.3 struktur Organisasi


Sebuah kajian sistematik menjelaskan bahwa dalam sistem organisasi
ruang PICU harus terdapat setidaknya 8 komponen yang berperanan dalam
keberhasilan perawatan. Kedelapan komponen tersebut meliputi staf yang
kompeten, kerjasama yang baik internal maupun eksternal, rasio jumlah
penderita dan beban kerja, adanya protokol kerja, kriteria penderita yang perlu
dirawat dan keluar, ketersediaan teknologi yang memadai, struktur organisasi
yang jelas, dan tingkat kesalahan yang rendah.
Semakin lengkap staf yang dimiliki suatu ruang rawat intensif maka
diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Beberapa ahli
mengatakan bahwa PICU yang dijalankan oleh seorang spesialis anak akan
menurunkan angka kematian penderita yang dirawat secara bermakna.
Demikian pula adanya dokter sub-spesialis lainnya, bahkan adanya ahli farmasi
akan mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Hal yang tidak kalah
penting adalah adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar staf
sehingga tidak terjadi konflik dalam penatalaksanaan penderita. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka tim harus bekerja dalam konteks interdisiplin
sehingga apapun yang dilakukan merupakan kompromi yang terbaik untuk
penatalaksanaan penderita.
Pihak rumah sakit dan kepala perawat perlu membuat kebijakan
berkolaborasi dengan komite PICU. Kebijakan ini yang akan mengatur masalah
prosedur keamanan, infeksi nosokomial, isolasi penderita, kunjungan penderita,
pengendalian alur penderita, kriteria penerimaan dan pemulangan penderita,
pemantauan penderita, pemeliharaan alat, penyimpanan rekam medis,
penatalaksanaan keluarga (termasuk pertemuan keluarga, kelompok
pendukung, dan dukungan keluarga), serta penanganan kedukaan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa struktur organisasi, keberadaan
spesialis anak, dan kerjasama tim yang baik merupakan hal yang sangat
48
penting untuk keberhasilan perawatan.
Dalam pengelolaan PICU, konsultan Pediatrik Gawat Darurat bertindak sebagai
koordinator medis yang dapat melibatkan tim multidisiplin (single management,
multidiscipline team).

4.2.4 Personil
koordinator medis
Koordinator medis harus memiliki sertifikasi konsultan pediatrik gawat
darurat dan mempertahankan sertifikasi aktif dalam bidang gawat darurat. Hal ini
merupakan keharusan untuk PICU strata tersier dan dianjurkan untuk PICU strata
sekunder.
Koordinator medis bersama dengan kepala perawat, perlu bekerjasama
dalam mengembangkan dan meninjau kebijakan PICU yang melibatkan
multidisiplin, mendorong implementasi kebijakan tersebut, berpartisipasi dalam
persiapan anggaran, membantu dalam koordinasi pendidikan staf, membuat
penyimpanan data mengenai pengalaman dan kinerja unit, menjalin komunikasi
yang baik, mengawasi teknik resusitasi, melakukan aktivitas peningkatan kualitas
dan mengkoordinasi penelitian medis. Orang lain dapat ditunjuk untuk mengawasi
masing-masing kegiatan ini, namun koordinator medis harus berpartisipasi secara
langsung dalam tiap kegiatan.
Koordinator medis akan membuat daftar dokter yang berkualifikasi
untuk menggantikan posisinya selama berhalangan. Koordinator medis atau
penggantinya akan sering bertindak sebagai dokter yang merawat penderita di
PICU. Sebagai tambahan, koordinator medis atau penggantinya memiliki otoritas
institusional untuk menyediakan pelayanan intensif primer atau konsultasi bagi
seluruh penderita PICU. Otoritas ini perlu dicantumkan dalam kebijakan institusi
dan juga termasuk menyediakan konsultasi dan intervensi pada saat dokter yang
merawat berhalangan hadir. Diperlukan kontak antar dokter secara langsung
untuk setiap penderita yang dirawat di PICU, termasuk yang ditransfer dari
institusi lain, maupun yang berasal dari ruang emergensi atau operasi.

4.2.5 Staf Dokter


Penelitian menunjukkan bahwa adanya pediatrik intensivis secara
penuh waktu di PICU memperbaiki pelayanan penderita dan efisiensi. Pada waktu
tertentu dokter yang merawat penderita di PICU dapat mendelegasikan tugasnya
kepada dokter yang minimal berpengalaman kerja selama satu tahun setelah lulus
(untuk PICU strata tersier dokter ini harus memiliki penugasan untuk bekerja di
PICU, sedangkan untuk PICU strata sekunder harus tersedia, namun tidak perlu
49
dengan penugasan) di PICU. Ketersediaan dokter yang berdinas dengan
pengalaman kerja dua tahun setelah kelulusan atau lebih dalam bidang pediatrik
atau anestesiologi penting untuk setiap PICU strata tersier. Sebagai tambahan, di
setiap rumah sakit yang memiliki PICU harus tersedia dokter 24 jam sehari untuk
penanganan penderita di PICU. Dokter ini harus terampil dan memiliki kualifikasi
untuk tatalaksana kegawatdaruratan pada anak sakit kritis.
Bergantung pada ukuran unit dan populasi penderita, mungkin
dibutuhkan lebih banyak dokter dengan level pelatihan yang lebih tinggi dalam
bidang pediatrik gawat darurat. Dokter konsultan termasuk dokter yang merawat
penderita atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya, harus hadir dalam 30
menit bila dibutuhkan. Untuk PICU strata tersier, dokter yang tersedia harus
termasuk pediatrik intensivis, ahli anestesiologi anak, dokter jantung anak, dokter
neurologi anak, dokter radiologi anak, dan psikiater, dokter bedah anak, dokter
bedah saraf anak, dan dokter THT (terutama subspesialisasi anak), dokter bedah
ortopedi (terutama subspesialisasi anak), dokter bedah jantung (terutama
subspesialisasi anak). Untuk PICU strata sekunder, subspesialis anak (kecuali
pediatrik intensivis) bukan merupakan hal yang esensial sebagaimana PICU
strata tersier. Ketersediaan dokter bedah umum dan bedah saraf adalah esensial,
sedangkan untuk dokter THT dan bedah ortopedi dianjurkan ada. Untuk PICU
strata sekunder, ketersediaan dokter bedah kardiovaskular adalah opsional.
Untuk PICU strata tersier, diharapkan dokter bedah plastik, bedah
mulut, ahli pulmonologi anak, ahli hematologi/onkologi anak, endokrinologi anak,
gastroenterologi anak, dan alergi-imunologi anak bila dibutuhkan dapat datang
dalam waktu dekat setelah pemberitahuan. Untuk PICU strata sekunder, para
dokter spesialis diharapkan datang dalam waktu 24 jam setelah pemberitahuan.

4.2.6 Staf Keperawatan


Untuk PICU strata sekunder dan tersier dibutuhkan kepala perawat
dengan pendidikan sarjana keperawatan dan pengalaman kerja di PICU
sekurang- kurangnya lima tahun. Kepala perawat bertanggung jawab dalam
menjamin lingkungan kerja yang aman, jumlah perawat dengan tingkat
keterampilan yang bervariasi, serta suplai dan alat yang memadai. Disamping itu
kepala perawat berpartisipasi dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan
tertulis dan prosedur di PICU; mengkoordinasi pendidikan staf multidisipliner,
pengendalian kualitas, dan penelitian keperawatan; serta mempersiapkan
anggaran bersama koordinator medis. Tanggung jawab ini dapat dibagi atau
didelegasikan kepada perawat lain, tetapi kepala perawat memiliki tanggung
jawab atas keseluruhan program. Kepala perawat perlu membuat daftar nama
50
orang-orang yang menjadi penggantinya bila ia berhalangan.
Bagian keperawatan atau pelayanan medis seharusnya membuat
program orientasi perawat, peninjauan kompetensi tiap tahun untuk terapi berisiko
tinggi namun berfrekuensi rendah, menentukan kompetensi dasar berdasarkan
populasi penderita, serta mengadakan program pendidikan berkelanjutan yang
spesifik untuk keperawatan pediatrik gawat darurat. Isi program seharusnya
disesuaikan dengan kebutuhan populasi penderita dalam tiap unit. Dianjurkan
agar tiap staf perawat yang bekerja di PICU strata sekunder dan tersier memiliki
sertifikasi dalam pediatrik gawat darurat.
Seluruh perawat yang bekerja di PICU strata sekunder dan tersier
seharusnya telah menjalani orientasi klinis dan keilmuan dalam bidang pediatrik
gawat darurat sebelum memegang tanggung jawab penuh dalam perawatan
penderita. Advanced Pediatric Resuscitation Course (APRC) atau kursus yang
setara perlu dilakukan. Rasio penderita dan perawat ditentukan berdasarkan
kondisi penderita, dengan rentang antara 2:1 hingga 1:3.
Di bawah arahan konsultan pediatrik gawat darurat, perawat yang
bertugas di PICU strata sekunder dan tersier harus memiliki keahlian klinis dalam
pengelolaan gagal napas, ventilasi mekanik dan syok pada anak (khususnya
dalam bidang terapi respirasi).

4.2.7 Personel Pendukung


Direkomendasikan adanya ahli farmasi klinis yang terlatih dengan
kualifikasi memadai yang bertugas di PICU strata tersier, dan lebih baik pula bila
tersedia di PICU strata sekunder. Staf ahli farmasi harus berada 24 jam sehari di
rumah sakit yang memiliki PICU strata tersier dan dianjurkan untuk rumah sakit
dengan PICU strata sekunder.
Teknisi biomedis harus tersedia dalam waktu 1 jam, 24 jam sehari untuk
PICU strata sekunder dan tersier. Untuk PICU strata tersier, diperlukan petugas
administrasi yang tersedia 24 jam sehari. Teknisi radiologi (terutama dengan
pelatihan di bidang pediatrik) harus tersedia 24 jam sehari di rumah sakit dengan
PICU strata tersier dan sangat direkomendasikan untuk rumah sakit dengan PICU
strata sekunder. Bila memungkinkan tersedia pekerja sosial; terapis fisik, okupasi,
dan wicara; ahli gizi; psikolog anak; dan pekarya.

4.2.8 Fasilitas Dan Pelayanan


Pada setiap kabupaten/ kotamadya direkomendasikan untuk memiliki
Rumah Sakit dengan fasilitas PICU minimal strata primer, sedangkan di setiap
propinsi minimal mempunyai fasilitas PICU strata sekunder. PICU strata tersier
51
direkomendasikan pada setiap Rumah Sakit Pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan dokter spesialis anak.
Untuk rumah sakit dengan PICU strata sekunder dan tersier, dibutuhkan area di
ruang emergensi yang memiliki kapasitas dan peralatan untuk resusitasi anak dengan
penyakit medis, bedah, atau traumatik. Di bagian emergensi harus tersedia staf dokter
24 jam sehari di seluruh rumah sakit yang memiliki PICU. Rumah sakit dengan PICU
strata tersier seharusnya memiliki bagian emergensi anak yang terpisah dan memiliki
dokter yang terlatih dalam pediatrik gawat darurat dan tersedia 24 jam sehari.
Bagian bedah di rumah sakit dengan PICU strata tersier akan memiliki setidaknya 1
ruang operasi yang siap dalam waktu 60 menit, 24 jam sehari; dan ruang operasi
kedua yang siap dalam waktu 120 menit. Kapabilitas di ruang operasi di rumah sakit
dengan PICU strata tersier harus termasuk bronkoskopi anak, endoskopi, dan
radiografi.
Bank darah sebaiknya memiliki setiap komponen darah dan tersedia 24 jam
sehari di rumah sakit dengan PICU strata tersier.
Pelayanan radiologi anak di rumah sakit dengan PICU strata tersier harus termasuk
radiografi portabel, fluoroskopi, CT scan, dan USG. Sidik angiografi nuklir dan MRI.
Untuk PICU strata sekunder dianjurkan memiliki radiografi portabel dan USG dan siap
dalam 4 jam.
Laboratorium klinik di rumah sakit dengan PICU strata sekunder dan tersier
direkomendasikan memiliki kemampuan menangani mikrospesimen dalam waktu 1 jam
untuk pemeriksaan sel darah lengkap, hitung jenis leukosit, dan trombosit; urinalisis;
pengukuran elektrolit, blood urea nitrogen, kreatinin, glukosa, konsentrasi kalsium,
partial thromboplastin time; serta analisis cairan serebrospinal. Hasil analisis gas darah
harus tersedia dalam waktu 30 menit. Hasil skrining obat dan kadar amonia serum,
osmolaritas serum dan urin, fosfor, dan magnesium harus tersedia dalam waktu 12 jam
untuk PICU strata tersier. Pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur bakteriologi
tersedia 24 jam sehari.
Farmasi rumah sakit harus mampu menyediakan seluruh obat yang dibutuhkan
setiap jenis dan usia penderita anak 24 jam sehari. Dianjurkan agar tersedia farmasi
satelit yang berlokasi di dekat PICU. Sangat diharapkan agar di rumah sakit dengan
PICU strata tersier tersedia seorang ahli farmasi klinis pediatrik, sedangkan hal ini
opsional untuk rumah sakit dengan PICU strata sekunder. Seorang ahli farmasi
seharusnya berpartisipasi dalam kunjungan besar penderita, memantau terapi
medikamentosa, menyediakan informasi obat bagi praktisi PICU, serta mengevaluasi
masalah yang berhubungan dengan obat. Di samping setiap tempat tidur perlu tersedia
referensi berisi obat-obat penting dan resusitasi serta dosis yang sesuai bagi
penderita.
52
Uji diagnostik jantung dan neurologis akan tersedia bagi bayi dan anak di rumah
sakit dengan PICU strata tersier dan opsional bagi rumah sakit dengan PICU strata
sekunder. Teknisi dengan pelatihan khusus di bidang pediatrik harus tersedia untuk
menjalankan pemeriksaan ini. Elektrokardiogram, ekokardiografi 2 dimensi dengan
Doppler berwarna, serta elektroensefalografi harus tersedia 24 jam sehari untuk PICU
strata tersier. Alat ultrasonografi Doppler dan pemantauan evoked potential dianjurkan
tersedia di PICU strata tersier.
Alat dan teknisi hemodialisis yang berpengalaman menangani penderita anak harus
tersedia 24 jam sehari di RS dengan PICU strata tersier dan opsional untuk RS dengan
PICU strata sekunder.
Fasilitas RS harus termasuk ruang tunggu yang nyaman, area konsultasi privat,
fasilitas makan, area konferensi, serta akomodasi tidur dan telepon, kamar mandi,
serta fasilitas mencuci bagi keluarga penderita. Fasilitas dan personil seharusnya juga
mampu menyediakan kebutuhan psikologis dan spiritual penderita dan keluarganya.

4.2.10 Obat Dan Peralatan


Obat untuk resusitasi dan bantuan hidup lanjut harus tersedia segera
untuk setiap penderita di PICU. Obat-obatan ini harus tersedia sesuai Pedoman
Advanced Pediatric
Resuscitation Course (APRC) dan termasuk obat-obatan yang dibutuhkan oleh
pasien di PICU. Alat bantuan hidup, terapeutik, dan monitoring yang diperinci
dalam bagian ini harus ada atau tersedia dengan segera di setiap strata PICU.

4.2.10.A Alat Portabel


Alat portabel termasuk kereta obat emergensi; lampu tindakan; alat
ultrasonografi Doppler; defibrilator dengan lempeng pediatrik; termometer yang
dapat mengidentifikasi hipotermia dan hipertermia berat; alat pengukur tekanan
darah otomatis; alat penimbang berat badan secara akurat; boks bayi dan
tempat tidur dengan akses tindakan di daerah kepala; penghangat bayi; selimut
penghangat dan pendingin; alat terapi sinar; alat penghangat darah; dan
monitor untuk transpor penderita. Pompa infus dengan akurasi mikro (0,1
ml/jam) harus tersedia. Tanki oksigen diperlukan untuk transpor dan cadangan
suplai oksigen. Demikian pula alat pengisap lendir portabel diperlukan untuk
transpor penderita dan cadangan.
Peralatan tambahan yang harus tersedia termasuk pompa infus
volumetrik, pencampur udara-oksigen, kompresor udara, pelembab udara, alat
resusitasi balon sungkup, otoskop dan oftalmoskop, serta inkubator transpor.
Mesin elektroensefalografi portabel harus tersedia di rumah sakit untuk
53
perekaman di samping tempat tidur di PICU strata teriser. Televisi, radio, dan
kursi-kursi perlu tersedia untuk penderita dan keluarga yang dapat
memanfaatkannya.

4.2.10.B Peralatan Kecil


Beberapa peralatan kecil dengan ukuran yang sesuai untuk penderita
anak harus tersedia segera setiap saat. Alat tersebut termasuk kateter
pengisap lendir; alat intubasi trakea (gagang laringoskop, daun laringoskop
dengan berbagai tipe dan ukuran sehingga dapat digunakan untuk intubasi
penderita segala usia), forceps Magill, selang endotrakeal dengan berbagai
ukuran (dengan dan tanpa balon); pipa orofaring dan nasofaring; laryngeal
mask airway ; kateter vena sentral; kateter arteri; kateter arteri pulmonal; selang
torakostomi; serta set bedah untuk venaseksi, torakostomi, krikotirotomi, dan
trakeostomi. Alat bronkoskopi fleksibel ukuran pediatrik harus tersedia di RS
dengan PICU strata tersier dan dianjurkan pula untuk tersedia di RS dengan
PICU strata sekunder.

Alat Respirasi
Ventilator mekanik invasif dan non invasif yang sesuai untuk penderita
anak dengan berbagai ukuran harus tersedia untuk tiap tempat tidur di PICU
strata sekunder dan tersier. Ventilator portabel dianjurkan tersedia pada PICU
strata sekunder dan harus tersedia pada strata tersier. Peralatan fisioterapi dada
dan pengisapan lendir, spirometer, serta alat analisis oksigen harus selalu
tersedia bagi setiap penderita. Monitor oksigen (pulse oxymeter) harus tersedia di
semua strata. Sedangkan monitor CO2 (end-tidal atau transcutaneous CO2)
dianjurkan untuk strata tersier.

Monitor Di Samping Tempat Tidur


Monitor di samping tempat tidur di setiap PICU harus dapat memonitor
secara kontinu frekuensi dan irama jantung, laju napas, suhu, tekanan darah,
saturasi oksigen, CO2 di akhir inspirasi, serta deteksi aritmia. Monitoring di
samping tempat tidur di PICU strata tersier harus dapat memantau secara
simultan tekanan arteri sistemik, vena sentral atau arteri pulmonalis, intrakranial
dan EEG. Pemantauan curah jantung secara kontinu sangat dianjurkan. Monitor
harus memiliki alarm nilai tinggi dan rendah untuk frekuensi jantung, laju napas,
dan setiap tekanan. Alarm harus terdengar dan terlihat. Hard copy strip ritme yang
permanen harus tersedia di PICU strata sekunder dan tersier; serta diharapkan
berisi setiap variabel yang dimonitor. Setiap monitor harus dipelihara dan
54
diperiksa secara rutin.

Pelayanan Sebelum Di Rumah Sakit


Seringkali penderita yang membutuhkan PICU ditranspor dari lokasi
kecelakaan atau rumah sakit lain. Metode komunikasi yang dijalin dapat bervariasi,
namun perlu dipersiapkan suatu komunikasi tertulis yang baku. Setiap PICU strata
sekunder dan tersier harus memiliki jalur telepon multipel sehingga dapat menerima
telepon dari luar bahkan pada waktu yang paling sibuk sekalipun. Akses cepat
terhadap pusat pengendalian keracunan sangat penting. Adanya mesin fax sangat
penting untuk PICU strata sekunder dan tersier.
Pengaturan pemindahan penderita secara formal sangat dianjurkan. Setiap PICU
harus memiliki atau berafiliasi dengan tim transportasi yang terlatih dalam bidang
pediatrik dalam mengatur transpor penderita secara aman. Idealnya, tim transpor ini
seharusnya mampu memberikan pelayanan PICU selama perjalanan. Dokter
supervisor harus siap memberikan konsultasi selama proses transpor antarfasilitas.
Tim transpor ini harus memiliki peralatan dengan ukuran yang sesuai untuk anak
sebagai antisipasi dan tatalaksana kebutuhan pelayanan kesehatan anak yang
berbeda-beda di lingkungan ini. Fasilitas telemedicine harus dipertimbangkan dan
dianjurkan seiring dengan ketersediaan teknologi yang semakin luas.
Kebijakan yang dibuat seharusnya memaparkan.

4.3 ALUR PELAYANAN


Pasien yang memerlukan pelayanan HCU sesuai indikasi dalah:
a. Pasien dari ICU
b. Pasien dari IGD
c. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain, seperti:kamar bersalin,dll
d. Pasien dari bangsal (ruang rawat inap)

55
4.3.1 ALUR PASIEN MASUK HCU

Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi


rawat inap kebidanan gawat kamar
darurat operasi

Evaluasi oleh dokter UGD

Konsultasi dengan dokter


HCU/ Dokter spesialis

Indkasi (+) indikasi (-) Ditolak masuk


HCU
Masuk ke HCU

Membaik Tetap / Memburuk Meningal dunia

Pindah ruang Kamar jenazah


rawat biasa
Tetap Rujuk Pulang APS
dirawat

4.3.2 PERSIAPAN PENERIMAAN PASIEN


penerimaan pasien d HCU dengan cara:
a. Ada pemesanan pasien yang mau masuk HCU baik dari IRJA, IGD, IKO, dan
rawat inap.
b. Perawat HCU segera menyiapkan keperluan pasien rawat inap seperti tempat,
dan perlengkapan pasien, seperti : oksigen, monitor pasien, suction, dll
56
c. Sesudah persiapan lengkap perawat HCU segera menghubungi instalasi yang
mau memasukkan pasien ke HCU.
d. Pasien segera dikirim ke HCU dan dilakukan proses serah terima.

4.3.3 KRITERIA MASUK DAN KELUAR HCU

Sebelum pasien masuk ke HCU, pasien dan/atau keluarganya harus


mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa
pasien harus mendapat perawatan di HCU, serta tindakan kedokteran yang mungkin
selama pasien dirawat di HCU. Penjelasan tersebut diberikan oleh Perawat HCU atau
dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien dan /atau keluarganya dapat
menerima/menyatakan persetujuan untuk dirawat di HCU. Persetujuan dinyatakan
dengan menandatangani formulir informed consent.

4.3.4 Kreteria Masuk HCU


Penentuan pasien masuk ke HCU dan keluar HCU serta pasien yang dianjurkan untuk
dirawait di HCU di tentukan berdasarkan kreteria sebagai berikut:
Kreteria Masuk HCU
a. Pasien gagal organ yang berpotensi mempunyai resiko tinggi untuk terjadi
komplikasi dan tidak memerlukan monitor dan alat bantu invasive antara lain:

Sitem kardiovaskuler
a) Miokard infark dengan hemodinamika stabil
b) Gangguan irama jantung dengan hemodinamika stabil
c) Gangguan irama jantung yang meemrlukan pacu jantung sementara/ menentap
dengan hemodinamika stabil.
Gagal jantung kongestif class I dan II
 Class I: Tidak ada batasan dalam aktivitas fisik, aktivitas yang biasa, tidak
menimbulkan kelelahan , dada berdebar-debar serta dyspneu.
 Class II: Batasa ringan dalam aktivita fisik, aktivitas yang biasa
menimbulkan kelelahan, dada berdebar debar serta dyspneu.

Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan yang memerlukan fisioterapi yang intensif dan agresif,apabila
pasien mengalami gagal nafas dan memerlukan dukungan ventilasi mekanis harus
segera di pindahkan / di rujuk ke ICU.
Sistem saraf

57
a. Cedera kepala sedang sampai berat /stroke yang stabil dan memerlukan tirah
baring dan memerlukan pemeliharaan jalan nafas secara khusus, seperti hisap
lender berkala.
b. Cedera susmsung tulang belakang bagian leher yang stabil.

Sistem saluran pencernaan


Perdaraha saluran cerna bagian atas tanpa hipotensi ortostatik dan respon dengan
pemeberian cairan.

Sistem kelenjar buntu (endokrin)


Diabeti ketoasidosis(DKA) dengan infuse insulin kontinu
a. Pasien Kebidanan dan kandungan
b. Pre eklamsia pada kehamilan atau pasca persalinan.
c. Pasien yang memerlukan perawatan dan pengawasan perioprati

Kriteria Keluar HCU


a. Pasien yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang ketat.
b. Pasien yang cenderung memburuk dan/atau memrlukan pemantauan dan alat
bantu invasifsehingga perlu pindah ke ICU.
Yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit (seperti kanker stadium akhir)
b. Pasien /keluarga yang menolak untuk dirawat di HCU (atas dasar informed
consent).

58
BAB V
LOGISTIK

5.1 Prosedur Penyediaan Alat Medis di ICU


1. Pengertian
Prosedur penyediaan alat-alat medis di ICU adalah permintaan alat-alat medis
kepada kepala bidang penunjang medis dan kepala bagian keuangan terkait
pembelian peralatan medis seperti Ventilator,monitor, Mesin suction, infuse
pump, syringe pump, trolley emergency, dll.
2. Prosedur permintaan alat kesehatan
 Kepala ICU mengajukan permintaan alat-alat medis yang dibutuhkan untuk
menunjang pelayanan di ICU sesuai dengan kemajuan teknologi
kedokteran dalam bentuk surat tertulis dilengkapi dengan penawaran harga
beberapa merek kepada Kepala Bidang Penunjang medik, Kepala Bagian
Keuangan, dan Direktur RS.
 Direktur dan Kepala Yayasan mengadakan acara presentasi produk dari
beberapa perusahaan yang menawarkan alat-alat medis tersebut.
 Direktur dan Kepala Yayasan memilih dan membeli alat-alat medis sesuai
dengan spesifikasi yang dibutuhkan dengan harga yang disepakati.

5.2 Prosedur Penyediaan Barang Logistik Non Medis


1. Pengertian
Prosedur penyediaan barang logistik non medis adalah permintaan alat tulis
kantor, formulir rekam medis, buku tulis, alat rumah tangga, dan alat
kebersihan kepada petugas sub bag logistik.
2. Prosedur permintaan barang logistik non medis
 Perawat/bidan ICU mencatat daftar permintaan barang logistik non medis
di lembar permintaan logistik.
 Perawat/bidan ICU menyerahkan lembar permintaan logistik kepada
petugas sub bag logistik.
 Petugas sub bag logistik menyediakan barang logistik kebutuhan ICU dan
diserahkan kepada perawat ICU tersebut.

59
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

6.1 Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.

6.2 Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

6.3 Tata Laksana Keselamatan Pasien


Program keselamatan pasien (patient safety) dikelola oleh Panitia KPRS
(Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sesuai sistematika program yang telah ditetapkan
oleh panitia KPRS, maka tatalaksana bidang Keselamatan Pasien mengacu pada hal
tersebut dengan metode dan uraian sebagai berikut :

Tujuh (7) Standar Keselamatan Pasien yaitu :


1. Hak pasien;
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Tujuh (7) Langkah menuju Keselamatan Pasien yaitu :

60
1. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan, meliputi 9 (sembilan) solusi


Keselamatan Pasien Rumah Sakit :
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike
medication names);
2. Pastikan identifikasi pasien;
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

7.

61
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan Kerja di Intensive Care Unit RS Sumber Sentosa mengacu pada :


1. Pedoman Umum Keselamatan Kerja di RS Sumber Sentosa
2. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
3. Hospital Disaster Plan (HDP) RS Sumber Sentosa.
4. Pedoman Penanganan Bencana di RS Sumber Sentosa.
Sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:
1. Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja
2. Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja
3. Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja
4. Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja
5. Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya
agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara penanggulang-
annya.

8.

62
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan


sistematika sebagai berikut :

1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan administratif


2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang terkait
3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan
Standar Pelayanan Minimal, Indikator Mutu, dan penyusunan SPO)
4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan
5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan, meliputi :
 Morning Report
 Ronde Pelayanan Medis
 Case Presentation
 Rapat Rutin Mingguan
 Rapat Bulanan

6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan


langkah perbaikan / peningkatan mutu
7. Secara periodik perlu dilakukan studi banding untuk melihat layanan ICU rumah
sakit lain, baik rumah sakit pemerintah / Pemkot maupun swasta. Kegiatan
“Bench Marking” diatas diperlukan untuk memperluas wawasan staf ICU dalam
pengelolaan unit layanan terkait

Program Pengendalian Mutu sebagai berikut :


1. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi :
a. Penetapan Standar Pelayanan Medik; khususnya pembuatan pada 10
kasus penyakit terbanyak dan kasus kegawatdaruratan medik secara umum
b. Penetapan Standar Asuhan Keperawatan
c. Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan
keperawatan
d. Pembuatan atau penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan
2. Sosialisasi Standar Mutu
Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu :
surat, rapat rutin, ”morning report”

3. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)

63
Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh
mana standar mutu yang telah ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan
oleh petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan MONEV ini meliputi :

a. Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Kepala Ruang ICU dan supervisi unit
terkait
b. Morning report (harian)
c. Rapat Manajerial Mingguan
d. Rapat rutin bulanan

4. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV.


Penetapan dengan ”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis dalam
kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION PLAN” tersebut
diharapkan mampu memfasilitasi percepatan pencapaian standar mutu yang
telah ditetapkan.

9.

64
KETEPATAN INDIKASI MASUK ICU

Unit Kerja Unit ICU


1 Nama Indikator Ketepatan Indikasi Masuk ICU
Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Keselamatan Pasien
2 Dasar Pemikiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1778/ Menkes/ SK/ XII/2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Intensif Care Unit.

3 Dimensi Mutu Keselamatan

Tergambarnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi kriteria


4 Tujuan
pasien yang dapat masuk ke ICU.

ICU adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien – pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit –
penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa yang
diharapkan masih dapat reversible.
Pasien – pasien yang masuk dalam ruang ICU didasarkan atas skala
prioritas 1, 2 atau 3. Prioritas pasien masuk ICU sebagai berikut :
1. Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif
kontinu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain setelah
tindakan bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Pasien prioritas 1
(satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang
diterimanya.
2. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya
5 Definisi Operasional pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang
menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang
telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak
terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.
3. Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik
masingmasing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien
ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi,
pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita
penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pasien-pasien prioritas 3 (tiga)
mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi
usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
kardiopulmoner.
6 Jenis Indikator Proses
7 Satuan Pengukuran Persentase

8 Numerator Jumlah pasien yang diindikasikan dengan tepat masuk ICU

9 Denumerator Jumlah total pasien ICU dalam waktu 1 bulan

1
Target Pencapaian 100%
0
65
1
Kriteria Inklusi Seluruh pasien ICU
1
1
Kriteria Eksklusi Tidak Ada
2

1 Jumlah pasien yang diindikasikan dengan tepat masuk ICU / Jumlah total
Formula
3 pasien ICU dalam 1 bulan x 100%

Retrospektif. Petugas mencatat jumlah pasien yang diindikasikan tepat


1 Metode Pengambilan
masuk ICU sebagai numerator dan jumlah total pasien ICU dalam 1 bulan
4 Data
sebagai denumerator.

1
Sumber data Rekam Medis
5
1 Instrumen
Buku Catatan Pasien ICU
6 pengambilan data

1 Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)


Besar Sampel
7 Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)

1 Cara Pengambilan
Probability sampling
8 Sampel
1 Periode
Bulanan
9 Pengumpulan Data
2 Periode Analisa dan
Triwulan
0 Pelaporan Data
2
Penyajian Data Menggunakan tabel, run chart
1
2
Penanggung jawab Kepala Unit ICU
2

66
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Intensive Care Unit (ICU) disusun dalam rangka memberikan acuan
bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan ICU RS Sumber Sentosa agar
dapat menyelenggarakan pelayanan ICU yang bermutu, aman, efektif dan efisien
dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian hari diperlukan
adanya perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan ICU ini akan disempurnakan.

67

Anda mungkin juga menyukai