PENDAHULUAN
1
utama, yaitu pertama untuk melakukan perawatan pada pasien - pasien gawat
darurat dengan potensi “reversible life threatening organ dysfunction”, dan yang
kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien - pasien yang akan
menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan resiko
tinggi untuk fungsi vital.Pelayanan intensive berdasarkan kriteria pasien masuk
ICU,PICU atau HCU
3
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit,
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004Tentang
Praktek Kedokteran
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008
Tentang Standar Tentang Pelayanan Minimal di Rumah Sakit,
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.834/Menkes/SK/VII/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan High Care Unit yang berkualitas di Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit,
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010
Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269Tahun 2010
Tentang Rekam Medis
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 Tahun 2010
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
- Perbaikan kualitas yang berkelanjutan
2. Dokter
a. Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap diperlukan
b. Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ATLS/ACLS
c. Perbandingan dokter : pasien = 1:3 bed
3. Perawat
Ruang ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan lebih
dari 50% harus sudah pelatihan ICU internal RS. Jumlah perawat ICU
ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi
mekanik.
2.
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
Keterangan:
1 : Ruang Pemulihan
2 : Ruang Icu
3 : Ruang Picu
4 : Ruang Hcu
5 : Nurse Station
6 : Ruang Rawat Inap GB
7
3.2 Standar Fasilitas
Daftar Inventaris Peralatan Keperawatan di ICU
No Jenis Alat Merk Keadaan Jumlah
1 Ventilator Baik 1
2 Monitor Mindray Baik 2
3 Infus Pump Terumo Baik 2
4 Syiringe Pump Terumo Baik 2
5 Defibrilator Armedix Rusak 1
6 Nebulator Philips Baik 1
7 Stetoscope Dewasa Terumo Baik 2
8 Stetoscope Anak Spirit Baik 1
9 Film Viewer - Baik 1
10 Scoction GEA Baik 1
11 Alat GDA Onetoch Rusak 1
12 Termometer Elektrik Terumo Baik 3
13 Telepon Sahitel Baik 1
14 AC Samsung Baik 1
15 Temperatur Ruangan GEA Baik 1
16 Penlight - Baik 2
17 Hammer - Baik 1
18 Gunting plester Weiss Baik 1
19 Tromol Kecil - Baik 1
20 Set minor set Onemed Baik 1
21 Set Vena Sectie Onemed Baik 1
22 Bengkok - Baik 2
23 Pispot - Baik 1
24 Urinal - Baik 2
25 Baskom stainless - Baik 2
26 O2 Tabung besar + Mano - Baik 2
27 ETT - Baik 1
28 Jassen - Baik 1
3.
8
4. Tabel 11. Daftar Inventaris Linen di ICU
No Jenis Linen Merk Keadaan Jumlah
1 Stik Laken - Baik 6
2 Laken - Baik 6
3 Selimut Pasien - Baik 8
4 Scoret Perawat - Baik 3
5 Baju Pasien - Baik 4
6 Sarung bantal dalam - Baik 6
7 Sarung bantal luar - Baik 6
8 Penutup Nebulizer Baik 1
9 Penutup monitor - Baik 1
10 Penutup devibrilator - Baik 1
11 Penutup suction - Baik 1
6.
10
BAB IV
TATA CARA PELAYANAN
4.1.1Pelayanan ICU
Pelaksanaan pelayanan kedokteran intensive care adalah berbasis rumah
sakit, diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Tujuan
dari pelayanan intensive care adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan
berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi
1. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter,
perawat, perawat napas yang terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga
memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang
konstan dan titrasi terapi.
2. Pasien-pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami dekompensasi
fisiologis dan karena itu memerlukan pemantauan yang terus menerus dan
kemampuan tim intensive care untuk melakukan intervensi segera untuk
mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
3. Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal
dan mampu memberikan pelayanan tersebut. Intensivist yang bekerja harus
berpartisipasi dalam suatu sistem yang menjamin kelangsungan pelayanan
intensive care 24 jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan
bagian-bagian pelayanan lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi
rumah sakit. Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi pengelolaan
pasien, administrasi unit, pendidikan, dan penelitian. Kebutuhan dari masing-
masing bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit.
4. Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intensivist dengan
melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis,
menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut
merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan yang terkotak-
kotak dan menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta
keluarganya. Pelayanan ICU dimaksudkan untuk memastikan suatu
lingkungan yang menjamin pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif.
11
Untuk tercapainya tugas ini diperlukan partisipasi dari intensivist pada
aktivitas manajemen.
12
berupa ijin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan
medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi.
Sebelum masuk ke ICU, pasien / keluarganya harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar pertimbangan
mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta berbagai
macam tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien
dirawat di ICU dan yang penting juga adalah penjelasan tentang prognosa
penyakit yang diderita pasien. Keluarga yang dimaksud adalah wali sah /
yang mempunyai hubungan kerabat terdekat dengan pasien.
Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU/ DPJP/ dokter
jaga yang bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien
dan atau keluarganya bisa menerima atau tidak menerima. Pernyataan
pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima atau tidak bisa
menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang ditandatangani (informed
consent).
4.1.5Koordinasi Multidisipliner
Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dari
beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya
sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerjasama dalam tim yang
dipimpin oleh seorang dokter intensivis/dokter spesialis anestesiologi
sebagai penanggung jawab ICU.
Tim Intensive Care Unit terdiri dari :
4.1.6Tata Koordinasi :
Sebelum masuk ICU, dokter primer yang merawat pasien
melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi terapi.Dokter
jaga /perawat ICU melaporkan ke penanggung jawab ICU. Penanggung
jawab ICU melakukan evaluasi indikasi masuk dan memberikan
persetujuan atau masukan untuk perawatan pasien
13
Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan
usulan- usulan anggota tim dan memberikan perintah baik tertulis dalam status
ICU maupun lisan
4.1.7Sistem Rujukan
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas/wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik
horisontal maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau
permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam memberikan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
14
Tujuan dilakukannya rujukan adalah :
1. Membutuhkan pendapat dari ahli lain (second opinion)
2. Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di rumah sakit
3. Memerlukan intervensi medis di luar kemampuan rumah sakit
4. Memerlukan penatalaksanaan bersama denga ahli lainnya
5. Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjutan
17
d. Glukosa serum >800 mg/dl
e. Kalsium serum >15 mg/dl
f. Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan
hemodinamik dan neurologis
3. Radiografi/Ultrasonografi/Tomografi
a. Perdarahan vascular otak, kontusio atau perdarahan subarachnoid
dengan penurunan kesadaran atau tanda deficit neurologis fokla
b. Ruptur organ dalam, kandung kemih, hepar, varises esophagus atau
uterus dengan hemodinamik tidak stabil
c. Diseksi aneurisma aorta
4. Elektrokardiogram
a. Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil atau
gagal jantung kongestif
b. Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi
c. Blokade jantung komplit dengan hemodinamik tidak stabil
5. Pemeriksaan fisik (onset akut)
a. Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
b. Luka bakar >10% BSA
c. Anuria
d. Obstruksi jalan napas
e. Koma
f. Kejang berlanjut
g. Sianosis
h. Tamponade jantung
2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.
3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang
tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit
yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada kriteria ini sangat
kecil, sebagai contoh adalah pasien dengan keganasan metastatic disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, dan pasien
penyakit jantung dan penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut
berat. Pengelolaan pada pasien kriteria ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau
resusitasi jantung paru.
4. Pasien prioritas 4
Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU.
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang “terlalu
baik” ataupun “terlalu buruk” untuk masuk ICU.
19
4.1.8. F. Kriteria Prioritas Keluar
1. Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak
membutuhkan lagi perawatan intensif, atau jika terapi gagal,
prognosa buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif
diteruskan, contoh : pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem
organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.
2. Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif
menunjukkan bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan
pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.
3. Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan
untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin
dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau
manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui kemungkinan untuk
pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif
selanjutnya sangat sedikit.
20
sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien
dikeluarkan dari ICU.
4.2 Definisi
Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah
fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan penderita
anak yang mengalami gangguan medis, bedah dan trauma, atau kondisi yang
mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan intensif, observasi
yang bersifat komprehensif dan perawatan khusus.
21
4.2.1 Klasifikasi
Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata pelayanan yaitu primer, sekunder
dan tersier.
b. Personel
e. Perawatan prehospital
22
4.2.2.B Pelayanan PICU sekunder
23
Spesifikasi terdiri dari:
a. Struktur organisasi dan administrasi
b. Personel
c. Fasilitas dan pelayanan rumah sakit
d. Alat dan obat-obatan
e. Perawatan antar Rumah Sakit
f. Quality improvement
24
i. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi
intensif baik non-invasif maupun invasif.
j. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik dan
k. fisioterapi selama 24 jam.
l. Mampu mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan
pelayanan yang optimal pada pasien.
m. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
n. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian
25
Semakin lengkap staf yang dimiliki suatu ruang rawat intensif maka
diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Beberapa ahli
mengatakan bahwa PICU yang dijalankan oleh seorang spesialis anak akan
menurunkan angka kematian penderita yang dirawat secara bermakna.
Demikian pula adanya dokter sub-spesialis lainnya, bahkan adanya ahli farmasi
akan mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Hal yang tidak kalah
penting adalah adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar staf
sehingga tidak terjadi konflik dalam penatalaksanaan penderita. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka tim harus bekerja dalam konteks interdisiplin
sehingga apapun yang dilakukan merupakan kompromi yang terbaik untuk
penatalaksanaan penderita.
Pihak rumah sakit dan kepala perawat perlu membuat kebijakan
berkolaborasi dengan komite PICU. Kebijakan ini yang akan mengatur masalah
prosedur keamanan, infeksi nosokomial, isolasi penderita, kunjungan penderita,
pengendalian alur penderita, kriteria penerimaan dan pemulangan penderita,
pemantauan penderita, pemeliharaan alat, penyimpanan rekam medis,
penatalaksanaan keluarga (termasuk pertemuan keluarga, kelompok
pendukung, dan dukungan keluarga), serta penanganan kedukaan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa struktur organisasi, keberadaan
spesialis anak, dan kerjasama tim yang baik merupakan hal yang sangat
penting untuk keberhasilan perawatan.
Dalam pengelolaan PICU, konsultan Pediatrik Gawat Darurat bertindak
sebagai koordinator medis yang dapat melibatkan tim multidisiplin (single
management, multidiscipline team).
4.2.4 Personil
Koordinator medis
Koordinator medis harus memiliki sertifikasi konsultan pediatrik gawat
darurat dan mempertahankan sertifikasi aktif dalam bidang gawat darurat. Hal ini
merupakan keharusan untuk PICU strata tersier dan dianjurkan untuk PICU
strata sekunder.
Koordinator medis bersama dengan kepala perawat, perlu bekerjasama
dalam mengembangkan dan meninjau kebijakan PICU yang melibatkan
multidisiplin, mendorong implementasi kebijakan tersebut, berpartisipasi dalam
persiapan anggaran, membantu dalam koordinasi pendidikan staf, membuat
penyimpanan data mengenai pengalaman dan kinerja unit, menjalin komunikasi
yang baik, mengawasi teknik resusitasi, melakukan aktivitas peningkatan kualitas
dan mengkoordinasi penelitian medis. Orang lain dapat ditunjuk untuk
26
mengawasi masing-masing kegiatan ini, namun koordinator medis harus
berpartisipasi secara langsung dalam tiap kegiatan.
Koordinator medis akan membuat daftar dokter yang berkualifikasi
untuk menggantikan posisinya selama berhalangan. Koordinator medis atau
penggantinya akan sering bertindak sebagai dokter yang merawat penderita di
PICU. Sebagai tambahan, koordinator medis atau penggantinya memiliki otoritas
institusional untuk menyediakan pelayanan intensif primer atau konsultasi bagi
seluruh penderita PICU. Otoritas ini perlu dicantumkan dalam kebijakan institusi
dan juga termasuk menyediakan konsultasi dan intervensi pada saat dokter yang
merawat berhalangan hadir. Diperlukan kontak antar dokter secara langsung
untuk setiap penderita yang dirawat di PICU, termasuk yang ditransfer dari
institusi lain, maupun yang berasal dari ruang emergensi atau operasi.
30
4.2.10 Obat Dan Peralatan
Obat untuk resusitasi dan bantuan hidup lanjut harus tersedia segera
untuk setiap penderita di PICU. Obat-obatan ini harus tersedia sesuai Pedoman
Advanced Pediatric
Resuscitation Course (APRC) dan termasuk obat-obatan yang
dibutuhkan oleh pasien di PICU. Alat bantuan hidup, terapeutik, dan monitoring
yang diperinci dalam bagian ini harus ada atau tersedia dengan segera di setiap
strata PICU.
Alat Respirasi
Ventilator mekanik invasif dan non invasif yang sesuai untuk penderita
anak dengan berbagai ukuran harus tersedia untuk tiap tempat tidur di PICU
strata sekunder dan tersier. Ventilator portabel dianjurkan tersedia pada PICU
strata sekunder dan harus tersedia pada strata tersier. Peralatan fisioterapi dada
dan pengisapan lendir, spirometer, serta alat analisis oksigen harus selalu
tersedia bagi setiap penderita. Monitor oksigen (pulse oxymeter) harus tersedia di
semua strata. Sedangkan monitor CO2 (end-tidal atau transcutaneous CO2)
dianjurkan untuk strata tersier.
4.2 Definisi
Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care Uni t(PICU)
adalah fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan
penderita anak yang mengalami gangguan medis,bedah dan trauma, atau
kondisi yang mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan
intensif, observasi yang bersifat komprehensif dan perawatankhusus.
4.2.1 Klasifikasi
Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata pelayanan yaitu primer, sekunder
dan tersier.
PelayananPICUprimermampumemberikanpengelolaanresusitatifsegerauntukp
asien gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai
peranan penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien
medic dan bedah yang berisiko. Dalam PICU dilakukan ventilasi mekanik
(invasif atau non-invasif) dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama
beberapajam.
33
e. Tahap lanjut.
f. Konsultan yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil
setiap saat.
g. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
h. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu
(Hemoglobin, hematokrit, gula darah dan trombosit), roentgen,
kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
b. Personel
e. Perawatan prehospital
4.2.2.B Pelayanan PICU sekunder
35
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan
lanjut).
f. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan
pasien:perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
g. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
h. minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
i. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi
intensif baik non-invasif maupun invasif.
j. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik dan
k. fisioterapi selama 24 jam.
l. Mampu mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan
pelayanan yang optimal pada pasien.
m. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
n. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian
36
4.2.3 struktur Organisasi
Sebuah kajian sistematik menjelaskan bahwa dalam sistem organisasi
ruang PICU harus terdapat setidaknya 8 komponen yang berperanan dalam
keberhasilan perawatan. Kedelapan komponen tersebut meliputi staf yang
kompeten, kerjasama yang baik internal maupun eksternal, rasio jumlah
penderita dan beban kerja, adanya protokol kerja, kriteria penderita yang perlu
dirawat dan keluar, ketersediaan teknologi yang memadai, struktur organisasi
yang jelas, dan tingkat kesalahan yang rendah.
Semakin lengkap staf yang dimiliki suatu ruang rawat intensif
maka diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
Beberapa ahli mengatakan bahwa PICU yang dijalankan oleh seorang spesialis
anak akan menurunkan angka kematian penderita yang dirawat secara
bermakna. Demikian pula adanya dokter sub-spesialis lainnya, bahkan adanya
ahli farmasi akan mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Hal yang tidak
kalah penting adalah adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar staf
sehingga tidak terjadi konflik dalam penatalaksanaan penderita. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka tim harus bekerja dalam konteks interdisiplin
sehingga apapun yang dilakukan merupakan kompromi yang terbaik untuk
penatalaksanaan penderita.
Pihak rumah sakit dan kepala perawat perlu membuat kebijakan
berkolaborasi dengan komite PICU. Kebijakan ini yang akan mengatur masalah
prosedur keamanan, infeksi nosokomial, isolasi penderita, kunjungan penderita,
pengendalian alur penderita, kriteria penerimaan dan pemulangan penderita,
pemantauan penderita, pemeliharaan alat, penyimpanan rekam medis,
penatalaksanaan keluarga (termasuk pertemuan keluarga, kelompok
pendukung, dan dukungan keluarga), serta penanganan kedukaan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa struktur organisasi, keberadaan
spesialis anak, dan kerjasama tim yang baik merupakan hal yang sangat
penting untuk keberhasilan perawatan. Dalam pengelolaan PICU, konsultan
Pediatrik Gawat Darurat bertindak sebagai koordinator medis yang dapat
melibatkan tim multidisiplin (single management, multidiscipline team).
4.2.4 Personil
koordinator medis
Koordinator medis harus memiliki sertifikasi konsultan pediatrik gawat
darurat dan mempertahankan sertifikasi aktif dalam bidang gawat darurat. Hal ini
merupakan keharusan untuk PICU strata tersier dan dianjurkan untuk PICU strata
37
sekunder.
Koordinator medis bersama dengan kepala perawat, perlu bekerjasama
dalam mengembangkan dan meninjau kebijakan PICU yang melibatkan
multidisiplin, mendorong implementasi kebijakan tersebut, berpartisipasi dalam
persiapan anggaran, membantu dalam koordinasi pendidikan staf, membuat
penyimpanan data mengenai pengalaman dan kinerja unit, menjalin komunikasi
yang baik, mengawasi teknik resusitasi, melakukan aktivitas peningkatan kualitas
dan mengkoordinasi penelitian medis. Orang lain dapat ditunjuk untuk mengawasi
masing-masing kegiatan ini, namun koordinator medis harus berpartisipasi secara
langsung dalam tiap kegiatan.
Koordinator medis akan membuat daftar dokter yang berkualifikasi
untuk menggantikan posisinya selama berhalangan. Koordinator medis atau
penggantinya akan sering bertindak sebagai dokter yang merawat penderita di
PICU. Sebagai tambahan, koordinator medis atau penggantinya memiliki otoritas
institusional untuk menyediakan pelayanan intensif primer atau konsultasi bagi
seluruh penderita PICU. Otoritas ini perlu dicantumkan dalam kebijakan institusi
dan juga termasuk menyediakan konsultasi dan intervensi pada saat dokter yang
merawat berhalangan hadir. Diperlukan kontak antar dokter secara langsung
untuk setiap penderita yang dirawat di PICU, termasuk yang ditransfer dari
institusi lain, maupun yang berasal dari ruang emergensi atau operasi.
Alat Respirasi
Ventilator mekanik invasif dan non invasif yang sesuai untuk penderita
anak dengan berbagai ukuran harus tersedia untuk tiap tempat tidur di PICU
strata sekunder dan tersier. Ventilator portabel dianjurkan tersedia pada PICU
strata sekunder dan harus tersedia pada strata tersier. Peralatan fisioterapi dada
dan pengisapan lendir, spirometer, serta alat analisis oksigen harus selalu
tersedia bagi setiap penderita. Monitor oksigen (pulse oxymeter) harus tersedia di
semua strata. Sedangkan monitor CO2 (end-tidal atau transcutaneous CO2)
dianjurkan untuk strata tersier.
Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah
fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan penderita
anak yang mengalami gangguan medis, bedah dan trauma,atau kondisi yang
mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan intensif, observasi
yang bersifat komprehensif dan perawatan khusus.
4.2.1 Klasifikasi
Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata pelayanan yaitu primer, sekunder
dan tersier.
44
coordinator medis.
d. Memiliki dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi
jantung paru
e. Tahap lanjut.
f. Konsultan yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan
dipanggil setiap saat.
g. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
h. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium
tertentu (Hemoglobin, hematokrit, gula darah dan trombosit),
roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
b. Personel
e. Perawatan prehospital
45
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan
pasien : perawat sama dengan 1 : 1 untuk pasien dengan
ventilator,renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus
lainnya.
f. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
g. Minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
h. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama
dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan
usaha-usaha penunjang hidup.
i. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostic dan
j. fisioterapi selama 24 jam.
k. Memiliki ruangan untuk isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.
l. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
m. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan
penelitian.
46
pelayanan medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dikelola oleh
konsultan Pediatrik Gawat Darurat. Kekhususan yang harus dimiliki:
a. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
b. Memiliki protokol penderita masuk, keluar dan rujukan.
c. Memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, dating
setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala konsultan Pediatrik Gawat Darurat, seorang dokter
yang
e. telah menjalani pendidikan dan mendapat sertifikasi konsultan Pediatrik
Gawat Darurat, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter
jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (dasar dan
lanjut).
f. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal
replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
g. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi
intensif atau
h. Minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di PICU.
i. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi
intensif baik non-invasif maupun invasif.
j. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik dan
k. Fisioterapi selama 24 jam.
l. Mampu mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan
pelayanan yang optimal pada pasien.
m. Terdapat prosedur pelaporan resmi dan pengkajian.
n. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian
4.2.4 Personil
koordinator medis
Koordinator medis harus memiliki sertifikasi konsultan pediatrik gawat
darurat dan mempertahankan sertifikasi aktif dalam bidang gawat darurat. Hal ini
merupakan keharusan untuk PICU strata tersier dan dianjurkan untuk PICU strata
sekunder.
Koordinator medis bersama dengan kepala perawat, perlu bekerjasama
dalam mengembangkan dan meninjau kebijakan PICU yang melibatkan
multidisiplin, mendorong implementasi kebijakan tersebut, berpartisipasi dalam
persiapan anggaran, membantu dalam koordinasi pendidikan staf, membuat
penyimpanan data mengenai pengalaman dan kinerja unit, menjalin komunikasi
yang baik, mengawasi teknik resusitasi, melakukan aktivitas peningkatan kualitas
dan mengkoordinasi penelitian medis. Orang lain dapat ditunjuk untuk mengawasi
masing-masing kegiatan ini, namun koordinator medis harus berpartisipasi secara
langsung dalam tiap kegiatan.
Koordinator medis akan membuat daftar dokter yang berkualifikasi
untuk menggantikan posisinya selama berhalangan. Koordinator medis atau
penggantinya akan sering bertindak sebagai dokter yang merawat penderita di
PICU. Sebagai tambahan, koordinator medis atau penggantinya memiliki otoritas
institusional untuk menyediakan pelayanan intensif primer atau konsultasi bagi
seluruh penderita PICU. Otoritas ini perlu dicantumkan dalam kebijakan institusi
dan juga termasuk menyediakan konsultasi dan intervensi pada saat dokter yang
merawat berhalangan hadir. Diperlukan kontak antar dokter secara langsung
untuk setiap penderita yang dirawat di PICU, termasuk yang ditransfer dari
institusi lain, maupun yang berasal dari ruang emergensi atau operasi.
Alat Respirasi
Ventilator mekanik invasif dan non invasif yang sesuai untuk penderita
anak dengan berbagai ukuran harus tersedia untuk tiap tempat tidur di PICU
strata sekunder dan tersier. Ventilator portabel dianjurkan tersedia pada PICU
strata sekunder dan harus tersedia pada strata tersier. Peralatan fisioterapi dada
dan pengisapan lendir, spirometer, serta alat analisis oksigen harus selalu
tersedia bagi setiap penderita. Monitor oksigen (pulse oxymeter) harus tersedia di
semua strata. Sedangkan monitor CO2 (end-tidal atau transcutaneous CO2)
dianjurkan untuk strata tersier.
55
4.3.1 ALUR PASIEN MASUK HCU
Sitem kardiovaskuler
a) Miokard infark dengan hemodinamika stabil
b) Gangguan irama jantung dengan hemodinamika stabil
c) Gangguan irama jantung yang meemrlukan pacu jantung sementara/ menentap
dengan hemodinamika stabil.
Gagal jantung kongestif class I dan II
Class I: Tidak ada batasan dalam aktivitas fisik, aktivitas yang biasa, tidak
menimbulkan kelelahan , dada berdebar-debar serta dyspneu.
Class II: Batasa ringan dalam aktivita fisik, aktivitas yang biasa
menimbulkan kelelahan, dada berdebar debar serta dyspneu.
Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan yang memerlukan fisioterapi yang intensif dan agresif,apabila
pasien mengalami gagal nafas dan memerlukan dukungan ventilasi mekanis harus
segera di pindahkan / di rujuk ke ICU.
Sistem saraf
57
a. Cedera kepala sedang sampai berat /stroke yang stabil dan memerlukan tirah
baring dan memerlukan pemeliharaan jalan nafas secara khusus, seperti hisap
lender berkala.
b. Cedera susmsung tulang belakang bagian leher yang stabil.
58
BAB V
LOGISTIK
59
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
6.1 Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
6.2 Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
60
1. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
7.
61
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
8.
62
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
63
Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh
mana standar mutu yang telah ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan
oleh petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan MONEV ini meliputi :
a. Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Kepala Ruang ICU dan supervisi unit
terkait
b. Morning report (harian)
c. Rapat Manajerial Mingguan
d. Rapat rutin bulanan
9.
64
KETEPATAN INDIKASI MASUK ICU
ICU adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien – pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit –
penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa yang
diharapkan masih dapat reversible.
Pasien – pasien yang masuk dalam ruang ICU didasarkan atas skala
prioritas 1, 2 atau 3. Prioritas pasien masuk ICU sebagai berikut :
1. Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif
kontinu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain setelah
tindakan bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Pasien prioritas 1
(satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang
diterimanya.
2. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya
5 Definisi Operasional pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang
menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang
telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak
terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.
3. Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik
masingmasing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien
ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi,
pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita
penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pasien-pasien prioritas 3 (tiga)
mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi
usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
kardiopulmoner.
6 Jenis Indikator Proses
7 Satuan Pengukuran Persentase
1
Target Pencapaian 100%
0
65
1
Kriteria Inklusi Seluruh pasien ICU
1
1
Kriteria Eksklusi Tidak Ada
2
1 Jumlah pasien yang diindikasikan dengan tepat masuk ICU / Jumlah total
Formula
3 pasien ICU dalam 1 bulan x 100%
1
Sumber data Rekam Medis
5
1 Instrumen
Buku Catatan Pasien ICU
6 pengambilan data
1 Cara Pengambilan
Probability sampling
8 Sampel
1 Periode
Bulanan
9 Pengumpulan Data
2 Periode Analisa dan
Triwulan
0 Pelaporan Data
2
Penyajian Data Menggunakan tabel, run chart
1
2
Penanggung jawab Kepala Unit ICU
2
66
BAB IX
PENUTUP
Pedoman Intensive Care Unit (ICU) disusun dalam rangka memberikan acuan
bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan ICU RS Sumber Sentosa agar
dapat menyelenggarakan pelayanan ICU yang bermutu, aman, efektif dan efisien
dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian hari diperlukan
adanya perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan ICU ini akan disempurnakan.
67