PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instalansi Intensif Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dibawah unit
perawatan medis yang ada di rumah sakit. Untuk memberikan perawatan
intensif dengan perlengkapan khusus yang bertujuan untuk observasi,
perawatan dan terapi bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial
adanya kerusakan organ cidera atau penyulit yang mengancam jiwa atau
yang potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia.
Instalasi ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Pancaitana
enyediakan kemampuan, sarana prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medis,
perawat, dan staf lainya yang berpengalaman dalam pengelolaan
terhadap keadaan tersebut, sehingga dapat mengurangi angka kesakitan
dan kematian.
Instalansi ICU RSUD Datu Pancaitana selalu berusaha
mengembangkan diri dari dan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
kesehatan dan dokter, dengan cara meningkatkan sumber daya manusia
dan melengkapi sarana prasarana sesuai dengan kebutuhan, sehingga
tujuan diatas dapat tercapai dengan maksimal.
B. Tujuan Pedoman.
1. Mengetahui standar ketenagaan di Instalasi ICU RSUD Datu
Pancaitana.
2. Mengetahui tata laksana perawatan di Instalasi ICU RSUD Datu
Pancaitana.
3. Mengetahui penyediaan logistik di Instalasi ICU RSUD Datu
Pancaitana.
4. Mengetahui prosedur keselamatan pasien dalam ICU di RSUD Datu
Pancaitana.
5. Mengetahui prosedur keselamatan kerja dalam ICU di RSUD Datu
Pancaitana.
6. Mengetahui prosedur pengendalian mutu perawatan di Instalansi
ICU RSUD Datu Pancaitana
1
C. Ruang Lingkup perawatan
Instalansi ICU Unit RSUD Datu Pancaitana termasuk Instalansi
Perawatan ICU Primer. Pelayanan yang mampu memberikan
pengelolaan resusitasi segera untuk pasien gawat, tunjangan kardio-
respirasi jangka pendek dan mempunyai peran penting dalam
pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medic dan bedah
beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan
kardiovaskuler.
Kekhususan yang dimiliki :
1. Ruangan tersendiri yang letaknya mudah dicapai dari Instalansi kamar
operasi, ruang pulih sadar, Instalansi gawat darurat, dan Instalansi
rawat inap serta Unit penunjang lain
2. Memiliki ketentuan atau kriteria pasien yang masuk dan keluar serta
rujukan.
3. Memiliki seorang kepala Instalansi Perawatan Intensif, seorang dokter
spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara keseluruhan,
serta dokter jaga yang mampu melakukan resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
4. Memiliki perawat terlatih, bersertifikat perawatan intensif, dan memiliki
pengalaman kerja lebih dari 3 tahun di Instalansi perawatan Intensif.
5. Mampu memberikan kunjungan ventilasi mekanis beberapa lama dan
pada batas tertentu, melakukan pemantauan invasive dan usaha –
usaha penunjang hidup.
6. Tersedianya pemeriksaan laboratorium dan radiologi selama 24 jam.
D. Batasan Operasional
Untuk membantu lebih mengarahkan pemahaman tentang ini, perlu
dibuat batasan lebih penting yang terkait dengan kerangka ICU Rumah
Sakit. Batasan operasional dibawah ini merupakan batasan istilah, baik
dari sumber Buku Pedoman Standar ICU dan keputusan menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010
maupun dari sumber – sumber lain yang di pandang sesuai dengan
kerangka konsep dengan kerangka konsep perawatan yang terurai dalam
buku ini.
2
1. Instalansi ICU adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri,
dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang ditunjukkan untuk
pasien – pasien yang menderita penyakit kritis, cidera berat atau
penyulit – penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognose dubia serta melakukan
pemantauan ketat dan terus menerus serta tindakan segera yang
bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian.
2. Standar Minimal ICU adalah suatu kemampuan minimal yang harus
dimiliki Unit ICU yang meliputi resusitasi jantung paru, pengelolaan
jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan penggunaan ventilator
sederhana, terapi oksigen, pemantauan EKG, Pulse Oximetri terus
menerus, pemberian nutrisi enteral dan panrenteral, pemeriksaan
laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh, pelaksanaan
terapi secara titrasi, kemampuan melaksanakan teknik khusus
sesuai dengan kondisi pasien, memberikan tunjangan fungsi vital
debngan alat – alat portable selama transportasi pasien gawat, serta
kemampuan fisioterapi dada.
3. Instalansi ICU primer adalah perawatan yang mampu memberikan
pengelolaan resusitasi segera untuk pasien gawat, tunjangan kardio-
respirasi jangka pendek dan mempunyai peran penting dalam
pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medis dan bedah
beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan
kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.
E. Landasan Hukum
Instalansi perawatan ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit, yaitu
suatu instalansi rawat inap yang mempunyai staf yang khusus dan
peralatan yang khusus pula. Penyelenggaraan unit ini sesuai dengan :
1. Undang – Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Intensif Care Unit (ICU).
4. Standar perawatan Keperawatan di ICU, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2006
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
4
B. Stuktur Organisasi
Direktur RSUD
Perawat
5
C. Distribusi Ketenagaan
Instalansi ICU menyediakan sumber daya manusia yang kompeten,
handal, dan mempunyai kemampuan sesuai dengan perkembangan
tekhnologi, sehingga dapat memberikan perawatan yang professional,
optimal, efektif dan efisien.
Atas dasar tersebut diatas, maka perlu kiranya menyediakan,
mempersiapkan dan memberdayakan sumber-sumber yang ada. Dalam
hal ini yang perlu dilakukan adalah meningkatkan keterampilan untuk
tenaga yang sudah ada, melakukan rekrutmen dan seleksi terhadap
tenegs ysng di persiapkan.
Untuk mendukung kegiatan perawatan, distribusi tenaga di
instalansi ICU dibagi menjadi 3 shift, setiap shift mempunyai penanggung
jawab seorang perawat terlatih atau perawat senior dengan dibantu
perawat belum terlatih, dengan pembagian sebagai berikut:
1. Shift pagi 08.00 – 14.00 WIB
2. Shift sore 14.00 – 21.00 WIB
3. Shift malam 21.00 – 08.00 WIB
Di instalasi ICU banyak kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh
satu orang perawat saja, dan harus dibantu oleh 2 – 3 orang. Antara lain
kegiatan resusitasi jantung paruh, tindakan intubasi, ekstubasi, rujuk dan
kegiatan pemberian informasi dan edukasi secara administrasi.
Penanggung jawab shift adalah tugas lain yang diberikan pada
perawat senior yang ditunjuk selain bertanggung jawab terhadap pasien
atau sebagai perawat pelakasana.
Kebutuhan jumlah tenaga perawat di instalansi ICU juga ditentukan
berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien yang tidak
menggunakan ventilasi meksnik adalah 1:2.
D. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas
perawatan bagi perawat untuk melaksanakan tugas perawatan di
instalansi ICU, sehingga semua kegiatan dapat terkoordinir dengan baik.
6
Pengaturan dinas dibuat menjadi 3 shift dalam 24 jam, yaitu pagi,
sore dan malam. Setiap ada penanggung jawab yaitu perawat senior atau
terlatih. Jadwal dibuat setiap 1 bulan sekali oleh kepala urusan perawatan
perawatan dan dapat berubah sewaktu-waktu bila dalam keadaan
mendesak.
7
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Rungan
W W
C C
BED 5 BED 4
BED 6 BED 3
BED 7 BED 2
Nurse Station
BED 8 BED 1
Ruangan BHP
Ruangan W
Perawat Pantry C
B. Standar Fasilitas
1. Sarana (bangunan)
1) Unit terbuka seluas 12 m2 / tempat tidur
2) Jarak antara 2 tempat tidur 2,5 meter
3) Mempunyai fasilitas hand hagiene, yaitu 1 tempat cuci tangan
dan hanbrub untuk setiap tempat tidur.
8
4) Pintu ruangan selalu tertutup, dipasang kaca tembus pandang,
penerangan alam menggunakan jendela mati dan penerangan
listrik yang cukup.
5) Lantai dan dinding terbuat dari bahan yang mudah di cuci dan
tidak menyerap air.
6) Lantai kuat, rata dan tidak berongga sehingga debu dan kontoran
tidak terkumpul, mudah di bersihkan serta tidak mudah terbakar.
7) Pertemuan antar dinding dan lantai berbentuk melengkung
sehingga memudahkan pembersihan dan tidak mudah menjadi
sarang debu.
8) Plafon kuat dan rapat tidak rontok dan mudah dibersihkan.
9) Ruang ganti perawat yang dilengkapi dengan rak sandal/sepatu,
lemari pakaian dan cermin.
10) Tersedia ruang kepala instalasi dipakai juga untuk ruang
konsultasi dengan keluarga pasien.
11) Tersedia ruangan yang cukup untuk tempat penyimpanan baik
untuk linen, alat medis, maupun cairan infus.
12) Tersedia ruang untuk pembesihan dan pembuangan.
13) Tersedia ruang tunggu untuk keluarga.
2. Perlengkapan Ruangan
1) Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan
yang dapat segera menyala apabila aliran listrik padam.
2) Pendingin ruangan dengan suhu 20ᵒc - 28ᵒc
3) Titik keluar listrik (electric outlet) yang dibumikan (grounded)
4) Sumber air panas dan dingin, ada bak untuk mencuci alat, ada
rak, alat penggantung untuk pipa karet.
5) Lemari es unutk menyimpan obat serta lemari terkunci untuk obat
narkotika.
6) Alat komunikasi (telepon).
7) Lampu untuk melakukan tindakan.
3. Perlengkapan Medis
1) Sumber oksigen sentral yang dilengkapi dengan katup penurunan
tekanan (regulator) humidifier dan flowmeter.
2) Peralatan terapi oksigen mulai dari nasal kanul, simple masker,
masker rebreathing dan masker non rebreathing.
9
3) Alat penghisap lendir sentral dilengkapi dengan pipa karet
penghubung botol penampung, dan kanule penghisap yang
tersedia.
4) Alat resusitasi terdiri dari sungkup muka, laryngoskop dengan
blade berbagai ukuran, oropharynx tube, nasopharynx tube,
endotracheal tube berbagai ukuran, magil tang, connector dan
stilet.
5) Stetoskop, tensimeter dan thermometer.
6) Pasien monitor dengan parameter gambaran ECG, menunjukkan
angka heart rate, tekanan darah, saturasi oksigen, respirasi rate
dan temperature.
7) Alat pemasangan akses vena terdiri dari standar infuse set, IV
kateter, infuse set, transfusi set, pediatric set, cairan infuse
berbagai jenis, alcohol swab, plester gunting, spalk.
8) Defibrilator.
9) EKG
10) Ventilator dengan Mode: PC-AC, PC-BIPAP, PC-SIMV, SPN-
CPAP, VC-SIMV.
4. Fasilitas
1) Tersedia 8 tempat tidur khusus yang bisa dirubah sesuai dengan
kebutuhan, dapat diatur kepala saja yang lebih tinggi kaki datar,
kaki saja yang lebih tinggi bagian kepala datar, ditekuk dibagian
lutut, kepala yang lebih tinggi dan kaki lebih rendah atau kaki
yang lebih tinggi dan kepala lebih rendah.
2) Setiap tempat tidur pasien disediakan 1 pasien monitor, satu alat
penghisap lendir, 1 outlet oksigen dilengkapi dengan flowmeter
dan humidifier, 4 / 6 outlet listrik, 1 lampu penerangan.
3) Tersedia Trolly Emergency dengan defibrillator diatasnya. Isi
torilly emergency adalah tanggung jawab instalasi ICU dengan
monitoring/pengawasan instalasi farmasi. Adapun isi trolly
emergency dapat dilihat pada tabel dibawah.
10
Tabel 2. Daftar isi Trolly Emergency Instalasi ICU RSUD Datu Pancaitana
11
6 IV Catether 16 3 Buah
7 IV Catether 18 3 Buah
8 IV Catether 20 3 Buah
9 IV Catether 22 3 Buah
10 IV Catether 24 3 Buah
11 IV Catether 26 3 Buah
12 Sopit 1 cc 2 Buah
13 Sopit 3 cc 2 Buah
14 Sopit 5 cc 2 Buah
15 Sopit 10 cc 2 Buah
16 Sopit 50 cc 2 Buah
LACI III
1 Elektroda 5 buah
2 Feding Tube 5 1 Buah
3 Feding Tube 8 1 Buah
4 Feding Tube 18 1 Buah
5 Hypafix 1 Buah
6 Infus Set Makro 2 Buah
7 Infus Set Mikro 2 Buah
8 K.Y. Jelly 1 Buah
9 Transfusi Set 2 Buah
10 Triway 2 Buah
11 Urine Bag 1 Buah
LACI IV
1 ETT 2 1 Buah
2 ETT 2.5 1 Buah
3 ETT 4 1 Buah
4 ETT 5.5 1 Buah
5 ETT 6.5 1 Buah
6 ETT 7.5 1 Buah
7 F. Chateter 10 2 Buah
8 F. Chateter 18 2 Buah
9 F. Chateter 20 2 Buah
10 F. Chateter 8 2 Buah
12
11 Handscoen 7 2 Buah
12 Handscoen 7.5 2 Buah
13 Selang O2 Anak 2 Buah
14 Selang O2 Bayi 2 Buah
15 Selang O2 Dewasa 2 Buah
16 Sungkup O2 Anak 2 Buah
17 Sungkup O2 Bayi 2 Buah
18 Sungkup O2 Dewasa 2 Buah
LACI V
1 Alkohol 1 Botol
2 API 25 ml 2 Botol
3 Betadine 1 Botol
4 Dextrose Infus 10% 2 Botol
5 Dextrose Infus 5% 2 Botol
6 Natrium Klorida 0,9% 2 Botol
7 Piggy Bag NaCl 1 Botol
8 Ringer Laktat 2 Botol
14
5.4.6 Petugas instalasi perawatan ICU melaporkan bila ada
gangguan fungsi peralatan ke petugas pemeliharaan
untuk dicek, apakah ada kerusakan pada alat tertentu.
5.4.7 Menyiapkan kalibrasi secara berkala pada peralatan
monitor, syringe pump, infuse pump, ventilator,
defibrillator yang dilakukan oleh petugas atau teknisi dari
peralatan tersebut (IPSRS).
5.4.8 Membuat rencana pengadaan peralatan baru.
5.5. Sarana
Semua peralatan medis dan non medis yang ada di Instalansi
perawatan Intensif
5.6. Jadwal Kegiatan
5.6.1 Jadwal kegiatan pemeliharaan di Instalansi perawatan
ICU di rencanakan untuk masing – masing kegiatan.
5.6.2 Pemeliharaan dilakukan oleh petugas instalasi
pemeliharaan sarana rumah sakit (IPSRS).
5.6.3 Kegiatan perbaikan dilakukan oleh petugas tehnik RSUD
atau petugas mesin jika terjadi kerusakan pada alat
5.6.4 Kegiatan kalibrasi peralatan di Instalasi ICU dilaksanakan
setiap satu tahun sekali, dan disesuaikan dengan
program kalibrasi peralatan di rumah sakit secara umum.
15
kekuatan 3-5 joule, saat membuang energi stop kontak
dicabut dari sumber listrik.
5.7.6 Semua peralatan yang memerlukan charging setiap kali
pemakaian harus mendapat aliran listrik.
5.7.7 Peralatan lain yang tidak memerlukan charging dilakukan
pengecekan rutin oleh petugas pemeliharaan sarana
rumah sakit sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
5.7.8 Kalibrasi dilakukan oleh petugas IPSRS, dengan jadwal
yang ditentukan oleh panitia pemeliharaan sarana rumah
sakit.
5.8. Jadwal Pengadaan
Berdasarkan hasil pengecekan harian maupun perkembangan
jumlah pasien dan macam kasus yang ada, maka penggantian
maupun penambahan peralatan dilakukan dengan mengajukan
anggaran setiap tahun pada bulan September kepada tim
pengadaan barang rumah sakit, disertai perkiraan harga
5.9. Anggaran
Perhitungan anggaran berdasarkan rencana anggaran yang
diajukan pada tahun tersebut, dengan skala prioritas. Biaya
program pemeliharaan dan pengadaan peralatan Instalasi ICU
dibebankan kepada anggaran belanja rumah sakit disesuaikan
dengan kondisi keuangan pada tahun tersebut.
5.10. Penanggung Jawab
Penanggung jawab pelaksana program pemeliharaan dan
pengadaan peralatan Instalasi perawatan ICU adalah Kepala
Instalasi perawatan ICU .
5.11. Penyelenggara
Program pemeliharaan dan pengadaan peralatan Instalasi ICU
dilaksanakan oleh koordinator peralatan dibantu oleh anggota tim
yang lain dan sepengetahuan Kepala Instalasi perawatan
Intensif.
5.12. Pencatatan dan Pelaporan
5.12.1. Pencatatan dilakukan setiap kali melakukan kegiatan
perbaikan peralatan, baik oleh petugas pemeliharaan
16
sarana rumah sakit, maupun teknisi dari perusahaan
tersebut.
5.12.2 Pencatatan dilakukan pada saat membuat dafar
peralatan tertentu yang memerlukam kalibrasi.
5.12.3 Pencatatan hasil kegiatan kalibrasi peralatan dilakukan
setiap kali setelah melakukan kalibrasi terhadap setiap
jenis alat medis.
5.12.4 Pelaporan dilakukan bila ada peralatan yang rusak, dan
membutuhkan perbaikan atau penggantian suku cadang,
kepada kepala sub bgian pemeliharaan sarana,
sepengetahuan kepala Instalasi ICU dan kepala bagian
umum.
5.13. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh koordinator dan
dilaporkan kepada kepala Instalasi ICU untuk ditindaklanjuti.
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk masing – masing
kegiatan:
5.13.1. Inventaris atau menghitung jumlah masing – masing
peralatan yang digunakan dalam perawatan.
5.13.2 Evaluasi dari jumlah dan jenis peralatan yang rusak,
sehingga dapat diperkirakan masa keausan masing –
masing peralatan.
5.13.3 Evaluasi dari anggaran tahun lalu, sebagai pertimbangan
untuk tahun berikutnya.
17
BAB IV
TATA LAKSANA PERAWATAN
A. Alur Pasien Masuk Rumah Sakit (MRS) dan Keluar Rumah Sakit
(KRS) di Ruang ICU
MRS
ICU IPJA
IBS
Perawatan KRS
18
serta dilakukan interfensi segera untuk mencega timbulnya penyakit
yang merugikan.
Sebelum pasien dimasukan ke ICU, pasien dan atau keluarganya harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan
mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan
kedokteran yang munkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU .
Penjelasan tersebut diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab perawatan
(DPJP) atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien dan
atau keluarganya dapat menerima atau menyatakan persetujuan dirawat
di ICU. Persetujuan dinyatakan dengan menanda tangani formulir inform
concent.
Pada keadaan sarana dan prasaarana ICU yang terbatas pada suatu
rumah sakit, diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila
kebutuhan atau permintaan akan perawatan ICU lebih tinggi dari pada
kemampuan perawatan yang dapat diberikan kepala ICU bertanggung
jawab atas kesesuaian indikasi perawatatan pasien di ICU. Bila
kebutuhan masuk ICU melibihi tempat tidur yang tersedia, kepala ICU
menentukan berdasarkan perioritas kondisi medik, pasien mana yang
akan dirawat di ICU.
19
1.1 Pasien Prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidsk stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungn/bantuan fertilasi dan alat bantu suportif organ/sistim
yang lain, infuse atau obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti
aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainya.
Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah
kordioterasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Terapi pada
pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas.
1.2 Pasien Prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan perawatan pemantauan canggih di ICU,
sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif
segera misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary
arterial cateter. Contoh pasien seperti ini antara lain mereka yang
menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan
berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi
pada pasien prioritas 2 (dua) tidak mempunyai batas, karena
kondisi mediknya senantiasa berubah.
1.3 Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak setabil
status kesehatan sebelumnaya, penyakit yang mendasarinya,
atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada
golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien
dengan keganasan metastatic di sertai penyulit infeksi, pericardial
tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit jantung,
penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
1.4 Pengecualian / Prioritas 4 (empat)
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala
ICU , indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa
20
dikecualikan dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan
demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar
fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk
pasien prioritas 1,2,3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong
demikian antara lain:
1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi
tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan
yang aman saja”. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan
perintah “DNR (Do Not Resucicate)”. Sebenarnya pasien –
pasien ini mungkin mendapat tunjangan canggih yang
tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survival.
2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak.
Pasien – pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk
menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor
organ.
2. Kriteria pasien masuk Instalasi perawatan Intensif
(Sociaty of Critical care Medicine, 1999)
2.1. Model Diagnosis
Model ini menggunakan kondisi penyakit untuk menentukan
kelayakan masuk Instalasi perawatan Intensif.
2.1.1. Sistem kardiak
2.1.1.1 Infark miokard akut dengan komplikasi
2.1.1.2 Syok kordiogenik
2.1.1.3 Aritmia kompleks yang memerlukan monitor atau
pengawasan ketat dan intervensi.
2.1.1.4 Gagal jantung kongestif akut dengan gagal nafas
dan/atau untuk memerlukan dukungan terapi
hemodinamik.
2.1.1.5 Kegawatan hipertensi
2.1.1.6 Angina tidak stabil dengan disritmia, ketidak
stabilan hemodinamik, atau nyeri dada persisten
2.1.1.7 Status post henti jantung
2.1.1.8 Tamponade jantung atau konstriksi dengan
ketidakstabilan hemodinamik
21
2.1.1.9 Pembedahan aneurisma aorta
2.1.1.10 Blok jantung komplit
2.1.2 Sistem Pulmoner
2.1.2.1 Gagal napas akut yang memerlukan dukungan
ventilator
2.1.2.2 Emboli pulmonal dengan ketidak stabilan
hemodinamik
2.1.2.3 Pasien di Unit perawatan Intermediati yang
menunjukkan perburukan atau kerusakan
pernafasan
2.1.2.4 Kebutuhan keperawatan atau perawatan
pernapasan tidak tersedia di unit rawat inap biasa
2.1.2.5 Hemoptisis masasif
2.1.2.6 Gagal napas dengan intubasi yang segera terjadi
2.1.3 Gangguan Neurologis
2.1.3.1 Stroke akut dengan penurunan kesadaran
2.1.3.2 Koma : metabolic, toksis, atau anoksik
2.1.3.3 Perdarahan intracranial dengan potensial
herniasi
2.1.3.4 Perdarahan subarachnoid akut
2.1.3.5 Meningitis dengan penurunan kesadaran atau
membahayakan pernafasan
2.1.3.6 Gangguan system syaraf pusat atau
neuromuscular dengan kerusakan fungsi
neurologis atau pulmoner
2.1.3.7 istem epileptikus
2.1.3.8 Pasien dengan batang otak atau potensial mati
batang otak yang agresif dikelola sementara
menentukan status donasi organ
2.1.3.9 Vasospasme
2.1.4 Lain – lain
2.1.4.1 Syok septic dengan ketidakstabilan hemodinamik
2.1.4.2 Pengawasan atau observasi hemodinamik
2.1.4.3 Kondisi klinis yang membutuhkan perawatan
tingkat perawatan Intensif
22
2.1.4.4 Luka akibat petir, hamper tenggelam, hipotermia,
atau hipertermia
2.2. Model Parameter Obyektif
2.2.1 Tanda-tanda Vital
2.2.1.1 Denyut nadi kurang dari 40 kali per menit atau
lebih dari 150 kali per menit
2.2.1.2 Tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg
atau 20 mmHg di atas tekanan darah pasien
biasanya
2.2.1.3 MAP (Mean Arterial Pressure) kurang dari 60
mmHg
2.2.1.4 Tekanan darah distolik lebih dari 120 mmHg
2.2.1.5 Laju pernapasan lebih dari 35 kali per menit
2.2.2 Temuan laboratorium
2.2.2.1 Serum sodium kurang dari 110 mEq/L atau lebih
dari 170 mEq/L
2.2.2.2 Serum potassium kurang dari 2.0 ml q/l atau lebih
7.0 ml q/l
2.2.2.3 PaO₂ kurang dari 50 mmHg
2.2.2.4 pH kurang dari 7.1 atau lebih 7.7
2.2.2.5 Serum glukosa lebih dari 800 mg/dl
2.2.2.6 Serum kalsium lebih dari 15 mg/dl
2.2.2.7 Kadar toksik obat atau subtansi kimia dalam
kondisi hemodinamik atau neurologis yang
membahayakan
2.2.3 Radiografi atau USG
2.2.3.1 Perdarahan pembulu darah otak, kontusio, atau
perdarahan Subarachnoid dengan penurunan
setatus mental atau tanda neurologis fokal
2.2.3.2 Ruptur organ dalam, kandung kemih, varises
esophagus atau uterus dengan ketidak stabilan
hemodinamik
2.2.3.3 Pembedahan aneurisma aorta
23
2.2.4 Electrocardiogram
2.2.4.1 Infak miokardial dengan aritmia kompleks,
ketidak stabilan hemodinamik, atau gagal jantung
kongestif
2.2.4.2 Ventricular tachycardia berkelanjutan atau
Ventricular fibrillation
2.2.4.3 Blok jantung komplit dengan ketidakstabilan
hemodinamik
2.2.5 Temuan fisik (onser akut)
2.2.5.1 Pupil tidak sama ukurannya pada pasien tidak
sadar
2.2.5.2 Luka bakar lebih dari 10% luas permukaan tubuh
2.2.5.3 Anuria
2.2.5.4 Obstruksi jalan napas
2.2.5.5 Koma
2.2.5.6 Kejang yang terus menerus
2.2.5.7 Sianosis
2.2.5.8 Tamponade Jantung
3. Kriteria Pasien Keluar ICU
Prioritas pasien ICU dindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan
medis oleh Dokter Penanggung Jawab perawatan (DPJP ) serta
dokter lain yang merawat dan atau kepala Instalasi ICU .
4. Tata Laksana Persiapan Penerimaan Pasien
Perawat Instalasi ICU harus siap setiap saat bila ada pasien baru,
ruangan, tempat tidur dan monitor harus selalu dalam kondisi siap
pakai. Peralatan ini disesuaikan dengan kondisi psien yang akan
diterima.
Peralatan yang akan dipakai oleh pasien baru segera dikeluarkan
dari tempat penyimpanan dan disetting sesuai kebutuhan. Peralatan
yang disimpan dalamtempat penyimpanan harus dalam keadaan baik
dan siap pakai. Semua peralatan harus di cek, di chargedan di
kalibrasi sesuai jadwal dalam program fasilitas.
24
5. Tata Laksana Monitoring Pasien
Monitoring pasien Instalasi ICU di lakukan setiap waktu, baik melalui
layar monitor, keluhan pasien maupun secara klinis dan dilakukan
sewaktu – waktu melalui laboratories dan radiologis.
Semua hasil monitoring dicatat dalam lembar observasi atau RM 25
yang meliputi data social pasien, tanda-tanda vital, status neurologis,
status respiratoris, parameter ventilator, status hemodinamik, data
inteke baik secara metikasi maupun nutrisi data output, tidakan
keperawatan , data laboratories, catat perkembangan dan data
asuhan keperawatan.
6. Unit Penunjang
Dalam perawatan Instalasi ICU didukung oleh :
1. Instalasi Farmasi
2. Instalasi Radiologi
3. Instalasi Laboratorium
7. Tata Laksana Prosedur Medik
1. Pemasangan Kateter Vena Sentral
1.1 Persiapan alat
1.1.1 Kateter vena sentral sesuai dengan kebutuhan
(mono lumen, double lumen, triple lumen)
1.1.2 Infus set dan blood set sesuai kebutuhan
1.1.3 Treeway jumlahnya sesuai kebutuhan
1.1.4 Cairan infuse sesuai kebutuhan
1.1.5 Korentang Steril
1.1.6 Bethadine
1.1.7 Sarung tangan steril 2 nomor disesuaikan
1.1.8 Obat lokal anastesi dalam spuit 2,5 cc
1.1.9 Cairan NaCL, Heparin, dan spuit 10 cc
1.1.10 Plester, gunting, standar infuse, waterpass
1.1.11 Instrumen untuk pemasangan vena sentral dalam
bungkus steril berisi :
1) Pincet anatomis 1
2) Pincet chirurgis 1
3) Gunting 1
4) Klem desinfeksi 1
25
5) Nald Founder 1
6) Handfat mes no.3 1
7) Jarum kulit 2
8) Side no 20 20 cm
9) Cucing 1
10) DKL 1
11) DS 1
12) Kassa kecil 10
13) Kassa depress 5
14) Lidi kapas 2
26
1.3.7 Kateter difiksasi dengan jahitan, lukan tempat tusukan
ditutup dengan kassa bethadin dan hipafix di tulis
tanggal pemasangan
1.3.8 Setelah prosedur selesai atur posisi pasien senyaman
mungkin dan bereskan semua peralatan.
2. Pemasangan NGT
2.1 Persiapan alat
2.1.1. Sarung tangan
2.1.2 Jelly, plester, gunting, benang, stetoskop
2.1.3 Spuit 50 cc lubang tengah
2.1.4 NGT sesuai dengan ukuran.
2.2 Persiapan pasien
2.2.1 Pasien diberitahu tentang prosedur yang akan
dilakukan
2.2.2 Pasien diposisikan sesuai dengan kebutuhan
2.2.3 Pasien diberitahu agar tudak terlalu banyak bergerak
dan memberitahu petugas apabila terasa sakit.
2.3 Prosedur Pemasangan NGT (Nasogastric Tube) atau
Stomach tube
2.3.1 Pakai sarung tangan, ukur jarak lambung sampai
lubang hidung (secara bayangan) antara ulu hati
sampai dahi dengan menggunakan NGT, lalu NGT
beritanda dengan cara mengikatkannya dengan
benang.
2.3.2 Beri jelly pada ujung NGT sampai beberapa sentimeter
diatasnya.
2.3.3 Masukkan NGT pada salah satu lubang hidung.
2.3.4 Bila kira – kira ujung NGT sampai kerongkongan,
anjurka pasien untuk menelan
2.3.5 Bila batas benang sudah mencapai lubang hidung,
pertahankan posisinya, cek denangan cara
memaksukkan beberapa cc udara menggunakan spuit
50 cc.
2.3.6 Auskultasi pada lambung dan dengarkan udara yang
masuk.
27
2.3.7 Fiksasi NGT denagan menggunakan hipafix.
2.3.8 Bila perlu bereskan semua peralatan, atur pasien
dengan rapi, cuci tangan.
3. Intubasi Dan Perawatanya
3.1 Persiapan Peralatan
3.1.1 Sarung tangan
3.1.2 Ambubag lengkap dan berfungsi baik
3.1.3 Section lengkap dan berfungsi baik
3.1.4 Spuit 20 cc untuk mengembangkan balon
3.1.5 Laringoskop demngan made sesuai ukuran, lampu
menyala terang
3.1.6 Jelly, plester, gunting, stetoskop
3.1.7 Endotracheal tube dengan balon yang mengembang
baik dan tidak bocor
3.1.8 Obat – obat induksi dan pelemas otot serta obat – obat
emergensi.
3.2 Persiapan pasien dan keluarga
3.2.1 Bersama dengan dokter beritahu keluarga tentang
prosedur yang akan dilakukan dan risiko yang mungkin
ditimbulkan, serta antisipasi terhadap risiko.
3.2.2 Bila keluarga sudah jelas dengan penjelasan dokter,
maka keluarga diminta untuk tanda tangan surat
persetujuan (informed consent).
3.2.3 Bila pasien sadar beritahu tentang prosedur yang akan
dilakukan
3.2.4 Atur posisi pasien agar memudahkan untuk malakukan
prosedur.
3.3 Persiapan Dokter dan Perawat
28
3.3.5 Bila oksigenasi sudah mencukupi, buka mulut pasien
dengan laringoskop, masukkan endotracheal hingga
garis tebal yang bawah berada di baeah pita suara.
3.3.6 Kembangkan cuff dengan meniupkan udara
menggunakan spuit 20 cc.
3.3.7 Sambungkan pangkal endotracheal dengan ambubag.
3.3.8 Cek suara nafas pada dada kanan kiri dengan
stetoskop, sura nafas pada dada kiri sama dengan
dada kanan serta dada terangkat bersama dan
simetris.
3.3.9 Fiksasi endotracheal pada bibir pasie, beri tanda batas
luar endotracheal dengan plester di tepi bibir.
3.3.10 Lepas ambubag dan hubungkan dengan ventiolator.
3.3.11 Bereskan semua peralatan dan petugas cuci tangan.
3.4 Prosedur perawatan endotracheal
3.4.1 Pada setiap pergantian dinas perawat harus
memastikan bahwa endotracheal pada posisi yang
benar, batas kedalaman ETT tetap pada tempatnya.
3.4.2 Pastikan pasien tidak mampu untuk dengan tidak
sengaja mengeluarkan tube atau terekstubasi.
3.4.3 Perhatikan bibir pasien bila kemungkinan ada tanda-
tanda penekanan, lakukan oral hygiene dan pindah
posisi endotracheal dari susut bibir kiri atau kanan bila
diperlukan unutk menghindari lesi pada sudut bibir.
3.4.4 Lakukan tindakan penghisapan lendir dengan teknik
septic.
3.4.5 Berikan oksigenasi sebelum melakukan suction.
3.4.6 Masukan kanula suction dalam endotracheal, saat
penghisapan tidak boleh dari 10 detik.
3.4.7 Cek suara nafas setiap kali setelah melakukan
manipulasi untuk memastikan posisi tube tetap aman.
3.4.8 Catat semua tindakan yang dilakukan.
29
H. Tata laksana Ekstubasi
1. Persiapan peralatan :
1.1 Sarung tangan
1.2 Ambubag lengkap dan berfungsi dengan baik
1.3 Suction lengkap dan berfungsi dengan baik
1.4 Spuit untuk mengempiskan balon / cuff
1.5 Laringoskopdengan blade sesuai ukuran, lampu menyala
terang, endotracheal sesuai ukuran sebagai persiapan re-
intubasi bila gagal ekstubasi
1.6 Jelly, plester, guntung, stetoskop.
2. Prosedur
2.1 Proses weaning telah dilalui dan pasien dapat diweaning (nafas
spontan dengan T-piece)
2.2 Posisikan pasien agar prosedur mudah dilakukan
2.3 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
2.4 Berikan corticosteroid bila perlu
2.5 Dilakukan suctioning dahulu, tunggu 15 menit
2.6 Dilakukan tes kebocoran cuff
2.7 Extubasi / cabut endotracheal
2.8 Dilakukan suctioning lagi dimulut, orofaring
2.9 Diberikan O2 masker rebrething dahulu, setelah itu O2 nasal
kanul
2.10 Selalu disiapkan alat dan obat untuk re-intubasi bila diperlukan
I. Tata Laksana Balance Cairan
1. Pengertian
Balance cairan adalah kondisi cairan tubuh yang seimbang untuk
mendapatkan kondisi tersebut harus dilakukan perhitungan cairan
dalam waktu tertentu (tiap jam, tiga jam, empat jam, dan seterusnya)
2. Tujuan
Untuk memperoleh data yang akurat, dari perhitungancairan yang
keluar dan masuk sehingga dapat dilakukan koreksi atau tindakan
yang cepat dan tepat.
3. Prosedur
30
3.1 Tentukan waktu perhitungan sesuai dengan kasus dan kondisi
pasien.
3.2 Tuliskan semua macam intake yang diberikan di kolom intake
dan jumlahkan.
3.3 Tuliskan semua macam output dikolom output dan jumlahkan.
3.4 Kurangkan hasil intake dengan hasil output, tuliskan di kolom
total balace.
3.5 Lakukan koreksi sesuai hasil dan kondisi pasien.
2. Tujuan
Memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia.
3. Indikasi
3.1. Pasien hipoksia
3.2. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
31
3.3. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
3.4. Oksigen cukup, paru, normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
3.5. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi
3.6. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida (PaCO₂) rendah
4. Macam – macam pemberian terapi oksigen
4.1. Pipa Oropharynx
Cara pemberian :
1) Hanya dimasukkan apabila mandibula lemas dan pasien
tidak sadar
2) Bila mandibula kaku, buka mulut dengan paksa dan tekan
lidah dengan spatel kemudian masukkan oropharynx dengan
lengkungan menghadap ke langit-langit kemudian putar 180ᵒ
tanpa mendorong lidah ke belakang.
4.2. Kateter nasal
Cara pemberian :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan
2) Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
3) Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi
4) Untuk memperkirakan dalam kateter ukur jarak antara lubang
hidung sampai ke ujung telinga
5) Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen
sesuai kebutuhan
6) Mengatur volume oksigen sesuai dengan kebutuhan
7) Beri jelly pada ujung nasal kateter
8) Masukkan kateter melalui lubang hidung ke nasopharynx
sebatas ukuran yang telah ditentukan
9) Gunakan plester untuk fiksasi kateter, antara bibir atau
dan lubang hidung
10) Aliran oksigen sesuai yang diinginkan (aliran maksimal 6
liter/ menit)
4.3. Pipa nasopharynx
Cara Pemberian :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2) Beri jelly pada ujung pipa
32
3) Masukkan ke lubang hidung yang paten sampai ujungnya
berada dinasopharynx (ditandai dengan aliran udara nafas
yang lancer)
4.4. Kanule Binasal (nasal kanul)
Cara Pemberian :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2) Hubungkan slang kanule ke humidifier dengan aliran oksigen
yang rendah. Masukkan ujung kanule ke lubang hidung
3) Fiksasi slang oksigen
4) Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan
4.5. Masker oksigen sederhana (simple mask)
Cara Pemberian :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah tinadakan
2) Membebaskan jalan nafas dengan mengisap sekresi
3) Atur posisi pasien
4) Atur pengikat sungkup sehingga menutup rapat dan nyaman
jika perlu beri kain kassa pada daerah yang tertekan
5) Atur aliran oksigen sesuai kebutuhan. Terapi oksigen dengan
simple masker mempunyai efektifitas aliran 5-8 liter/menit
dengan konsentrasi oksigen (FiO₂) yang didapat 40% - 80%
4.6. Masker Rebrithing (Partial Reabreathing)
Cara Pemberian :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2) Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
3) Atur posisi pasien
4) Atur pengikat sungkup sehingga menutup rapat dan nyaman,
jika perlu beri kain kassa pada daerah yang tertekan
5) Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan. Terapi oksigen
dengan masker rebrithing mempunyai efektifitas aliran 6 – 15
liter/menit dengan konsentrasi oksigen (FiO₂) 35% - 60%
serta dapat meningkatkan nilai PaO₂
6) Isikan oksigen kedalam kantong reservoir dengan cara
menutup luibang antara kantong dengan sungkup minimal
2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran oksigen,
33
kantong akan terisi waktu ekspirasi dan akan kuncup waktu
inspirasi.
34
Tabel 3. KRITERIA PONTOPIDAN
Acceptable Perlu Intubasi
Range bantuan O₂
RR 12 – 25 23 - 25 > 35
Mechanics VC ( ml/kg) 70 – 30 30 - 15 < 15
Insp.force
100 – 50 50 - 25 < 25
(cmH₂O)
AaDO₂
50 – 200 200 - 350 > 350
(mmHg)
200 – 70 < 70 (O₂
PaO₂ (mmHg) 100 – 75 (air)
(O₂ mask) mask)
Ventilation VD/VT 0,3 – 0,4 0,4 – 0,6 > 0,5
PaO₂ (mmHg) 35 – 45 45 - 60 < 60
2. Subyektif
- Fase akut sudah berkurang
- Dokter yakin bisa diextubasi
- Reflex batuk adekua
35
Pressure Control SIMV + PSV Volume Control
Pressure support
Wean PAW
Check
CPAP Gag T-Piece trial
Cuff Leak
Mecanics
Extubate
36
M. Tata Laksana Penggunaan Ventilasi mekanik
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk
memberikan ventilasi atau bantun nafas pada pasien yang
mengalami kegawatan yang berkaitan dengan kelainan paru – paru
(COPD, ARDS, kelainan diluar paru – paru, depresi nafas akibat obat
atau gangguan neuromaskuler).
2. Tujuan
2.1. Memberikan kekuatan mekanis pada paru untuk
mempertahankan pertukaran O₂ dan CO₂ yang fisiologis.
2.2. Mengambil alih (manipulasi) tekanan jalan nafas dan pola
pernafasan untuk memperbaiki pertukaran O₂ dan CO₂ secara
efisien dan oksigenasi secara adekuat.
2.3. Mengurangi kerja otot jantung dengan cara mengurangi kerja
paru.
3. Prosedur
3.1. Persiapan Peralatan:
3.1.1. Sarung tangan
3.1.2. Ambubag lengkap
3.1.3. Suction lengkap
3.1.4. Spuit untuk mengembangkan balon
3.1.5. Laringoskop dengan blade sesuai ukuran, lampu menyalah
terang
3.1.6. Jelly, plester, gunting, stetoskop
3.1.7. Endotrakeal tube dengan balon yang mengembang baik.
3.2. Persiapan pasien dan keluarga:
3.2.1. Beritahu keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan
dan resiko yang mungkin ditimbulkan.
3.2.2. Bila keluarga sudah merasa jelas dengan penjelasan
dokter, maka keluarga diminta untuk tanda tangan surat
persetujuan (informed consent)
3.2.3. Bila pasien sadar beritahu tentang prosedur yang akan
dilakukan
3.2.4. Atur posisi agar memudahkan untuk melakukan prosedur.
37
3.3. Prosedur pemasangan ventilasi mekanik
Sambungan stop kontak dengan sumber listrik, nyalakan
ventilator dengan menekan tombol on.
Pasang corogatet sesuai dengan kegunan ( anak/dewasa).
Isi humidifier dengan aquadest steril, kemudian nyalakan dengan
menekan tombol on.
3.3.1. Setting ventilator sesuai pesanan dokter mengenai mode,
vt, frekwensi nafas, I:E ratio, FIO₂, ASB, PEEP, dan lain –
lain.
3.3.2. Sambungkan corogater dengan endotracheal yang
terpasang pada pasien.
3.4. Hal yang perlu diperhatikan :
3.4.1. Pastikan bahwa alat resusitasi dan perlengkapan ventilator
berfungsi baik.
3.4.2. Pastikan bahwa penderita selalu dimonitor fungsi
pernafasanya dan saturasi oksigen.
3.4.3. Lakukan segala tindakan dengan memperhatikan tehnik
aseptic dan universal precaution.
3.4.4. Lakukan suction secara rutin (biasanya tiap 4 jam), bila
perlu boleh dilakukan diluar jadwal.
3.4.5. Pastikan humidifier berfungsi dengan baik, air yang
tertampung didalam water trap secara rutin harus
dikosongkan.
3.4.6. Rubah posisi pasien tiap 3 jam untuk postural drainage
ataupun untuk pengembangan paru – paru.
3.4.7. Pastikan posisi tubing ventilator dalam keadaan tepat.
3.4.8. Pastikan NGT pada posisi yang benar, lakukan aspirasi
tiap 6 jam atau setiap akan memberikan nutrisi enteral.
3.4.9. Memgganti pipa / corogatel minimal 1 minggu sekali.
3.4.10. Lakukan komunikasi yang baik dengan penderita guna
menghilangkan / mengurangi rasa cemas.
38
1.2. Pasang stop kontak ke sumber listrik
1.3. Siapkan aquadest bila incubator menggunakan squadest
sebagai sarana pengatur suhu
1.4. Hidupkan incubator dengan menekan tombol on
1.5. Setting inkubator sesuai kebutuhan
1.6. Hidupkan alarm untuk mengetahui kondisi yang tidak diinginkan
1.7. Bila suhu dan kelembapan incubator sudah sesuai dengan bayi,
pindahkan bayi dalam inkubator.
1.8. Pasang sensor suhu pada kulit bayi
1.9. Jaga kebersihan bayi dalam inkubator.
2. Syringe Pump
2.1. Memberitahu pasien tentang tindakan yang dilakukan (pasien
sudah menggunakan IV line)
2.2. Cuci tangan
2.3. Hubungkan syringe pump dengan sumber listrik
2.4. Tekan tombol power
2.5. Hisap abat dan oplos dengan cairan yang ditentukan pada spuit
dengan ukuran yang telah ditentukan
2.6. Pasang spuit pada syringe pump dengan sambungan (extention
tube). Setting dosis sesuai dosis.
2.7. Bila memerlukan bolus tekan tombol stop/sillince, kemudian
tekan purge sesuai dosis bolus yang diinginkan, lalu tekan start
untuk dosis awal.
2.6. Cuci tangan.
3. Infus pump
3.1. Memberitahu pasien tentang tindakan yang dilakukan (pasien
sudah menggunakan IV line)
3.2. Cuci tangan
3.3. Hubungkan infuse pump dengan sumber listrik
3.4. Tekan tombol power.
3.5. Hisap obat dengan spuit dan masukkan pada cairan yang telah
ditentukan
3.6. Pasang set infuse pada cairan yang sudah ada obatnya
3.7. Pasang slang infuse pada infuse pump dengan benar
39
3.8. Pasang drip alarm pada chamber set infuse
3.9. Setting dosis sesuai instruksi (atur jumlah tetesan, jumlah
cairan, waktu yang diperlukan)
3.10. Tekan tombol start
3.11. Catat dosis dan jumlah cairan yang masuk pada lembar
observasi
3.12. Cuci tangan
4. Suction
4.1. Setiap akan memakai pastikan kesiapan alat.
4.2. Pastikan kabel yang digunakan aman tidak berlubang atau
lecet.
4.3. Pastikan stok kontak yang digunakan tidak bermasalah
4.4. Pastikan penutup botol dalam keadaan kedap dan pasang
suction catheter sesuai kebutuhan.
4.5. Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akandilakukan
4.6. Atur posisi pasien semiflower dengan kepala ekstensi
4.7. Sebelum suction berikan O₂ ± 5 liter/menit atau sesuai
kebutuhan
4.8. Ambil suction catheter oleskan jelly pada ujung catheter
4.9. Masukkan catheter pada saat inspirasi dan lakukan suction
dengan cara memutar ½ putaran selama tidak lebih 3 menit
untuk menghindari hypoxia
4.10. Keluarkan catheter dan bilas dengan air matang yang telah
disediakan
4.11. Ulangi penghisapan dengan suction sampai lendir bersih
4.12. Setelah selesai menggunakan bersihkan botol suction dan
selang penghisap serta lakukan tindakan disenfeksi pada alat
tersebut, sehingga bila dibutuhkan sewaktu – waktu dapat
digunakan segera
4.13. Gulung kabel dengan hati – hati supaya tidak lecet
4.14. Simpan alat suction pada tempat yang telah ditentukan dan
mudah terjangkau
4.15. Cuci tangan.
40
5. Defibrilator
5.8. Hubungkan defibrillator dengan listrik
5.9. Pasang led / elektroda warna kuning pada tangan kiri, warna
merah pada tangan kanan, warna hijau pada kaki kiri
5.10. Tentukan volume energy/joule yang diperlukan
5.11. Berikan jelly pada paed secara merata
5.12. Letakkan paed sternum pada sternum, dan paed apex pada
apex
5.13. Tekan tanda charge sampai dengan muncul joule yang
dibutuhkanLihat pada layar monitor apakah perlu dilakukan
shock atau tidak.
5.14. Bila perlu lepaskan energy dengan menekan tombol pada paed.
5.15. Bila selesai bersihkan dan rapikan peralatan.
O. Konsultasi
Konsultasi adalah meminta pendapat dokter spesialis lain untuk
memecahkan suatu persoalan atau kasus pada pasien, bisa dengan jalan
rawat bersama atau melakukan suatu tindakan tertentu, agar pasien
mendapatkan perawatan yang komprehensif, cepat dan tepat, sehingga
memperoleh hasil yang maksimal.
41
2.4. Pengiriman formulir cito diambil oleh petugas Instalasi ICU atau
bila permintaan pemeriksaan tidak kompleks, petugas
laboratorium dapat diberitahu melalui telepon.
2.5. Setelah formulir pemeriksaan sampai ke laboratorium, petugas
laboratorium datang ke Instalasi ICU untuk mengambil bahan
pemeriksaan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang dipesan.
2.6. Khusus untuk pemeriksaan gula darah rutin dapat dilakukan
oleh petugas Instalasi perawatan Intensif, hasilnya ditulis pada
formulir laboratorium dan dikirim ke laboratorium.
2.7. Bila hasil sudah selesai, petugas laboratorium memberitahu
melalui telpon ke petugas Instalasi perawatan Intensif, atau
petugas Instalasi ICU dapat melihatnya di computer, petugas
Instalasi ICU melaporkan hasil laboratorium kedokter yang
merawat untuk mendapatkan instruksi selanjutnya.
2.8. Hasil laboratorium yang sudah jadi, diabil oleh petugas ruangan.
3. Indikasi Pemeriksaan Radiologi
Pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang
untuk menentukan diagnose dan terapi selanjutnya.
4. Prosedur Pemeriksaan Radiologi
4.1. Pemeriksaan radiologi bagi pasien di Instalasi ICU harus
ditanda tangani oleh dokter yang merawat. Pemeriksaa radiologi
secara lisan (cito), dapat ditulis oleh petugas yang menerima
instruksi didalam kolom perkembangan dan formulir radiologi
disertai jam permintaan, tanggal dan paraf perawat atau nama
dokter yang meminta.
4.2. Petugas Instalasi ICU meginformasikan keluarga pasien untuk
meminta persetujuan pemeriksaan.
4.3. Petugas Instalasi ICU menghubungi petugas radiologi, untuk
memastikan jam berapa pasien dapat diantar ke radiologi (untuk
pemeriksaan USG, ECCO atau pemerisaan lain yangtidak dapat
dilakukan diruang intensif ).
4.4. Petugas Instalasi ICU menghubungi petugas radiologi, untuk
memastikan jam berapa petugas dapat melakukan pemeriksaan
di Instalasi ICU (untuk pemerkisaan yang dapat dilakukan
dengan alat portable).
42
4.5. Bagi pemeriksaan yang tidak memerlukan persiapan, pasien
dapat dientar ke radiologi setelah dapat telepon dari petugas
radiologi.
4.6. Hasil pembacaan radioogi dapat dilihat melalui computer.
4.7. Hasil radiologi yang sudah diketik, diantar oleh petugas radiologi
ke Instalasi perawatan Intensif. Perawat Instalasi perawatan
Intensif, melaporkan hasil kedokter yang merawat.
43
2.2. Kemudian jenazah disemayamkan diInstalansi ICU kira – kira 2
jam dan dianjurkan keluarga untuk menunggui.
2.3. Petugas menghubungi ambulance jenazah.
2.4. Petugas mengambil kereta jenazah dari kamar jenazah ke
Instalasi ICU melalui pintu belakang.
2.5. Setelah 2 jam jenazah dibawa ke kamar jenazah melalui pintu
belakang.
2.6. Setelah ambulance jenazah siap, jenazah di ICU pindahkan ke
ambulance untuk di berangkatkan ke tempat tujuan.
44
S. Tata Laksana dan Pelaporan
1. Harian
1.1. Laporan pemakain peralatan dan tidakan keperawatan, yang biasa
disebut laporan billing. Berupa lembar laporan harian (sebagai alat
bantu) yang berisi nama pasien, nomer, regester/nomer rekam
medis, kelas, untuk memasukkan billing ke computer. Laporan diisi
oleh perawat jaga tiap shift dan ditandatangani oleh petugas yang
menulis dan memasukkan data di computer. Petugas sub bagian
keuangan akan mengecek tiap hari laporan billing tersebut.
1.2.Laporan sensus harian tentang macam perawatan, penderita
yang masuk dan keluar, penderita meninggal, dan lama rawat.
Penyetoran dilakukan tiap hari ke Instalasi Rekam Medis.
2. Bulanan
2.1.Pelaporan bulanan di lakukan mengenai jumlah pasien,
pemantauan indicator mutu, penyetoran pelaporan ke instalasi
rekam medis. Pelaporan ini mendapatkan umpan balik dari
instalasi rekam medis berupa ketepatan tanggal penyetoran dan
data angka kejadian dari variable indicator mutu tersebut.
2.2.Pemantauan insiden keselamatan pasien, penyetoran pelaporan
ke panitia keselamatan pasien, dan akan segera ditindak lanjuti
setelah laporan kejadian.
2.3. Pelaporan bulanan dilakukan ke sub bagian kepegawaian dan
pengembangan staf dalam hal laporan kehadiran karyawan.
3. Tahunan
Pelaporan tahunan dilakukan ke Kepala Bidang perawatan Medis
tentang penilaian kinerja karyawan, dilakukan tiap 6 bulan untuk
menentukan karyawan berprestasi, dilakukan tiap 2 tahun sekali saat
kenaikan golongan, dilakukan tiap tahun untuk karyawan yang akan
diangat menjadi karyawan kontrak tahun kedua dan diangkat menjadi
tetap.
4. Sewaktu
4.1. Laporan sewaktu dilakukan ke kepala bidang perawatan medis
dan ke dereksi bila ada kasus / masaalah yang memerlukan
penanganan / tindak lanjut segera, dan tidak dapat diatas ditingkat
Instalasi Pealayanan Intensif.
45
4.2. Laporan tentang pelaksanaan orientasi karyawan baru, ke
kepala bidang perawatan medis, setelah karyawan tersebut
menjalankan masa orientasi pada 3 bulan pertama.
46
BAB V
LOGISTIK
47
2. Prosedur Penyediaan obat dan Alat kesehatan Inventaris
Instalasi ICU
2.1. Pengertian
Penyediaan obat dan alat kesehatan di Instalasi ICU adalah
penyediaan alat dan obat di Instalasi ICU yang digunakan untuk
melayani pasien sebelum obat pasien tersebut di ambil dari
Instalasi Farmasi.
2.2. Prosedur
2.2.1. Petugas Instalasi perawatan ICU membawa buku
permintaan alat dan obat ke Instalasi farmasi.
2.2.2. Buku permintaan berisikan tanggal, nama obat,
jumlah, tanda tangan petugas Instalasi ICU dan petugas
instalasi farmasi.
2.2.3. Petugas Instalasi Farmasi melayani permintaan sesuai
dengan yang tercantum dalam buku permintaan. Petugas
Instalasi Farmasi menyerahkan obat dan alat kesehatan
ke petugas Instalasi ICU dengan mendatangani buku
permintaan sebagai buku serah terima.
2.2.4. Permintaan rutin hanya dilakukan pada hari jumat kecuali
pada keadaan tertentu dengan pemberitahuan terlebih
dahulu kepada petugas instalasi farmasi yang bertugas
2.2.5. Perawat penanggung jawab memeriksa kembali obat dan
alat dari instalasi farmasi, untuk ditempatkan pada tempat
yang telah ditentukan.
2.2.6. Bila obat dan alat kesehatan tersebut dipakai oleh
pasien, maka setelah obat dan alat kesehatan pasien
diambil dari instalasi farmasi harus dikembalikan lagi di
tempat semula.
3. Perencanaan Peralatan/Peremajaan
3.1. Pengertian
Suatu kegiatan untuk merencanakan pengadaan peralatan baru,
sesuai kebutuhan saat itu atau sebagai pengganti alat yang rusak
atau diperkirakan harus ganti karena suatu keharusanya.
48
3.2. Tujuan
Tujuan dari perencanaan pengadaan dan peremajaan peralatan
adalah agar peralatan di Instalasi ICU dapat digunakan setiap
saat tanpa ada gangguan dan dapat mengikuti perkembangan
tehnologi perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran
sehingga dapat menunjang kelancaran proses perawatan di
Instalasi ICU.
3.3. Jadwal Kegiatan
Kegiatan perencanaan dan peremajaan peralatan dilakukan tiap
tahun pada bulan tertentu dalam bentuk Program Kerja Tahunan
di Instalasi ICU bekerjasama dengan bagian pengadaan RSUD
Datu Pancaitana.
3.4. Prosedur Kegiatan
3.4.1. Dari hasil pengecekan rutin, diketahui ada peralatan
yang tidak dapat digunakan lagi dan atau tidak dapat
diperbaiki lagi. Bila ada maka direncanakan dalam
anggaran rutin atau diganti yang baru.
3.4.2. Pembelian peralatan baru sepengetahuan Kepala
Instalasi ICU dengan mengajukan permintaan ke tim
pengadaan barang rumah sakit, disertai dengan perkiraan
harga.
3.4.3. Pengajuan anggaran rutin untuk pengadaan barang
dilakukan setiap tahun kepada tim pengadaan barang
rumah sakit, disertai dengan perkiraan harga.
3.4.4. Setelah anggaran yang diajukan disetujui oleh tim
perencanaan, tim perencanaan berkoordinasi dengan tim
pembelian rumah sakit.
3.4.5. Bila sudah terealisasi, Kepala Instalasi ICU menerima alat
dan mendatangani buku penerimaan barang serta berita
acara penerimaan alat dari tim penerima barang serta
menuliskan pada buku inventaris Instalasi ICU.
49
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu system di mana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini merupakan asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau
situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm
(penyakit, cidera, cacat, kematian, dan lain-lain) yang tidak seharusnya
terjadi.
B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu system
keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar terciptanya budaya
keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah
sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunya kejadin tidak
diharapkan di rumah sakit, dan terlaksanya program-program
pencegahan sehingga tidak tejadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.
50
3. Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/Near miss
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),
yang dapat mencederaipasien, tetapi cidera serius tidak terjadi
Karen faktor “ keberuntungan “
4. Kejadian Tidak Cidera (KTC)/ No Harm Incident
Suatu kejadian atau insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cidera.
5. Kondisi Potensial Cidera (KPC)
Kondisi potensial cidera adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi inciden.
6. Kejadian Sentinel
Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian
atau cidera yang serius.
51
7. Mencegah cidera melalui implementasi system keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah
unutk melakukan perubahan pada system perawatan.
52
Sasaran Keselamatan Pasien Instalasi ICU di Rumah Sakit Umum
Daerah Datu Pancaitana:
1. Ketepatan Identitas Pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas
pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar
terhadap semua perawatan yang diterima oleh pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang kurang efektif adalah komunikasi lisan yang tidak
menggunakan prosedur “ SBAR “ : Write, Read, dan Repeat Back
(reconfirm)dengan benar.
3. Peningkatan Keamanan Obat yang perlu di Waspadai (high-alert)
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medication) adalah
obat yang sering menyebabkan terjadi keselahan atau keselahan
serius (sentinelevent), obat yang beresiko tinggi menyebabakan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).
4. Pengurangan risiko infeksi terkait perawatan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan
terbesar dalan tatanan perawatan kesehatan. Infeksi bisa dijumpai
dalam semua bentuk perawatan kesehatan termasuk infeksi saluran
kemih, infeksi pada aliran darah, pneumoni yang sering
berhubungan dengan ventilasi mekanis. Pokok eleminasi infeksi
maupun infeksi – infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
5. Pengurangan risiko pasien jatuh
Pengurangan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjatuhnya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada
seseorang pada saat istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau
kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya
penyakit seperti stoke, pingsan dan lainya.
53
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
54
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :
1. Kondisi dan lingkungan kerja
2. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
3. Peranan dan kualitas managemen
Dalam kaitanya dengan kondisi dan lingkngan kerja, kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dapat terjadi bila :
1. Peralatan tidak memenuhi standart kualitas dan bila sudah aus.
2. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses
produksi.
3. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, Ruangan
terlalu panas atau terlalu dingin.
4. Tidak tersedia alat-alat pengaman.
5. Kurang memepperhatikan persyaratan penanggualangan bahaya
kebakaran dan lain-lain.
Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja petugas kesehatan di
RSUD Datu Pancaitana:
1. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan
pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dengan protocol jika
terpajan.
2. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan
penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
3. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara harus menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak merokok,
tidak minum dingin) dengan baik dan menjaga kebesihan tangan.
Adapun petunjuk Pencegahan Infeksi untuk petugas kesehatan di RSUD
Datu Pancaitana.
1. Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan perawatan
kesehatan, petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk
kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan
penulaan secara kontak, droplet, atau udara) sesuai dengan
penyebaran penyakit.
2. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala
penyakit menular yang sedang dihadapi.
55
3. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi
untuk memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu ICU
dipindah tugaskan dari kontak langsung dengan pasien, terutama
mereka yang bertugas di Instalasi ICU, ruang rawat anak, ruang bayi.
4. Semua petugas kesehatan di instalasi ICU harus memakai APD,
seperti : Apron sarung tangan, masker, penutup kepala bila melayani
pasien.
56
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
57
Tabel 4. Kejadian Pneumoni Akibat pemakaian Ventilator (VAP)
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Standar 5%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
58
Tabel 5. Insiden Ketidaktepatnya identifikasi pasien rawat inap
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Kriteria ekslusi -
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
59
Tabel 6. Insiden komunikasi yang kurang efektif
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
60
Tabel 7. Insiden Keamanan Obat yang kurang diwaspadai
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
61
Tabel 8. Insiden Ketidakpatuhan Cuci Tangan
Frekwensi
pengumpulan Setiap bulan
data
Kriteria ekslusi -
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
62
Tabel 9. Insiden Kejadian Pasien Jatuh
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Kriteria ekslusi -
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
63
Tabel 10. Insiden tersumbatnya saluran nafas yang berakibat
bradikardi
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Kriteria ekslusi -
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
64
Tabel 11. Insiden kesalahan setting ventilator
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Kriteria ekslusi -
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
65
Tabel 12. Insiden Vagal Reflex Pada Pemasangan ETT
Frekwensi
Setiap bulan
pengumpulan data
Kriteria ekslusi -
Denominator -
Standar 0%
PJ Pengumpulan
Karu ICU
Data
66
BAB IX
PENUTUP
67