PENDAHULULAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan lembaga, di mana kemajuan ilmiah dipakai untuk
memberikan layanan diagnostik dan terapeutik yang terbaik bagi pasien, namun di
sisi lain, disadari bahwa rumah sakit juga dapat menjadi tempat yang berbahaya
tidak saja bagi pasien, bagi karyawan atau pengunjung rumah sakit yang lainnya.
Lingkungan rumah sakit merupakan tempat yang memudahkan penularan berbagai
penyakit infeksi. Penerapan teknologi – teknologi diagnostik ataupun terapeutik
bukanlah tanpa bahaya. Justru sebaliknya, infeksi yang terjadi melalui perawatan di
rumah sakit, sebenarnya telah memiliki sejarah yang panjang.
Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat di Rumah
Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut. Berbagai prosedur
penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal
dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas
menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien.
1
kesehatan lainnya, maka perlu dilakukan pelatihan yang menyeluruh untuk
meningkatkan kemampuan petugas dalam pencegahan infeksi di Rumah Sakit.
2
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian
infeksi pada pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui
udara (airborne). Dengan pengalaman yang sudah ada dengan pelayanan pasien
yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB), pedoman ini dapat juga diterapkan
untuk menghadapi penyaki-penyakit infeksi lainya (Emerging Infectious Diseases)
yang mungkin akan muncul di masa mendatang, baik yang menular droplet, udara
atau kontak.
D. Batasan Operasional
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua klien dan pasien / orang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC,
Australia).
E. Landasan Hukum
1. UU Republik Indonesia no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (lembaran
Negara RI Tahun 1992 nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI nomor
3495)
2. UU Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI tahun 2004 nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI
nomor 4431).
3
3. Keputusan presiden RI nomor 40 tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan
dan Pengelolaan Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 159b/Menkes/SK/per/II/1988 tentang
Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 986/Menkes/SK/per/XI/1992 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1575/Menkes/SK/per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1045/Menkes/SK/per/XI2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan departemen Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
Anggota Komite - D3 Kesling Pelatihan dasar 1 orang
PPIRS - Apoteker Pengendalian 1 orang
- Dokter Sp.A infeksi nosokomial 1 orang
lainnya - Dokter Sp.OG In house training 1 orang
- Dokter SpPD Pelatihan CSSD 1 orang
- Dokter Sp.An (untuk perawat 1 orang
- Dokter SpB Sterilisasi Sentral) 1 orang
- Dokter Umum 1 orang
- Perawat Instalasi 1 orang
Sterilisasi Sentral
- D3 Gizi 1 orang
B. Distribusi Ketenagaan
Panitia PPIRS berjumlah 8 orang dan sesuai dengan struktur organisasi
tim PPIRS terbagi menjadi Ketua Panitia PPIRS, Sekretaris PPIRS, Panitia
PPIRS, Tim PPIRS yang terdiri dari Infection Prevention and Control Nurse
(IPCN), Infection Prevention and Control Doctor (IPCD), Infection Prevention
758and Control Link Nurse (IPCLN), dan Anggota.
C. Pengaturan Dinas
Pengaturan dinas IPCN yang belum full timer.
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
2. Sarung Tangan:
Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, eksreta dan barang-
barang yang tercemar
Bila kontak dengan membran mukosa / selaput lendir dan kulit yang
tidak utuh
Sebelum melakukan tindakan invasif
4. Gaun / Apron:
Melindungi kulit dari kemungkinan kena percikan ketika kontak dengan
darah atau cairan tubuh
Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang
melibatkan kontak dengan darah atau cairan tubuh
5. Linen:
Tangani linen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau
membrane mukosa
Jangan merendam / membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan
Jangan meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor
Segera ganti linen yang tercemar / terkena darah atau cairan tubuh
10
Cuci dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pengendalian Lingkungan:
Bersihkan, rawat dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bilamana perlu.
Isolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan
dan dapat mencemari lingkungan, dalam ruangan terpisah / khusus
(isolasi)
9. Etika batuk:
Sasaran: pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, dengan infeksi
saluran nafas yang dapat ditransmisikan melalui batuk atau bersin
Selalu menutup mulut / hidung pada saat batuk atau bersin, memakai
masker, mencuci tangan setelah kontak dengan sekresi saluran nafas
Petugas dengan infeksi saluran nafas sebaiknya tidak melakukan kontak
langsung dengan pasien, dan mengenakan masker jika harus melakukan
perawatan
Pasien infeksi saluran nafas sebaiknya menggunakan masker pada saat
ditransportasikan dari satu unit ke unit lain di Rumah Sakit.
11
Pertimbangan Praktis:
12
upaya pencegahan tambahan selain Kewaspadaan Standar, untuk memutuskan rantai
penyebaran infeksi. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi perlu dilakukan sebagai
tambahan Kewaspadaan Standar.
13
udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan
atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus dan ventilasi
diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara.
Harus dipakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau diperkirakan akan
terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh,
selaput lendir pasien, dan benda yang terkontaminasi
14
Jenis alat yang digunakan :
- masker
- kaca mata
- visor
Penutup kepala
Tujuan :
Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi
kepala/rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari pasien.
Tujuan :
Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan
tubuh lainnya yang dapat mencemari baju
Jenis :
Tujuan :
Melindung kaki petugas dari tumpahan/ percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat
kesehatan
Jenis :
Sepatu karet atau plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki
15
Linen dan pakaian kotor
- Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara dan percikan, upayakan
penggunaan satu barang untuk satu pasien bila memungkinkan.
- Tidak dibenarkan orang lain menggunakan bersama-sama peralatan makan
pasien.
- Peralatan makan dapat digunakan kembali untuk pasien suspek dan probable
penyakit menular, dengan menerapkan pencegahan Kewaspadaan Standar.
- Piring dan peralatan makan yang akan digunakan kembali, dicuci dengan air
panas dan sabun deterjen, bila mungkin di dalam mesin pencuci piring.
- Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan, piring dan
peralatan makan pasien.
3. Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien yang
suspek atau probable menderita penyakit menular melalui airborne / udara
18
rangka transmisi mikroorganisme (misalnya pasien bayi, anak-anak, pasien
dengan perubahan status mental).
19
hanya oleh akrena indikasi yang kuat dan esensial, untuk mengurangi
kemungkinan transmisi penyakit.
a. Pengertian Surveilans
20
b. Tujuan Surveilans:
c. Metode Surveilans:
2. Periodic Surveillance:
Metode ini mengikuti cara Hospital Wide Traditional Surveillance, namun
hanya dilakukan secara interval seperti satu bulan dalam satu semester.
Metode lain misalnya melakukan survei pada satu atau beberapa unit pada
periode tertentu, kemudian pindah ke unit lain.
3. Targetted Surveillance
Metode ini terfokus pada area spesifik, seperti critical care, pasien dengan
transplantasi, pasien hemodialisa, atai infeksi khusus, seperti SSI, BSI, VAP.
4. Prevalence Surveillance
Metode ini menghitung jumlah aktif infeksi selama periode tertentu. Aktif
infeksi dihitung semua jenis infeksi baik yang lama maupun yang baru ketika
21
melakukan survei. Jumlah aktif infeksi dibagi jumlah pasien yang ada pada
waktu dilakukan survei, sehingga rate infeksi biasanya lebih tinggi
dibandingkan rate insiden. Metode ini dapat digunakan untuk populasi khusus
seperti infeksi mikroorganisme khusus: Methicillin Resistent Staphylococcus
Aureus (MRSA) atau Vancomycin Resistent Enterococci (VRE).
5. Outbreak Surveillance
Survei dilakukan hanya pada saat terjadi outbreak atau Kejadian Luar Biasa
(KLB), seperti peningkatan kultur positif, jumlah isolasi meningkat .dan
sebagainya
22
1. Infeksi Luka Infus (ILI)
Infeksi Luka Infus termasuk di dalam Infeksi Aliran darah Primer (IADP).
Definisi IADP : Adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi
Kriteria 1 : terdapat kuman pathogen yang dikenali dari satu kali atau lebih
biakan Dan Biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di
tempat lain
Kriteria 2 : ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab lain:
- demam (> 38°C)
- menggigil
- hipotensi, dan paling sedikit satu dari berikut :
1. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang
diambil dari waktu yang berbeda
2. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravascular dan diokter memberikan
antimicrobial yang sesuai
3. test antigen positif pada darah (misalnya H.influenza, S.pneumoniae,
N.meningitidis atau group B Streptococcus)
dan tanda-tanda, gejala-gejala, hasil lab yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain
Kriteria 3 : pasien umur ≥ 1 th dengan paling sedikit satu tanda atau gejala
berikut :
- demam (> 38°C
- hipotermi <37°C
- apnea
23
- atau bradikardia, dan paling sedikit satu dari berikut :
1. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah yang
diambil dari waktu yang berbeda
2. kontaminan kulit biasa (misalnya Diphtheroids, Bacillus sp.
Porionibacterium sp, coagulase negative staphylococcus atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari
pasien dengan saluran intravascular dan diokter memberikan
antimicrobial yang sesuai
3. test antigen positif pada darah (misalnya H.influenza, S.pneumoniae,
N.meningitidis atau group B Streptococcus)
dan tanda-tanda, gejala-gejala, hasil laboratorium yang positif tidak
berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain
Pencegahan IADP :
24
c. Cuci tangan
Cuci tangan harus dilakukan sebelum pemasangan kanula. Pada umumnya
cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir, tetapi untuk
pemasangan kanula vena sentral dan untuk pemasangan melalui incisi, cuci
tangan harus menggunakan antiseptik
jugular
25
- bila kanula harus dipertahankan untuk waktu yang lama, maka setiap 48 –
72 jam harus diganti dengan yang baru dan steril
- bila pada waktu pemasangan kanula tempat pemasangan diberi antiseptic
maka setiap penggantian kassa penutup, tempat pemasangan diberi
antiseptic kembali
h. Penggantian Kanula
Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau
yang dipasang melalui incisi), bila tidak ada komplikasi yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 48 – 72
jam secara asepsis
Jika penggantian tidak mengikuti teknik aseptic yang baik, maka harus
diganti secepatnya
i. Kanula sentral
Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aseptic
Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali
digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti
secara rutin
Kanula sentral yang dipasang melalui vena perifer harus diperlakukan
seperti kanula perifer tersebut di atas
Bila kanula sentral dipertahankan lebih lama, kassa penutup harus
diperiksa dan diganti setiap 48 – 72 jam
j. Pemeliharaan peralatan
Pipa IV termasuk kanula piggy-back harus diganti setiap 48 jam
Pipa yang digunakan untuk hiperalimentasi harus diganti setiap 24 – 48
jam
Pipa harus diganti sesudah manipulasi pemberian darah, produk darah atau
emulsi lemakpada setiap penggantian komponen system IV harus
dipertahankan tetap tertutup. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui
pipa, harus dilakukan desinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat
tersebut.
26
Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui pipa IV tidak
diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat atau pipa akan segera
dilepas.
k. Penggantian Komponen Intravena dalam keadaan Infeksi atau Phlebitis
Jika dari tempat tusukan keluar pus atau terjadi selulitis atau phlebitis tanpa
gejala infeksi pada tempat IV atau diduga bakteremia yang berasal dari
27
2. Infeksi Saluran Kencing (ISK)
Saluran kemih adalah tempat yang paling sering terjadi infeksi nosokomial.
Sumber infeksi saluran kemih dapat berasal dari luar tubuh pasien atau
kontaminasi silang:
ISK Simptomatik
Definisi : memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut ini :
28
2. piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥3 leukosit per lpb dari
urin yang tidak dipusing (dicentrifuge)
3. ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak dipusing
4. biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis
kuman yang sama (kuman gram negative atau S. saphrophyticus ) dengan
jumlah > 100 koloni kuman per ml urin yang diambil dengan kateter.
5. biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram negative
atau S. saphrophyticus ) dengan jumlah > 105 per ml pada penderita yang
telah mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai.
6. didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
menangani.
29
bradikardia < 100 x/mnt
letargi, dan paling sedikit satu dari berikut ini :
1. test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit
2. piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥3 leukosit per lpb
dari urin yang tidak dipusing (dicentrifuge)
3. ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak
dipusing
4. biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis
kuman yang sama (kuman gram negative atau S. saphrophyticus )
dengan jumlah > 100 koloni kuman per ml urin yang diambil dengan
kateter.
5. biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram negative
atau S. saphrophyticus ) dengan jumlah > 105 per ml pada penderita
yang telah mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai.
6. didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
menangani.
Catatan :
- biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test laboratorium
yang bisa diterima untuk ISK
- biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi
clean catch atau kateterisasi
- pada anak kecil biakan urin harus diambil dari kateterisasi buli-buli atau
aspirasi supra pubik; biakan positif dari specimen kantong urin tidak
dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen yang diambil
secara aseptis dengan kateterisasi atau aspirasi supra pubik.
30
ISK Asimptomatik
Definisi ISK Asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini :
Kriteria 1 :
- Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari
sebelum biakan urin
- Ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan jenis
kuman maksimal 2 spesies
- Tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu > 38°C,
polakisuria,nikuria, disuria dan nyeri supra pubik
Kriteria 2 :
- Pasien tanpa keteter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum
biakan pertama positif
- Biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2 jenis
kuman yang sama dengan jumlah < 105 per ml.
- Tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu > 38°C,
polakisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik
Catatan :
Kriteria 1 : Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin
31
Kriteria 2 : Adanya abscess atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik
secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau melalui
pemeriksaan histopatologis
Kriteria 3 : terdapat dua dari tanda berikut : demam > 38°C, nyeri local,
nyeri tekan pada daerah yang dicurigai infeksi dan paling sedikit satu dari
berikut ini :
1. keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai infeksi
2. ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat
yang dicurigai
3. pemeriksaan radiology mis. USG, CT Scan, MRI, radiolabel scan
(galliioum, techneticum) abnormal, memperlihatkan gambaran
infeksi
4. didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5. dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang
sesuai
Kriteria 4 : pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu
dari tanda dan gejala berikut ini tanpa ada penyebab lainnya :
32
5. dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang
sesuai
a. Kateterisasi menetap :
cara pemasangan kateter
kualitas perawatan kateter
b. Kerentanan pasien
c. Dekubitus
d. Pasca persalinan
Pencegahan ISK :
a. Tenaga Pelaksana :
1. Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang memahami dan
trampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatan kateter.
2. Personil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus
mendapat latihan secara khusus teknik pemasangan yang benar dan
pengetahuan tentang komplikasi potensi yang timbul.
b. Teknik Pemasangan kateter
1. Pemasangan kateter hanya dilakukan bila perlu saja dan segera dilepas
jika tidak diperlukan. Alasan pemasangan tidak boleh hanya untuk
kemudahan personil dalam memberikan asuhan pada pasien
2. Cara drainase urin yang lain seperti : kateter kondom, kateter
suprapubik, kateterisasi selang seling ( intermitten), dapat digunakan
sebagai pengganti kateter menetap.
3. Sebelum dan sesudah manipulasi kateter harus cuci tangan
4. Gunakan kateter terkecil tetapi aliran tetap lancar tanpa menimbulkan
kebocoran dari samping kateter, untuk meminimalkan trauma
urethra.
33
5. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril
6. Pemakaian drain harus menggunakan sistem tertutup:
sistem drainase tertutup dan steril harus dipertahankan
kateter dan selang / tube drainase tidak boleh dilepas
sambungannya, kecuali akan dialkukan irigasi
bila teknik aseptik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi
kebocoran, sistem penampungan harus diganti dengan sistem
teknik aseptik setelah sambungan antara kateter dan pipa
didesinfeksi
tidak ada kontak antara urine bag dengan lantai.
7. Laju aliran urin harus dipertahankan. Untuk memperoleh aliran
lancar:
- jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan
- kantong drainase harus dikosongkan secara teratur dengan
menggunakan kontainer terpisah untuk setiap pasien (jangan ada
kontak antara lubang pengosong pada kantong penampung dengan
kontainer non steril)
- kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat harus diirigasi
atau kalau perlu diganti
- kantong penampung diletakkan lebih rendah dari kandung kemih /
bladder.
8. Pengambilan spesimen:
- jika kebutuhan urine sedikit dan baru untuk pemeriksaan, diambil
dari akhir distal kateter atau lebih baik dari sampling port jika ada,
dan dibersihkan dengan desinfektan, kemudian urine diaspirasi
dengan syringe steril
- jika kebutuhan urine banyak untuk dianalisis, dengan teknik aseptik
diambil dari kantong urine.
9. Perawatan meatus: bersihkan dua kali sehari dengan cara aseptik,
bersihkan dengan sabun dan air.
34
10. Monitoring bakteri: monitoring bakteriologi secara rutin pada pasien
dengan kateter urine tidak dianjurkan.
11. Pemisahan pasien infeksi: untuk mengurangi infeksi silang, pasien
dengan kateter yang terinfeksi tidak boleh bersebelahan tempat tidur
atau dalam kamar yang sama dengan pasien berkateter lain yang
tidak terinfeksi.
Superficial Incisional
Definisi : ILO superficial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut
ini :
Kriteria :
- Infeksi yang terjadi pada daerah incisi dalam waktu 30 hari pasca bedah
1. pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasangkan di atas fascia
2. biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang
diambil secara aseptic
3. sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan, kecuali
jika hasil biakan negative (paling sedikit terdapat satu dari tanda
infeksi berikut ini : nyeri, bengkak lokal, kemerahan, dan hangat
lokal)
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
Petunjuk pelaporan :
35
Jangan laporkan abscess jahitan ( inflamasi dan discharge minimal pada
titik-titik jahitan) sebagai infeksi
Jangan melaporkan suatu infeksi local pada tempat tusukan (stab wound)
sebagai infeksi, tapi laporkan sebagai infeksi kulit atau soft tissue
tergantung kedalamannya
Laporkan infeksi pada circumcise bayi sebagai (SST-CIRC = skin and soft
tissue infection sirkulasi neonatus)
Laporkan infeksi pada episiotomi sebagai infeksi organ reproduksi-
episiotomi. Episiotomi bukan prosedur pembedahan bagi NNIS
Laporkan luka baker yang terinfeksi sebagai SST BURN (Skin and Soft
Tissue Infection)
Bila infeksi meluas sampai ke fascia dan otot, laporkan sebagai ILO
Profunda
Masukkan infeksi yang mengenai kedua letak, superficial dan profunda
sebagai ILO Profunda
o infeksi yang terjadi pada daerah incisi dalam waktu 30 hari pasca bedah
sampai satu tahun pasca bedah ( bila ada implant berupa non derived
implant yang dipasang permanent)
o Meliputi jaringan lunak yang dalam ( mis lapisan fascia, dan otot ) dari
incisi
1. pus keluar dari luka incisi dalam tapi bukan berasal dari
komponen organ / rongga dari daerah pembedahan
2. incisi dalam secara spontan mengalami dehisensi atau dengan
sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling
36
sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala berikut ini : demam
(>38°C), atau nyeri local, terkecuali biakan incisi negatif.
3. Ditemukan abscess atau bukti lain adanya infeksi yang
mengenai incisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu
pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan histopatologis
atau radiologis
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
ILO Organ / Rongga
Definisi : ILO Organ / Rongga mengenai bagian manapun kecuali incisi kulit,
fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama
pembedahan. Tempat-tempat spesifik dinyatakan pada ILO Organ untuk
menentukan lokasi infeksi lebih lanjut.
Kriteria :
o Infeksi mengenai bagian tubuh manapun, terkecuali insisi kulit, fascia atau
lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan.
37
pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan histopatologis
atau radiologis
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi ILO Organ /
rongga
Faktor Resiko ILO :
4. Infeksi Transfusi
38
- terjadinya infeksi nosokomial dalam darah resipien (penerima) karena
adanya bibit penyakit dalam darah donor (pemberi) tersebut dalam tiap
waktu atau sesuai dengan masa inkubasi penyakit tersebut.
Perkecualian :
- kelainan darah atau sepsis yang bukan disebabkan oleh transfusi darah
atau suntikan apapun
- infeksi karena jarum infus
5. Dekubitus
Definisi Dekubitus ulcer, termasuk superficial dan profunda (dalam).
Kriteria :
Kemerahan
Nyeri tekan
39
Atau bengkak pada pinggir luka dekubitus, dan paling sedikit satu dari
berikut :
a. kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara benar
b. kuman dari biakan darah
Catatan :
Pencegahan:
- Berikan perhatian khusus untuk pasien-pasien dengan faktor resiko
dekubitus, yaitu pasien-pasien tirah baring.
40
VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi 48 jam atau
lebih setelah masuk rumah sakit, sedangkan VAP didefinisikan sebagai
pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah intubasi.
Etiologi:
41
mikroorganisme untuk tiap-tiap RS. Mikroorganisme yang paling sering
dijumpai adalah: Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
Acinetobacter dan Enterobacter. Jadi dalam pemilihan antibiotika, kuman-
kuman tersebut dapat dijadikan pertimbangan.
Pada early onset VAP penyebab infeksi biasanya gram positif, dan
lebih mudah diobati (Staphylococcus pneumonia, Hemophylus influenzae
dan Staphylococcus aureus), sedangkan pada late onset VAP penyebab
infeksi biasanya gram negatif, dan lebih sulit pengobatannya
(Pseudomonas sp, Acinetobacter, Stenotrophomonas dan Methicillin
Resistent Staphylococcus aureus /MRSA).
Diagnosis:
Kriteria diagnosis VAP yang baku merupakan salah satu hal yang
sangat penting dan sulit pada penanganan pasien kritis.
42
Diagnosis mikroorganisme penyebab VAP pada dasarnya adalah
hasil kultur dan sensitivity test dari spesimen saluran pernapasan bagian
bawah dengan cara pengambilan menggunakan metode non invasif
(aspirasi endotracheal), maupun yang invasif yaitu Protected Specimen
Brush (PSB) dan Bronchoalveolar lavage (BAL). Tujuan pengambilan
invasif adalah untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme saluran
pernapasan atas. Hasil kultur dan resistensi tes dari ketiga cara tersebut
memiliki nilai variabilitas yang tinggi.
Pencegahan:
43
c. Hindari pemberian nutrisi enteral dengan volume besar
Lambung yang penuh harus dihindari untuk mencegah refluks dari
lambung dengan cara mengurangi volume cairan nutrisi setiap kalinya.
Hati-hati juga terhadap penggunaan narkotik dan anti kolinergik,
karena dapat mengganggu pergerakan lambung dan usus. Lakukan
monitoring volume residual lambung setelah pemberian nutrisi enteral.
Dapat diberikan obat yang meningkatkan pergerakan lambung dan
usus seperi metoklopramid.
d. Intubasi oral
Intubasi nasal yang lama (lebih dari 48 jam) harus dihindari karena
berhubungan dengan sinusitis nasal. Sinusitis dapat menajdi
predisposisi terjadinya pneumonia melalui aspirasi sekret sinus yang
sudah terkontaminasi ke dalam paru.
44
i. Humidifikasi
Secara teori, humidifikasi dapat menurunkan VAP dengan cara
meminimalisasi pertumbuhan koloni dalam sirkuit ventilator.
7. Pencegahan Sepsis
Definisi Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
Kriteria 1 :
Ditemukan salah satu di antara gejala berikut ini tanpa penyebab lain :
- suhu > 38°C bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian
antipiretika
- hipotensi (sistolik ≥ 90 mmHg)
- oliguri dengan jumlah urin < 20ml/jam atau < 0,5 cc/kgBB/jam, dan
semua gejala / tanda yang tersebut di bawah ini :
1. biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan kuman / antigen
dalam darah
2. tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3. telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
Kriteria 2 :
45
Asal terbanyak kejadian Sepsis :
- Urogenital system
- Hepatobiliary tract
- GI tract
- Paru – paru
Penyebab yang lebih jarang :
- IV line
- Cairan infus
- Luka operasi
- Drain operasi
- Luka dekubitus
Pencegahan Sepsis:
e. Pelaksana Surveilans
Surveilans infeksi nosokomial di RS Vita Insani dilaksanakan oleh IPCN,
dan dibantu oleh IPCLN di masing-masing ruang perawatan.
f. Pelaporan
Laporan surveilans direkap setiap bulan untuk kemudian dilaporkan
kepada Direktur RS bersama laporan kegiatan Pandalin selama bulan yang
46
bersangkutan dalam bentuk Laporan Bulanan Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
Secara umum limbah rumah sakit dibedakan menjadi limbah padat / sampah
dan limbah cair. Sampah rumah sakit tersebut dibagi menjadi:
47
Sampah Medis, yaitu sampah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh
pasien, dan dikategorikan sebagai limbah beresiko tinggi serta bersifat
menularkan penyakit. Dapat berasal dari tindakan klinis, laboratorium,
atau obat sitotoksik dan senyawa radioaktif.
Sampah Non Medis / Sampah Umum, yaitu sampah yang tidak tercemar
oleh darah atau cairan tubuh pasien, sehingga beresiko rendah.
darah atau cairan tubuh lainnya ( urine, muntahan, cairan efusi, ascites
dsb), material yang mengandung darah kering seperti perban, kassa, dan
benda-benda dari kamar bedah atau ruang tindakan.
Sampah organik, misalnya jaringan, potongan tubuh dan plasenta
Benda – benda tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum jahit,
pisau bedah, tabung darah, pipet atau jenis gelas lain yang bersifat
infeksius
Kantong Sampah Medis :
Tempat sampah harus terbuat dari wadah anti tusukan, dan dilapisi
kantong sampah sesuai dengan jenis sampah medis, serta tertutup.
48
Upayakan tempat sampah yang dibuka dengan injakan, sehingga
meminimalkan kontaminasi kotoran kepada petugas.
Tempat sampah harus ditempatkan di dekat lokasi terjadinya sampah dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah ke mana-mana
meningkatkan resiko infeksi bagi pembawanya). Terutama pentings ekali
terhadap benda tajam yang membawa resiko kecelakaan / perlukaan bagi
petugas kesehatan dan staf.
Cuci semua wadah sampah setiap hari, dengan larutan pembersih
desinfektan (klorin 0,5 %) dan sabun, serta bilas dengan air.
Gunakan wadah terpisah antara sampah yang akan dibakar dengan sampah
yang akan didaur ulang / tidak dibakar. Hal ini untuk menghindarkan
petugas dari memisahkan sampah dengan tangan, yang beresiko perlukaan
/ infeksi.
Gunakan perlengkapan pelindung (APD) pada saat menangani sampah.
Cuci tangan atau gunakan handrub setelah melepaskan sarung tangan
seusai menangani sampah.
Pembuangan sampah medis di RS Vita Insani dilakukan dengan
membakar pada incinerator dengan suhu tinggi.
49
g. Penanganan Limbah cair
Dalam jumlah kecil, sampah farmasi (obat dan bahan obat) dapat
dikumpulkan dengan sampah medis lainnya untuk kemudian dibakar di incinerator.
50
Pelayanan daur ulang yang tersedia (melalui industri pabrik). Ini adalah
pilihan terbaik.
Enkapsulasi : dikumpulkan dalam wadah tahan bocor, sesudah ¾ penuh,
dimasukkan semen, pasir, sampai penuh. Sesudah bahan menjadi padat
dan kering, wadah ditutup, ditimbun atau dikuburkan.
Sampah jenis ini tidak boleh dibakar di incinerator oleh akrena uap logam
beracun yang dikeluarkan. Juga tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi
karena mengakibatkan lapisan air terpolusi. Namun biasanya sampah ini
hanya dalam jumlah kecil di Rumah Sakit.
51
Pengadaan linen dilakukan berdasarkan pengajuan perencanaan dari
tiap-tiap unit yang telah mendapat persetujuan Kabid. Umum, melalui Urusan
Linen.
Lemari penyimpan selalu bersih, kering, tidak lembab, dan tertutup rapat
Lemari penyimpanan jauh dari pelayanan pasien / terhindar dri
kontaminasi
52
Pencahayaan 200 – 500 Lux sesuai pedoman pencahayaan rumah sakit,
suhu 22 – 27 ° C dan kelembaban sekitar 45 – 75 % RH
Inventarisasi linen menjadi tanggung jawab unit pelayanan yang
menyimpan, dan harus selalu dilakukan cross check antara jumlah linen
yang terpakai dengan linen kotor dan stok linen bersih
Resistensi kuman dapat terjadi oleh karena penggunaan antibiotika yang tidak
bijaksana, yang antara lain meliputi: pemberian yang berlebihan, pemberian di
bawah dosis optimal, lama pemberian antibiotika tidak tepat, atau misdiagnosis
yang menyebabkan pilihan antibiotika tidak tepat.
53
Kriteria penggunaan antibiotika yang bijaksana, meliputi:
- Setiap antibiotik harus teruji dalam diagnosis klinisnya dan telah terbukti
serta dikenali mampu memberikan efek terapi terhadap mikroorganisme.
- Pemeriksaan kultur kuman sebaiknya dilakukan sebelum memulai
pemberian antibiotika
- Pemilihan antibiotika sebaiknya tidak didasarkan pada riwayat penyakit
dan agen pathogen saja, namun juga mempertimbangkan pola sensitivitas,
toleransi pasien, dan biaya
- Dokter harus memperoleh informasi tentang resistensi kuman di rumah
sakit secara berkesinambungan
- Gunakan antibiotika yang spesifik untuk infeksi
- Jika mungkin, hindari penggunaan antibiotika secara kombinasi
- Batasi penggunaan antibiotika selektif
- Gunakan dosis yang tepat. Dosis rendah dapat menyebabkan inefektif
terapi, dan memicu strain kuman menjadi resisten. Dosis yang berlebihan
dapat meningkatkan side efek, dan tetap tidak mencegah resistensi kuman.
- Secara umum, penggunaan satu seri antibiotika berkisar antara 5 – 14 hari,
tergantung jenis infeksinya. Terdapat indikasi tertentu untuk penggunaan
yang lebih lama. Apabila pemakaian 3 hari tidak menunjukkan efektivitas,
maka antibiotika harus dihentikan dan dilakukan penilaian kembali
terhadap status pasien.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka diberlakukanlah kebijakan
sebagai berikut:
54
o Buku Peta Bakteri dan Kepekaan Terhadap Berbagai Antibiotika disusun setiap
tahun untuk memantau pergeseran pola resistensi yang dapat mempengaruhi
terapi antimikroba.
o Standarisasi antibiotika di RS berlaku untuk semua dokter yang merawat di RS.
Vita Insani Untuk setiap jenis antibiotika maksimal disediakan 3 sediaan paten.
Namun tetap dianjurkan menggunakan sediaan generik sebagai alternatif
pertama.
o Pandalin bertanggungjawab memberi masukan kepada Panitia Farmasi dan
Terapi dalam hal pemantauan resistensi dan pemeriksaan pemetaan kuman di
RS. Vita Insani
a. Pengertian
Antiseptik adalah desinfektan yang digunakan untuk kulit dan tubuh bagian
luar lainnya. Sedangkan desinfektan sendiri digunakan untuk peralatan, perabot,
lingkungan, dan sebagainya.
55
pembentukan dinding sel. Kuman TBC lebih resisten terhadap desinfektan,
dan spora jauh lebih resisten lagi terhadap berbagai desinfektan.
2. Tingkat sensitivitas terhadap desinfektan tergantung dari tingkat keasaman,
jadi susunan virus yang asam akan lebih peka daripada yang tidak asam.
3. Bahan kimia yang dipakai biasanya tidak bersifat stabil dalam waktu lama,
sehingga harus selalu diganti dan dibuat yang baru sesuai dengan spesifikasi
masing-masing jenis desinfektan.
4. Beberapa jenis desinfektan dapat menimbulkan karat / korosif, sehingga harus
dilakukan pembilasan untuk melindungi pemakai dan proses berkarat.
Tabel 4.1 Jenis Antiseptik Dan Desinfektan Yang Digunakan Di RS Vita Insani
Desinfektan / Antiseptik Potensi Aktivitas Penggunaan
( Komposisi)
ANTISEPTIK
Triclosan 0,05 – 2 % Gram +, Gram -, Jamur Cuci tangan rutin, tidak untuk bayi
(sabun antiseptic) Kurang efektif thd kurang dari 6 bulan.
Pseudomonas Toksisitas : dermatitis, alergi.
Povidon Iodine 10 % Gram +, Gram -, jamur, Desinfeksi luka, pre / post op pd.
( Isodine, Betadine) virus HIV pd kons. ≥ 0,5 %, Kulit dn selaput lendir. Mencegah
spora, protozoa infeksi pd luka.
Toksisitas : R. sensitifitas local
(jarang)
56
Chlorhexidine gliconate1,5 Gram +, (10 ug/ml), Gram – Desinfeksi pd tindakan VT,
%b/v dan cetrimide 15,0 (60 ug/ml) pd Ph 5 – 8 pemasangan kateter urine,
%b/v (Savlon) Virus HIV pd kons ≥ 0,2 % desinfeksi luka (3%)
Hidrogen Peroksida / H2O2 Efektifitas anti bakteri Desinfeksi luka yang sangat kotor
3% lemah, cukup efektif untuk Toksisitas : membakar kulit /
virus, termasuk HIV mukosa jika terlalu pekat.
Senyawa berbahan dasar Aktif thd bakteri, beberapa Desinfeksi mesin HD, ( chemical
klorin (Bayclin, Presept) jamur, ragi, algae, virus, rinse), dekontaminasi linen kotor
protozoa, termasuk HIV dan infeksius, desinfeksi ruang
Hepatitis virus. perawatan, perabot, lantai dan
dinding di ruang perawatan.
Dekontaminasi peralatan medis.
Toksisitas : iritasi kulit dan mukosa
57
d. Peranan Instalasi Farmasi dalam Penyiapan dan Penggunaan Antiseptik dan
Desinfektan
o Antiseptik dan desinfektan yang digunakan di RS. Vita Insani disiapkan
oleh Instalasi Farmasi.
o Instalasi Farmasi bertanggungjawab terhadap pembuatan, pengenceran,
pengemasan serta pendistribusian larutan antiseptik dan desinfektan
tersebut, termasuk persiapan, pencucian dan pengeringan wadah yang
akan digunakan.
o Instalasi Farmasi betanggungjawab atas pelabelan larutan, secara jelas,
serta sosialisasi kegunaan masing-masing larutan, serta pengamanannya.
o Unit pemakai tidak diperkenankan melakukan pengenceran sendiri,
ataupun mencampurkan desinfektan baru ke dalam wadah desinfektan
sisa, untuk mencegah berubahnya konsentrasi dan efektifitas bahan.
58
Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan
penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui
udara harus menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak merokok, tidak minum
dingin) dengan baik dan menjaga kebersihan tangan setiap saat.
Petugas kesehatan juga harus memeriksa suhu dua kali sehari dan me
waspadai munculnya gejala pernapasan terutama batuk
Petugas kesehatan juga harus memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang
dialami. Catatan tidak boleh dibawa ke dalam area isolasi
Petugas kesehatan juga harus bila timbul demam, segera batasi interaksi dan
isolasi diri dari area umum. Segera lapor kepada Tim Dalin / Pandalin, Tim
Kesehatan kerja (K3) dan dokter poliklinik rumah sakit, adanya kemungkinan
terinfeksi penyakit menular yang sedang ditangani.
59
Petugas terpajan yang tidak memiliki gejala demam atau gangguan
pernapasan tidak perlu dibebastugaskan namun harus melaporkan pajanan
yang dialami segera kepada Tim Dalin.
Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan
pernapasan setiap hari kepada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas
diinstruksikan untuk mewaspadai timbulnya demam, gangguan pernapasn
dan atau peradangan konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan dengan
penyakit menular melalui udara.
Yang paling penting adalah segera mencucinya dengan air mengalir dan
sabun antiseptik, dan usahakan meminimalkan kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dengan menekan luka sehingga darah keluar.
Langkah 1 : Cuci
60
- Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti di atas
- Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan dalam 24 jam kepada atasan langsung
dan Pandalin serta K3. Laporan ini sangat penting untuk menentukan langkah
selanjutnya. Memulai PPP setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak
efektif.
- Perlukaan kulit
- Pajanan pada selaput mukosa
- Pajanan melalui kulit yang luka
- Gigitan yang berdarah
Darah
Cairan bercampur darah yang kasat mata
Cairan yang berpotensial terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan
serebrospinal, cairan pleura, cairan perikardial, cairan amnion, cairan
peritoneal
Virus yang terkonsentrasi
Status Infeksi: tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui)
HbsAg positif
HCV positif
HIV positif
Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan resiko yang tinggi atas 3
infeksi di atas
Jangan melakukan pemeriksaan (laboratorium) jarum bekas
61
Kerentanan : tentukan kerentanan orang yang terpajan:
HBV :
o Berikan PPP sesegera mungkin, lebih utama dalam 24 jam I
o PPP boleh diberikan pada ibu hamil
HCV : PPP tidak dianjurkan
HIV :
o Mulai PPP dalam beberapa jam setelah pajanan, berupa pemberian
ARV jangka pendek untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi HIV
pasca pajanan
o PPP merupakan bagian dari pelaksanaan paket kewaspadaan Standar
yang meminimalkan resiko pajanan terhadap bahan infeksius di
tempat kerja
62
PPP dimulai sesegera mungkin setelah pajanan, sebaiknya dalam waktu 2-
4 jam. Pengobatan kombinasi dianjurkan karena lebih efektif daripada pengobatan
tunggal. Pengobatan dua atau tiga jenis obat sangat dianjurkan.
Indinavir 800 mg 3 x /hari atau Efavirenz 600 mg hanya sekali sehari (tidak
dianjurkan untuk wanita hamil)
Sebaiknya pemberian ARV diasarkan pada protokol yang ada, dapat juga
disediakan satu ”kit” yang berisis ARV yang direkomendasikan, atau berdasar
konsultasi dengan dokter ahli. Konsultasi dengan dokter ahli ini sangat penting
jika diduga ada resistensi terhadap ARV. Penting sekali untuk menyediakan ARV
dalam jumlah yang cukup untuk pemberian satu bulan penuh sejak awal
pemberian PPP. Pengobatan dianjurkan diberikan dalam jangka waktu minimal 2
minggu dan paling lama sampai 4 minggu.
63
BAB V
LOGISTIK
Program Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Vita Insani
Pematangsiantar sebagai salah satu bagian penunjang medis dari bidang medis diagnostik
untuk menunjang pelayanan medis baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap,
menyediakan fasilitas:
1. Handrub untuk cuci tangan
2. Pamflet cara cuci tangan yang benar
3. Cairan steriliside untuk pencucian alat kesehatan yang aman
4.
64
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keseimbangan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat,
kematian, dan lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi. (KKP-RS)
B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Selain itu sistem keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar
terciptan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkannya akuntabilitas
rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan
di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan. (KKP-RS)
65
4. Mengembangkan system pelaporan. Memastikan karyawan agar denngan mudah
dapat melaporkan kejadian / insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada
KKP-PS.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong
karyawan untuk melakukan analis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
7. Mencegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
perubahan pada system pelayanan.
67
BAB VII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
68
- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin;
- Tidak tersedia alat-alat pengaman;
- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dll.
69
dari kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di unit
perawatan intensif (ICU), ruang rawat anak, ruang bayi.
Jika petugas kesehatan mengalami gejala demam atau gangguan pernapasan
dalam jangka waktu 10 hari setelah terpajan penyakit menular melalui udara,
maka ia perlu dirawat di ruang isolasi.
Petugas terpajan yang tidak memiliki gejala demam atau gangguan pernapasan
tidak perlu dibebastugaskan namun harus melaporkan pajanan yang dialami
segera kepada Tim Dalin.
Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan
pernapasan setiap hari kepada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas
diinstruksikan untuk mewaspadai timbulnya demam, gangguan pernapasn dan
atau peradangan konjungtiva selama 10 hari setelah terpajan dengan penyakit
menular melalui udara.
70
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria, serta standar yang akan
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan.
Adapun pengendalian mutu pada TIM PPIRS meliputi:
1. Kejadian Infeksi Pasca Operasi
Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka
sayatan operasi yang dilaksanakan di rumah sakit dan ditandai oleh rasa panas (kalor),
nyeri (dolor), kemerahan (color), pengerasan (tumor), gangguan fungsi (functiolaesa)
dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 X 24 jam
2. Kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADPF)
Keadaan Infeksi yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus dan
timbul minimal 3 kali 24 jam setelah pemasangan.
3. Kejadian ISK
Keadaan infeksi yang terjadi disekitar uretra atau selang kateter dan timbul setelah
3 kali 24 jam dilakukan pemasangan kateter di rumah sakit.
4. Kejadian Luka Dekubitus
Suatu daerah yang jaringan cutaneousnya mengalami kerusakan diakibatkan oleh
tekanan yang terus menerus pada pasien tirah baring yang tidak dilakukan alih posisi.
5. Kejadian Penyulit Transfusi
Transfusi darah yang tidak dikerjakan sesuai dengan prosedur yang berlaku dapat
menyebabkan terjadinya penyulit karena inkompatibilitas (golongan darah tidak
cocok)
6. Kejadian Sepsis
Gejala yang timbul : panas, hiperventilasi, alkalosis respiratoris, perubahan status
mental, hipotensi, shock (Sepsis ditentukan oleh dokter yang merawat )
7. Kejadian Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator (VAP)
Ventilator Associated Pneumonia adalah pneumonia yang terjadi akibat pemasangan
ventilator mekanik di rumah sakit.
8. Pengolahan Limbah
a. Keberhasilan Pengolahan Limbah Cair
71
Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair yang dianggap aman bagi
keselamatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan
indikator:
BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter
COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter
TSS (Total Suspend Solid) 30 mg/liter
PH : 6 – 9
b. Keberhasilan Pengolahan Limbah Padat Berbahaya
Limbah padat berbahaya adalah sampah padat akibat proses pelayanan yang
mengandung bahan-bahan yang tercemar jasad renik yang dapat menularkan
penyakit
9. Ketersediaan APD
Alat terstandar yang berguna untuk melindungi tubuh, tenaga kesehatan, pasien atau
pengunjung dari penularan penyakit di RS seperti masker, sarung tangan karet,
penutup kepala, sepatu boots dan gaun
10. Angka Ketidakpatuhan Cuci Tangan
Ketidakpatuhan mencuci tangan meliputi ketidakpatuhan waktu / 5 moment cuci
tangan dan ketidakpatuhan 6 langkah cuci tangan.
72
BAB IX
PENUTUP
73