Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN SKRINING PASIEN

RS. JARAGA SASAMEH


Jl.Patianom No.6 Buntok Barito Selatan, Hilir Sper, Dusun Sel., Kalimantan
Tengah, 73751

2018
PEMERINTAH KABUPATEN BARITO SELATAN
DINAS KESEHATAN
UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JARAGA SASAMEH
Jalan Patianom Nomor 6 Buntok Kode Pos 73711 Kalimantan Tengah
Telepon (0525) 21261 Faksimile (0525)21021
Website : http://rsud-jaragasasameh.barselkab.org/rsud-buntok
Email : rsud.jaragasasameh.buntok@gmail.com

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD JARAGA SASAMEH


Nomor : 88/SK/DIR/RSUD.JS/IV/2018

TENTANG

PANDUAN SKRINING RUMAH SAKIT


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JARAGA SASAMEH

DIREKTUR RSUD JARAGA SASAMEH

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


kepada masyarakat, memberikan kepastian dan
perlindungan hukum kepada para petugas dalam
melaksanakan tugas, perlu dibuat dokumen di
Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh
Buntok yang memenuhi kaidah hukum yang berlaku
di Indonesia dan atau lingkup internasional;
b. Bahwa untuk mewujudkan skrining pasien di
lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga
Sasameh Buntok, dipandang perlu membuat suatu
Panduan;
c. Bahwa acuan sebagaimana dimaksud di atas,
disusun dalam bentuk panduan skrining pasien di
Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh
Buntok yang ditetapkan Direktur Utama Rumah
Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh Buntok.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Skrining Pasien
Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


JARAGA SASAMEH BUNTOK TENTANG PANDUAN
SKRINING PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JARAGA SASAMEH BUNTOK

KESATU : Panduan Skrining Pasien Rumah Sakit Umum Daerah


Jaraga Sasameh Buntok tercantum dalam lampiran
peraturan ini

KEDUA : Panduan Skrining Pasien sebagaimana dimaksud dalam


diktum kedua dipergunakan sebagai acuan bagi petugas
kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh
Buntok dalam meningkatkan mutu dan skrining pasien.

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan


apabila kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Buntok
Pada Tanggal : 2018

RSUD JARAGA SASAMEH


Direktur,

dr. LEONARDUS P. LUBIS, Sp.OG


Penata Tk. I, III/d
NIP. 19730522 200501 1 012
DAFTAR ISI

Surat Keputusan Direktur RSUD Jaraga Sasameh …………………………………..……… i

Daftar isi …………………………………………………………………………………….. iv

BAB I : Definisi………………………………………………………………………… 1

BAB II : Ruang Lingkup………………………………………………………………… 2

BAB III : Tatalaksana ……………………………………………………………………. 3

BAB IV : Dokumentasi ………………………………………………………………….. 35


BAB I
DEFINISI

Skrining merupakan metode untuk mengetahui kebutuhan pelayanan pasien secara


cermat dan tepat. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien selain meningkatkan
kepuasan pasien dan keluarga, juga akan meningkatkan mutu pelayanan serta
mengoptimalkan efisiensi biaya pelayanan. Untuk itu, dibutuhkan pengumpulan informasi
yang memadai di saat pasien pertama kali mengakses pelayanan baik pre-hospital maupun
intra-hospital. Informasi yang dikumpulkan saat proses skrining pasien membantu dalam
pengambilan keputusan yang sesuai tentang kriteria pasien, yaitu mana yang dapat dilayani
dan mana yang tidak mampu dilayani, dengan mempertimbangkan fasilitas yang dimiliki di
rumah sakit Univ.Airlangga.
Skrining dibagi dalam dua cara, yaitu pra-hospital dan intra-hospital. Keputusan
untuk menerima pasien yang melewati skrining pra-hospital ini harus disertai kepastian
bahwa pasien akan mendapatkan pelayanan di rumah sakit yang dituju, dengan identifikasi
pelayanan yang ada di rumah sakit tujuan, sehingga akan dapat meminimalisir rujukan
berulang ke rumah sakit lainnya kembali, menurunkan keterlambatan pelayanan,
mengurangi mortalitas dan morbiditas, mengurangi biaya yang dibebankan kepada pasien,
serta meningkatkan kenyamanan pasien.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah sakit. Baik
pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Dalam melakukan proses skrining bagi
pasien yang membutuhkan pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan metode triage
yang didalamnya terdapat pemeriksaan fisik, psikologik dan diagnostik penunjang. Dokter
melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan pelayanan khusus, menerima konsultasi
dan penilaian keputusan pasien apakah di rawat inap-kan, dipulangkan atau dirujuk.
BAB II
RUANG LINGKUP

Skrining diambil dari kata dalam bahasa inggris yaitu screening yang mempunyai
makna pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang
memiliki keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau mempunyai resiko tinggi (Kamus
Dorland ed. 25:974). Menurut Rochjati P. (2008), skrining merupakan pengenalan diri secara
pro aktif pada ibu hamil untuk menemukan adanya masalah atau faktor resiko. Sehingga
skrining dapat dikatakan sebagai suatu upaya mengidentifikasi penyakit atau kelainan pasien
melalui serangkaian tes berupa pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan
secara tepat sehingga didapatkan keterangan tentang kondisi dan kebutuhan pasien saat kontak
pertama, apakah benar-benar membutuhkan pelayanan sesuai diagnosa dan kondisi pasien.
Keterangan hasil skrining digunakan untuk mengambil keputusan untuk menerima pasien
rawat inap atau pasien rawat jalan dan merujuk ke pelayanan kesehatan lainnya dengan
menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit.
Skrining dibagi dalam dua area, yaitu pra-hospital dan intra-hospital. Skrining pra-
hospital bisa dilakukan saat pasien belum mencapai rumah sakit, sebelum dirujuk dari fasilitas
kesehatan lain, atau saat akan dilakukan transportasi dengan ambulan dari luar rumah sakit.
Skrining pada kasus emergensi atau instalasi gawat darurat dilaksanakan melalui
metode triage, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium
klinik atau diagnostik imaging sebelumnya. Pengkajian riwayat pasien dalam proses skrining
dilakukan melalui autoanamnesa dan heteroanamnesa.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah sakit. Baik
pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Pada area rawat jalan, baik tenaga medis
maupun paramedis wajib untuk segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi pasien
yang membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik maupun menunggu di ruang
tunggu.
BAB III
TATALAKSANA

Penderita non trauma / multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu
diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenalkan dengan initial
assesment (penilaian awal). Penilaian awal meliputi :
1. Persiapaan
2. Triase
3. Primary Survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap Primary Survey dan Resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
9. Transfer ke pusat rujuakan yang kebih baik
Urutan kejadian di atas diterapkan seolah-olah berurutan namun dalam praktek sehari-hari
dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
I. PERSIAPAN
A. Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan.
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sbelum penderita mulai diangkut
dari tempat kejadian. (tidak dapat dilakukan)Pengumpulan keterangan yang akan
dibutuhkan dirumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian
dana riwayat penderita.
B. Fase Rumah Sakit
- Perencanaan sebelum penderita tiba.
- Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan ditempat yang
mudah dijangkau.
- Cairan Kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat
yang mudah dijangkau.
- Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan.
- Pemakaian alat-alat proteksi diri.
II. TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia. Dua jenis triase :
a. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak mdelampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma.
b. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kwmampuan rumah sakit. Apenderita
dengan kemungkinan survival terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan
tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada pasien yang datang ke IGD :
1) Label Biru (Resusitasi)
Pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan mengancam nyawa serta
harus mendapatkan penanganan resusitasi segera (respon time 0-1 menit)
2) Label Merah (Immediate)
Pasien datang dengan kondisi gawat dan darurat karena dapat mengakibatkan
kerusakan organ permanen (respon time 1-5 menit).
3) Label Kuning (Urgent)
Pasien datang dengan keadaan darurat, tapi tidak gawat dan pelayanan masig bisa
ditunda (respon time 1-30 menit)
4) Label Hijau (Non Urgent)
Pasien datang dengan kondisi tidak gawat tidak darurat dengan keluhan ringan
(respon time 60 menit)
Gambar 1. Alur Skema Triase

ALUR SKEMA TRIASE

LANGKAH 1
UKUR TANDA VITAL DAN TINGKAT KESADARAN

- GCS <14 atau -Tekanan Darah Sistolik < 90 atau


- RR < 10 atau > 29 atau - RTS < 11 atau - PTS < 9

-Flaish Chest -Paralisis Ekstremitas


LANGKAH 2 - Fraktur 1 / lebih frakturtulang panjang - Fraktur pelvis
- Amputasi Proks. Wrist / ankle - Kombinasi truma – luka bakar
- Fr. Tengkorak, terbuka dan impresi - Luka bakar atas
- Cedera tembus kepala, leher, thorax, abdomen proksimal lutut / siku

YA. Panggil Tim Trauma TIDAK. Nilai mekanisme


cedera dan bukti benturan keras.

-Terlempar dari mobil - Intruksi dalam kabin > 30 cm terpisah


LANGKAH 3 - Meninggal di mobil yang sam - Waktu ekstrikasi > 20 menit
- Pejalan kaki terlempar / tertindas - Jatuh > 6 m.
-Mobil kecepatan tinggi - Pejalan kaki X Mobil kecepatan >8 km/ jam
- Kecepatan > 64 km / jam - KLL motor kecepatan >atau motor pengendara
- Mobil penyok > 50 cm
YA. Panggil Tim Trauma TIDAK.

- Umur < 5 atau > 55 tahun. - Penyakit Jantung Paru


LANGKAH 4
- Hamil - IDDM, Sirosis morbid obesity,
- Imunosupresi koagulopati-

YA. Panggil Tim Trauma TIDAK. Re-evaluasi


rujuk ke pusat trauma bersama control medik.

III. PRIMARY SURVEY


A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian :
- Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
- Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi.
2. Pengelolaan airway
- Lakukan chin lift dan atau jaw trusht dengan kontrol servikalis n-line immobilisasi
- Bersihkan airway dari benda asing bila perlusugtioning dengan alat yang rigid
- Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitive sesuai indikasi
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi
trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan di atas kalvikula.
5. Evaluasi.

Tabel 1. Indikasi Airway Defenitif.


Kebutuhan Untuk Perlindungan Airway Kebutuhan Ventilasi
Tidak Sadar - Apnue
- Paralisis Neuromaskuler
- Tidak sadar
Fraktur Maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
- Takipnea
- Hipoksia
- Hiperkarbia
- Sianosis
Bahaya Aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang
- Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat, bila
- Muntah – muntah terjadi keadaan neurologis

Bahaya Sumbatan
- Hematome leher
- Cedera laring, trakea
- Stridor
Gambar 2. Alogaritme Airway
Alogaritme Airway

Keperluan segera Airway Defenitif

Kecurigaan Cedera Servikal

Oksigenasi / Ventilasi

Apneiec Bernapas
Intubasi Orotrakeal Intubasi Nasotrakeal
dengan imobilisasi atau orotrakeal dengan
servikal segaris imobilisasi servikal segaris*

Cedera Maksilofasial berat

Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi

Tambahan Farmakologik

Intubasi Orotrakeal

Tidak dapat intubasi

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi


1. Penilaian
- Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal in-line
mobilisasi.
- Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
- Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan deviasi trakea,
ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot dan cedera lainnya.
- Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
- Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
- Pemberian oksigenasikonsentrasi tinggi (non rebreathing mask 11-12 liter/menit)
- Ventilasi dengan bag valve mask
- Menghilangkan tension pneumothoraks
- Menutup open pneumothoraks
- Memasang pulse oxymetri
3. Penilaian

C. Circulation dengan kontrol perdarahan


1. Penilaian
- Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
- Mengetahui sumber perdarahan internal
- Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda diperlukannya resusitasi
massif segera
- Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis
- Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
- Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
- Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah.
- Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah serta cross match.
- Beri cairan kristaloid hangat dengan tetesan cepat.
- Pasang PSAG/bidai pneumatic untuk control perdarahan pada pasien fraktur pelvis
yang mengancam nyawa.
- Cegah hipotermia
3. Evaluasi
C. Diasability
1. Tentukan tingkat kesadaran memadai skor GCS / PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awas tanda-tanda lateralisasi.
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

D. Exposure / Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

IV. RESUSITASI
1. Re-evaluasi ABCDE
1. Dosis awal pemberian cairan Kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 ml/kg
pada anak dengan tetesan cepat (lihat tabel 21)
2. Evaluasi resusitasi cairan :
- Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan dan awal (lihat gambar
3, tabel 3 dan tabel 4)
- Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok.
3. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
a. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance.
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah.
- Pemeriksaan darah dan cross match tetap dilakukan
- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih perlu
dilakukan.
b. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah
c. Tanpa Respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai syok non hemoragik seperti tamponade jantung dan kobtusio niokard
Tabel 2. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV
Kehilangan Darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000  2000
Kehilangan Darah (%) < 100 > 100 < 120  140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan Nadi (mmHg) Normal atau Menurun Menurun Menurun
naik
Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 > 40
Produksi urin (ml/Jam)  30 20-30 5-15 Tidak
berarti
CNS/Status Mental Sedikit Agak Cemas, Bingung,
cemas cemas bingung lesu
(lethargis)
Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid Kristaloid
(Hukum 3:1) dan darah dan darah
Tabel 3. Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI PENILAIAN PENGELOLAAN
(Pemeriksaan Fisik)
Tension - Deviasi Trakheal - Needle decompression
Pneumothoraks - Distensi vena leher - Tube thoracostomy
- Hipersonor
- Bising nafas (-)
Massive - Kadang deviasi - Venous access
pneumothoraks tracheal - Perbaikan volume
- Vena leher kolaps - Konsultasi bedah
- Perkusi : Dullnes - Tube thoracostomy
- Bising nafas (-)
Cardiac tamponade - Distensi vena leher - Pericardiosintesis (tidak
- Bunyi jantung jauh dapat dilakukan)
- ultrasound - Venous access
- Perbaikan volume
- Pericardiotomy(tidak dapat
dilakukan)
- Thoracotomy (tidak dapat
dilakukan)
Perdarahan - Distensi abdomen - Venous access
Intraabdominal - Ulerine lift, bila hamil - Perbaikan volume
- DPL/Ultrasonografy - Konsultasi bedah
- Pemeriksaan vaginal - Jauhkan uterus dari vena
cava
Perdarahan Luar - Kenali sumber Kontrol perdarahan dengan
perdarahan - Direct pressure
- Bidai / splint
- Luka kulit kepala yang
berdarah : Jahit

Tabel 4. Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok


KONDISI IMAGE FINDING SIGNIFINANCE INTERVENSI
Fraktur Pelvis Pelvic x-ray : - Kehilangan darah - Perbaikan
Fraktur rumus pubis kurang disbanding volume
jenis lain - Mungkin
- Mekanisme transfuse
Kompresi Lateral - Hindari
manipulasi
berlebih
Open book - Pelvic volume - Perbaikan
meningkat volume
- Mungkin
transfuse
- Pelvic volume
- Rotasi Internal
panggul

- Sumber - External fixator


perdarahan - Konsultasi Bedah
banyak
Cedera Organ CT Scan - Potensi kehilangan - Perbaikan
Dalam - Perdarahan intra darah volume
abdominal - Hanya dilakukan - Mungkin
bila hemodinamik transfuse
stabil - Konsultasi bedah

Tabel 5. Transient Responder


ETIOLOGI PEM. FISIK PEM. DIAGNOSTIK INTERVENSI
TAMBAHAN
Dugaan Jumlah - Distensi - DPL/USG - Konsultasi
perdarahan kurang abdomen bedah
atau perdarahan - Fraktur - Perbaikan
berlanjut pelvis volume
- Perdarahan - Mungkin
luar transfuse
- Pasang bidai
Non hemoragic - Distensi vena - Reeevaluasi
- Cardiac leher toraks
tamponade - Bunyi - Dekompresi
jantung jauh jarum tube
- Ultrasound thoracostomy
- Bising nafas
normal
Recurrent/persisten - Deviasi
tension tracheal
pneumothoraks - Distensi vena
leher
- Hipersonor
- Bising nafas
(-)

Tabel 6. Non Responder


ETIOLOGI PEM. FISIK PEM. DIAGNOSTIK INTERVENSI
TAMBAHAN
Massive blood loss - Distensi - DPL / USG
(Class II atau IV) abdomen
- Intraabdominal
bleeding
Non Hemoragik : - Distensi vena - - Chest
- Tension leher Decompression
Pneumothoraks - Trakea (needle
tergeser thoracosentesis
- Suara nafas diteruskan
menghilang dengan tube
- hipersonor thoracostomy)
- Mungkin
diperlukan
penggunaan
monitoring
invasive
- Cardiac - Distensi vena - Nilai ulang
tamponade leher ABCDE
- Bunyi - Nilai ulang
jantung jauh jantung
- Ultrasound - Pericardiosintesis
- Bising nafas - Konsul Bedah
normal

V. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI


A. Pasang EKG
1. Bila ditemukan berdikardi, kondisi aberan atau ekstra systole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi.
2. Hipotermia dapat menunjukkan gambaran distritmia
B. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya rupture uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter
urine.
2. Bila terdapat kesulitan memasang kateter karena stricture uretra atau BPH, jangan
manipulasi atau instrumentasi segera konsultasikan ke bagian bedah.
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutin
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita.
5. Output urine normal sekitar 0,5 ml / kg BB / jam pada orang dewasa dan 1 ml / kg
BB / jam pada anak dan 2 ml / kg BB / jam pada bayi.
C. Pasang Kateter Lambung
1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang
merupakan kontrainsdikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya
aspirasi bila pasien muntah.
D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
1. Monitoring didasarkan atas pemeriksaan klinis : nadi, laju nafas, tekanan darah,
suhu tubuh, output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
E. Pemeriksaan foto rotgen
1. Segera lakukan foto thoraks, pervis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray.
2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

VI. SECONDARY SURVEY


Anamnesis (khusus pasien trauma) yang harus diingat :
A : Syndrome
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi (obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event / Environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan
Pemeriksaan Fisik (lihat tabel 7)

Tabel 7. Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey


Hal yang Identifikasi/ Penilaian Penemuan Klinis Konfirmasi
dinilai Tentukan dengan
Tingkat Berat trauma Skor GCS - ≤ 8, cedera kepala -CT Scan (tidak
Kesadaran kapitis berat dapat dilakukan)
- 9-12, cedera kepala - Ulangi tanpa
sedang relaksasi otot
- 13-15, cedera kepala (Tidak dapat
ringan dilakukan
Pupil - Jenis cedera - Ukuran - Mass effect CT Scan (tidak
kepala - Bentuk - Difuse axional ijury dapat dilakukan)
- Luka pada - Reaksi - Perlukaan mata
mata
Kepala - Luka pada - Inspeksi - Luka kulit kepala - Foto tulang
kulit kepala adanya luka - Fraktur impressi wajah
- Fraktur dan fraktur - Fraktur basis
tulang - Palpasi CT Scan (tidak
tengkorak adanya dapat dilakukan)
fraktur
Maksilofa - Luka - Inspeksi: - Fraktur tulang wajah - Foto tulang
sial jaringan deformaitas - Cedera jaringan wajah
lunak - Maloklusi lunak CT-Scan tulang
- Fraktur - Palpasi: (tidak dapat
- Kerusakan dilakukan)
Syaraf

Test Skrining dapat dilakukan dengan cara:


1. Anamnesa
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan pasien, misalnya keluhan nyeri tentukan onset nyeri: akit atau kronik,
traumatic atau non-traumatik.
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman, kesemutan, neuralgia.
3) Pola penjalaran / penyebaran nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau
gangguan keseimbangan/ control motoric
6) Faktor yang memperberat dan memperingan
7) Kronisistas
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi
9) Gangguan/ kehilangan fungsi akibat nyeri/luka
10) Penggunaan alat bantu
11) Penrubahan fungsi mobilitas,kognitif, irama tidur, dan aktifitas hidup dasar (activity
of daily living)
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang
tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom
kauda ekuina
b. Riwayat Pembedahan/ Penyakit Dahulu
Perawat/dokter jaga IGD menanyakan adanya riwayat pembedahan dan riwayat penyakit
dahulu seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke dan penyakit kronis lainnya.
c. Riwayat Psiko-Sosial
1) Riwayat komsumsi alcohol, merokok, atau narkkotika
2) Identifikasi pengasuh/ perawat utama (primer) pasien
3) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi
nyeri
4) Pembatasan/ restriksi partisupasi pasien dalam aktifitas sosial yang berpotensi
menimbulkan stress.
5) Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat menimbulkan
pengaruh negative terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program
penanganan/ manajemen nyeri kedepannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri
diperlukan dukungan psikoterapi/ psikofarmaka
6) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress pabi pasien/
keluarga
d. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat,
membungkuk atau memutar, merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan
nyeri punggung.
e. Obat-obatan dan Alergi
1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi
menunjukan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen/ herbal, dan 36%
mengkonsumsi vitamin)
2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum abat, durasi, efektifitas, dan efek
samping.
3). Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek
samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat Keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
- Tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh.
- Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien.
- Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jarinagn parut akibat
operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik.
- Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot,
fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
- Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keerbatasan
gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
- Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal //
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya
limitasi gerak, raut wajah meringis atau asimetris.
b. Status mental
- Nilai orientasi pasien
- Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, peendek dan segera.
- Nilai kemampuan kognitif.
- Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada
harapan atau cemas.
c. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria dibawah
ini :
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan.
0 Toidak terdapat kontraksi otot.

d. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, getaran dan suhu).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap Evaluasi anemia, leukimia, reaksi inflamasi dari infeksi,
karakteristik sel darah perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi,
polisitemia, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan
menentukan perlu atau tidaknya kemoterapi.
Analisa Urin Skrinning diagnosa dan memantau kelainan ginjal / saluran kemih
termasuk infeksi saluran kemih (ISK); dan mendeteksi penyakit
metabolik atau sistemik.
Gula Darah Skrinning dan diagnosi diabetes melitus (DM), pemantauan terapi
Sewaktu DM, serta mendukung dalam kontrol DM2) Diagnosis dan
penanganan beberapa gangguan metabolik seperti asidosis, ketosis,
dehidrasi dan koma diabetik.
HbsAg 1. Mendeteksi dan mendiagnosis infeksi Hepatitis B
2. Uji skrinning donor darah pra-vaksinasi Hepatitis B;
Gambaran Darah Menilai morfologi jenis sel-sel darah
Tepi

4. Pemeriksaan Radiologi
a. Indikasi :
- Pasien dengan riwayat trauma.
- Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
- Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit
inflamatorik, dan penyakit vascular
- Pasien dengan defisit neurolis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi.
- Gejala nyeri yang menetap . 4 minggu.
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi
- Foto polos ; untuk skrinning inisial pada trauma tumpul dada, ekstermitas dan
tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan vertebrata, spondilolistesis, spondilolisis,
neoplasma)
- USG abdomen : skrinning pada pasien dengan kecurigaan akut abdomen dan
perdarahan intra abdominal.
- CT-scan : evaluasi pasien dengan cedera kepala berat, trauma tulang belakang,
herniasi diskus, stenosis spinal.
Skrinning pada Instalasi Gawat Darurat dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi
visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik,
laboratorium klinik, atau diagnostik imajing sebelumnya. Tujuan Skrinning untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang
ditemukan.

Tatalaksana skrining di rumah sakit adalah sebagai berikut:


1. Skrining Pra-Hospital
Untuk skrining pra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
maupun Instalasi Rawat Jalan (IRJ) melalui interaksi per telepon. Interaksi telepon bisa
datang dari pasien atau keluarga pasien yang mencari informasi dengan melakukan
panggilan ke nomor rumah sakit, atau dari fasilitas kesehatan luar rumah sakit yang
berencana merujuk pasien ke rumah sakit Jaraga Sasameh Buntok, akan diterima oleh
operator yakni petugas admisi, case manager (CM), atau tenaga medis dan paramedis yang
ada di ruangan terkait (IGD/IRJ). Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan
petugas lapangan. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sbelum penderita
mulai diangkut dari tempat kejadian. (tidak dapat dilakukan)Pengumpulan keterangan yang
akan dibutuhkan dirumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian
dana riwayat penderita.
Langkah-langkah skrining pra-hospital antara lain:

SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN


Admisi/counter 1. Menghubungkan penelpon baik fasilitas kesehatan perujuk
pendaftaran/customer ataupun pasien/keluarga ke dokter jaga IGD (24 jam) atau
care/security IRJ (selama jam buka pelayanan poli) untuk
mengidentifikasi pelayanan yang dibutuhkan pasien.
2. Menginformasikan ketersediaan ruang pelayanan.
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan
berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut, handicap/
berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit Jaraga Sasameh disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan pasien.
IRJA 1. Pada jam buka pelayanan IRJ, admisi rawat jalan
menginformasikan jenis pelayanan yang ada di IRJ beserta
jam pelayanan dan bagaimana cara mengakses pelayanan
tersebut/pendaftaran.
2. Tenaga medis dan paramedis setelah menerima telepon
segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi calon
pasien (yang belum terdaftar sebagai pasien) maupun pasien
lama, untuk merencanakan tindak lanjut.
IGD 1. Petugas medis/paramedis yang menerima panggilan telepon
melakukan skrining per-telepon dengan mencatat semua
informasi yang diperlukan mulai dari kondisi pasien sampai
dengan riwayat penyakit saat ini dan/terdahulu serta rencana
tindakan lanjutan yang direncanakan.
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan, yaitu
pertimbangan fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit untuk
identifikasi kebutuhan pelayanan yang sesuai serta
konsultasi dokter jaga IGD kepada DPJP kasus terkait.
Tenaga ambulan 1. Proses skrining dimulai saat mendapatkan permintaan
penjemputan pasien, untuk menentukan tingkat emergensi
dalam persiapan SDM tim ambulan yang akan melakukan
penjemputan, maupun menentukan peralatan yang
dibutuhkan dalam penjemputan.
2. Skrining yaitu triage, dilakukan setelah tiba diIGD
dengan berpatokan pada pengkajian kondisi pasien.

2. Skrining Intra-Hospital
Skrining intra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun area
Rawat Jalan (IRJ). Langkah-langkah skrining intra-hospital antara lain:
SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan
berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut, handicap /
berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh Buntok disesuaikan
dengan kebutuhan pelayanan pasien.
IRJA 1. Setiap tenaga medis dan paramedis wajib untuk segera
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi pasien yang
membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik
maupun menunggu di ruang tunggu.
2. Dalam melakukan proses skrining bagin pasien yang
membutuhkan pelayanan emergensi, rawat inap dan rujukan
keluar. Pedoman skrining dikembangkan oleh kelompok staf
medik (KSM) terkait.
IGD 1. Proses skrining dilakukan segera setelah pasien datang ke
IGD
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan
3. Dokter jaga/paramedis melakukan triage untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan pelayanan awal, untuk
selanjutnya dikonsulkan ke DPJP
4. DPJP melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan
pelayanan khusus, menerima konsultasi danpenilaian
pasien untuk di rawat inap, dipulangkan atau dirujuk.
TENAGA AMBULAN 1. Penjemputan pasien dilakukan atas permintaan.
2. Pengumpulan data per-telepon dibutuhkan untuk menentukan
tingkat emergensi dalam persiapan SDM tim ambulan yang
akan melakukan penjemputan, maupun menentukan peralatan
emergensi dan peralatan tambahan yang dibutuhkan dalam
penjemputan.
3. Pada pasien tidak stabil, pasien kecelakaan atau pasien tidak
dikenal cukup ditanyakan jenis kelamin, usia, kondisi pasien,
pelayanan yang dibutuhkan dan lokasi penjemputan
4. Untuk pasien-pasien kegawatan dilakukan bantuan hidup
dasar dan stabilisasi sesuai panduan dan SPO, sebelum
ditransfer ke rumah sakit.

3. Skrining di Instalasi Rawat Jalan


Skrining rawat jalan dilakukan oleh dokter dan perawat di rawat jalan. Skrining rawat
jalan meliputi :
a. Kondisi umum pasien
Dinilai dari kesadaran, jalan nafas, pernfasan, dan sirkulasi
- Kesadaran dinilai apakah pasien dalam kondisi sadar penuh (composmentis), atau
apakah pasien mengalami penurunan kesadaran (mulai gelisah, sangat mengantuk,
sampai penurunan kesadaran lebih lanjut)
- Jalan nafas dinilai apakah bebas dari sumbatan, adakah gangguan ataukah ada
kondisi potensial yang akan mengacam patensi jalan nafas.
Contoh kondisi yang mengancam jalan nafas :
1. Pasien datang dalam kondisi sadar dengan posisi jatuh lehernya terbentur pipa,
tampak memar dan berbicara serak.
2. Pasien bayi/ balita dating dengan batuk pilek, batuk berulang sangat mengganggu
diikuti suara mengorok.

Pernafasan dinilai apakah pernafasan pasien normal atau ada masalah, bahkan ada
resiko distress nafas. Pasien dengan pernafasan yang layak mendapatkan pelayan di
UGD adalah:
1. Penggunaan otot bantu nafas contoh : penggunaan otot sternocleidomastoidea
saat bernafas posisi tripod.
2. Jika dihitung laju pernafasan pasien > 30x/menit

- Sirkulasi diilai apakah normal atau ada maslah. Pasien dengan sirkulasi drop yang
layak mendapatkan pelayanan di UGD adalah :
1. Pasien yang sangat pucat
2. Pasien yang dating dengan keringat dingin, nadi teraba lemah.
3. Akral dingin
4. Pasien dengan nyeri dada kiri, curiga iskemik jantung
5. Pasien dengan nyeri ulu hati, disertai keringat dingin, nadi lemah
6. Pasien dengan perdarahan sedang – hebat di dalamnya perdarah pervaginal
b. Skrining batuk
Pasien di wawancara sederhana apakah sedang batuk, berapa lama pasien batuk,
apakah sedang dalam pengobatan TBC atau tidak. Pasien yang batuk semua diberikan
masker wajah, sedangkan pasien yang batuk ≥ dua minggu diarahkan ke jalur fast
track untuk mengurangi resiko penularan infeksi air bone. Pasien yang dengan TBC
diarahkan ke jalur fast track ke poli TBC
c. Skrining hambatan pasien
Pasien dinilai apakah mengalami hambatan dalam mengakses pelayanan jika pasien
mengalami hambatan gerak seperti pengguanan kursi roda dan brankar. Jika pasien
mempunyai hambatan bahasa dan budaya. Budaya, hubungan pasien ada pelayanan
penerjemah bahasa Rumah sakit.
4. Skrining di Instalasi Rawat Inap
- Kebutuhan pasien yang berkenaan dengan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitative
dan paliatif diprioritaskan berdasarkan atas kondisi pasien.
- Skrining pasien indikasi rawat inap dapat dilakukan oleh dokter umum melalui
UGD/Poliklinik umum dan oleh dokter spesialis
- Sehubungan dengan meningkatnya pasien yang membutuhkan pelayanan rawat inap
di RSUD Jaraga Sasameh, serta masalah stagnasi pasien di instalasi Gawat Darurat,
maka ditentukan prioritas pasien rawat inap, sebagai berikut:
1. Pasien keluar Intensif Care Unit
2. Pasien Instalasi Gawat Darurat
3. Pasien indikasi rawat dari rawat jalan RSUD Jaraga Sasameh
4. Pasien rujukan atau alih rawat dari rumah sakit lain
- pasien akan masuk pada kriteria kuratif, preventif, rehabilitative, pasien indikasi
rawat inap, memerlukan kamar isolasi atau dapat berobatjalan.
Kuratif:
Upaya merupakan serangkaian kegiatan pengobatan yang ditunjukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit. Pasien kuratif
indikasi rawat inap:

Diagnosa Kriteria / indikasi rawat inap

Katarak Senilis 1. Pre op denganpenyulit


2. DM
3. Hipertensi
4. Anatomi matakecil

Trauma mata 1. Laserasi kornea


2. laserasi bulbus oculi
3. Mengancam visual
Glaucoma akut 1. Penurunan penglihatan
2. edema kornea
3. TIO > 21
Pentonsilar abses 1. Gangguan airway
2. Resiko sepsis
3. Disfagia
4. Nyeri berat
Epistaksis 1. Perdarahan massif
2. Hipertensi tak terkontrol
3. observasi perdarahan lanjut
Hipertrofi tonsil 1. Pre operatic treatment

Prolonged pregnancy 1. Hamil ≥ 41 minggu

Myoma uteri 1. Ukuran myoma uteri ≥ 8 cm


2. Telah terjadi perdarahan berulang
3. Hb ≤ 8,0 mg/dl
Preeclampsia 1. Tekanan darah ≥ 160/110
2. Proteinuria ≥ + 2
3. Terdapat tanda awal kejang
4. IUGR
5. Peningkatan SGPT/SGOT
6. Penurunan AT
Abortus 1. Perdarahan ≥ 150 cc
2. Keluar jaringan
3. Syok hemoragis
Hemiparesis gravidarum 1. Keton urin +
2. Keadaan umum lemah
3. Intake makan tidak adekuat
Abnormal urterine bleeding 1. Hb ≤ 8 mg/dl

DHF 1. Trombosit < 100.000


2. Tekanan darah < 100/70 mmHg (presyok)
3. Perdarahan spontan
4. Muntah
Dyspepsia 1. Muntah
2. Nyeri dada karena gastro esophageal reflux
3. Dehidrasi
Diare 1. Dehidrasi sedang –berat
2. Muntah sampai tidak ada obat yang biasmasuk
3. Pre-syok TD<100/60
Asma 1. Keluhan tidak membaik dengan 2x nebulizer
2. Respirasi rate>40
Periapical abscess without sinus (K04-7) 1. Suhu tinggi
2. Susah menelan
3. Nadi cepat

Periapical abscess with sinus (K04-7) 1. Suhu tinggi


2. Susah menelan
3. Nadi cepat
4. Nafas terganggu

i. Pasien yang memerlukan tindakan kuratif tapi tidak masuk indikasi


rawat inap, dokter wajib memberikan pendidikan kesehatan dan
didokumentasikan dalam form instruksi pasienpulang
ii. Selanjutkan form tersebut akan dibawa pulang dan menjadi pedoman
perawatan pasien dan keluargadirumah

Preventif:
iii. Preventif adalah upaya mencegah suatu penyakit / deteksi dini factor
resiko:
1. Pemeriksaan kesehatan dilakukan berkala (pemeriksaan
kehamilan,balita)
2. Deteksi dini kasus, factor resiko maternal danbalita
3. Imunisasi/vaksin pada bayi, anak, ini hamil dandewasa
iv. Dokter atau perawat wajib memberikan informasi penjadwalan
control/imunisasi lanjutan.
Paliatif:
Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup. Pasien paliatif yang masuk indikasi
rawatinap:
Diagnosa Kriteria/Indikasi masuk rumah sakit

Congesif heart failure 1. Edemaperifer


2. Dyspneu
3. Pembesaranhati
4. Emboliparu
5. kardiomiopati
6. Disritmia
Chronic kidney disease/CKD 1. Mual, muntahberlebihan
2. Perubahan statusmental
3. Sesaknafas
4. Asidosis

v. Skrining pasien dilakukan oleh dokter umum atau spesialis


vi. Jika ada indikasi rawat inap, perawat wajib melakuakn konfirmasi ke
dokter apakah pasien memerlukan ruang khusus ICU, HD, Isolasi
vii. Perawat menghubungi bagian pendaftar rawat inap, melakukan
konfirmasi ketersediaan ruang yang dibutuhkan pasien.
viii. Jika ruang perawatan positif tersedia, perawat mengarahkan keluarga
pasien untuk mendaftar rawat inap.
Isolasi / indikasi masuk rumah sakit:

Ruang isolasi adalah ruangan khusus di rumah sakit yang merawat pasien dengan kondisi medis
tertentu, terpisah dari pasien lain untuk men cegah penyebaran penyakit dan mengurangi resiko
terhadap pemberian pelayanan kesehatan serta mampu merawat pasien menular agar tidak terjadi
atau memutus siklus penularan penyakit melindungi pasien dan petugas kesehatan. Pasien indikasi
rawat inap dengan isolasi
Diagnosa Kriterian

TBC  Batukberdarah
 Keadaan umumburuk
 Pneumothoraks
 Empiema
 Efusi pleuralmassif
 Sesak nafas berat TB parumilier
 MeningitisTB
Citomegalovirus  Demam
 Pneumonia/sesak nafasberat
 Takipnea dandispnea
 Kerusakanotak

Tetans  Semua grade tetanus indikasi dirawat inapkan

Kondisi pasien  Demam


immunocompromise ( ex:  Ada infeksi tumpangan
pansitopenia, keganasan
postkemoterapi)

ix. Perawat wajib melakukan konfirmasi bagian pendaftaran rawat inap


ketersediaan ruangisolasi
x. Jiaka ruang khusus isolasi tidak tersedia, maka pasien indikasi rawat
inap dengan isolasi harus ditempatkan di ruang yang setidaknya hanya 1
pasien dalam satukamar.
xi. Ruang isolasi yang setelah digunakan oleh pasien dengan resiko
penularan infeksi tinggi, tidak bias digunakan pada pasien
immucompromise sebelum ruang dinyatakan steril.
Rehabilitatif

xii. Adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan memulihkan


kondisi / mencegah kecacatan. Sasarannya adalah kelompok orang yang
baru sembuh dari penyakit. Tujuannya adalah pemulihan dan
pencegahan kecacatan (tertiary prevention)
xiii. Contoh tindakan rehabilitative adalah fisioterapi
xiv. Tindakan fisioterapi bias dilakukan dengan rawat jalan (tidak
memerlukanrawat inap), kecuali pada terdapat kasus penyerta sebagai
contoh pengerjaan fisioterapi untuk pemulihan pascaoperasi
xv. Pemilihan criteria pasien yang harus difisoterapi dilakukan oleh dokter
spesialis, sedangkan untuk jenis fisioterapi yang dilakukan akan di
skrining oleh dokter rehabilitasimedis
xvi. Setelah dokter spesialis rehabilitasi medis memberikan diagnosa engan
advis jenis fioterapi, makan fisioterapis melakukan fisoterapi sesuai
denganadvis
Skrining pasien pro Hemodialisa

Skrining awal dilakukan oleh dokter perlu atau tidak dilakukan hemodialisa. Indikasi
dilakukan hemodialisa:
1. Perikarditis atau efusipericardium
2. Hiperkalemi
3. Hipertensimaligna
4. Oliguri atau anuria
Indikasi dini:
1. Gejala uremia : Mual ,muntah, perubahanmental
2. Laboratrium abnormal

 Asidosis aztema
 Azotema (kretinin 8-12mg%)
 BUN 100-120mg%
Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi segera :
xvii. Perawat wajib memastikan ketersedian fasilitashemodialisa
xviii. Perawat umum segera menghubungi perawat hemodialisa bahwa ada
pasien indikasi cytoheodialisa
Perawat mengantarkan pasien ke ruanghemodialis
xix. Perawat mengantarkan pasien ke ruanghemodialisa
xx. Perawat melkuakan serah terima dengan perawat hemodialisa
xxi. Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasielektif:
xxii. Perawat mengarahkan pasien ke pendaftarkan untuk mendaftar ke
pelayanan hemodialisa
Skrining sebelum dirujuk
xxiii. Dokter dan perawat melakukan penilaian visual, anamnesa, dan
melakukan vitalsign
xxiv. Perawat dan dokter memastikan apakah fasilitas RS dapat mendukung
upaya pertolonganpasien
xxv. Dokter melakukan pemeriksaan penunjang minimal sebelum diputuskan
rawat inap ataurujuk
xxvi. Jika pasien memenuhi criteria untuk dirujuk, maka dokter atau perawat
wajib memastikan apakah pasien dalam keadaan stabil untukdirujuk
xxvii. Perawat memsatikan adanya ruang/tempat di RS rujukan
xxviii. Dokter dan perawat melengkapi rekam medis pasien yang kemudian harus
dibawa saat merujukpasien
xxix. Perawat memastikan kesiapan ambulan berserta peralatan medis yang
diperlukan untuk merujukpasien
xxx. Petugas yang mengantar pasien ketempat rujukan adalah petugas yang
terampil dalam batuan hidup dasar, transport pasien dan skriningpasien
xxxi. Semua kegiatan harus terdokumentasi denganbaik

Daftar skrining pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sebelum pasien diputuskan rawat
inap atau dirujuk atau dilaksanakan tindakan

Diagnosa Pemeriksaan penunjang

Dengue hemorrhagic fever 1. Hemoglobin


2. Hitungleukosit
3. Hematokrit
4. Trombosit
Spontaneous vertex delivery 1. Darahrutin
2. CT/BT
3. HbsAg

Delivery by emergency caesaren suction 1. Darahrutin


2. CT/BT
3. HbsAg
Delivery by elective caesarean section 1. Darahrutin
2. CT/BT
3. HbsAg
Postmenopausal bleeding 1. Darahrutin
2. CT/BT
3. HbsAg
Preterm delivery 1. Urinalisis
2. Darahrutin
2. CT/BT
3. HbsAg

False labour before 37 completed weeks of 1. Darahrutin


gestation 2. Urinalisis

Other and unspecified ovarian cysts 1. USG


2. Ca-125(tidak dapat dilakukan)
3. Darahrutin
4. CT/BT
5. HbsAg

Leiomyoma of uterus, unspecified 1. USG


2. Darahrutin
2. CT/BT
3. HbsAg
Blighted ovum and nonhydatidiform mole 1. USG
2. Darahrutin
2. CT/BT
3. HbsAg

Diabetes militus 1. Gula darah puasa


2. Gula darah 2 jam PP
3. Urinrutin
4. Ureum
5. Kreatinin
Gastroesophageal reflux disease 1. EKG (untuk menyingkirkan diagnose
chest pain cardial)

Bronkitis 1. Rontgenthorax
2. Darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,
Hematokrit)

Thyrotoxicosis 1. Free T4 (tidak dapat dilakukan)


2.TSH (tidak dapat dilakukan)
3. EKG
Fever, unspecifed 1. Darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,
Hematokrit)
2. Urinerutin
3. Tubex TF (bila demam ≥ 7hari
Arthritis 1. Rontgen sendi

Congestive heart failure 1. EKG


2. Rontgenthorax
Cholelithiasis 1. USG abdomen

Chronic ischemic heart desease 1. EKG


2. Rontgenthorax
Fracture of tooth (S02.5) 1. Laboratrium : Guladarah
2. Radiologi : OPG danPeripical
BAB IV
DOKUMENTASI

Kegiatan skrining pasien di RSUD Jaraga Sasameh didokumentasikan setiap hari di


dalam rekam medis pelayanan RSUD Jaraga Sasameh.

Ditetapkan di : Buntok
Pada Tanggal : 2018

RSUD JARAGA SASAMEH


Direktur,

dr. LEONARDUS P. LUBIS, Sp.OG


Penata Tk. I, III/d
NIP. 19730522 200501 1 012

Anda mungkin juga menyukai