Anda di halaman 1dari 8

STUDI KASUS FARMASI KOMUNITAS

SWAMEDIKASI ANEMIA

Dosen Pengampu
Apt. Sri Rejeki Handayani, M

Disusun oleh :

Zaitun Nisa 2120424784

Kelompok C2

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah
kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel- sel darah merah dan merupakan pigmen
pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh.
Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah dan lesu yang tidak
biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk mendapatkan oksigen dari darah
yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu lama. Kondisi
ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati. Jika anda mengalami gejala
lemah lesu berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui
penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah pemeriksaan
darah untuk mengetahui kadar sel darah merah, hemotokrit dan hemoglobin. Pengobatan bisa
bervariasi tergantung pada diagnosisnya.
Sel-sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang. Zat gizi yan
diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan
B12. Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin.
Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah
sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anemia ?
2. Bagaimana penyelesaian kasus anemia?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi anemia
2. Dapat menyelesaikan kasus penyakit anemia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Anemia
Persatuan Ahli penyakit dalam Indonesia tahun 1987, menjelaskan Anemia adalah
penurunan hemoglobin, sel drah merah atau hematokrit. Secara fisiologis, anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan
sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis
melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan
patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta
didukung oleh pemeriksaan laboratorium.

B. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik anemia bergantung pada :
1. Kecepatan timbulnya anemia
2. Mekanisme kompensasinya
3. Umur individu
4. Tingkat aktivitas
5. Keadaan penyakit yang mendasari
6. Parahnya anemia
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2
yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih),
seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia dan
hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu
beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita
asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat. Adapun mekanisme kompensasi
bekerja melalui:
(1)  Peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah
 pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobi
(3) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
 jaringan, dan
 (4) Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).

C. Gejala dan tanda anemia


Beberapa tanda dan gejala dari anemia sebagai berikut :
1. Kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah

2. Sakit kepala, dan mudah marah


3. Tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4. Pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti
sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan
sulit menelan.

D. Patogenesis anemia
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:
1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2.Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Viskositas darah Resistensi aliran darah Penurunan transport


Anemia
menurun perifer O2 ke jaringan

Lemah jantung Kerja jantung Beban jantung Hipoksia, pucat dan


meningkat meningkat lemah

Skema patofisiologis anemia


F. Klasifikasi anemia
Secara umum anemia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu anemia normositik, anemia
makrositik, dan anemia mikroistik.
1. Anemia normositik memiliki ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit
kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum,
dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
2. Anemia makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi
normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh
gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker,
sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
3. Anemia mikrositik memiliki ukuran kecil hipokrom berarti mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada
talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
G. Pemeriksaan penunjang
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular
rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan
eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
 Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin. Bilirubin serum
(tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)

H. Terapi

Anda mungkin juga menyukai