SWAMEDIKASI ANEMIA
Dosen Pengampu
Apt. Sri Rejeki Handayani, M
Disusun oleh :
Kelompok C2
PEMBAHASAN
A. Definisi Anemia
Persatuan Ahli penyakit dalam Indonesia tahun 1987, menjelaskan Anemia adalah
penurunan hemoglobin, sel drah merah atau hematokrit. Secara fisiologis, anemia terjadi
apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan
sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis
melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan
patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta
didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik anemia bergantung pada :
1. Kecepatan timbulnya anemia
2. Mekanisme kompensasinya
3. Umur individu
4. Tingkat aktivitas
5. Keadaan penyakit yang mendasari
6. Parahnya anemia
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2
yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih),
seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia dan
hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu
beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita
asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat. Adapun mekanisme kompensasi
bekerja melalui:
(1) Peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah
pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobi
(3) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan, dan
(4) Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
D. Patogenesis anemia
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:
1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2.Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
H. Terapi