OLEH :
ROSMITA
NIM : 1941129
PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. AWALUDDIN,S.Kep, M.Kep
I. KONSEP DASAR
A. Latar Belakang
Anemia yang merupakan gejala dari kondisi yang mendasari seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah, sehingga mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah, merupakan salah satu kondisi yang harus segera ditangani.
Kedaan tersebut bisa diakibatkan dan mengakibatkan penyakit yang lain pula. Darah
yang merupakan komponen penting tubuh menjadi dasar seluruh aktivitas sel dalam
tubuh berjalan secara normal.
Ketidaknormalan pada anemia, dapat menyebabkan beberapa aktivitas, baik
itu sel, jaringan dan organ dalam tubuh ikut terganggu. salah satunya berkaitan
dengan fungsi pengikatan oksigen oleh hemoglobin yang apabila terganggu dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen dalam tubuh [ CITATION Doe99 \l
1033 ].
Banyak gangguan lainnya akibat anemia da perjalanan penyakitnya yang akan
dibahas lebih lanjut dalam laporan pendahuluan ini.
B. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut okesigen ke jaringan (Smeltzer & Bare, 2002).
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan nilai
Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi.
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, 2006).
C. Etiologi
Penyebab anemia pada dewasa terbagi menjadi dua, yakni :
1. Kehilangan sel darah merah
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diakibatkan berbagai penyebab diantaranya adalah trauma,
ulkus, keganasan, hemoroid, perdarahan pervaginam, dan lain-lain.
b. Hemolisis yang berlebihan
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis,
terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri memperpendek siklus
hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan
penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik). Sel darah merah
mengalami kelainan pada keadaan :
- Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, contohnya
adalah pada penderita penyakit sel sabit (sickle cell anemia)
- Gangguan sintesis globin, contohnya pada penderita thalasemia
- Kelainan membrane sel darah merah, contohnya pada sferositosis herediter
dan eliptositosis
- Difisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD)
dan defisiensi piruvat kinase (Price, 2006).
2. Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat
akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang
kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti
yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya
(mis., apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dL), hemoglobin akan terdifusi
dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak
adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai
lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan
dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah, (2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsy; dan (3) ada atau
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting.
Salah satunya otak, otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya
kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, lambat
menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung
dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:
- Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.
- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan
ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan
flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya
untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel
merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan
nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum
feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu
dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik
secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP
adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai
dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan
besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.
Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor,
pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan
ukuran mutlak status besi yang spesifik
.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi
dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis,
penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks
kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.
Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin
umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status
besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total
(TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif
untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas
dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12
ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua
cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan
zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat
besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena
variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak
pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis
kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari
pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin
pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat
sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan
mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan
ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita
hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II
dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin
diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),
Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang
dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan
metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah
struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum
tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi
cadangan besi dalam populasi umum.
G. Pathway
H. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges, 1999)
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
- Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
- Ataksia, tubuh tidak tegak
- Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lainnya yang
menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis, menstruasi berat;
angina, CHF (akibat kerja jantung berlebih)
- Riwayat endo karditis infeksi kronik
- Palpitasi
Tanda :
- TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan pendataran arau
depresi gelombang T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa (konjungtiva,
mulut, faring, bibir) dan dasar kuku; kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP)
atau kuning lemon terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.
3. Eliminasi
Gejala :
- Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
- Flatulen, sindrom malabsorpsi
- Hematemesis, melena
- Diare atau konstipasi
- Penurunanhaluaran urin
Tanda :
- Distensi Abdomen
4. Makanan/cairan
Gejala :
Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya penurunn berat badan.
Tanda :
- Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
- Membran mukosa kering, pucat
- Turgor kulit : buruk, kering, tampakkisut/hilang elastisitas
- Stomatitis dan glositis
5. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia,
keseimbangan buruk, sensasi menjadi dingin.
Tanda :
Gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, epitaksis (aplastik)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea
8. Seksualitas
Gejala :
Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore, hilang libido (pria dan
wanita), impoten
Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut
Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
2. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Keletihan
J. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan - Kaji warna kulit, suhu dan
keperawatan diharapkan perfusi kelembaban, apakah
-an perfusi
jaringan perifer pasien efektif seluruh tubuh atau
jaringan dengan kriteria hasil : terlokalisir
- Ukur CRT
perifer
Indikator - Palpasi nadi perifer
Tissue perfusion: cellular - Kaji fungus motorik dan
Tekanan darah sistol sensorik
Tekanan darah diastol - Kolaborasi dengan dokter
Saturasi oksigen untuk pemberian tablet
Capillary refill penambah darah atau agen
Mual yang sesuai dengan
Penurunan kesadaran kondisi anemia klien
- Berikan cairan, elektrolit
Keterangan : dan okesigen sesuai
1. Keluhan ekstrim indikasi
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan (3
ed.). Jakarta: EGC.
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC),
fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014.
(M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing.
.
AUSHAN KEPERAWATAN PADA TN. B DENGAN ANEMIA
DIRUANG DAHLIA (PENYAKIT DALAM) RSUD KABUPATEN ROKAN HULU
I. PENGKAJIAN
A. DATA DEMOGRAFI
1. Data klien
Nama : Tn. B
Umur : 21 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pagaran Tapah
Pekerjaan : Pelajar
No. CM : 06 40 15
Status perkawinan : Belum kawin
2. Data penanggung jawab
Nama : Ny. N
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pagaran Tapah
Pekerjaan : Guru
Status perkawinan : Belum kawin
Hubungan dengan klien : Kakak
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Lemas
Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, mual (+), Muntah (-), BAB hitam (+)
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki hidup
: Perempuan hidup
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Pasien
Pasien adalah anak keempat dari empat bersaudara. Pasien tinggal dalam satu rumah
bersama kedua orang tua dan 1 orang kakak perempuan.
F. RIWAYAT SOSIAL
Hubungan pasien dengan keluarga yang lain nya baik.
G. PEMERIKSAAN FISIK
2. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
c. Pemeriksaan telinga
Letak : Simetris
Bentuk : Normal
Discharge : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
d. Pemeriksaan hidung
e. Pemeriksaan mulut
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi :
Tidak terlihat benjolan atau massa
Palpasi :
Kelenjar getah bening leher kanan dan kiri tidak teraba membesar, tidak
terdapat nyeri tekan, Spider naevi tidak ada, tidak ada deviasi trakhea, Jugular
Venous Pressure tidak meningkat
g. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus apex paru kanan = kiri
h. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien dalam batas normal (ttb)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)
Kulit : Turgor kulit normal
i. Ekstremitas
Superior :
Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-), edema (-/-),
kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik, eutrofi (-/-), reflek fisiologis (+/+)
normal, reflek patologis (-/-)
Inferior :
Status lokalis pedis sinistra : Ulcus pedis sinistra
Inspeksi : Perban (+), bengkak (+)
Palpasi : NT (+)
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hitung Jenis :
Basofil : 0.2 % Normal : 0 -1
Eosinofil : L 0.1 % Normal : 1 - 4
Netrofil Segmen : H 90.0 % Normal : 55 - 70
Limfosit Absolut : L 0.8 103/uL Normal : ¿ 1.5
Monosit : 7.4 % Normal : 2 - 8
Limfosit : L 2.3 % Normal : 20 – 40
I. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Pasien masuk ke IGD RSUD Rokan Hulu pada tanggal 21 september 2020. Rujukan
dari RS _AZZAHRA Dengan keluhan lemas, nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-),
tidak nafsu makan
2. Pemeriksaan fisik
TD : 100/50 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 °C
3. Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin (HGB) : LL 6.0 g/dl Normal : 13-16
J. DIAGNOSIS KERJA
Anemia Berat
K. TERAPI
1. IVFD RL 20 tetes/menit
2. Inj. Omeprazol 1 vial / 12 jam
3. Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam
4. Lansoprazol tablet 2 x 1
5. Tranfusi PRC 4 Bag,
Nama : Tn. B RM : 06 40 15
Ds
Eritrosit/hemoglobin me
- Klien mengatakan Resti kerusakan integritas kulit.
bibirnya kering dan
kulitnya pucat Kapasitas O2 me
Do Anoksia
- Klien tampak pucat
- Membrane mukosa Pe Hb terhadap O2
kering
Kulit pucat, membrane mukosa
kering
Resti kerusakan integritas kulit
III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan redistribusi aliran darah
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan Hb terhadap oksigen.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk 1. Mempengaruhi pilihan
melakukan tugas dengan normal. Catat intervensi/bantuan.
laporan kelelahan, keletihan dan 2. Menunjukan perubahan neurologis
kesulitan dalam menyelesaikan tugas. karena defisiensi vitamin B12
2. Kaji kehilnangan atau gangguan mempengaruhi keamanan pasien/resiko
keseimbangan, gaya jalan, kelemahan cedera.
otot. 3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
3. Awasi TD, nadi, pernafasan selama jantung dan paru untuk membawa
dan sesudah aktivitas. Catat respon jumlah oksigen adekuat ke jaringan
terhadap peningkatan aktivitas 4. Meningkatkan istrahat untuk
4. Berikan lingkungan tenang. menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
Pertahankan tirah baring bila dan menurunkan renggangan jantung dan
diindikasikan paru
5. Ubah posisi pasien dengan perlahan 5. Hipotensi postural atau hipoksia cerebral
dan pantau terhadap pusing. dapat menyebabkan pusing, berdenyut
dan peningkatan resiko cedera.
6. Prioritaskan jadwal asuhan 6. Mempertahankan tingkat energy dan
keperawatan untuk meningkatkan meningkatkan renggangan pada system
istirahat. jantung dan pernafasan.
7. Berikan bantuan dalam aktivitas/ 7. Membantu bila perlu, harga diri
ambulasi bila perlu ditingkatkan bila pasien melakukan
8. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan sesuatu sendiri
pasien. Tingkatkan aktivitas sesuai 8. Meningkatkan secara bertahap tingkat
toleransi. aktivitas sampai normal dan
9. Gunakan tehnik penghemat energy, memperbaiki tonus otot/stamina tanpa
mis: madi dengan duduk, duduk untuk kelemahan.
melakukan tugas-tugas. 9. Mendorong pasien melakukan banyak
10. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas dengan penyimpangan energy
aktivitas bila palpitasi. dan mencegah kelemahan
10. Renggang atau stress, kardiopulmonal
berlebihan/stress dapat menimbulkan
dekompensasi/kegagalan.
Intervensi Rasional
1. Kaji integritas kulit. Catat perubahan 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh
pada turgor, gangguan warna, hangat sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi.
local, eritema. Jaringan dapat menjadi rapuh dan
2. Ubah posisi secara periodic dan pijat cenderung untuk infeksi dan rusak.
permukaan tulang bila pasien tidak 2. Meningkatkan sirkulasi ke semua
bergerak atau ditempat tidur area kulit membatasi iskemia
3. Ajarkan permukaan kulit kering dan jaringan/ mempengaruhi hipoksia
bersih. Batasi penggunaan sabun. seluler.
4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif 3. Area lembab, terkontaminasi
atau aktif. memberikan media yang sangat baik
5. Gunakan alat pelindung. Mis: kulit untuk pertumbuhan organisme
domba, kasur tekanan udara atau air, patogenik. Sabun dapat
pelindung tumit atau siku, bantal sesuai mengeringkan kulit secara
indikasi. berlebihan dan meningkatkan
sirkulasi.
4. Meningkatkan sirkulasi jaringan,
mencegah statis
5. Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan
terhadap permukaan kulit.
V. IMPLEMENTASI
VI. EVALUASI
16.00 Dx 2
S : klien mengatakan kulitnya masih pucat tetapi bibirnya
sudah tidak terlalu kering karena pasien banyak minum air
putih
O : klien masih tampak pucat, kulit pasien masih pucat
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjut intervensi 1-4
Rosmita