Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ANEMIA PADA TN. B


DI RUANGAN DAHLIA (PENYAKIT DALAM) RSUD ROKAN HULU

OLEH :
ROSMITA
NIM : 1941129

PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. AWALUDDIN,S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


STIKes TENGKU MAHARATU PEKANBARU
TAHUN AKADEMIK 2020

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA


Nama Mahasiswa : ROSMITA
NIM : 1941129
Tanggal : 22 September 2020
Ruang Peraktik : Dahlia (penyakit dalam) RSUD Rokan Hulu
Diagnose Medik : Anemia Berat

I. KONSEP DASAR
A. Latar Belakang
Anemia yang merupakan gejala dari kondisi yang mendasari seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah, sehingga mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah, merupakan salah satu kondisi yang harus segera ditangani.
Kedaan tersebut bisa diakibatkan dan mengakibatkan penyakit yang lain pula. Darah
yang merupakan komponen penting tubuh menjadi dasar seluruh aktivitas sel dalam
tubuh berjalan secara normal.
Ketidaknormalan pada anemia, dapat menyebabkan beberapa aktivitas, baik
itu sel, jaringan dan organ dalam tubuh ikut terganggu. salah satunya berkaitan
dengan fungsi pengikatan oksigen oleh hemoglobin yang apabila terganggu dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen dalam tubuh [ CITATION Doe99 \l
1033 ].
Banyak gangguan lainnya akibat anemia da perjalanan penyakitnya yang akan
dibahas lebih lanjut dalam laporan pendahuluan ini.

B. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut okesigen ke jaringan (Smeltzer & Bare, 2002).
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan nilai
Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi.
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, 2006).
C. Etiologi
Penyebab anemia pada dewasa terbagi menjadi dua, yakni :
1. Kehilangan sel darah merah
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diakibatkan berbagai penyebab diantaranya adalah trauma,
ulkus, keganasan, hemoroid, perdarahan pervaginam, dan lain-lain.
b. Hemolisis yang berlebihan
Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis,
terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri memperpendek siklus
hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan
penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik). Sel darah merah
mengalami kelainan pada keadaan :
- Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, contohnya
adalah pada penderita penyakit sel sabit (sickle cell anemia)
- Gangguan sintesis globin, contohnya pada penderita thalasemia
- Kelainan membrane sel darah merah, contohnya pada sferositosis herediter
dan eliptositosis
- Difisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD)
dan defisiensi piruvat kinase (Price, 2006).
2. Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat
akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang
kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti
yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya
(mis., apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dL), hemoglobin akan terdifusi
dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak
adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai
lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan
dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah, (2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsy; dan (3) ada atau
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting.
Salah satunya otak, otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya
kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, lambat
menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

E. Tanda dan Gejala


Selain beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya
gejala: (1) kecepatan kejadian anemia, (2) durasinya, (3) kebutuhan metabolism
pasien bersangkutan, (4) adanya kelainan lain atau kecacatan, dan (5) komplikasi
tertentu atau keadaan yang mengakibatkan anemia.
Semakin cepat perkembangan anemia, semakin berat gejalanya. Pada orang
yang normal penurunan hemoglobin, hitung darah merah, atau hematokrit tanpa
gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya dapat
ditoleransi sampai 50%, sedangkan kehilangan cepat sebanyak 30% dapat
menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Individu yang telah
mengalami anemia selama waktu yang cukup lama, dengan kadar hemoglobin antara
9 dan 11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain
takikardi ringan di saat latihan. Dispneau latihan biasanya terjadi hanya di bawah 7,5
g/dl; kelemahan hanya terjadi di bawah 6 g/dl; dispneau istirahat di bawah 3 g/dl; dan
gagal jantung pada kadar yang sangat rendah 2 - 2,5 g/dl.
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan
fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia.
Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni
lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang
terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian
kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Namun pada anemia berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung (Sjaifoellah, 1998).

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung
dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:
- Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.
- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan
ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan
flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya
untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel
merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan
nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum
feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda
meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit
protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu
dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik
secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP
adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh
transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai
dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan
besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.
Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor,
pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan
ukuran mutlak status besi yang spesifik
.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi
dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis,
penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks
kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.
Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin
umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status
besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering
dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total
(TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif
untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas
dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12
ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua
cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan
zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat
besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena
variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak
pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis
kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari
pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin
pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat
sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan
mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan
ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita
hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II
dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin
diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),
Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang
dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan
metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah
struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum
tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi
cadangan besi dalam populasi umum.

G. Pathway

H. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges, 1999)
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
- Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
- Ataksia, tubuh tidak tegak
- Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lainnya yang
menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis, menstruasi berat;
angina, CHF (akibat kerja jantung berlebih)
- Riwayat endo karditis infeksi kronik
- Palpitasi
Tanda :
- TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan pendataran arau
depresi gelombang T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa (konjungtiva,
mulut, faring, bibir) dan dasar kuku; kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP)
atau kuning lemon terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.
3. Eliminasi
Gejala :
- Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
- Flatulen, sindrom malabsorpsi
- Hematemesis, melena
- Diare atau konstipasi
- Penurunanhaluaran urin
Tanda :
- Distensi Abdomen
4. Makanan/cairan
Gejala :
Penurunan masukan diet, mual/muntah, dyspepsia, adanya penurunn berat badan.
Tanda :
- Lidah tampak merah (AP ; defisiensi as. folat dan vit. B12)
- Membran mukosa kering, pucat
- Turgor kulit : buruk, kering, tampakkisut/hilang elastisitas
- Stomatitis dan glositis
5. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia,
keseimbangan buruk, sensasi menjadi dingin.
Tanda :
Gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, epitaksis (aplastik)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen samar ; sakit kepala
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea
8. Seksualitas
Gejala :
Perubahan aliran menstruasi, mis., menoragia atau amenore, hilang libido (pria dan
wanita), impoten
Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut
Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
2. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Keletihan
J. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan - Kaji warna kulit, suhu dan
keperawatan diharapkan perfusi kelembaban, apakah
-an perfusi
jaringan perifer pasien efektif seluruh tubuh atau
jaringan dengan kriteria hasil : terlokalisir
- Ukur CRT
perifer
Indikator - Palpasi nadi perifer
Tissue perfusion: cellular - Kaji fungus motorik dan
Tekanan darah sistol sensorik
Tekanan darah diastol - Kolaborasi dengan dokter
Saturasi oksigen untuk pemberian tablet
Capillary refill penambah darah atau agen
Mual yang sesuai dengan
Penurunan kesadaran kondisi anemia klien
- Berikan cairan, elektrolit
Keterangan : dan okesigen sesuai
1. Keluhan ekstrim indikasi
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan Nutrition Therapy


keperawatan diharapkan status - Lengkapi pengkajian
angan nutrisi:
nutrisi: intake nutrient dan nutrisi sesuai kebutuhan
kurang dari biochemical measures - Monitor makanan/cairan
menunjukkan perbaikan dengan yang dicerna dan hitung
kebutuhan
kriteria hasil : intake kalori sehari-hari
tubuh Indikator - Tentukan dengan
Nutritional status: nutrient kolaborasi dengan ahli
intake diet, jumlah kaloro dan
Intake besi tipe kalori yang
Intake protein dibutuhkan untuk
Intake kalori mendapatkan kebutuhan
Intake vitamin nutrisi yang tepat
Intake mineral - Berikan edukasi pada
Nutritional status : pasien dan keluarga untuk
biochemical measures konsumsi makanan yang
Hemoglobin tinggi protein, kalori, zat
Hematokrit besi dan vitamin
Serum albumin - Tentukan apakah klien
Total iron binding membutuhkan enteral
capacity feeding
- Berikan nutrisi melalui
enteral apabila dibutuhkan
Keterangan :
- Berikan penjelasan kepada
1. Keluhan ekstrim
keluarga mengenai
2. Keluhan berat
kebutuhan nutrisi yang
3. Keluhan sedang
dibutuhkan oleh klien
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan Nutritional Monitoring
- Monitor albumin, total
protein, hemoglobin dan
hematokrit
- Monitor mual/ muntah
Monitor kalori dan intake
makanan
Keletihan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tingkat keletihan
keperawatan diharapkantingkat klien dan tanyakan
keletihan pasien berkurang perasaan klien dengan
dengan kriteria hasil : adanya keletihan yang
dialami klien
Indikator - Review kemampuan dan
Fatigue level kebutuhan bantuan dalam
Kelelahan melakukan aktivitas sehari
Kelesuan -hari
Sakit kepala - Berikan terapi oksigen
Aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
- Sarankan untuk beristi-
Keterangan : rahat & tidak terlalu lelah
1. Tidak pernah menunjukkan dalam melakukan aktivitas
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan (3
ed.). Jakarta: EGC.
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC),
fifth edition. Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014.
(M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing.

.
AUSHAN KEPERAWATAN PADA TN. B DENGAN ANEMIA
DIRUANG DAHLIA (PENYAKIT DALAM) RSUD KABUPATEN ROKAN HULU

Nama Mahasiswa : Rosmita


Ruangan : Dahlia (Penyakit Dalam)
NIM : 1941129
RS : RSUD Rokan Hulu

I. PENGKAJIAN
A. DATA DEMOGRAFI

1. Data klien
Nama : Tn. B
Umur : 21 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pagaran Tapah
Pekerjaan : Pelajar
No. CM : 06 40 15
Status perkawinan : Belum kawin
2. Data penanggung jawab
Nama : Ny. N
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pagaran Tapah
Pekerjaan : Guru
Status perkawinan : Belum kawin
Hubungan dengan klien : Kakak

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Lemas
Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, mual (+), Muntah (-), BAB hitam (+)

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pada saat pengkajian os mengeluh lemas, pusing, tidak nafsu makan.

D. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA


Riwayat dengan keluhan yang sama : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat Rokok : Disangkal
Riwayat OAT : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang lainnya mengalami penyakit yang sama
seperti yang di alami oleh pasien.

Genogram

Keterangan:
: Laki-laki hidup
: Perempuan hidup
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Pasien
Pasien adalah anak keempat dari empat bersaudara. Pasien tinggal dalam satu rumah
bersama kedua orang tua dan 1 orang kakak perempuan.

F. RIWAYAT SOSIAL
Hubungan pasien dengan keluarga yang lain nya baik.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan tanggal 22 September 2020, pukul 10.30 WIB


1. Keadaan Umum

 Kesan sakit : Sakit sedang


 Kesadaran : Compos mentis
 Berat Badan : 65 kg
 Tinggi Badan : 170 cm
 Tanda Vital :
TD : 100/50 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 °C

2. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : Normochepal, simetris


Rambut : Warna putih, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak mudah rontok
b. Pemeriksaan mata

Palpebra : Edema (-/-)


Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)

c. Pemeriksaan telinga

Letak : Simetris
Bentuk : Normal
Discharge : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada

d. Pemeriksaan hidung

Discharge : Tidak ada


Deviasi septum: Tidak ada
NCH : Tidak ada

e. Pemeriksaan mulut

Sianosis : Tidak ada


Lidah kotor : Tidak ada
Lidah hiperemis : Tidak ada

f. Pemeriksaan leher

 Inspeksi :
Tidak terlihat benjolan atau massa
 Palpasi :
Kelenjar getah bening leher kanan dan kiri tidak teraba membesar, tidak
terdapat nyeri tekan, Spider naevi tidak ada, tidak ada deviasi trakhea, Jugular
Venous Pressure tidak meningkat

g. Pemeriksaan dada

Paru-paru
 Inspeksi : Dinding dada simetris
 Palpasi : Vokal fremitus apex paru kanan = kiri

Vokal fremitus basal paru kanan = kiri


 Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi :
Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi basah halus (-/-), ronkhi
basah kasar (-/-), tidak ada eksperium di perpanjang.
Jantung
 Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis
 Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di SIC V 1 jari medial pada
LMCS, tidak kuat angkat, tidak teraba thrill
 Perkusi :

- Batas kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra


- Batas kiri bawah : SIC V 1 jari medial linea
- Batas kanan atas : SIC II linea parasternal dekstra
- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra
 Auskultasi : S1 > S2, irreguler, bising (-), gallop (-)

h. Pemeriksaan abdomen

 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
 Palpasi : Hepar dan lien dalam batas normal (ttb)
 Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)
 Kulit : Turgor kulit normal

i. Ekstremitas

 Superior :
Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-), edema (-/-),
kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik, eutrofi (-/-), reflek fisiologis (+/+)
normal, reflek patologis (-/-)
 Inferior :
Status lokalis pedis sinistra : Ulcus pedis sinistra
Inspeksi : Perban (+), bengkak (+)
Palpasi : NT (+)

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Lab tanggal 21 September 2020


Hemoglobin (HGB) : LL 6.0 g/dl Normal : 13-16
Leukosit (WBC) : L 1.43 103/mm3 Normal : 5.0 – 10.0
Hematokrit (HCT) : 33 % Normal : 42 - 52
Eritrosit (RBC) : 4.27 106/ul Normal : 4.7 - 6.1
Trombosit (PLT) : L 12 103/mm3 Normal :150 - 400
MCV : 77 fL Normal : 80 - 95
MCH : 28 pg Normal : 27-31
MCHC : 37 % Normal : 32-36
RDW : 11.90 % Normal :11.0 - 14.5
MPV : 9.70 fL Normal : 7.4 -10.4

Hitung Jenis :
Basofil : 0.2 % Normal : 0 -1
Eosinofil : L 0.1 % Normal : 1 - 4
Netrofil Segmen : H 90.0 % Normal : 55 - 70
Limfosit Absolut : L 0.8 103/uL Normal : ¿ 1.5
Monosit : 7.4 % Normal : 2 - 8
Limfosit : L 2.3 % Normal : 20 – 40

Pemeriksaan Kimia Klinik


Ureum : 32 mg/ dl Normal : ¿ 50
Kreatinin : 0.8 mg/ dl Normal : 0.6 - 1.2
Glukosa Sewaktu : 197 mg/ dl Normal :
< 100 : Bukan DM
100–199:Belum pasti DM
¿ 200 : Mungkin DM

I. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Pasien masuk ke IGD RSUD Rokan Hulu pada tanggal 21 september 2020. Rujukan
dari RS _AZZAHRA Dengan keluhan lemas, nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-),
tidak nafsu makan
2. Pemeriksaan fisik

TD : 100/50 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 °C
3. Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin (HGB) : LL 6.0 g/dl Normal : 13-16

J. DIAGNOSIS KERJA

Anemia Berat

K. TERAPI
1. IVFD RL 20 tetes/menit
2. Inj. Omeprazol 1 vial / 12 jam
3. Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam
4. Lansoprazol tablet 2 x 1
5. Tranfusi PRC 4 Bag,

II. ANALISA DATA

Nama : Tn. B RM : 06 40 15

Umur : 21 Tahun Tanggal : 22 September 2020

Data Etiologi Masalah


Ds Eritrosit/hemoglobin me Intoleransi aktivitas
- Klien mengatakan lemes 
Do Kapasitas angkut O2 me
- Klien tamapak lemes, 
wajahnya pucat Anoksia
- TD:130/80 mmHg 
- N : 70 x/mnt Redristibusi aliran darah

Lemes

Intoleransi aktivitas

Ds
Eritrosit/hemoglobin me
- Klien mengatakan Resti kerusakan integritas kulit.
bibirnya kering dan 
kulitnya pucat Kapasitas O2 me

Do Anoksia
- Klien tampak pucat 
- Membrane mukosa Pe Hb terhadap O2
kering 
Kulit pucat, membrane mukosa
kering

Resti kerusakan integritas kulit

III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan redistribusi aliran darah
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan Hb terhadap oksigen.

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan redistribusi aliaran darah
- Tujuan :
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi mandiri atau dengan bantuan orang lain.
- Criteria hasil :
Menunjukan penurunan tanda fisiologis intoleransi mis: nadi, pernafasan, dan TD
masih dalam rentang normal

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk 1. Mempengaruhi pilihan
melakukan tugas dengan normal. Catat intervensi/bantuan.
laporan kelelahan, keletihan dan 2. Menunjukan perubahan neurologis
kesulitan dalam menyelesaikan tugas. karena defisiensi vitamin B12
2. Kaji kehilnangan atau gangguan mempengaruhi keamanan pasien/resiko
keseimbangan, gaya jalan, kelemahan cedera.
otot. 3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
3. Awasi TD, nadi, pernafasan selama jantung dan paru untuk membawa
dan sesudah aktivitas. Catat respon jumlah oksigen adekuat ke jaringan
terhadap peningkatan aktivitas 4. Meningkatkan istrahat untuk
4. Berikan lingkungan tenang. menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
Pertahankan tirah baring bila dan menurunkan renggangan jantung dan
diindikasikan paru
5. Ubah posisi pasien dengan perlahan 5. Hipotensi postural atau hipoksia cerebral
dan pantau terhadap pusing. dapat menyebabkan pusing, berdenyut
dan peningkatan resiko cedera.
6. Prioritaskan jadwal asuhan 6. Mempertahankan tingkat energy dan
keperawatan untuk meningkatkan meningkatkan renggangan pada system
istirahat. jantung dan pernafasan.
7. Berikan bantuan dalam aktivitas/ 7. Membantu bila perlu, harga diri
ambulasi bila perlu ditingkatkan bila pasien melakukan
8. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan sesuatu sendiri
pasien. Tingkatkan aktivitas sesuai 8. Meningkatkan secara bertahap tingkat
toleransi. aktivitas sampai normal dan
9. Gunakan tehnik penghemat energy, memperbaiki tonus otot/stamina tanpa
mis: madi dengan duduk, duduk untuk kelemahan.
melakukan tugas-tugas. 9. Mendorong pasien melakukan banyak
10. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas dengan penyimpangan energy
aktivitas bila palpitasi. dan mencegah kelemahan
10. Renggang atau stress, kardiopulmonal
berlebihan/stress dapat menimbulkan
dekompensasi/kegagalan.

2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan Hb terhadap oksigen.


Tujuan: mencegah komplikasi
Criteria hasil:
- Mempertahankan integritas kulit
- Mengidentifikasikan factor resiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.

Intervensi Rasional
1. Kaji integritas kulit. Catat perubahan 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh
pada turgor, gangguan warna, hangat sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi.
local, eritema. Jaringan dapat menjadi rapuh dan
2. Ubah posisi secara periodic dan pijat cenderung untuk infeksi dan rusak.
permukaan tulang bila pasien tidak 2. Meningkatkan sirkulasi ke semua
bergerak atau ditempat tidur area kulit membatasi iskemia
3. Ajarkan permukaan kulit kering dan jaringan/ mempengaruhi hipoksia
bersih. Batasi penggunaan sabun. seluler.
4. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif 3. Area lembab, terkontaminasi
atau aktif. memberikan media yang sangat baik
5. Gunakan alat pelindung. Mis: kulit untuk pertumbuhan organisme
domba, kasur tekanan udara atau air, patogenik. Sabun dapat
pelindung tumit atau siku, bantal sesuai mengeringkan kulit secara
indikasi. berlebihan dan meningkatkan
sirkulasi.
4. Meningkatkan sirkulasi jaringan,
mencegah statis
5. Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan
terhadap permukaan kulit.

V. IMPLEMENTASI

No Dx Tgl/hari Implementasi Pafaf


Jam
1 1 Selasa 1. Mengkaji kemampuan klien untuk
22/09/202 melakukan tugas dengan normal. Mencatat
0 laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan
10.30 dalam menyelesaikan tugas.
Ef : klien mampu makan sendiri, klien
mengatakan lemes dan dibantu kalau
berjalan ke kamar mandi.
2. Mengkaji kehilangan atau gangguan
keseimbangan, gaya jalan, kelemahan otot.
Ef: tidak ada gangguan keseimbangan,
gaya berjalan pasien normal, kekuatan
otonya 4 dari skala 1-5
3. Mengawasi TD, nadi, pernafasan selama
dan sesudah aktivitas.
Ef: TD : 130/80 mmHg, N: 70 n/mnt, R: 23 Rosmita
x/mnt
4. Memberikan lingkungan tenang.
Mempertahankan tirah baring bila
diindikasikan.
Ef: lingkungan klien tampak tenang, klien
tampak berbaring di tempat tidur

2 2 Selasa 1. Mengkaji integritas kulit. Mencatat


22/09/202 perubahan pada turgor, gangguan warna,
0 hangat local, eritema.
13.00 Ef: kulit tamak pucat, turgor kulit kering,
tidak ada hangat local, ada eritema/ bintik-
bintik merah di kulit.
2. Mengajarkan mengatasi permukaan kulit
kering dan bersih.
Ef: klien mengerti dengan apa yang
dijelaskan dan mau melakukan apa yang
telah dianjurkan. Rosmita
3. Membantu untuk latihan rentang gerak
pasif atau aktif.
Ef: klien mau dan mampu mengikuti
rentang gerak seperti yang di anjurkan.

VI. EVALUASI

Hari/tgl, Evaluasi Paraf


jam
Selasa Dx 1
22/09/2020 S : klien mengatakan masih lemas karna belum dilakukan
12.00 transfuse darah.
O : klien tampak lemas, TD: 130/80 mmHg, N: 70 x/mnt
A : masalah belum teratasi Rosmita
P : lanjutkan intervensi 1-10

16.00 Dx 2
S : klien mengatakan kulitnya masih pucat tetapi bibirnya
sudah tidak terlalu kering karena pasien banyak minum air
putih
O : klien masih tampak pucat, kulit pasien masih pucat
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjut intervensi 1-4

Rosmita

Anda mungkin juga menyukai