PENDAHULUAN
1
tertarik untuk memilih topik mengenai anemia pada remaja putri dengan batasan usia 15-
16 tahun di SMK 12 di wilayah kerja Puskesmas Kebon Bawang 1.
Dalam menyusun dan melaksanakan program kesehatan masyarakat, salah satu
metode yang sering digunakan adalah pendekatan epidemiologi, dalam hal ini berupa
diagnosis komunitas. Diagnosis komunitas diselenggarakan untuk mengetahui sampai
sejauh mana tingkat kesakitan dan permasalahan kesehatan pada masyarakat terhadap
suatu penyakit tertentu dan faktor-faktor apa saja yang ikut mempengaruhi atau variabel
bebas yang ikut berperan dalam menularkan penyakit atau masalah kesehatan kepada
masyarakat dan tindakan apa yang harus dilakukan agar penyakit atau masalah tersebut
tidak menyebar luas menjadi epidemis.4
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Diturunkannya morbiditas anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Kebon Bawang 1.
2. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya deteksi dini dan modifikasi gaya hidup
sehat sebagai pencegahan dan pengendalian anemia di wilayah kerja Puskesmas
Kebon Bawang 1.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
2.1.1 Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin seseorang dalam darah
lebih rendah dari normal. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko
menderita anemia.4 Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Penyebab utama anemia pada wanita adalah asupan zat besi yang kurang,
kehilangan darah secara kronis pada saat persalinan dan kehilangan darah pada masa
haid.5
2.1.2 Kriteria
Nilai batas ambang untuk anemia menurut World Health Organization (WHO)
adalah untuk umur 5-11 tahun <11,5 g/L, 11-14 tahun ≤12,0 g/L, remaja diatas 15 tahun
untuk anak perempuan <12,0 g/L dan anak laki-laki <13,0 g/L.1
3
2.1.4 Etiologi dan Klasifikasi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam
penyebab. Pada dasarnya, anemia disebabkan oleh karena:
4
- Hemoglobinopati structural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks.5
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi
menjadi tiga golongan:
5
- Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroidisme
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
Klasifikasi etiologi dan morfologi bila digabungkan akan sangat menolong dalam
mengetahui penyebab suatu anemia.5
6
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing anemia. Sebagai contoh:
• Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok
• Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi
vitamin B12
• Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
• Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi.5
3. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi
cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu sering terjadi penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya
pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid.5
7
untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan
hematologik yang dapat mesupresi sistem eritroid.5
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:
• Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (total iron binding capacity), saturasi
transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan
besi pada sumsum tulang (Perl’s stain).
• Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan
tes Schiling.
• Anemia hemolitik: bilirubin serum, Coomb test, elektroforesis hemoglobin dan lain-
lain.
• Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang
Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya
pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid.5
8
2.1.8 Pendekatan Terapi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia
ialah:
9
anemia defisiensi besi, maka remaja putri perlu dibekali dengan pengetahuan tentang
anemia defisiensi besi itu sendiri.5
10
2.2.2 Sarapan Pagi
Pola konsumsi makanan merupakan faktor langsung terhadap asupan zat gizi,
dimana remaja sering tidak mengetahuinya. Pola konsumsi remaja yang perlu mendapat
perhatian salah satunya adalah kebiasaan sarapan pagi serta konsumsi makanan bergizi
yang membantu penyerapan zat gizi seperti buah, sayur dan lauk-pauk sumber protein.
Sarapan adalah kegiatan makan pada pagi hari yang dilakukan sebelum beraktivitas yang
mencakup zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Untuk remaja yang masih
bersekolah, sarapan merupakan sumber energi untuk kegiatan aktivitas dan belajar di
sekolah. Sarapan pagi merupakan kegiatan yang paling penting dalam memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi dalam sehari, namun masih banyak remaja yang melewatkan
kebiasaan ini, sehingga berdampak pada berkurangnya zat besi dalam darah yang
mengakibatkan anemia. 9
Menurut penelitian yang dilakukan Permaesih D dan Hermas S tahun 2016,
kebiasaan sarapan pagi berhubungan secara bermakna dengan terjadinya anemia (p<0,05).
Persentase anemia responden yang tidak sarapan pagi lebih besar yaitu 34,5% daripada
yang sarapan pagi. Gambaran OR menunjukkan responden yang tidak biasa sarapan pagi
berisiko menderita anemi 1,6 kali (OR = 0,6; 95% CI 0,4-0,9). Pada penelitian yang
dilakukan di SMA Negri 8 Jambi ditemukan pula hubungan yang signifikan antara
kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja. Remaja yang tidak
punya kebiasaan sarapan pagi sebelum beraktivitas berpeluang dua kali lebih besar untuk
terkena anemia dibanding yang punya kebiasaan sarapan pagi (P- value = 0,03). 10
11
Council, National Academy of Sciences mengembangkan 5 (lima) kategori aktivitas fisik
yang dapat dilihat pada Tabel:
No Klasifikasi Aktivitas
Aktivitas fisik dicatat berdasarkan formulir aktivitas fisik atau kegiatan sehari
dalam menit. Hasil pantauan kegiatan tersebut kemudian ditotal dalam kegiatan selama
24 jam.
Berdasarkan laporan kasus yang dibuat oleh Bakker, M. et al, 2015, aktifitas fisik
berat dikatakan sebagai penyebab potensial dari anemia defisiensi besi, khususnya pada
remaja putri. Dikarenakan tingginya risiko keganasan, gastroskopi dan kolonoskopi selalu
diindikasikan untuk pria dan wanita postmenopause dengan anemia defisiensi besi yang
tidak jelas sebabnya, tanpa memandang ada tidaknya keluhan gastrointestinal. Sedangkan
pada wanita premenopause tanpa keluhan gastrointestinal dan penyebab umum anemia
defisiensi besi telah tereksklusi (contoh: menstruasi, kehamilan, dan penggunaan
NSAID), aktifitas fisik berat harus dipertimbangkan sebagai penyebab dari anemia.
Defisiensi besi sering ditemukan pada atlet-atlet olahraga. Pelari maraton wanita,
prevalensinya mencapai 28%. Berikut ini adalah beberapa mekanisme yang telah diteliti
menjadi penyebab dari hilangannya zat besi ketika beraktifitas fisik:
12
- hemolisis yang disebabkan oleh olahraga, karena adanya kekuatan mekanik dan
stres oksidatif
- Kehilangan darah di traktus gastrointestinal dan traktus urinarius karena adanya
lesi mikroskopik yang disebabkan oleh menurunnya sirkulasi viseral ketika
berolahraga.
- Pengikatan zat besi oleh makrofag dan penurunan absorbsi zat besi, karena
meningkatnya produksi hepsidin oleh induksi respon inflamatorik.
- Kehilangan zat besi dari eksresi keringat yang berlebihan (masih diperdebatkan
dan diduga memiliki efek minimal pada anemia defisiensi besi)
Maka dari itu, anemia yang disebabkan oleh aktifitas fisik yang berlebihan harus
dipertimbangkan pada remaja putri dengan anemia defisiensi besi yang penyebabnya
belum jelas. 11
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang sederhana untuk
memantau status gizi. Menurut Thompson, status gizi mempunyai korelasi positif
dengan konsentrasi hemoglobin. Hal ini berarti semakin buruk status gizi seseorang,
maka semakin rendah kadar hemoglobin orang tersebut. 12
Prevalensi defisiensi zat besi pada kelompok remaja putri dengan IMT rendah
lebih besar daripada kelompok dengan IMT normal atau lebih. Risiko kekurangan
cadangan zat besi pada kelompok IMT rendah dikatakan kira-kira tujuh kali lipat lebih
besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal atau lebih. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sri Sumarmi et.al tahun 2015, anemia pada kelompok wanita IMT rendah
adalah sebesar 48,1%, sedangkan pada kelompok IMT normal dan lebih adalah 28,4%. 13
Zat besi sangat dibutuhkan oleh perempuan terutama ibu hamil dan remaja putri
untuk mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal.
Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit 90 pil
zat besi selama kehamilannya. Pada Riskesdas 2013 menanyakan apakah mengonsumsi
13
zat besi selama hamil dan berapa hari mengonsumsi zat besi selama hamil. Zat besi yang
dimaksud adalah semua konsumsi zat besi selama masa kehamilannya termasuk yang
dijual bebas maupun multivitamin yang mengandung zat besi. Upaya pemberian tablet zat
besi ke sekolah-sekolah untuk remaja putri ini dilakukan untuk meminimalisiasi
perempuan usia muda mengalami anemia. Jika seorang remaja putri menderita anemia
dan kemudian hamil maka akan berpotensi melahirkan bayi dengan tubuh pendek
(stunting) atau berat badan lahir rendah (BBLR). Hal ini disebakan karena kurangnya
supply oksigen dan makanan ke janin selama masa kehamilan. Anemia pada remaja dapat
menyebabkan keterlambatan pertumbuhanfisik, gangguan perilaku serta emosional. Hal
ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat
menimbulkan daya tahan tubuh menurun, mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar
terganggu, prestasi belajar menurun serta dapat mengakibatkan produktifitas kerja yang
rendah.
Secara umum tingginya prevalensi anemia disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya seperti vitamin A, C, folat,
riboplafin dan B12 untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya bisa dilakukan
dengan mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang
mudah diserap, mengkonsumsi sumber makanan nabati yang merupakan sumber zat besi
yang tinggi tetapi sulit diserap. Masa remaja merupakan masa yang lebih banyak
membutuhkan zat gizi. Remaja membutuhkan asupan gizi yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi merupakan suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui digesti, absorpsi,
transportasi penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan menghasilkan energi. Kurangnya
asupan gizi pada remaja putri umumnya kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat,
protein, lemak dan kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Kurangnya zat
gizi makro dan mikro dapat menyebabkan tubuh menjadi kurus dan berat badan turun
drastis, pendek, sakit terus menerus dan anemia. Remaja sangat membutuhkan asupan zat
besi untuk membentuk sel darah merah. Zat besi diperlukan dalam pembentukan darah
untuk sintesa hemoglobin. Hal ini terjadi karena remaja setiap bulannya mengalami
menstruasi yang berdampak kekurangan zat besi dalam darah. Pada dasarnya asupan zat
14
gizi pada tubuh harus tercukupi khususnya pada remaja. Asupan protein dalam tubuh
sangat membantu penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerjasama dengan rantai
protein mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi. Selain itu vitamin
C dalam tubuh remaja harus tercukupi karena vitamin C merupakan reduktor, maka di
dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro sehingga lebih
mudah diserap. Selain itu vitamin C membantu transfer Fe dari darah ke hati serta
mengaktifkan enzim-enzim yang mengandung Fe. 14
15
BAB III
METODE
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 7 – 8 Februari 2019 pukul 13.00 – 15.00.
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi SMKN 12
b. Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Sampel yang terpilih
adalah kelas X SMKN 12 berdasarkan tersedianya data dari hasil skrining terbaru
murid baru yang dilakukan oleh Puskemas Kelurahan Kebon Bawang 1.
a. Kriteria Inklusi
Seluruh siswi kelas X SMKN 12 yang masuk sekolah pada tanggal 7 – 8 Februari
2019.
16
b. Kriteria Eksklusi
Siswi kelas X SMKN 12 yang sedang berhalangan untuk ikut kegiatan (sakit atau
piket).
Koordinasi dengan
Menentukan rumusan Pengambilan data
pemegang program UKS
masalah dengan kepala melalui kuisioner dan
Puskemas Kelurahan
Puskesmas Kelurahan pemeriksaan fisik
Kebon Bawang 1 dan
Kebon Bawang 1
pihak sekolah
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
pengisian kuisioner mengenai tanda dan gejala anemia, serta melakukan pemeriksaan fisik
(pemeriksaan konjungtiva, telapak tangan, lidah, kuku).
Selain itu, pengumpulan data juga menggunakan data sekunder berupa data
geografis, demografis, sumber daya kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, jumlah SMA
17
dan setaranya yang berada di kawasan Puskesmas Kelurahan Kebon Bawang 1. Data
diperoleh dari data laporan akhir tahun Puskesmas Kelurahan Kebon Bawang 1 tahun
2018.
Data yang diperoleh melalui kuisioner mengenai tanda dan gejala anemia, serta
melakukan pemeriksaan fisik (pemeriksaan konjungtiva, telapak tangan, lidah, kuku)
sehingga dapat diperoleh prevalens siswi kelas X SMKN 12 yang memiliki gejala anemia.
18
BAB 4
HASIL
Lapisan tanah membentuk daratan adalah batuan kedapan / sediment stone yang
berda 50 m dibawah permukaan laut. Kelurahan Kebon Bawang I berbatasan dengan Kali
Lagoa Kanal Kelurahan Tanjung Priok di sebelah Utara, Kali Buntu Kelurahan Sungai
Bambu di sebelah barat, Menara listrik Kelurahan Sungai Bambu di sebelah selatan, serta
berbatasan dengan Jalan Yos Sudarso di sebelah timur.
19
Gambar 1. Peta Wilayah Kelurahan Kebon Bawang I
20
1. Anemia ( 81 siswa)
2. Tekanan Darah Tinggi ( 72 siswa)
3. Kelainan Telinga (58 siswa)
4. Karies gigi (49 siswa)
5. Kelainan Mata (5 siswa)
5.52%
4.91% 3.95%
Anemia
3.34%
Tekanan Darah Tinggi
0.34%
Kelainan Telinga
Karies Gigi
81.91% Kelainan Mata
Normal
Bangunan terdiri tiga lantai dengan luas tanah 20 x 12 m2 , sarana yang ada
didalamnya adalah air PAM, listrik, generator Set, APAR, telepon, komputer, laptop,
printer, AC, kipas angin, motor, dental unit, 1 unit mobil Ambulance milik Puskesmas
Kecamatan Tanjung Priok, ruang bermain anak, ruang menyusui, bilik sampah dan IPAL
Puskesmas ini juga dilengkapi dengan alat-alat kesehatan dan sarana pelayanan
lainnya untuk menjamin peningkatan kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen.
21
4.5.3 Visi dan Misi
Visi
22
4.6 Struktur Organisasi
Dari seluruh siswa dan siswi SMKN 12, hanya 176 siswi kelas X yang mengikuti
penyuluhan mengenai anemia dan kuisioner yang berisi skrining gejala anemia.
Dari seluruh siswa dan siswi SMKN 12, hanya 30 orang yang terpilih untuk
dijadikan Kader Posbindu Remaja (KOPER) untuk mengikuti pelatihan mengenai
Penyakit Tidak Menular.
23
4.9 Perbandingan Skrining Anemia berdasarkan Gejala dan Pemeriksaan Fisik
39%
Ada
61%
Tidak
24
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil data WHO Menurut data WHO tahun 2008, jumlah wanita tidak
hamil di dunia yang mengalami anemia sebesar 468,4 juta orang (30,2%).2 Pada tahun
2001 data WHO di Asia Tenggara menunjukkan penderita anemia wanita tidak hamil
(15-49 tahun) sebesar 45,7%, sedangkan untuk usia sekolah (5-15 tahun) sebesar 13,6%.1
Di Indonesia, data WHO tahun 2008 jumlah penderita anemia pada wanita tidak hamil
usia reproduktif sebesar 33,1%.2 Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia pada
wanita usia subur yang tidak hamil (15-24 tahun) sebesar 22,9%.3
Menurut data Riskesdas tahun 2007, prevalensi anemia di Provinsi DKI Jakarta
sebesar 15%, sedangkan menurut SK Menkes tahun 2007 sebesar 21%. Berdasarkan hasil
Skrining terhadap sekolah dalam cakupan Puskesmas Keluraha Kebon Bawang 1 yang
dilakukan oleh petugas puskesmas pada akhir tahun 2018. Anemia merupakan masalah
utama yang dialami oleh remaja putri, dari data tersebut sebanyak 81 orang mengalami
gejala umum anemia dan didapatkan adanya tanda-tanda klinis anemia dari pemeriksaan
fisik. Dari data yang didapatkan berdasarkan skrining yang dilakukan oleh Puskesmas
Kebon Bawang 1 di SMKN 12 terhadap 185 siswi putri (15-16 tahun), didapatkan siswi
dengan gejala anemia sejumlah 65 orang (35,1%).
Berdasarkan besarnya risiko remaja putri untuk menderita anemia, maka perlu
diwaspadai bahaya anemia yang dapat membahayakan kesehatannya saat remaja maupun
dimasa mendatang, terlebih lagi saat hamil dan melahirkan. Selain itu, Kemenkes RI
(2013) menyebutkan bahwa anemia pada remaja putri menjadi masalah kesehatan bila
prevalensinya ≥20%.
Gejala anemia dinilai berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
didapatkan dari kuisioner yang berisikan mengenai gejala umum anemia dan serta
dilakukan pemeriksaan fisik dasar dengan menilai konjungtiva, telapak tangan, kuku dan
lidah. Berdasarkan hasil kuisioner gejala umum anemia dan pemeriksaan fisik didapatkan
39% Siswi Kelas X SMKN 12 terdapat tanda dan gejala anemia, dan 61% tidak ditemukan
adanya tanda dan gejala anemia. Dengan dibuatnya Kader Posbindu Remaja (KOPER)
25
diharapkan para kader mengetahui gejala, tanda dan pencegahan anemia sehingga
turunnya angka kejadian anemia pada remaja di cakupan kerja wilayah Puskesmas
Kelurahan Kebon Bawang 1.
26
BAB 6
INTERVENSI
Selain penyuluhan mengenai anemia dan pengisian kuisioner, intervensi lain yang
dilakukan adalah dengan pembentukan KOPER (Kader Posbindu Remaja). KOPER
dipilih sebanyak 30 siswa/i dan dilatih oleh dokter internsip. Isi intervensi KOPER adalah
sebagai berikut:
27
6.2. Deskripsi Proses Intervensi Secara Detail
Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai
PTM termasuk anemia serta membentuk KOPER untuk pelatihan berdasarkan 5 langkah
Posbindu.
28
Pada hari ketiga, dilakukan pelatihan KOPER berdasarkan 5 langkah Posbindu,
yakni:
1. Pencatatan
Melakukan registrasi dan pencatatan.
2. Wawancara
Melakukan wawancara untuk menggali informasi faktor risiko keturunan dan
perilaku dengan mengisi buku Posbindu dan formulir KMS FR-PTM oleh kader.
3. Pengukuran faktor risiko
Melakukan pengukuran faktor risiko meliputi penimbangan berat badan,
pengukuran tinggi badan, lingkar perut, serta Indeks Massa Tubuh, dan
pengukuran tekanan darah.
4. Pemeriksaan biokimia
Melakukan pemeriksaan gula darah, kadar lemak darah (kolesterol total dan
trigliserida),
5. Konseling
Melaksanakan konseling, yang mencakup pola makan, merokok, stress, aktifitas
fisik dan lain-lain. Selain itu, dilakukan juga rujukan ke Puskesmas bila perlu.
29
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Seperti yang sudah diketahui, risiko remaja putri untuk menderita anemia cukup tinggi,
maka perlu diwaspadai bahaya anemia yang dapat membahayakan kesehatannya saat remaja
maupun dimasa mendatang, terlebih lagi saat hamil dan melahirkan.
Berdasarkan hasil kuisioner gejala umum anemia dan pemeriksaan fisik didapatkan 39%
siswi kelas X SMKN 12 memiliki tanda dan gejala anemia. Hal ini dikarenakan belum pernah
mendapatkan penyuluhan mengenai gejala anemia dan bahaya anemia, yang mana dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan
daya tahan tubuh menurun, mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu, prestasi belajar
menurun serta dapat mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah.
Penting dilakukan penyuluhan bagi para siswi dan kader posbindu remaja (KOPER) untuk
meningkatkan pengetahuan, sehingga kedepannya memiliki kesadaran lebih untuk melakukan
deteksi dini anemia.
7.2 Saran
a. Dilakukan penyuluhan rutin bagi siswi baru setiap tahunnya.
b. Bagi para remaja putri untuk lebih aktif memeriksakan diri atau anggota keluarga dengan
gejala anemia ke Puskesmas Kebon Bawang 1.
c. Bagi seluruh remaja putri, khususnya mereka yang memiliki gejala anemia di harapkan
untuk rutin mengkonsumsi tablet tambah darah. Jika mengalami keluhan tambahan atau
munculnya komplikasi, di harapkan untuk segera memeriksakan diri ke Puskesmas Kebon
Bawang 1.
d. Dilakukannya pelatihan KOPER tidak hanya untuk SMKN 12, namun di seluruh SMA
dan setaranya yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Kebon Bawang 1.
e. Berjalannya KOPER dengan rutin sebulan sekali.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Janetta Sutanto K, R. Marunduh S, Pangemanan D. Hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan Kadar Hemoglobin pada Remaja di Kecamatan Bolangitang Barat
Kabupaten Bolaang Mongodow Utara. Jurnal Kedokteran Klinik. 2016;1(1).
13. Sumarmi S, Puspitasari N, Handajani R, Wirjatmadi B. Underweight as a Risk
Factor for Iron Depletion and Iron-Deficient Erythropoiesis among Young
Women in Rural Areas of East Java, Indonesia. Malaysian Journal of Nutrition.
2016;22(2):219-232.
14. Briawan, D. 2014. Anemia Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Jakarta : EGC.
Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Badan Litbangkes.
32