Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani “thalassa” yang berarti laut,
di mana pertama kali ditemukan di Laut Tengah dan pada akhirnya meluas di
wilayah mediterania, Africa, Asia Tengah, Indian, Burma, Asia Selatan
termasuk China, Malaya Peninsula dan Indonesia (Olivieri,1999). Thalasemia
adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang
normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin.
Thalasemia merupakan kelainan sepanjang hidup yang diklasifikasikan
sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang
mengalami kerusakan pada sintesis hemoglobin. Thalasemia beta mayor
terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß dan thalasemia mayor terjadi apabila
kedua orang tua merupakan pembawa sifat thalasemia, dimana dari kedua
orang tua tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa
sifat thalasemia dan 25% penderita thalasemia beta mayor. Sedangkan
thalasemia minor muncul apabila salah seorang dari orang tua pembawa sifat
thalasemia (Potts & Mandleco, 2007; Oliviery, 1999 dalam tesis Dini
Mariani, FIK UI, 2011).

Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang


diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa
dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan
minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 ). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek (
kurang dari 100 hari ).

1
2. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami Konsep pada asuhan kepetrawatan
pada pasien thalasemia
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami :
a. Pengertian thalasemia
b. Memahami Etiologi thalasemia
c. Memahami klasifikasi thalasemia
d. Memahami menifestasi klinis
e. Memahami komplikasi
f. Memahami dampak pada anak
g. Memahami pemeriksaan penunjang
h. Memahami penatalaksanaan
i. Memahami dischare planing
j. Memahami patofisiologi
k. Memahami Teori asuhan keperawatan, pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi.

3. Sistematikapenulisan
Dalam menyusun makalah ini, sistematika penulisannya tediri dari
tiga bab yaitu pendahuluan, tinjauan teorotis dan kesimpulan. Bab I
menjelaskan tentang pendahuluan yang memaparkan latar belakang
penulisan, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Pengertian
thalasemia, Etiologi thalasemia, klasifikasi thalasemia, menifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dischare planing,
patofisiologi, Teori asuhan keperawatan, pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi sampai dengan evaluasi. Bab III penutup terdiri dari
kesimpulan dan saran.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TALASEMIA
a. Definisi
Thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik terbanyak di
dunia yang ditandai dengan tidak terbentuknya atau berkurangnya salah
satu rantai globin baik itu –a ataupun –b yang merupakan komponen
penyusun utama molekul hemoglobin normal. Berdasarkan hal tersebut
talasemia dibedakan menjadi talasemia mayor dimana pasien memerlukan
transfusi darah yang rutin dan adekuat seumur hidupnya. Pembagian ke2
bila pasien membutuhkan transfusi tetapi tidak rutin maka disebut sebagai
talasemia intermedia,bila yang ke 3 tanpa gejala, secara kasat mata,
tampak normal, disebut sebagai pembawa sifat talasemia. (IDAI, 2016).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan
(Inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni
kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi didalam atau dekat gen globin (Sudoyo Aru, 2015).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan/herediter
yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin,
biasanya disertai dengan kelainan pada eritrosit yang jangka waktu yang
kurang panjang.

b. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh definisi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
(Amin huda, 2015).

3
c. Klasifikasi talasemia dibedakan atas ( Patrick davey)
a. Thalasemia minor
b. Thalasemia mayor
c. Thalasemia intermedi

d. Menifestasi klinis
a. Thalasemia minor / thalasemia trait : tampilan klinis normal, splenomegali
dan hepatomegali di temukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid
stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang, bentuk homozigot,
anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan harus di
periksa. Karena minior pada kedua pasangan dapat menghasilkan
keturunan dengan talasemia mayor.
Pada anak yang besar sering di jumpai adanya :
a. gizi buruk
b. perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
c. aktivitas tidak aktif karena pembesaran limfa dan hati (hepatomegali),
limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
b. Thalasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak baru umur kurang sari 1
tahun, yaitu :
1) Anemia simptomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dnegan turunan
kadar hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrost=itik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berintihh pada darah perifer, tidak terdapat HbA, kadar Hb rendah
mencapai 3 atau 4g%.
3) Lemah, pucat
4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan
tulang tengkorak, plenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran
patognomonik “ hair on end”.
5) Berat badan kurang
6) Tidak dapat hidup tanpa transfuse
c. Thalasemia interemedia
- Anemia mikrositik, bentuk heterogizot

4
- Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia
mayor.masih memproduksi sejumlah kecil Hba
- Anemia agak berat 7-9g/dt dan splenomegali
- Tidak tergantung pada transfuse
Gejala khas adalah :
1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi

e. Komplikasi
1) Komplikasi pada Jantung
Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari
setengah terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung
pada penderita thalasemia mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati
hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi
sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau perikarditis.
Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya
kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara
lain genetik,faktor imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien
yang mendapatkan transfusi darah tetapi tidak mendapatkan terapi kelasi
besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah pemberian
transfusi pertama kali.
2) Komplikasi endokrin Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah
dilaporkan pada anak, remaja, dan dewasa muda yang menderita
thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang terjadi yaitu
hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari
anterior adalah bagian yang sangat sensitif terhadap kelebihan besi yang
akan menggangu sekresi hormonal antara lain disfungsi gonad.
Perkembangan seksual mengalami keterlambatan dilaporkan 50% anak

laki-laki dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak


perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak

5
pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin.
Masalah tersebut mengurangi pertumbuhan yang harusnya cepat dan
progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya biasanya anak dengan
thalasemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang
berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D,
defisiensi kalsium, defisiensi zinc dan tembaga, rendahnya level insulin
seperti growth faktor1(IGF-1) dan IGF-binding protein-3(IGFBP-3).

Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi glukosa yang


disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan
diabetes. Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di
mana hypothyroid merupakan kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi
peningkatan kadar TSH. Hypothyroid pada tahap awal bisa bersifat
reversibel dengan kelasi besi secara intensif. Selain Hypotyroid kasus
lainnya dari kelainan endokrin yang ditemukan yaitu hypoparathyroid. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar serum kalsium,
phosphate dan hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya ditemukan
pada dekade kedua kehidupan.

3) Komplikasi metabolik Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada


penderita thalasemia yaitu rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh
hilangnya pubertas spontan, malnutrisi, disfungsi multiendokrin dan
defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang bisa diukur dengan
melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual x-ray pada
tiga tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD
sebagai manifestasi osteoporosis apabila T score <-2,5 dan osteopeni apabila
T score-1 sampai-2.
4) Komplikasi hepar Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama
kali pembentukan kolagen dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya
penimbunan besi yang berlebih. Penyakit hati yang lain yang sering muncul
yaitu hepatomegali, penurunan konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas
aspartat dan alanin transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan dengan
penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C akibat pemberian
transfusi.

6
5) Komplikasi Neurologi Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia
beta mayor dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain adanya hipoksia
kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat besi dan adanya dampak
neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuan abnormal dalam
fungsi pendengaran, timbulnya potensi somatosensori terutama
disebabkan oleh neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan
dalam konduksi saraf.

f. Dampak pada Thalasemia


1) Dampak thalasemia terhadap kondisi psikososial anak
Penyakit thalasemia selain berdampak pada kondisi fisik juga terhadap
kondisi psikososial, anak dengan kondisi penyakit kronik mudah
mengalami emosi dan masalah perilaku. Lamanya perjalanan penyakit,
pengobatan dan perawatan yang terjadwal secara pasti serta seringnya
tidak masuk sekolah menuntut kebutuhan emosional yang lebih besar.
Anak penderita thalasemia mengalami perasaan berbeda dengan orang
lain dan mengalami harga diri yang rendah (Khurana, Katyal &
Marwaha, 2006; Shaligram, Girimaji & Chaturvedi, 2007).
Masalah psikososial pada anak dengan penyakit thalasemia telah
diukur dengan menggunakan Childhood Psychopatology Measurement
Schedule (CPMS) terdiri dari delapan permasalahan yaitu: rendahnya
intellegensi dengan masalah perilaku, kelainan tingkah laku, kecemasan,
depresi, gejala psikotik, kelainan fisik dengan masalah emosional dan
somatik (Shaligram, Girimaji & Chaturvedi, 2007). Penelitian yang
terkait dengan kondisi psikososial pada anak diantaranya penelitian oleh
Shaligram dkk (2007), dalam penelitian tersebut didapatkan 44% anak
dengan thalasemia mengalami masalah psikologis, kecemasan
berhubungan dengan gejala 67%, masalah emosi dan masalah tingkah
laku depresi 62%. Lebih lanjut Azarkeivan et al (2009) menyatakan
bahwa kondisi psikologis anak merupakan prediktor yang signifikan pada
kualitas hidup anak yang rendah.

7
2) Dampak thalasemia terhadap keluarga
Penyakit thalasemia pada anak selain berdampak pada kondisi anak itu
sendiri juga berdampak pada keluarga. Dampak terhadap keluarga yang
dijumpai antara lain yaitu: Permasalahan perawatan di rumah, permasalahan
keuangan, dampak psikis keluarga dimana keluarga takut anaknya meninggal
dan adanya tekanan yang relatif pada keluarga (Wong, 2009; Potts &
Mandleco, 2007). Beberapa penelitian yang terkait dengan dampak penyakit
thalasemia terhadap keluarga diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan
Clarke dkk (2009) bahwa perawatan anak thalasemia mayor di Inggris
berdampak pada kondisi keuangan keluarga.
Penelitian lain yang terkait dengan dampak pada keluarga dilakukan
oleh Hobdell (2004) bahwa adanya chronic sorrow atau perasaan berduka
pada orang tua dengan anak dengan kondisi kronik. Di lain pihak keluarga
mempunyai peranan penting dalam memberikan dukungan terhadap anak
penderita thalasemia, dukungan yang diberikan menurut Friedman
(1998) meliputi empat fungsi yaitu dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Keberadaan
dukungan sosial terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas dan
lebih mudah sembuh dari sakit ( Friedman, 1998).

g. Pemeriksaan penunjang
1) Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
3) Pemeriksaan khusus
- Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total
- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
- Pemeriksaan pedigree : kudua orangtua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb
total).

8
4) Pemeriksaan lain :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas

h. Penatalaksanaan
1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas
10g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang
nyata memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah
ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait
dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung
dan osteoporosis.
2) Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk
mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfuse. Lebih baik
digunakan PRC yang relative segar (kurang dari 1 minggu dalam
antikoagulan CPD) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi
demam akibat transfuse lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan
penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan
filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum transfuse.
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfuse jangka panjang, yang tidak
dapat dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg
besi ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis.
3) Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan dicegah dengan pemberian wal parenteral obat pengkelasi besi (
iron chelating drugs) deferoksamin yang membentuk kompleks besi yang
dapat di ekskresikan melalui urin. Kada defereksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu untuk ekskresi besi yang memadai. Obat
ini diberikan secara Subcutan dalam jangka waktu 8-12 jam dengan

9
menggunakan pompa portabel kecil ( selama tidur) atau 5-6 malam per
minggu penderita yang mnerima regimen ini dapat mempertahankan kadar
feritin serum kurang dari 1000ng/ml yang benar-benar dibawah nilai
toksik. Komplikasi mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian
dapat dicegah atau secara nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral
yang efektif, deferipon, telah terbukti efektif serupa dengan deferoksamin.
Karena Kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas ( agranulositosis,
artritis, artralgia) obat tersebut kini tidak terasedia di Amerika Serikat.
4) Terapi hipertranfusi mencegah splenomegali masif yang disebabkan oleh
eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya diperlukan
karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenismesekunder.
Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu
operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda
selama mungkin. Indikasi terpenting untuk spelenektomi adalah
meningkatkan kebutuhan tranfusi yang menunjukkan unsur
hipersplenisme. Kebutuhan tranfusi melebihi 240ml/KgBB PRC per tahun,
merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
pertimbangan splenektomi.
5) Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.influensa
tipe B dan vaksin polisakarida pneumokokus dan profilaksis penisilin juga
dianjurkan. Cangkok susmsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita
ini dan telah terbukti keberhasilan yang meningkat, mekipun pada
penderita yang telah menerima tranfusi sangat banyak. Namun, prosedur
ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas dan biasanya hanya
digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat (
yang tidak terkena) yang histokompatible.

i. Discharge planning
1) Istirahat yang cukup
2) Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan menjalani diet
dengan gizi seimbang

10
3) Makan – makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B 12, seperti ikan,
produk susu, daging, kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau tua,
jeruk, dan biji-bijian.
4) Berikan dukungan kepada anakuntuk melakukan kegiatan sehari-hari
sesuai dengan kemampuan anak.
5) Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang
kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan
melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua
dan sekolah.

j. Patofisiologi
Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin
sebagai rantai polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari dua rantai
polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat rantai tersebut
bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul
hemoglobin, pada thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami
kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit
yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang
berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan
erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk
menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga hematopoesis menjadi
tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan
ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang.
Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati
dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia
adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan
penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun Potts & Mandleco, 2007; Cao,
et al., 2002 dalam Bulan, 2009 ( dalam Dini Mariani, FIK UI, 2011 ).

11
Web Of Caution Thalasemia
Pernikahan penderita talasemia

Penurunan penyakit secara autosomal

Ggn sintesis rantai globulin a dan b ( kromosom 11)

 Pembentukan rantai a dan b dieritrosit tdk Rantai a yang terbentuk sedikit dibanding rantai b
seimbang
 Rantai b kurang dibanding rantai a
 Rantai b tidak terbentuk sama sekali

Thalasemia Thalasemia a Thalasemia

Penatalaksanaan
medikamentosa  Pembentukan rantai a dan b
 Pembentukan rantai a dan b berkurang penatalaksanaan suportif
Pemberian iron cleating
agent ( desferoxamine):  Penumbuhan dan pengendapan rantai a dan b
diberikan setelah kadar tranfusi darah : hb penderita
feritin serum sudah
dipertahankan antara 8 g/dl
mencapai 1000 mg/L atau
sturasi transferin lebih 50% sampai 9,5 g/dl. dengan
Tidak terbentuknya HBA
atau sekitar 10-20 kali keadaan ini akan memberikan
tranfusi darah. supresi sumsum tulang yang
Desferoxamine, dosis 25-50
mg/kgbb/hr sealama 5 hari Akumulasi endapan rantai globulin yang berlebihan adekuat, menurunkan tingkat
berturut-turut setelah akumulasi besi, dan dapat
selesai tranfusi darah. mempertahankan
Vitamin c 100-250mg/hr
Endapan menempel pertumbuhan dan
selama pemberian kalesi
besi, untuk meningkatkan perkembangan penderita
kalesi besi. Asam folat 2-
5mg/ hr. Untuk memenuhi Dinding eritrosit
kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 iu setiap
hari sebagai anti oksidan
dan memperpanjang umur Eritrosit darah tidak efektif dan penghancuran prekurson eritrosit di intra medular
sel darah

sintesis hb kurang sehingga eritrosit hipokron

Klasifikasi :

Pemeriksaan penunjang Hemolisis erirosit Thalasemia minor/


thalasemia trait
- Darah tepi
- Pemeriksaan sumsum Thalasemia intermedia
thalasee
tulang
- Pemeriksaan foto Ro/ Thalasemia mayor
tulang kepala Manifestasi klinis ;
- Foto tulang pipih dan
 Lesu
ujung tulang panjang
 bibir, lidah, tangan kaki
 sesak nafas
12  tidak nafsu makan, bengkak pada
daerah abdomen
 hemoglobin yang rendah > 10 mg/dl
perubahan stimulasi Perubahan
skeletal

Penurunan sulai darah anemia SDM tdk


semprna/ imatur
Maturasi
trombositopeni leokopenia
seksual &
P DTM a
suplai o2 & nutrisi hemolisis
pertumbuhan
ke jaringan
menurun Resti
infeksi anemia hemosidero
Ggn proses tumbang

Menurunnya
metbolisme
dalam daranh Perubahan Ggn perfusi Kulit hemokromatis
anoksia hipoksia
menurun sirkulasi jaringan kecoklatan

Perubaan
pembentukan NYERI Ggn citra fibrosis
ATP diri

Energi yang NEKROSIS


dihasilkan
menurun

kelemahan PANKREAS
JANTUNG HATI EMPEDU LIMPA

Intoleransi
aktivitas FAILURE SIROSIS kholetiasis DM plenomegali

ANOKSI Status gizi terganggu

Ggn. Nutrisi

13
B. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi status proses kesehatan
klien (lyer et al., 1996 dalam buku nursalam 2013).
a. Biodata

1) Nama : nama sangat diperlukan agar tidak tertukar dengan klien


dan mencegah kekeliruan
2) Umur : Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.
Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3) Jenis kelamin : jenis kelamin perlu dikaji, agar tidak tertukar
dengan klien lain dan menghindari kekeliruan
4) Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia
sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
5) Tanggal pengkajian : tanggal pengkajian sangat diperlukan untuk
mengetahui perkembangan klien pada saat sakit

6) Tanggal masuk rumah sakit : tanggal masuk rumah sakit perlu


dikaji untuk mengetahui berapa lama klien di rawat
7) No medrek : no merdek sangat diperlukan agar tidak tertukar
dengan klien dan mencegah kekeliruan.
8) Diagnosa medis : diagnosa medis diperlukan sebagai data
pendamping dengan proses pengkajian asuhan keperawatan dan
untuk mencegah kekeliruan.

14
9) Alamat
Alamat sangat diperlukan agar tidak tertukar dengan klien lain dan
mencegah kekeliruan.
b. Riwayat kesehatan
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
c. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
d. Pola Nutrisi
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
e. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
f. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi
untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keturunan.
g. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.

15
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar, Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan, dan Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman.
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati ( hepatosplemagali).
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya
kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Pertumbuhan organ
seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
5) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

16
d. Pemeriksaan penunjang
1) Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
3) Pemeriksaan khusus
- Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total
- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb
F
- Pemeriksaan pedigree : kudua orangtua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari
Hb total)
4) Pemeriksaan lain :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
b. intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplaioksigen dan natrium ke jaringan.
c. gangguan citra tubuh
d. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai O2,
konsentrasi HB dan dedarah ke jaringan.
e. resiko infeksi b.d ketidak adekuatan pertahanan tubuh primier imunitas
tidak adekuat ( abnormalitas pembentukan sel darah merah).
f. keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d abnormalitas
produksi globin dalam hemaglobin menyebabkan hiperplasi susmsum
tulang.
g. Defisiensi pengetahuan b.d kesalahan interprestasi informasi mengenai
kondisi dan pengobatan.

17
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri b.d Kretiria Hasil : - Lakukan pengkajian nyeri
pningkatan  Mampu secara kompherhensif
tekanan intra mengontrol termasuk lokasi, karakteristik,
abdomen nyeri (tahu durasi, frekuensi, kualitas dan
penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu - Observasi reaksi non verbal
menggunakan dari ketidaknyamanan
teknik - Gunakan teknik komunikasi
nonfarmakologi, terapeutik untuk mengetahui
mencari pengalaman nyeri pasien
bantuan), - Kaji kultur yang
melaporkan mempengaruhi respon nyeri
bahwa nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri
berkurang masa lampau
dengan - Evaluasi bersama pasien dan
menggunakan tim kesehatan lain tentang
manajemen ketidakefektifan kontrol nyeri
nyeri, mampu masa lampau
mengenali nyeri - Bantu pasien dan keluarga
(skala, untuk mencari dan
intensitas, menemukan dukungan
frekuensi dan - Kontrol linkungan yang dapat
tanda nyeri), mempengaruhi nyeri seperti
menyatakan suhu, ruangan, pencahayaan,
rasa nyeri dan kebisingan
berkurang - Kurangi faktor presipitasi
nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non

18
farmakologi dan interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak brhasil
- Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
2. Intoleransi Kriteria Hasil : - Kolaborasikan dengan Tenaga
aktivitas b.d - Berpartisipasi Rehabilitasi Medik dalam
kelemahan dalam merencanakan program terapi
umum, aktivitas fisik yang tepat
ketidakseimbang tanpa disertai - Bantu klien untuk
an antara suplai peningkatan mengidentifikasi aktivitas
oksigen dan tekanan darah, yang mampu dilakukan
natrium nadi, RR - Bantu untuk memilih aktivitas
kejaringan - Mampu konsisten yang sesuai dengan
melakukan kemampuan fisik, psikologi &
aktivitas sosial
sehari-hari - Bantu untuk mengidentifikasi
secara mandiri dan mendapatkan alat bantuan
- TTV normal aktivitas seperti kursi roda,
- Energy krek
psikomotor - Bantu untuk mengidentifikasi
- Level aktivitas yang disukai

19
kelemahan - Bantu klien untuk membuat
- Mampu jadwal latihan diwaktu luang
berpindah : - Bantu pasien/keluarga untuk
dengan atau mengidentifikasi kekurangan
tanpa bantuan dalam beraktivitas
alat - Sediakan penguatan positif
- Status bagi yang aktif beraktivitas
kardiopulmon - Bantu pasien untuk
ari adekuat mengembangkan motivasi diri
- Sirkulasi dan penguatan
status baik - Monitor respon positif, emosi,
Status sosial dan spiritual
respirasi :
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat
3. Gangguan citra Kriteria hasil : - Kaji secra verbal dan non
tubuh - Body image verbal respon klien terhadap
positif tubuhnya
- Mamu - Monitor frekuensi mengkritik
mengidentifik dirinya
asi kekuatan - Jelaskan tentang pengobatan,
personal kemajuan dan prognosis
- Mendeskripsik penyakit
an secara - Dorong klien mengungkapkan
faktual perasaannya
perubahan - Identifikasi arti pengurangan
fungsi tubuh melalui pemakaian alat bantu
- Mempertahak - Fasilitasi kontak dengan
nkan interaksi individu lain dalam kelompok
sosial kecil
4. Ketidakseimbang Kriteria hasil : - Monitor adanya penurunan BB

20
an nutrisi kurang - Adanya - Monitor tipe dan jumlah
dari kebutuhan peningkatan aktivitas yang biasa dilakukan
tubuh b.d berat badan - Monitor interaksi anak dan
ketidakmampuan sesuai orangtua selama makan
untuk tujuan - Monitor lingkungan
mengabsorbsi - BB ideal selamamakan jadwalkan
nutrien sesuai pengobatan dan tindakan tidak
dengan selama jam makan
tinggi badan - Monitor kulit kering dan
- Mampu perubahan pigmentasi
mengidntifi - Monitor turgor kulit
kasi - Monitor kekeringan, rambut
kebutuhan kusam, dan mudah patah
nutri - Monitor mual dan muntah
- Tidak ada - Monitor kadar albumin, total
tanda-tanda protein, Hb dan Ht
malnutrisi - Monitor pertumbuhan dan
- Menunjukka perkembangan
n - Monitor pucat, kemerahan, dan
peningkatan kekeringan jaringan
fungsi konjungtiva
pengecapan - Monitor kalori dan intake
dari nutrisi
menelan - Catat adanya edema,
- Tidak hiperemik, hipertonik papila
terjadi lidah dan cavitas oral
penurunan - Catat jika lidah berwarna
BB yang magenta, scarlet
berarti - Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang

21
dibutuhkan pasien
5. Ketidakefektifan Kriteria hasil : - Monitor adanya daerah
perfusi jaringan - Tekanan tertentu yang hanya peka
perifer b.d sistole dan terhadap panas/
penurunan suplai diastole dalam dingin/tajam/tumpul
O2, konsentrasi rentang yang - Monitor adanya paratese
HB dan darah diharapkan - Instrusikan keluarga untuk
kejaringan - Tidak ada mengobservasi kulit jika ada
ortostatik laserasi
hipertensi - Gunakan sarung tangan untuk
- Tidak ada proteksi
tanda-tanda - Batasi gerakan pada kepala,
peningkatan leher dan punggung
tekanan - Monitor kemampuan BAB
intrakarnial - Kolaborasi pemberian
(tidak lebih analgetik
dari 15 - Monitor adanya tromboplebitis
mmHg) - Diskusikan mengenai
penyebab perubahan sensasi
6. Resiko infeksi Kriteria hasil : - Bersihkan lingkungan setelah
b.d - Klien bebas dipakai pasien lain
ketidakadekuatan dari tanda dan - Pertahankan tekhik isolasi
pertahanan tubuh gejala infeeksi - Batasi pengunjung bila perlu
primer imunitas - Mendeskripsik - Instruksikan pada pengunjung
tidak adekuat an proses untuk mencuci tangan saat
(abnormalitas penularan berkunjung dan setelah
pembentukan sel penyakit, berkunjung meninggalkan
darah merah) faktor yang pasien
mempengaruhi - Gunakan sabun anti mikroba
penularan untuk cuci tangan
serta - Cuci tangan setiap sebelum
penatalaksana dan sesudah tindakan

22
annya keperawatan
- Menunjukkan - Gunakan baju, sarung tangan
kemampuan sebagai alat pelindung
untuk - Pertahankan lingkungan
mencegah aseptik selama pemasangan
timbulnya alat
infeksi - Ganti letak IV perifer dan line
- Jumlah central dan dressing sesuai
leukosit dalam dengan petunjuk umum
batas normal - Gunakan kateter intermitten
- Menunjukkan untuk menurunkan infeksi
perilaku hidup kandung kencing
sehat - Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila
perlu, Infection protection
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi
- Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kulit pada
area epidema
- Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
- Dorong masukan nutrisi yang
cukkup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat

23
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari
infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
7. Keterlambatan Kriteria hasil : Peningkatan perkembangan
pertumbuhan dan - Anak anak dan remaja
perkembangan berfungsi - Kaji faktor penyebab
b.d abnormalitas optimal sesuai gangguan perkembangan anak
produksi globin tingkatannya - Identifikasi dan gunakan
dalam - Keluarga dan sumber pendidikan untuk
hemoglobin anak mampu memfasilitasi perkembangan
menyebabkan menggunakan anak yang optimal
hiperplasi koping - Berikan perawatan yang
sumsum tulang terhadap konsisten
tantangan - Tingkatkan komunikasi verbal
karena adanya dan stimulasi taktil
ketidakmampu - Berikan instruksi berulang dan
an sedrhana
- Keluarga - Berikan reinforcement positif
mampu atas hasil yang dicapai anak
mendapatkan - Dorong anak melakukan
sumber- perawatan sendiri
sumber sarana - Manajemen perilaku anak
komunitas yang sulit
- Kematangan - Dorong anak melakukan
fisik : pria sosialisasi dengan kelompok
perubahan - Ciptakan lingkungan yanga
fisik normal, aman

24
pada wanita Nutritional Management :
yang terjadi - Kaji keadekuatan asupan
dengan transisi nutrisi (kalori, zat gizi)
dari masa - Tentukan makanan yang
kanak-kanak disukai anak
kedewasa - Pantau kecenderungan
- Status nutrisi kenaikan dan penurunan berat
seimbang badan
Nutrition therapy :
- Menyelesaikan penilaian gizi,
sesuai memantau
makanan/cairan tertelan dan
menghitung asupan kalori
harian, sesuai
- Memantau kesesuaian printah
diet untuk memenuhi
kebutuhan gizi sehari-hari
- Kolaborasi dengan ahli gizi,
jumalah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
yang sesuai
- Pilih suplemen gizi
- Dorong pasien untuk memilih
makanan yang semisoft, jikan
kurangnya air liur
menghalangi menelan
- Mendorong asupan makanan
tinggi kalsium
- Mendorong asupan makanan
dan cairan tinggi kalium.
Pastikan bahwa diet termasuk

25
makanan tinggi kandungan
serat untuk mencegah
konstipasi
- Memberikan pasien dengan
tinggi protein tinggi kalori
- Administer menyusui enteral

4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik, Dan tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan di tunjukan pada nursing oders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien ( Nursalam , 2013)

5. EVALUASI
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan
keputusan perawat mengumpulkan, menyortir, dan menganalisis data untuk
menetapkan apakah tujuan telah tercapai, rencana memerlukan memodifikasi,
atau alternatif baru harus di pertimbangkan. Pedoman observasi dimasukan
dalam rencana asuhan standar untuk membantu, pembaca mengidentifikasi
metode untuk mengevaluasi apakah tujuan atau hasil tercapai. Tahap evaluasi
pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien
dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Penjelasan mengenai
kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. (Nursalam, 2013).

26
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk
dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
gangguan sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009).

Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang


ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida
hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa,
beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t,
thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa
hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan/herediter


yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin,
biasanya disertai dengan kelainan pada eritrosit yang jangka waktu yang
kurang panjang.

B. SARAN
Agar penyusunan makalah ini mendapat hasil yang maksimal
hendaknya pihak institusi dapat menambahkan referensi buku sumber
khususnya dalam hal keperawatan anak dengan tahun tahun yang baru,
Karena hal ini menunjang sebagai bahan acuan dalam pengumpulan
materi, sehingga penulis dapat mendalami dan memperluas ilmu materi
tersebut. Dan penulis meminta bantuan jika ada kesalahan ataupun
kekurangan dalam makalah tersebut.

27

Anda mungkin juga menyukai