Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalasemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalasemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dari kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalasemia memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.1 Secara klinis dibedakan antara thalasemia mayor dan thalasemia minor. Pasien thalasemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalasemia mayor memerlukan transfusi darah terusmenerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa 22,7% penderita thalasemia tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. 1 Gangguan pertumbuhan pada penderita thalasemia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalasemia adalah faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan gizi. Bila kadar hemoglobin dipertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dL, disertai pencegahan hemokromatosis, maka gangguan pertumbuhan tidak terjadi. 1 Akibat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besi. Kadar besi
1

yang berlebihan dalam tubuh akan diubah menjadi ferritin. Gangguan berbagai fungsi organ dapat terjadi bila kadar feritin plasma lebih dari 2000 mg/m1. Kadar feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pada saat akan berikatan dengan transferin (binding site). Setelah diabsorpsi pada mukosa jejunum dan ileum.1 Penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb). Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya protein alpha dan protein beta. Penderita thalasemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup. Sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia (kekurangan darah) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup penderitanya.2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Thalasemia adalah kelainan darah yang diturunkan secara familial (inherited), dimana tubuh membuat hemoglobin secara abnomal, suatu protein dalam sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen. Kelainan ini menyebabkan kerusakan massif dari sel darah merah sehingga terjadi anemia.1 Thalasemia adalah penyakit gangguan hemopoetik akibat lesi genetik pada salah satu atau kedua rantai polipeptida molekul hemoglobin. Manifestasi klinik biasanya bervariasi dari ringan sampai berat.3 Thalasemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi hitam. Penyebab penyakit ini adalah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang.2

B. Epidemiologi
Thalasemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu memproduksi protein alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalasemia alpha. Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein beta, menderita thalasemia beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan kasus thalasemia beta. Insiden pembawa sifat thalasemia di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya dari setiap 100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat thalasemia.2 Gen Thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerahdaerah perbatasan laut mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk

thalasemia . Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. Daerah geografi dimana thalasemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan daerah dimana Plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik.4 Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen thalasemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.4

C. Etiologi5
Hemoglobin dibentuk dari 2 protein yaitu alfa dan beta globin. Thalasemia terjadi ketika terdapat kerusakan gen yang mengontrol produksi salah satu dari protein tersebut. Terdapat 2 tipe thalassemia: Alfa thalasemia, terjadi ketika gen atau gen-gen yang berhubungan dengan alfa globulin hilang atau berubah (bermutasi). Beta thalasemia, terjadi ketika terdapat gen yang rusak yang mempengaruhi produk beta globulin. Terdapat banyak bentuk dari thalasemia. Setiap tipe mempunyai beberapa subtipe. Baik alfa maupun beta thalasemia termasuk ke dalam kedua bentuk berikut: Thalasemia mayor Thalasemia minor Pada thalasemia mayor, seseorang harus mempunyai kedua gen yang rusak yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Thalasemia minor terjadi jika seseorang menerima gen yang rusak hanya dari salah satu orang tua. Orang dengan kelainan seperti ini akan membawa gen yang rusak namun tidak menunjukan adanya gejala (carrier). Beta thalassemia mayor juga disebut Cooleys anemia.

D. Klasifikasi1,3
Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, thalasemia dibagi menjadi : 1) Thalasemia Alpha Thalasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Thalasemia alpha dibagi menjadi : a. Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha). Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang hipokrom. b. Alpha Thalasemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak hipokrom dan mikrositik. c. Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali hingga anemia berat yang disertai splenomegali. d. Alpha Thalasemia Major (gangguan pada 4 rantai globin alpha). Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalasemia alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha thalasemia major mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 2) Thalasemia Beta a. Beta Thalasemia Trait Pada jenis ini penderita memiliki 1 gen normal dan 1 gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah

merah yang mikrositik. b. Thalasemia Intermedia Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi. c. Thalasemia Major (Cooleys Anemia) Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia berat.

E. Patofisiologi
Gen yang mengalami defek pada thalasemia berperan dalam mengontrol produksi protein pada hemoglobin. Hemoglobin mengikat oksigen dan melepaskannya ketika eritrosit mencapai jaringan perifer, misalnya ke jaringan hepar. Pengikatan dan pelepasan oksigen oleh hemoglobin adalah proses yang sangat penting dalam hidup manusia.6 Setiap molekul hemoglobin terdiri dari empat sub unit protein. Dua sub unit protein disebut alpha dan dua lainnya disebut beta. Hemoglobin akan bekerja mengikat dan melepaskan oksigen dengan optimal apabila dua sub unit alpha terhubung dengan dua sub unit beta. Sepasang gen pada kromosom 16 berperan mengontrol produksi sub unit alpha. Sebuah gen (tunggal) pada kromosom 11 berperan mengontrol produksi sub unit beta. 6 Semua sel terdiri dari kromosom yang berpasangan, masing-masing berasal dari ayah dan ibu. Setiap orang memiliki 2 gen beta globin, satu dari ayah dan satu dari ibu. Karena setiap kromosom 16 memiliki 2 gen alpha globin, maka setiap orang memiliki 4 gen alpha globin. Satu kromosom 16 dari ayah menyumbangkan 2 gen alpha globin dan dua lainnya disumbangkan oleh kromosom 16 dari ibu.6 Molekul hemoglobin yang lengkap memiliki empat sub unit, dua alpha
6

dan dua beta. Kedua gen beta globin memiliki kontribusi yang sama dalam produksi sub unit protein beta. Keempat gen alpha juga memproduksi sejumlah protein alpha yang sama jumlah dengan protein beta. Karena terdapat empat alpha globin dan dua beta globin, maka setiap alpha globin menghasilkan setengah dari jumlah protein yang dihasilkan beta globin. Dengan demikian jumlah protein yang dihasilkan dari kedua gen pada satu set kromosom adalah sama.6

Beta Thalasemia
Timbulnya gangguan pada proses produksi protein globin adalah penyebab yang paling sering dari beta thalasemia. Kedua gen beta globin dijumpai pada sel, namun gagal memproduksi protein dalam jumlah yang cukup (pada alpha thalasemia, satu atau lebih gen alpha tidak dijumpai). Jika satu gen beta globin gagal maka jumlah beta globin dalam sel berkurang setengahnya. Kondisi ini disebut thalasemia trait atau thalasemia minor. Jika kedua gen gagal, maka tidak ada protein beta globin yang diproduksi. Keadaan ini disebut thalasemia mayor.7 Pada beberapa kasus, kegagalan yang dijumpai tidak bersifat total. Gen beta globin masih memproduksi sejumlah kecil protein beta yang normal. Kadangkala seseorang mewarisi dua gen thalasemia, produksi protein dari dua gen beta berkurang namun tidak mencapai nol. Keadaan klinis yang ditimbulkan lebih berat dari thalasemia minor, dimana satu gen gagal namun yang lainnya bekerja normal. Di sisi lain, kondisi klinisnya lebih ringan dari thalasemia mayor, dimana kedua gen gagal secara total. Keadaan ini disebut thalasemia intermedia. 7 Thalasemia intermedia adalah kondisi klinis yang sangat bervariasi dan harus dievaluasi secara konstan oleh hematologis. Dua orang penderita thalasemia intermedia dapat sangat berbeda manifestasi klinisnya. 7

Gambar 1. Probabilitas yang muncul pada kedua orang tua dengan thalasemia minor Thalasemia minor (trait) biasanya hanya ditandai dengan anemia ringan. Keadaan yang lebih berat dijumpai pada orang yang mewarisi dua gen thalasemia. Pada gambar 1 ditunjukkan probabilitas yang muncul pada kedua orang tua dengan thalasemia minor. Satu dari empat anak akan mewarisi gen yang normal. Satu dari empat anak akan mewarisi gen thalasemia (thalasemia mayor atau thalasemia intermedia). Dua dari empat anak akan mewarisi gen normal dari salah satu pihak dangen thalasemia dari pihak yang lain. Keadaan ini melahirkan thalasemia minor (trait).7 Tingkat keparahan secara klinis pada penderita thalasemia yang mewarisi dua gen thalasemia sangat dipengaruhi oleh jumlah protein beta globin yang diproduksi oleh gen yang mengalami defek. Gen thalasemia yang sama sekali tidak memproduksi protein beta globin disebut gen beta0 thalasemia. Seseorang yang memiliki dua gen ini akan sangat bergantung pada transfusi darah dan disebut thalasemia mayor. 7 Sering kali gen thalasemia memproduksi sejumlah protein beta globin, namun dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang). Gen thalasemia ini disebut beta+. Seseorang dengan satu gen beta+dan gen beta0 thalasemia akan mengidap thalasemia mayor. Biasanya seseorang dengan dua gen beta+ akan membutuhkan terapi transfusi kronik dan juga disebut thalasemia mayor.7

Terkadang kedua gen beta+ thalasemia dapat memproduksi protein beta globin dalam jumlah yang cukup sehingga pasien tidak memerlukan transfusi. Keadaan ini disebut thalasemia intermedia. Seseorang secara klinis dapat berubah dari thalasemia intermedia menjadi thalasemia mayor, meskipun secara genetika kemungkinan itu tidak terlihat.7

Alpha Thalasemia
Alpha thalasemia timbul karena adanya satu gen alpha globin atau lebih gagal memproduksi protein alpha. Defek ini terjadi pada kromosom 16. Penurunan sifat alpha thalasemia sangat rumit karena tiap orang tua berpotensi menurunkan dua dari empat alpha globin yang mereka miliki kepada penderita (resesif). Satu hal yang dapat mempermudah prediksi adalah bahwa gen alpha berada pada komosom yang sama dan diturunkan berpasangan.7 Titik permasalahannya adalah apakah kedua gen alpha pada kromosom yang sama mengalami delesi (pengrusakan). Jika hal itu terjadi, maka penderita (resesif) akan memiliki gejala klinis yang sangat berat, dimana dua gen alpha pada satu kromosom 16 hilang dan satu gen alpha pada komosom lainnya sehinggga penderita hanya memiliki satu gen alpha yang masih berfungsi normal. Manifestasi klinis dari keadaan ini adalah penyakit hemoglobin H, yang sangat bergantung pada transfusi. Jika keempat gen alpha hilang, maka terjadi kematian in utero (hydrops fetalis). Keadaan ini banyak dijumpai pada orang Asia kuno.7 Alpha thalasemia juga dijumpai pada orang Afrika kuno. Pada penderita ini, kehilangan dua gen alpha globin pada kromosom 16 yang sama jarang terjadi Hemoglobin H dan hydrops fetalis sangat jarang ditemukan.7

F. Gejala Klinis4,8
Bentuk paling parah dari Alpha Thalasemia dapat menyebabkan stillbirth (kematian dari bayi yang belum dilahirkan selama proses kelahiran atau masamasa terakhir kehamilan). Anak yang terlahir dengan thalasemia mayor (Cooleys anemia) dapat terlahir dalam keadaan normal, namun akan berkembang dengan anemia yang parah pada tahun pertama kehidupannya.

Gejala lainnya: Kerusakan pada tulang wajah Lemas Gagal tumbuh Pernapasan yang dangkal Ikterik Orang dengan thalasemia minor baik alfa maupun beta akan mempunyai sel darah merah yang ukurannya kecil, yang dapat diidentifikasi dengan melihat sel darah merah tersebut dibawah mikroskop namun tanpa gejala.

10

BAB III NUTRISI PADA THALASEMIA

Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang penting untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal; walaupun sangat banyak nutrien yang telah dikenal namun masih belum jelas nutrien mana yang terbukti secara tersendiri mempengaruhi pertumbuhan fisik. Nutrisi mutlak diperlukan oleh setiap mahluk hidup untuk bertumbuh dan berkembang serta berfungsi secara maksimal.9 Pada thalasemia terjadi proses hemolisis sehingga terjadi anemia kronis yang mengakibatnya hipoksia jaringan. Hipoksia kronis menyebabkan gangguan penggunaan nutrien pada tingkat sel, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan. Nutrisi yang optimal sangat penting untuk kasus thalasemia sebagai modalitas dalam pengobatan jangka panjang dan untuk mencegah gangguan gizi, gangguan pertumbuhan, perkembangan pubertas terlambat, dan defisiensi imun yang mungkin berhubungan dengan malnutrisi sekunder.
9

Asupan nutrisi yang

seimbang, mengandung vitamin, serta pemberian suplemen kalsium dan vitamin D yang adekuat, dapat meningkatkan densitas tulang dan mencegah osteoporosis; namun pasien thalasemia harus menghindari makanan dengan kandungan besi tinggi terutama yang berasal dari daging (haem-iron).9

A. Makronutrien
Kasus thalasemia pada masa pertumbuhannya memerlukan masukan protein dan kalori yang tinggi, kalori terutama berasal dari karbohidrat, sedangkan lemak cukup diberikan dalam jumlah normal. Pemberian kalori untuk thalasemia dianjurkan 20% lebih tinggi dari pada angka kecukupan gizi harian (AKG). World Health Organization (WHO) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari total kalori. Jumlah ini memenuhi kebutuhan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Setelah dewasa masukan karbohidrat sebaiknya dibatasi, sebagai upaya untuk mencegah atau mengatasi

11

intoleransi glukosa.9 Tahun 1997 Fuchs diThailand melakukan penelitian tentang asupan nutrisi pada kasus thalassemia usia 20-36 bulan dengan status gizi kurang yang diberi 150 kalori/kg berat badan/hari dan protein 4 gram/kg berat badan/hari selama 1 bulan.Hasilnya terjadi peningkatan berat badan yang bermakna, yaitu sekitar 1,2kg.9

B. Mikronutrien
Mikronutrien terdapat dalam jumlah sangat sedikit dalam tubuh, namun mempunyai peran yang penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat selular, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.9 Besi Transfusi darah terus menerus pada pasien thalasemia dapat

mengakibatkan penimbunan besi dalam tubuh dan terjadinya hemosiderosis. Untuk mengurangi penimbunan besi yang terlalu cepat dapat digunakan desferoksamin, di samping itu dengan pemberian nutrisi rendah besi. Pemberian besi dalam bentuk elemen pada pasien thalasemia berusia di bawah 10 tahun sebaiknya dibatasi maksimal 10 mg/hari, sedangkan di atas 10 tahun dibatasi maksimal 18 mg/hari. Kebutuhan besi untuk anak-anak normal rata-rata 18 mg/hari.9 Kesulitan memantau diet pada anak merupakan masalah yang sering dijumpai, oleh sebab itu maka yang penting adalah membina pola makan yang baik pada mereka. Anak harus diingatkan untuk menghindari makanan dengan kandungan besi tinggi seperti hati, daging merah atau produk lainnya. Besi dari sumber hewani lebih mudah diserap daripada sumber lain seperti sereal dan roti. Ikan merupakan sumber protein dengan kandungan besi rendah. Sebaiknya dihindari memasak dengan alat masak dari besi, karena besi dari alat masak tersebut dapat berpindah ke makanan. Minuman dengan kandungan vitamin C tinggi seperti jus jeruk dapat meningkatkan absorbsi besi, sedangkan teh dan kopi dapat menghambat absorbsi besi bila dikonsumsi pada saat makan atau 1 jam setelah makan.9

12

Makanan yang mengandung zat besi tinggi antara lain:9 Protein: kerang, hati, daging babi, kacang- kacangan, daging sapi, selai kacang, tahu Tepung: tepung tortila, sereal bayi, krim gandum, sereal Buah dan sayuran: semangka, bayam, sayuran hijau, kismis, brokoli, buah prune

Hubungan antara kadar zat besi yang berlebihan dan disfungsi organ dalam thalasemia, disarankan pasien untuk mengkonsumsi diet rendah besi menjadi bagian dari standar perawatan selama ini. Diet khusus dengan makanan yang rendah zat besi seperti daging merah dan sarapan dengan sereal direkomendasikan untuk semua pasien. Sejumlah zat besi dihasilkan hanya dari 1 unit sel darah merah (200 mg) jauh dari yang dihasilkan dari 300 gram daging steak (5 mg). Diet rendah zat besi telah menurunkan kualitas hidup pada pasien yang tergantung pada tranfusi dan atau menciptakan suatu kesalahan. Untuk pasien thalasemia yang tidak bergantung pada tranfusi, mengurangi zat besi pada makanan merupakan bagian yang penting dari konseling nutrisi. Teh hitam pada suatu studi telah menunjukkan pengurangan absorbsi zat besi yang berasal dari makanan jenis sayuran sebanyak 95%.10 Seng Zinc merupakan mineral esensial yang dibutuhkan untuk pembelahan sel, diferensiasi, ekspresi gen. Hal ini sama pentingnya dengan lebih dari 300 enzim yang penting untuk fungsi tubuh termasuk perkembangan dan pemeliharaan dari sistem imun, kesehatan tulang, metabolisme vitamin A, aksi dari hormone tiroid, insulin, testosteron dan hormon pertumbuhan.10 Zinc merupakan mineral yang penting untuk pasien transfusi dengan thalasemia karena zinc mempunyai ukuran dan peranan yang sama pentingnya dengan zat besi. Oleh karena itu harus di chelate dengan zat besi pada pasien dengan kadar zat besi yang berlebihan.10 Absorpsi dan metabolisme seng menyerupai absorpsi dan metabolisme

13

besi. Sebagian seng menggunakan transferin sebagai alat transport, yang juga merupakan alat transport besi. Bila perbandingan antara besi dengan seng lebih dari 2:1, transferin yang tersedia untuk seng berkurang, sehingga menghambat absorpsi seng. Sebaliknya seng dosis tinggi juga menghambat absorpsi besi. Pada thalasemia, kadar besi yang tinggi dapat menghambat absorpsi seng karena diabsorbsi pada sel mukosa usus yang sama, yaitu pada jejunum dan ileum, serta menggunakan transferin sebagai alat transport. Seluruh seng yang diabsorpsi masuk ke dalam sirkulasi darah, disimpan dalam berbagai jaringan tubuh, terutama di dalam otot dan tulang, kemudian diekskresi melalui saluran cerna. 9 Defisiensi seng yang berat pada thalasemia dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, hambatan maturasi seksual, hipogonadisme, alopesia, defisiensi imun, serta hambatan pada proses penyembuhan luka.9 Defisiensi seng yang kronis mengakibatkan penurunan produksi somatomedin. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi seng pada bayi dan anak dengan hambatan pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan linier lebih cepat. Makanan dengan kadar seng tinggi antara lain kerang, daging merah, sereal, sedangkan telur, susu dan ikan mengandung seng dalam jumlah yang lebih sedikit. Suplementasi seng pada thalasemia sebaiknya dengan dosis tinggi yaitu 45 mg/hari.9 Defisiensi zinc telah dilaporkan pada pasien thalasemia dengan transfusi dan tidak ditransfusi. Pada tahun 2003 laporan dari Iran bahwa 80% pasien remaja dengan thalasemia tipe beta menunjukkan kadar zinc plasma yang rendah. Menurunnya kadar zinc di dalam sirkulasi mungkin berhubungan dengan adanya kerusakan pada tubular proksimal dan hiperzincuria. Peningkatan zinc pada urin mungkin berhubungan dengan ada atau tidak adanya Diabetes.10 Arcasoy dan kolega melakukan studi dengan membagikan suplemen zinc pada 32 orang muda yang secara teratur ditransfusi, pasien nonkelat dengan Thalasemia. 21 pasien menerima antara 22 dan 90 mg zinc per hari selama periode 1 sampai 7 tahun, pasien yang tersisa hanya menerima regimen transfusi. Walaupun hanya 50% dari sampel dipertimbangkan memiliki pertumbuhan yang terhambat pada studi inisiasi. Mereka mengamati peningkatan kecepatan pada
14

zinc dibandingkan dengan grup yang tidak diberi suplemen ( P kurang dari 0,01).10 Kadar zinc yang abnormal juga memainkan peranan dalam patologi dari osteoporosis pada pasien Thalasemia. Pada tahun 2004, Bekheirnia dan kolega mengamati bahwa pasien wanita dengan thalasemia dan defisiensi zinc berat mempunyai hasil Z score BMD lebih buruk jika dibandingkan dengan wanita normal (-3,26 VS -2,54).10 Didapatkan kadar serum zinc 16,4 g/dL lebih rendah pada wanita dengan densitas massa tulang yang rendah pada femoralis dibandingkan dengan massa tulang normal. Baru-baru ini, kelompok yang sama mengamati hubungan serupa antara rendahnya kadar zinc serum dan massa tulang yang rendah pada laki-laki dan perempuan dengan thalasemia. Serupa dengan laporan sebelumnya, massa tulang yang rendah terdapat pada 203 pasien remaja (50% memiliki Z-score < -2.5 di tulang belakang), dan massa tulang yang rendah sangat terkait dengan kadar zinc serum yang rendah.10 Dalam beberapa tahun terakhir, orang-orang telah meneliti hubungan antara defisiensi zinc dan diabetes pada pasien dengan thalasemia. Deshal dan kolega mengukur kadar serum zinc, insulin dan kadar toleransi glukosa oral sebelum dan sewaktu, pada 70 pasien dengan thalasemia dan 69 orang sehat pada tes gula darah puasa dan 1 jam setelah makan. Mereka menemukan bahwa 37% dari subjek mempunyai kadar zinc yang rendah, yang berhubungan dengan konsentrasi insulin yang rendah di dalam serum. Data ini mendukung hipotesa bahwa defisiensi zinc mungkin mengarahkan pada eksaserbasi dari kemampuan pancreas untuk menghasilkan sejumlah insulin untuk merespons stimulasi glukosa pada pasien dengan thalasemia yang tergantung pada transfusi.10 Kalsium Kalsium diperlukan untuk membentuk dan mempertahankan kekuatan tulang dan gigi. Bila kadar kalsium dalam darah rendah, tubuh akan meningkatkan produksi hormon paratiroid yang berfungsi merangsang pelepasan kalsium dari tulang dan reabsorpsi kalsium dalam ginjal untuk mempertahankan kadar kalsium
15

dalam darah. Absorpsi kalsium pada saluran cerna juga akan ditingkatkan dengan pemberian vitamin D. Bila asupan kalsium dalam makanan kurang, maka deposit kalsium dalam tulang akan menurun dan pelepasan kalsium dari tulang akan semakin meningkat, mengakibatkan terjadinya osteoporosis. Selain hormon paratiroid dan vitamin D, densitas tulang juga dipengaruhi oleh hormon tiroksin, estrogen dan testosteron.9 Pada pasien thalasemia yang tidak mendapatkan transfusi darah secara adekuat terjadi peningkatan aktifitas sumsum tulang, sehingga korteks tulang menjadi tipis. Sebaliknya, pemberian transfusi berulang akan menyebabkan terjadinya hemosiderosis pada berbagai organ seperti testis, ovarium, kelenjar tiroid dan paratiroid dengan akibat menurunnya densitas tulang pula; oleh karena itu selain pemberian desferoksamin diperlukan pula terapi hormon dan suplementasi kalsium.9 Pemberian kalsium pada thalasemia dianjurkan kurang lebih 1 gram perhari. Pada remaja kebutuhan akan meningkat menjadi 1,5 sampai 2 gram perhari.9 Makanan mengandung sumber kalsium tinggi adalah susu, yoghurt, keju, puding susu, sarden dengan tulangnya. Makanan dengan kadar kalsium sedang antara lain tahu, kacang-kacangan, brokoli, mustard, pok choy, keju, es krim, dan almond. Kalsium juga dapat ditemukan pada sayuran seperti brokoli, serta produk- produk yang diperkaya dengan kalsium seperti jus jeruk, roti dan susu kedelai.9 Vitamin C Vitamin C merupakan bahan esensial yang diperlukan tubuh untuk membentuk jaringan penunjang (connective tissue), juga diperlukan untuk penyerapan besi dari makanan, serta berperan pada metabolisme besi. Defisiensi vitamin C menyebabkan scurvy, dengan gejala pada mulut / gusi mudah memar, perdarahan mukosa dan anemia. Telah diketahui bahwa vitamin C dapat menyembuhkan scurvy dan meningkatkan kadar besi dalam plasma.9

16

Vitamin C dapat membantu meningkatkan kerja desferoksamin untuk mengeluarkan besi sampai dua kali lipat, namun ditemukan bahwa pemberian desferoksamin yang disertai pemberian vitamin C 500 mg perhari dapat mengakibatkan menurunnya fungsi jantung. Hal ini disebabkan karena vitamin C akan meningkatkan kadar besi yang aktif di dalam sel (mengubah feritin menjadi transferin), sehingga meningkatkan jumlah besi untuk dikelasi oleh desferoksamin; terlalu banyak besi bebas dapat menyebabkan peroksidasi membran lipid sehingga menimbulkan efek toksik pada jantung dan organ lainnya. Oleh karena itu dianjurkan pemberian vitamin C dosis rendah yaitu 100250 mg/hari atau 3 mg/kg berat badan/hari, diberikan setelah infus desferoksamin dimulai.9 Vitamin D Kekurangan vitamin D telah mendapat banyak perhatian dari

kalangan ilmiah akhir-akhir ini. Sejumlah penelitian melaporkan pada keadaan menderita penyakit kronis cenderung memiliki resiko kekurangan vitamin D. Thalasemia merupakan salah satu penyakit di Amerika serikat yang memiliki berbagai resiko. Tahun lalu kami melaporkan bahwa hanya 18% dari contoh kontemporer dari 361 pasien dengan Thalasemia yang berada di Amerika Utara memiliki tingkat kecukupan 25-OH vitamin D (didefinisikan sebagai> 30 ng/mL). Sedangkan pada tempat yang lain telah dilaporkan hal yang serupa.10

Vitamin D adalah vitamin yang unik karena merupakan satu-satunya vitamin yang mampu disintesis oleh tubuh sendiri. Diperkirakan bahwa 80% dari vitamin D disintesis di dalam kulit sedangkan sisanya diperoleh dari sumber makanan. Ada banyak faktor yang menpengaruhi sntesis vitamin D didalam kulit, yaitu: lintang geografis, musim, ketinggian, posisi awan yang menutupi kualitas udara, serta perlu diperhatikan juga pakaian, pigmentasi kulit dan penggunaan sun screen. 10

17

Gambar 2. Persentase subyek dengan thalassemia (n = 38) dengan usia sehat dan etnis yang sama (kontrol) dibandingakn dengan (n = 36) dengan yang mengalami kekurangan nutrisi esensial, didefinisikan sebagai asupan kurang dari dua pertiga rekomendasi untuk orang sehat. Menunjukkan perbedaan yang signifikan antara Thalasemia dan Kontrol dari P <0,02

Untuk kota-kota yang terletak 42 derajat lintang utara pada bulan Oktober sampai awal Maret, sinar matahari terlalu lemah untuk mensintesis vitamin D, dan untuk kota-kota yang terletak 40 derajat lintang utara, sinar matahari terlalu lemah untuk mensintesis vitamin D selama bulan Januari dan Februari. Oleh karena itu, status vitamin D harus dipantau lebih seksama pada pasien dengan thalasemia yang tinggal di daerah Utara, yang mereka secara alami berkulit gelap, atau mereka yang memakai pakaian yang membalut seluruh tubuh, atau yang jarang terpapar sinar matahari selama pertengahan hari ketika matahari berada pada posis tertinggi di langit, pukul 10.00 pagi sampai 14.00 siang. Meskipun asupan makanan bukan yang memberikan konstribusi utama untuk status vitamin D, akan tetapi harus tetap dianggap sebagai faktor risiko pada orang yang mengalami defisiensi. Ada beberapa sumber alami vitamin D yang terkandung di dalam makanan terutama pada lemak dan minyak ikan cod. Sebagai hasilnya, di banyak negara vitamin D diperkaya di dalam berbagai makanan. Di
18

Amerika Serikat, susu cair yang diperkaya 100 IU vitamin D per 8 ons. Oleh karena itu, pasien dengan thalasemia yang tidak toleran laktosa atau yang menghindari susu karena alasan lain mungkin menghadapi risiko yang lebih besar mengalami defisiensi vitamin D.10 Selain itu, fungsi utama vitamin D membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfat tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:9 Pada saluran cerna kalsitriol meningkatkan absorpsi aktif kalsium dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium dan protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus. Pada tulang kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. Pada ginjal kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor. Vitamin D banyak ditemukan pada kuning telur, hati, krim, mentega dan minyak hati ikan cod. Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D yang baik. Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan vitamin D dilakukan fortifikasi makanan, terutama pada susu, mentega, dan produk makanan untuk bayi.10 Pasien thalasemia yang mendapat transfusi darah berulang biasanya memiliki kadar vitamin D yang rendah sebagai akibat disfungsi hati. Bila sudah terjadi osteoporosis dianjurkan pemberian vitamin D dengan dosis yang lebih tinggi, 800-1000 unit perhari. Efek samping pemberian vitamin D dan kalsium yang terlalu tinggi adalah hiperkalsiuria dan hiperkalsemia. Pasien thalasemia mayor dianjurkan melakukan pemeriksaan densitas tulang, kadar hormon paratiroid, kadar 1,25 dihidroksi vitamin D serta tanda-tanda terjadinya hipogonadisme. Evaluasi densitas tulang mulai dilakukan setelah pasien berusia 13 tahun pada anak perempuan dan usia 15 tahun pada anak laki-laki. Sedangkan

19

evaluasi kadar hormon paratiroid, tes toleransi glukosa oral, kadar TSH, dan T4 dapat dilakukan mulai usia 10 tahun, selanjutnya dapat diulang setiap 2 tahun. Evaluasi fungsi jantung dan ginjal sebaiknya juga dilakukan setiap 3 bulan, terutama bila kadar feritin di atas 2000 ng/ml.9 Menurut penelitian, Wood dan rekan-rekan menemukan korelasi signifikan yang lemah antara 25-OH kadar vitamin D dan fraksi ejeksi dari ventrikel kiri pada pasien dengan thalasemia yang tidak menerima suplemen vitamin D, r2 = 0.35. 26 Dalam penelitian kecil ini, empat subjek yang mengalami fraksi ejeksi yang dianggap disfungsional (LVEF <57%) juga mengalami kekurangan kadar vitamin D. Mereka juga mengamati korelasi antara rasio 25 sampai 1,25 hidroksi vitamin D dan R2, tingkat konsentrasi zat besi dalam jantung dengan pencitraan resonansi magnetik. Baru-baru ini, Dimitriadou dan rekan melaporkan bahwa PTH lebih tinggi pada pasien thalasemia mayor dengan besi miokard meningkat dibandingkan dengan mereka yang normal (P = 0,017) . 10 Pasien thalasemia yang memiliki kadar vitamin D yang rendah, telah terbukti memiliki risiko 10 kali lipat lebih besar mengalami massa tulang yang rendah setelah dikendalikan untuk usia, berat badan Z-skor, dan hypogonadism.10 Selain itu, penderita thalasemia yang memiliki reseptor vitamin D polimorfisme Bsml, mungkin kedepannya memiki risiko untuk terkena osteoporosis. 10 Dengan berbagai faktor kekurangan vitamin D, bagaimana tim medis bisa menangani pandemi ini? vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak, dengan demikian, akan disimpan dalam jaringan dan dapat disediakan dalam dosis tinggi dengan frekuensi jarang. Pedoman dari National Kidney Foundation untuk penggantian menyarankan suplemen IU 50.000 diberikan setiap minggu selama 8 minggu untuk kasus dengan 25 - OH kadar vitamin D kurang dari 15 ng / mL atau 50.000 IU setiap 4 minggu untuk mereka dengan tingkat <30 ng / mL. Di Rumah Sakit Anak Oakland, kami telah mengamati bahwa banyak pasien yang terus mengalami 25-OH vitamin D di bawah kisaran yang optimal dari 30 ng / mL meskipun dosis yang ditentukan dari 1000 IU per hari, atau 7000 IU per minggu. Mengingat hal ini, kami memodifikasi pedoman yang sesuai aturan
20

dengan transfusi thalasemia. Tiga belas pasien dengan ketergantungan pada transfusi thalasemia dan vitamin D dengan tingkat < 20 ng / mL diberi 50.000 IU ergocalciferol (D2) secara oral pada saat transfusi selama enam sampai delapan siklus transfusi atau 18-24 minggu. Dosis ini menjadi sekitar 1700-2300 IU per hari tergantung pada frekuensi transfusi. Kami menemukan 25-OH vitamin D meningkat pada hampir semua pasien kecuali satu pasien, satu pasien ini hanya mencapai tingkat kecukupan (didefinisikan sebagai> 30 ng / mL, Gambar. 3). Oleh karena itu, contoh dari program ini berhasil meningkatkan kepatuhan pasien terhadap aturan suplementasi vitamin D. Namun, dengan pemberian dosis tersebut pada pasien dengan rendah kadar vitamin D mungkin tidak cukup untuk meningkatkan kadarnya .10

Gambar 3. Respon serum 25-OH kadar vitamin D sebelum dan setelah dosis ergocalciferol suplementasi tinggi pada pasien dengan thalasemia.

dalam waktu enam bulan. Soliman dan rekan menyarankan dosis yang lebih tinggi (100.000 IU / kg dengan maks 600.000 IU) atau frekuensi yang lebih besar (misalnya mingguan), mungkin diperlukan untuk meningkatkan tingkat sirkulasi di berbagai kasus. Penggantian vitamin D telah berhasil pada penyakit kronis lainnya menggunakan kadar dosis tinggi yang mirip serta aturan frekuensi suplementasi yang rendah.10

21

Vitamin E Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan dengan cara memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif yang dapat merusak jaringan tubuh. Radikal bebas ini mempunyai elektron tidak berpasangan dan bila menerima ion hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif. Vitamin E berada pada lapisan fosfolipid membran sel dan berperan melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi oleh radikal bebas. Membran sel utama terdiri atas asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah dioksidasi oleh radikal bebas. Proses peroksidasi lipid ini dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi membran sel. Reaksi ini dipercepat oleh besi dan tembaga, serta dapat dicegah bila radikal bebas diikat oleh antioksidan.9 Peran biologik utama vitamin E adalah memutuskan rantai proses peroksidasi lipid dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk ikatan radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. Pada thalasemia vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, menghambat peroksidasi membran sel sehingga dapat melindungi sel dari efek toksisitas besi, melindungi asam lemak tidak jenuh terhadap serangan radikal bebas, serta melindungi sel darah merah terhadap proses hemolisis.9 Sumber utama vitamin E adalah tumbuh-tumbuhan, terutama kecambah, gandum, dan biji-bijian. Minyak kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung vitamin E. Sayur dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin E yang baik. Dosis vitamin E yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 200-400 IU/ hari, sedangkan pada anak 1 IU/kgBB per kali. Antioksidan lain seperti vitamin A (karoten), seng, dan selenium, juga sangat berguna untuk melindungi sel-sel dari efek peroksidasi besi pada membran sel.9 Asam folat

22

Pada pasien thalasemia yang tidak mendapat transfusi secara adekuat biasanya terjadi defisiensi asam folat, akibat peningkatan eritropoiesis serta asupan asam folat yang rendah.9 Asam folat digunakan untuk sintesis DNA, maka pada thalasemia diperlukan dalam jumlah besar untuk mempercepat proses regenerasi sel; dosis yang dianjurkan 1 mg per hari.9

C. Pengaturan Nutrisi pada Thalasemia


Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang dianjurkan pada pasien thalasemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng, vitamin A (karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus dibatasi karena dapat meningkatkan absorpsi besi. Berikut ini contoh anjuran nutrisi yang diberikan pada penderita thalasemia. 9 (Tabel 1 dan 2) Tabel 1. Makanan yang harus dihindari oleh pasien thalasemia. 9 Makanan dengan kandungan besi tinggi Organ dalam (hati, ginjal, limpa) Daging sapi Hati dan ampela ayam Ikan pusu (dengan kepala dan tulang) Kerang Telur ayam Telur bebek Buah kering / kismis, kacang Kacang-kacangan yang digoreng Kacang-kacangan yang dibakar Biji-bijian yang dikeringkan Sayuran berwarna hijau (bayam, kalian, kangkung) Kandungan besi 5-14 mg/dl/100 g 2,2 mg/100 g 2-10 mg/100 g 5,3 mg/100 g 13,2 mg/100 g 2,4 mg/butir 3,7 mg/butir 2,9 mg/100 g 4-8 mg/100 g 1,9 mg/100 g 21,7 mg/100 g > 3 mg/100 g

23

Tabel 2. Makanan yang diperbolehkan bagi pasien thalasemia. 9 Makanan dengan kandungan besi sedang Daging ayam, daging babi Tahu Sawi, kacang panjang Ikan pusu Bawang, gandum Makanan dengan kandungan besi rendah Nasi, mie, roti, biscuit Umbi-umbian (wortel, lobak, bengkoang) Semua jenis ikan Semua jenis buah (yang tidak dikeringkan) Susu, keju, minyak, lemak 2 potong/hari 1 potong 1-2 porsi (0,5 cup)/hari Tanpa kepala dan tulang Jumlah sedang Jumlah pemberian

D. Pedoman Nutrisi saat ini


Pedoman untuk memonitor masukan makanan dan status nutrisi pada pasien thalasemia telah banyak dipublikasikan baik secara online maupun dalam bentuk pamflet-pamflet yang berasal dari berbagai organisasi seperti Thalasemia International Foundation Federation (www.thalassaemia.org.cy), dan The Cooleys Northern Anemia California (www.cooleysanemia.com),

Comprehensive Thalassemia Center (www.thalassemia.com). Banyak ahli setuju, status nutrisi pasien dengan thalasemia sebaiknya setiap tahunnya di evaluasi oleh tim medis termasuk ahli diet atau ahli nutrisi.10

24

Pemasukan nutrien-nutrien penting seperti kalsium, vitamin D, asam folat, trace minerals ( seng, tembaga, selenium), dan vitamin antioksidan ( vitamin E dan C), harus dipertimbangkan kecukupannya. Oleh karena efek musiman pada peredaran kadarnya, vitamin D direkomendasikan untuk dimonitor nilainya setiap 6 bulan. Suplementasi tambahan diberikan setelah dilakukan pemeriksaan riwayat makanan, nilai kebutuhan dan status pertumbuhan, perkembangan pubertas dan kesehatan tulang. Umumnya, suplemen mineral harian tanpa zat besi, diberikan pada kebanyakkan pasien yang mendapat transfusi. Pada pasien yang tidak mendapat transfusi, dapat diberikan suplemen asam folat 1 mg per hari. Konseling nutrisi harus diberikan pada pasien, khususnya pasien dengan iron-induced diabetes, vegetarian, intoleransi laktosa, food allergies, wanita hamil, pasien dengan oral chelation therapy atau dengan bisphosphonate medications.10

25

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Thalasemia merupakan suatu kelompok kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen. Thalassemia memberikan gambaran klinis anemia yang bervariasi dari ringan sampai berat. 2. Transfusi darah masih merupakan tatalaksana suportif utama pada thalasemia agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. 3. Kasus thalasemia pada masa pertumbuhannya memerlukan masukan protein dan kalori yang tinggi, kalori terutama berasal dari karbohidrat, sedangkan lemak cukup diberikan dalam jumlah normal. Pemberian kalori untuk thalasemia dianjurkan 20% lebih tinggi daripada angka kecukupan gizi harian (AKG) 4. Transfusi darah terus menerus mengakibatkan penimbunan besi dalam tubuh dan terjadinya hemosiderosis. Untuk mengurangi penimbunan besi yang terlalu cepat dapat dipergunakan desferoksamin, di samping itu juga dengan pemberian nutrisi rendah besi. 5. Seng dosis tinggi menghambat absorpsi besi sehingga suplementasi seng pada thalasemia sebaiknya dengan dosis tinggi yaitu 45 mg/hari. 6. Transfusi berulang juga menyebabkan menurunnya densitas tulang sehingga diperlukan suplementasi kalsium kurang lebih 1 gram per hari. Pada remaja kebutuhan akan meningkat menjadi 1,5 sampai 2 gram per hari 7. Pemberian vitamin C dosis rendah yaitu 100-250 mg/hari atau 3 mg/kg berat badan/hari diberikan setelah infus desferoksamin di mulai. 8. Pada pasien thalasemia kadar vitamin D juga rendah sebagai akibat

26

disfungsi hati. Bila sudah terjadi osteoporosis dianjurkan pemberian vitamin D dengan dosis yang lebih tinggi, 800-1000 unit perhari. 9. Pada thalasemia vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, menghambat peroksidasi membran sel sehingga dapat melindungi sel dari efek toksisitas besi, melindungi asam lemak tidak jenuh terhadap serangan radikal bebas, serta melindungi sel darah merah terhadap proses hemolysis. Dosis yang dianjurkan dewasa adalah 200-400 IU/ hari, sedangkan pada anak 1 IU/kgBB per kali 10. Asam folat pada thalasemia diperlukan dalam jumlah besar untuk mempercepat proses regenerasi sel; dosis yang dianjurkan 1 mg per hari.

B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini. 2. Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Luszy A, Hubungan antara Kadar Seng Plasma dengan Ferritin dan Status Gizi Psien Thamia Mayor, Tesis, Jakarta, 2005 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Standard Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I, Jakarta, 2004, h. 82-4 3. Tierney Lawrence, McPhee JS, Papadakis A, Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam, Buku 2, Jakarta,Salemba Medika, 2003 : h.69-72 4. Behrman, Richard E, Robert M Kliegman, Ann M. Arvin (editor), Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, Wahab AS (penyunting), Jakarta, EGC, 2000: h. 1692,1703-12 5. Hoffbrand, Pettit JE, Moss PAH, Kapita Selekta Hematologi( Essential Haematology), Edisi 4, Jakarta ,EGC, 2002 : h.66-75
6. Harvard

medical

school,

How

Do

People 6

Get April

Thalassemia?,http://sickle.bwh.harvard.edu/thal_inheritance.html. 1998.

7. Ilyas,Muhammad, Winansih Gubali. 21/02/09. Thalassemia, Cooley Anemia. http://med.unhas.ac.id/datajurnal/thn06no3/LK-3-Ilyas%20(thalassemia).pdf 8. Meadow,Roy, Simon N, Lecture Notes Pediatrika, Edisi ketujuh, Jakarta, Erlangga, 2002, h.219 9. Luszy Arijanty, Sri S Nasar. Masalah Nutrisi pada Thalasemia. Sari Pediatri, Vol. 5 No. 1, Juni 2003: 21 26 10. Ellen B. Fung, Ph.D., R.D. Nutritional deficiencies in patients with thalassemia. Annals of The New York Academy of Sciences. 2010

28

Anda mungkin juga menyukai