PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak anak daerah tropis yang tinggal dalam kondisi desa atau perkotaan,
menunjukkan pertumbuhan abnormal. Hal ini dari berat badannya pada tahun-tahun
pertama hidupnya. Enam bulan pertama kehidupannya, pertumbuhannya baik sekali
berkat protein, kalori dan vitamin yang cukup dari aliran ASI yang baik dan bersih
bersama persediaan yang ada pada bayi. Enam bulan berikutnya pertumbuhan sedangsedang saja, tetapi ASI tidak mencukupi lagi untuk memasak protein, kalori, dan zat besi.
Kadang perlu penambahan makanan lain yang biasanya berupa pati dan karbohidrat
dengan sedikit protein.
Tahun kedua dan ketiga, pertumbuhannya buruk atau tidak ada pertumbuhan,
bahkan BB menurun untuk waktu lama karena kurang protein. Kebiasaan makan
karbohidrat (makanan berpati, kadang sedikit ASI, ditambah sedikit protein seperti susu
sapi, daging, ikan, atau polong-polongan) dan seringnya terkena infeksi misal (campak,
diare, malaria, infeksi paru, cacing usus). Kekurangan protein kalori mungkin terjadi
pada setiap saat dari tiga periode tersebut, tetapi pernah ditemukan pada bayi muda yang
mendapat ASI dengan sangat memuaskan. Bentuk klinik yang paling sering, yaitu
kwashiorkor dan merasmus.
Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia.
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena
dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat
dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan
gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruh kualitas kehidupannya kelak. Angka gizi
buruk sampai sekarang masih cukup mengkhawatirkan, sehingga dengan latar belakang
tersebut, penulis menyelesaikan makalah dengan judul Perbedaan marasmus dan
kwashiorkor serta asuhan keperawatan anak dengan marasmus dan kwashiorkor.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengertian marasmus dan kwarshiorkor?
b. Bagaimana etiologi marasmus dan kwarshiorkor?
c. Bagaimana patofisiologi marasmus dan kwashiokor ?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Mahasiswa
mampu
membedakan
marasmus
dan
kwarshikor
dan
mampu
b. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian marasmus dan kwashiorkor
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi marasmus dan kwashiorkor
c. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi marasmus dan kwashiokor
d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis marasmus dan kwashiokor
e.Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang marasmus dan kwashiokor
f. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaanmarasmus dan kwashiorkor
g. Mahasiswa mampu mnegetahui komplikasi marasmus dan kwashiokor
h. Mahasiswa mampu memahami pencegahan marasmus dan kwashiorkor
i.Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan kwashiorkor
secara teoritis
j. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan marasmus
dan kwashiorkor bersdasarkan kasus
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
praktis dan dapat dijadikan sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
khususnya tentang perbedaan marasmus dan kwarshiokor dan asuhan keperawatan
kwarshiokor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
MARASMUS
Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang berarti wasting/ merusak. Marasmus
pada umumnya merupakan peyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena terlambat
diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak,
formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering kena infeksi terutama
gastroenteritis. Marasmus berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik yang
sukar diperbaiki (Almatsier, 2009).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein
(Suriyadi, 2001). Marasmus adalah malnutrisi energi protein berat yang disebabkan oleh
defisiensi makanan sumber energi (kalori) dapat terjadi bersama atau tanpa disertai
defisiensi protein (Betz, 2002).
Sedangkan menurut Arisman (2004), marasmus adalah suatu bentuk malgizi
protein energi karena kelaparan, semua unsur diet kurang. Marasmus terjadi karena
masukan kalori yang tidak adekuat, penyakit usus menahun, kelainan metabolik atau
infeksi menahun seperti tuberkulosis.
Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan marasmus adalah suatu
penyakit malnutrisi energi protein berat akibat dari kurang mendapat masukan makanan
dalam waktu lama yang ditandai dengan penurunan berat badan dan atropi jaringan tubuh
secara bertahap terutama subkutan sehingga anak tampak lebih tua dengan kulit keriput
dan turgor kulit menurun.
KWASHIOKOR
Kwarshiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan
tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari
kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan
berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000).
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna
Indrawati, 1994).
Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi
nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita)
(Ngastiyah, 1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma
dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal busung lapar", pertama kali diperkenalkan
oleh Dr Cecile Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu,
Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau
kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa setempat yang artinya penyakit
anak pertama yang timbul begitu anak kedua muncul".
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah
satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat
mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi
protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.
B. ETIOLOGI
MARASMUS
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Menurut Behrman (1999: 122) etiologi marasmus :
1) Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada hubungan
orang tua-anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolisme atau
malformasi bawaan.
2) Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya
malnutrisi.
3) Disebabkan oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan budaya yang
berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang
negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsi protein, hilangnya
protein air kemih ( sindrom neprofit ), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit
hati.
4) Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak;
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
5) Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
congenital.
6) Kelainan struktur bawaan
mengalami
deplesi
yang
lebih
parah
pada
kwashiorkor. Kehilangan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan
berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b) Faktor social
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak
stabil, atau adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat
menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c) Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat
pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d) Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya,
gangguan penyerapan protein karena diare.
C. PATHOFISIOLOGI
MARASMUS
Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangkan
lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis.
Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat
sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat
kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat
membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005 : 259)
Pathaway marasmus
KWASHIORKOR
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
meyebabkan
protein
dalam
diet akan
terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan
untuk sentesis dan metabolisme yang akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam
amino berkurang dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh
hepar yang kemudian berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati terganggu dan berakibat
terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
Pathaway kwashiokor
D. MANIFESTASI KLINIS
MARASMUS
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda
dan gejala dari marasmus adalah :
1) Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah
2) Diare
3) Mata besar dan dalam
4) Akral dingin dan tampak sianosis
5) Wajah seperti orang tua.
6) Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7) Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8) Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit
jelek.
9) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10) Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut)
6) Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
7) Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan
batas yang tegas)
8) Anemia akibat gangguan eritropoesis.
9) Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
10) Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
11) Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan
degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus,
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
MARASMUS
1. Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan :
a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
1) kadar albumin serum rendah
2) kadar globumin normal atau sedikit tinggi
3) peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
4) kadar globumin beta rendah
5) kadar globumin alfa 2 menetap
6) kadar kolesterol serum menurun
7) uji turbiditas timol meninggi
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian hebatnya
sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
c. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir semua
organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang
dan sebagainya.
Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan
a. Laboratorium menunjukan
1) Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum
2) Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin
dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.
3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam
amino non esensial.
serum turun
penurunan aktivitas enzim pankreas dan sanhin oksidase
pertumbuhan tulang biasanya lambat
sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan
diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai
konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa
mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan
membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu
diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan
gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang
dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan
dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.
G. KOMPLIKASI
MARASMUS
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi Vitamin A,
infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh
serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.
a. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu.
Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit
infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati.
Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat
menimbulkan gangguan absorbsi.
b. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi
khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi
parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.
c. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk
tuberkolosis primer. Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar limfe
pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan
pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus mungkin
dapat menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki
bagian paru, yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus,
biasanya menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini.
Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat
MARASMUS
Tindakan
pencegahan
terhadap
marasmus
menurut
(Lubis,
U.N.http:
ke atas.
Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
KWASHIOKOR
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor
adalah mencukupi kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber
protein yang dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati
sehingga saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal
ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi,
serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit, yang
mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar.
Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan
sekitar 40-60 gram protein tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein 1
gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup
lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya kwashiorkor. Untuk mendapatkan sumber
protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging,
telur dan ikan dan protein nabati seperti kacang hijau dan kacang kedelei.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS MARASMUS DAN KWASHIOKOR
A. PENGKAJIAN
MARASMUS
a. Anamnesa
1. Identitas klien, meliputi:
a. Nama klien: sesuai dengan nama pasien.
b. Usia: klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun (balita)
c. Jenis kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
d. Agama: bergantung pada pasien
e. Pendidikan: anak biasanya belum sekolah, sedangkan orangtua anak biasanya
berpendidikan rendah.
f. Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat tinggal di daerah dengan
pemukiman kumuh atau pemukiman padat penduduk.
2. Identitas Orang tua (penanggung), meliputi:
a. Nama orang tua: sesuai dengan nama bapak dan ibu atau keluarga penanggung
dari klien.
b. Alamat orang tua: sama dengan anak
c. Pendidikan orang tua: biasanya orang tua klien berpendidikan rendah.
d. Pekerjaaan orang tua: pekerjaan orangtua klien dengan marasmus biasanya
adalah sebagai buruh atau dengan status sosial ekonomi rendah.
3. Data subjektif
1. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering mual dan muntah.
2. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering rewel dan nangis terus padahal
sudah diberi makan.
3. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya semakin kurus badannya.
4. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya juga sering diare.
4. Data Objektif
1. Pasien tampak sangat kurus,
2. Rambut pasien tampak kemerahan,
3. Perut pasien terlihat cekung,
4. Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)
5. Kulit pasien tampak keriput.
5. Keluhan utama :
6. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare
dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi, Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal
dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji
dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.
7. Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dan mual muntah.
b. Pola eliminasi: klien biasanya mengalami diare.
c. Pola aktivitas dan integritas ego: klien biasanya mengalami gangguan
aktifitas karena mengalami kelemahan tubuh yang disebabkan oleh gangguan
metabolism.
d. Pola istirahat dan tidur: klien sering rewel karena selalu merasa lapar
meskipun sudah diberi makan sehingga sering terbangun pada malam hari.
e. Pola higiene: kebersihan diri klien kurang, kulit tampak kusam, rambut
kemerahan.
f. Pola pernapasan: adanya suara whezzing dan ronkhi akibat adanya penyakit
penyerta seperti bronkopneumonia.
g. Pola keamanan: klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi karena system
imun yang menurun.
h. Pola seksualitas: tidak mengalami gangguan.
8. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara umum
dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status
kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas
dan genito-urinaria.
9. Pengkajian fisik dengan metode head to toe
1. Keadaan umum klien, meliputi: kesadaran composmentis: lemah, rewel,
kebersihan kurang, berat badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah, suhu
meningkat, dan pernapasan takipneu.
2. Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna rambut
kusam.
3. Muka: tampak seperti wajah orang tua.
4. Mata: konjungtiva anemis.
5. Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk memenuhi
intake nutrisi.
6. Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecah-pecah.
7. Leher: biasanya mengalami kaku duduk.
8. Torax : adanya tarikan dada saat bernapas
9. Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara
hipertimpani.
10. Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin dan pucat.
11. Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai.
12. Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik,
(Capernito,2000).
10. Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:
1. Inspeksi
a) klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;
b) warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;
c) mata terlihat cekung dan pucat;
d) terlihat pergerakan usus;
e) ada pembesaran/edema pada tungkai.
2. Auskultasi
a) bunyi peristaltik usus meningkat;
b) bunyi paru-paru wheezing dan ronchi.
3. Perkusi
a) terdengar adanya shifting dullnees;
b) terdengar bunyi hipertimpani.
4. Palpasi
hati: terjadi pembesaran hati.
11. Pemeriksaaan fisik untuk pertumbuhan anak.
1. Mengukur tinggi badan dan berat badan anak
2. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan tinggi badan (dalam meter)
3. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat
Nama meliputi nama lengkap dan nama panggilan atau nama kesukaan
pasien.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko lebih besar jika dibandingkan
dengan perempuan karena laki-laki membutuhkan lebih banyak asupan
protein.
3. Usia
Usia 1-3 tahun lebih sering terkena penyakit kwarsiokor karena kebutuhan
pada usia tersebut sangat meningkat.
4. Alamat
Alamat mengindikasikan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat
tinggal yang kumuh akan lebih rentan menimbulkan penyakit pada
penghuninya, utamanya penyakit kwarsiokor sehingga dibutuhkan protein
yang lebih banyak untuk membentuk sistem imunitas yang lebih baik.
5. Pendidikan Terakhir
Pendidikan keluarga terutama orang tua secara tidak langsung akan
mempengaruhi derajat pemenuhan kesehatan anak.
6. Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua menggambarkan kesejahteraan kesehatan anak.
Pekerjaan orang tua dengan penghasilan yang kurang akan berpengaruh
pada pemenuhan nutrisi keluarga dan anak.
7. Sumber Informasi
Sumber informasi didapatkan dari orang tua klien.
8. Tanggal MRS
Tanggal masuk rumah sakit menjadi penting karena sebagai data identitas
klien sebelum dilakukan pemeriksaan atau pengobatan lebih lanjut.
9. Nomor Registrasi
Nomor registrasi menjadi bagian dari identitas klien yang penting karena
dapat memudahkan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
mengidentifikasi layanan kesehatan yang akan dilakukan.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
Umumnya keluhan utama pada anak dengan kwarsiokor adalah terjadi
gangguan pada pertumbuhannya yaitu semakin turunnya berat badan,
edema pada ekstremitas, diare dan keluhan lainnya yang menunjukkan
terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Tahap Intranatal
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan kurangnya
pengetahuan ibu dapat menyebabkan bayi mengalami kwarsiokor.
3. Tahap Post Natal
Asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan nutrisi lainnya
setelah ASI eksklusif dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
nutrisi bayi baru lahir.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga sebagian besar tidak berpengaruh, karena
kwarsiokor bukan penyakit genetik, namun kebanyakan karena anak
mengalami malnutrisi.
6. Riwayat Nutrisi
Anak yang mengalami kwarsiokor biasanya dikarenakan malnutrisi
terutama defisiensi protein. Selain itu, anak juga kekurangan asupan
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh.
7. Riwayat Tingkat Perkembangan
5. Pola Eliminasi
Anak akan mengalami gangguan pada gastrointestinalnya seperti diare
dan anoreksia.
6. Pola Aktivitas / Bermain
Anak akan mengalami
gangguan
aktivitas
karena
gangguan
mental yaitu apatis dan rewel. Selain itu juga karena adanya edema
pada ekstremitas serta penurunan fungsi otot.
7. Pola Istirahat dan Tidur
Anak mengalami gangguan pola istirahat dan tidurnya karena rewel
dan ketidaknyamanan karena edema ekstremitas.
8. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori
Anak akan mengalami gangguan kognitif akibat kurangnya asupan
nutrisi, keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan serta
penglihatan karena defisiensi vitamin A.
9. Pola Konsep Diri
Anak akan merasa malu dalam bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya karena adanya ketidaknormalan pada tubuhnya.
10. Pola Hubungan Peran
Pola hubungan dan peran anak dengan dunia luar akan terganggu
dengan adanya citra diri yang rendah dan gangguan pertumbuhan.
11. Pola Mekanisme Koping
Keluarga perlu memeberi dukungan semangat utuk kesembuhan anak.
kemerahan.
Wajah
Wajah pucat jika terjadi anemia dan wajah akan bengkak (moon face).
Mata
Mata menjdi sayu, selaput mata pucat, kornea menjadi putih buram.
Bibir
Terdapat luka pada sudut-sudut mulut.
Kulit
Terdapat bintik / belang hiperpigmentasi bilateral pada kulit yang
mengelupas mirip luka bakar. Jaringan bawah kulit edema akibat terjadi
penumpukan cairan dan akan membentuk cekungan jika di palpasi, lalu
g. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kadar albumin: normal 4-5,2g/dl. Pada anak dengan kwarsiokor ringan
memiliki kadar albumin hanya 2,7-3,4g/dl, dan pada kwarsiokor berat
memiliki kadar albumin 2,1g/dl.
2. Tes imun: jumlah limfosit <1500 sel/mm menandakan penurunan generasi
sel T yang sensitif terhadao malnutrisi.
3. Tes kreatinin (Cr): normal 20-35g/dl/24 jam, penurunan Cr sebanyak 60%
menandakan terjadi penurunan berat badan.
4. Tes hemoglobin: normal pada bayi 9-14 u/L dan pada anak usia 6-12 bulan
sebanyak 11,5-15 u/L. jika hemoglobin menurun maka anak akan
mengalami anemia akibat dari turunnya protein yang mengganggu
pembentukan sel darah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
MARASMUS
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
KWASHIOKOR
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3. Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status
metabolik.
BAB IV
: 04 Juni 2016
: Bangsal Dahlia
: 11.00 WIB
a. Identitas klien
1. Nama
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Agama
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. No.RM
10. Tanggal masuk RS
11. Dx. Medis
: An. Z
: 2 tahun
: Laki-laki
: Islam
::: Jawa
: Sidoharum, Gunung kidul
: 20605
: 11 November 2015
: Kwasiorkhor dan marasmus
: Ny.N
: 40 tahun
: Perempuan
: Islam
: SD
: Ibu rumah tangga
: Sidoharum, Gunung kidul
: Ibu
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama :
Ibu klien mengatakan An. Z tampak lemah
:
: 80/60 mmHg
: 70 x/menit
: 36,5 C
: 22 x/menit
:
: 48 cm
: 12 cm
: 8 Kg
: 84 cm
: mesosepal, rambut tipis kecoklatan
: tampak keriput
: konjungtiva anemis, sklera Anikterik, reflek terhadap
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
11. Genetalia
12. Anus
13. Ekstremitas
Atas
terdapat edema
Bawah
14. Kulit
F. Pemeriksaan Penunjang
Terapi
VFD RL = 45 tetes/menit
L-Bio 2sac
Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vi
G. Pemeriksaan laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hasil
9 gr/dl
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Diffferent count
L 40
14.5
4.1
0.10/1.40/49.60/40.50/0.4
0
MCV
MCH
75#
26
Nilai Normal
Pria : 13-18 g/dl, wanita 11.516.5 g/dl. Wanita hamil: 1116.5 g/dl. Anak : 12-34 g/dl
%
10^3/Ul
10^6 /Ul
Basofil : 0-2 %, eosinofil : 13%, netrofil batang : 1-6%,
netrofil segmen: 4-6 %,
limfosit 20- 40 %, monosit: 18%
24-102#
Pg
MCHC
35 g/dl
20-32 g/dl
H. Analisa Data
No
1.
Data
DS :
1. Ibu klien mengatakan
klien hanya minum ASI
karena keluarga klien
tidak mampu untuk
membelikannya susu
formula.
Etiologi
Penurunan asuapan
Masalah
Kekurangan volume
peroral
cairan
Ketidakseimbangan
adekuat
DO :
1. Klien tampak lemah
2. Mata cekung
3. Mukosa mulut
kering
4. Wajah keriput
5. Turgor kulit kurang
elastic
6. Nadi : 80 x/menit
7. Hematokrit : 40 %
2.
DS :
1. Ibu klien mengatakan
klien badannya sangat
kurus, tidak mau makan
makanan pendamping
ASI
DO :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.
kebutuhan tubuh
DS :
1. Ibu klien mengatakan
klien
Keterlambatan
pertumbuhan dan
2. belum bisa
berjalan danduduk harus
dibantu
3. Ibu klien mengatakan
klien hanya minum ASI
adekuat
perkermbangan
DO :
1. BB : 8 Kg, BB normal :
12 kg
2. TB : 84 , TB normal : 90
cm
3. LILA: 12 cm, LILA
normal : 16 cm
4. Klien tampak lesu
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d penurunan asuapan peroral
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak
adekuat
3. Keterlambatan pertumbuhan dan perkermbangan b.d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
N
Nanda
Noc
Nic
o
1
Kekurangan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1
Managem
penurunan asuapan
x 24 jam di harapkan
ent
peroral
Aktivitas
Fluid
Fluid
Management
1. Timbang popok /
pembalut jika
diperlukan
2. Pertahankan
catatatn intake dan
output yang akurat
3. Monitor status
hidrasi
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan
makanan / cairan
urine normal,
HTT normal
TD, nadi, SB
kalori harian
6. Kolaborasikan
pembarian cairan
dalam batas
IV
7. Monitor status
normal
Tidak ada tanda
nutrisi
8. Berikan cairan IV
tanda
dehidrasi,
elastisitas
9.
turgorkulit baik,
oral
10. Dorong keluarga
membrane
untuk membatu
mukosa lembab,
pasien makan
11. Kolaborasi dengan
dokter
12. Atur kemungkinan
berlebihan
transfuse
13. Monitor tingkat Hb
dan hematoktrit
14. Monitor BB
2.
Ketidakseimbanga
Setelah dilakukan
n nutrisi kurang
tindakan keperwatan 1
dari kebutuhan
x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi dengan
tingkatan adekuat
dibuktikan dengan :
Kriteria Hasil :
Adanya
peningkatan BB
sesuai dengan
Nutrition
Manageme
nt
Monitoring
Nutrition
Nutrition
Management
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
tujuan
BB ideal sesuai
dengan tinggi
badan
Mampu
mengidentifikas
intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan vitamin
i kebutuhan
C
5. Berikan substansi
nutrisi
Tidak ada tanda
gula
6. Berikan makanan
tanda
malnutrisi
Menunjukkan
peningkatan
fungsi
pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi
penurunan BB
yang berarti
yang terpilih
( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
7. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
8. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
9. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
10. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Monitoring
Nutrition
1. BBpasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
11. Monitor makanan
kesukaan
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan
3.
Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkermbangan b.d
asupan kalori dan
protein yang tidak
adekuat
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2
x 24 jam diharapakan
Teaching :
disease
process
Managem
ent
behavior
intake nuntrisi
Teaching : disease
process
1. Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang
spesifik
2. Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan
dengan anatomi dan
fisiologi, dengan
cara yang tepat
3. Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada
penyakit dengan
cara yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit dengan
cara yang tepat
5. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan
6.
7. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi dimasa
yang akan datang
8. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
Management
behavior
1. Gunakan suara
yang lembut dan
pelan dalam
berbicara dengan
pasien.
2. Tingkatkan
aktivitas fisik
sesuai dengan
kemampuan.
3. Diskusikan dengan
keluarga untuk
membuat dasar
kognitif prainjury.
4. Buat rutinitas untuk
pasien.
5. Hindari untuk
menyudutkan
pasien.
6. Hindari untuk
membantah pasien.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Marasmus adalah suatu penyakit malnutrisi energi protein berat akibat dari kurang
mendapat masukan makanan dalam waktu lama yang ditandai dengan penurunan berat
badan dan atropi jaringan tubuh secara bertahap terutama subkutan sehingga anak tampak
lebih tua dengan kulit keriput dan turgor kulit menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta:EGC
Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. http://www.cermin dunia
kedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
No Name. 2008. Marasmus. http://www.dokterfoto.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
FKUI.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. E/15. Alih bahasa oleh
Wahab. Jakarta: EGC.
Brashers,
Valentina
L.
2007. Aplikasi
Klinis
Patofisiologi:
Pemeriksaan
dan