Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak anak daerah tropis yang tinggal dalam kondisi desa atau perkotaan,
menunjukkan pertumbuhan abnormal. Hal ini dari berat badannya pada tahun-tahun
pertama hidupnya. Enam bulan pertama kehidupannya, pertumbuhannya baik sekali
berkat protein, kalori dan vitamin yang cukup dari aliran ASI yang baik dan bersih
bersama persediaan yang ada pada bayi. Enam bulan berikutnya pertumbuhan sedangsedang saja, tetapi ASI tidak mencukupi lagi untuk memasak protein, kalori, dan zat besi.
Kadang perlu penambahan makanan lain yang biasanya berupa pati dan karbohidrat
dengan sedikit protein.
Tahun kedua dan ketiga, pertumbuhannya buruk atau tidak ada pertumbuhan,
bahkan BB menurun untuk waktu lama karena kurang protein. Kebiasaan makan
karbohidrat (makanan berpati, kadang sedikit ASI, ditambah sedikit protein seperti susu
sapi, daging, ikan, atau polong-polongan) dan seringnya terkena infeksi misal (campak,
diare, malaria, infeksi paru, cacing usus). Kekurangan protein kalori mungkin terjadi
pada setiap saat dari tiga periode tersebut, tetapi pernah ditemukan pada bayi muda yang
mendapat ASI dengan sangat memuaskan. Bentuk klinik yang paling sering, yaitu
kwashiorkor dan merasmus.
Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia.
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena
dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat
dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan
gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruh kualitas kehidupannya kelak. Angka gizi
buruk sampai sekarang masih cukup mengkhawatirkan, sehingga dengan latar belakang
tersebut, penulis menyelesaikan makalah dengan judul Perbedaan marasmus dan
kwashiorkor serta asuhan keperawatan anak dengan marasmus dan kwashiorkor.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengertian marasmus dan kwarshiorkor?
b. Bagaimana etiologi marasmus dan kwarshiorkor?
c. Bagaimana patofisiologi marasmus dan kwashiokor ?

d. Bagaimana manifestasi klinis marasmus dan kwarshiokor ?


e. Bagaimana pemeriksaan penunjang marasmus dan kwarshiokor ?
f. Bagaimana penatalaksanaanmarasmus dan kwarshiorkor ?
g. Bagaimana komplikasi marasmus dan kwarshiokor ?
h. Bagaimana pencegahan marasmus dan kwarshiorkor ?
i. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan kwarshiorkor secara teoritis?
j. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan marasmus dan kwashiorkor
bersdasarkan kasus ?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Mahasiswa

mampu

membedakan

marasmus

dan

kwarshikor

dan

mampu

melaksanakan asuhan keperawatan marasmus dan kwarshiokor

b. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian marasmus dan kwashiorkor
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi marasmus dan kwashiorkor
c. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi marasmus dan kwashiokor
d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis marasmus dan kwashiokor
e.Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang marasmus dan kwashiokor
f. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaanmarasmus dan kwashiorkor
g. Mahasiswa mampu mnegetahui komplikasi marasmus dan kwashiokor
h. Mahasiswa mampu memahami pencegahan marasmus dan kwashiorkor
i.Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan kwashiorkor
secara teoritis
j. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan marasmus
dan kwashiorkor bersdasarkan kasus
D. Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
praktis dan dapat dijadikan sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
khususnya tentang perbedaan marasmus dan kwarshiokor dan asuhan keperawatan
kwarshiokor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
MARASMUS
Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang berarti wasting/ merusak. Marasmus
pada umumnya merupakan peyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena terlambat
diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak,
formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering kena infeksi terutama
gastroenteritis. Marasmus berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik yang
sukar diperbaiki (Almatsier, 2009).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein
(Suriyadi, 2001). Marasmus adalah malnutrisi energi protein berat yang disebabkan oleh
defisiensi makanan sumber energi (kalori) dapat terjadi bersama atau tanpa disertai
defisiensi protein (Betz, 2002).
Sedangkan menurut Arisman (2004), marasmus adalah suatu bentuk malgizi
protein energi karena kelaparan, semua unsur diet kurang. Marasmus terjadi karena
masukan kalori yang tidak adekuat, penyakit usus menahun, kelainan metabolik atau
infeksi menahun seperti tuberkulosis.
Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan marasmus adalah suatu
penyakit malnutrisi energi protein berat akibat dari kurang mendapat masukan makanan
dalam waktu lama yang ditandai dengan penurunan berat badan dan atropi jaringan tubuh
secara bertahap terutama subkutan sehingga anak tampak lebih tua dengan kulit keriput
dan turgor kulit menurun.
KWASHIOKOR
Kwarshiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan
tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari
kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan
berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000).
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna
Indrawati, 1994).
Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi
nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita)

(Ngastiyah, 1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma
dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal busung lapar", pertama kali diperkenalkan
oleh Dr Cecile Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu,
Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau
kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa setempat yang artinya penyakit
anak pertama yang timbul begitu anak kedua muncul".
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah
satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat
mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi
protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.
B. ETIOLOGI
MARASMUS
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Menurut Behrman (1999: 122) etiologi marasmus :
1) Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada hubungan
orang tua-anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolisme atau
malformasi bawaan.
2) Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya
malnutrisi.
3) Disebabkan oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan budaya yang
berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang
negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsi protein, hilangnya
protein air kemih ( sindrom neprofit ), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit
hati.
4) Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak;
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
5) Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
congenital.
6) Kelainan struktur bawaan

Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,


palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pancreas.
7) Prematuritas dan penyakit pada masa neonates
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang
8) Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan
dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital. (Nelson,1999).
9) Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada
bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau
sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain
seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi,
gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf
pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
KWASHIOKOR
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan
karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat
rendah.Faktor yang paling mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan
yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein,
penyakit kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein,
misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada
proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta kegagalan
melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Kompartemen protein visceral
akan

mengalami

deplesi

yang

lebih

parah

pada

kwashiorkor. Kehilangan

kompartemenprotein visceral yang nyata pada kwashiorkor akan menimbulkan


hipoalbuminemia sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema dependen.
Faktor yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai
berikut :
a) Pola makan

Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan
berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b) Faktor social
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak
stabil, atau adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat
menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c) Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat
pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d) Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya,
gangguan penyerapan protein karena diare.

C. PATHOFISIOLOGI
MARASMUS
Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangkan
lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis.
Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat
sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat
kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat
membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005 : 259)
Pathaway marasmus

KWASHIORKOR
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
meyebabkan

edema dan lemak

dalam hati. Kekurangan

protein

dalam

diet akan

terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan
untuk sentesis dan metabolisme yang akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam
amino berkurang dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh
hepar yang kemudian berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati terganggu dan berakibat
terjadinya penimbunan lemak dalam hati.

Pathaway kwashiokor

Pathaway marasmus dan kwarshiokor

D. MANIFESTASI KLINIS
MARASMUS
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda
dan gejala dari marasmus adalah :
1) Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah
2) Diare
3) Mata besar dan dalam
4) Akral dingin dan tampak sianosis
5) Wajah seperti orang tua.
6) Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
7) Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8) Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit
jelek.
9) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10) Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.

11) Vena superfisialis tampak lebih jelas.


12) Ubun-ubun besar cekung.
13) Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
14) Anoreksia.
15) Sering bangun malam.
KWASHIOKOR
Menurut sumber Soetjiningsih - Tumbuh Kembang Anak, (1998)
Gejala klinis Kwashiokor antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)

Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan

mudah dicabut)
6) Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
7) Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan
batas yang tegas)
8) Anemia akibat gangguan eritropoesis.
9) Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
10) Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
11) Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan
degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus,

osteoporosis dan sebagainya)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
MARASMUS
1. Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan :
a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
1) kadar albumin serum rendah
2) kadar globumin normal atau sedikit tinggi
3) peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
4) kadar globumin beta rendah
5) kadar globumin alfa 2 menetap
6) kadar kolesterol serum menurun
7) uji turbiditas timol meninggi
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian hebatnya
sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
c. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir semua
organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang
dan sebagainya.
Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan
a. Laboratorium menunjukan
1) Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum
2) Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin
dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.
3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam
amino non esensial.

4) Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat.


5) Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.
6) Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.
b. Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin dan adanya
aminoasi dunia.
c. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua selhati mengandung
vakual lemak yang besar.
d. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti
degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem limfold
dan atrofi kelenjar timus.
e. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di bawah 14
cm.
KWASHIOKOR
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan Kwashiorkor antara lain
sebagai berikut :
1) Pemeriksaan laboratorium :
a. penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang paling khas. Pada
stadium awal kekurangan makan sering terdapat ketonuria tetapi sering
menghilang pada stadium akhir
b. glukosa dalam darah rendah
c. ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun
d. asam amino esensial plasma turun terhadap angka asam amino non esensial dan
dapat menambah aminoasiduria
e. defisiensi kalium dan magnesium
f. kadar kolesterol serum rendah
g. angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase
h.
i.
j.
2)

serum turun
penurunan aktivitas enzim pankreas dan sanhin oksidase
pertumbuhan tulang biasanya lambat
sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan

adanya amino asidulia.


3) Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis,
dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati
mengandung vakuol lemak yang besar.

4) Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir


semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi
vilus usus, atrofi sistem limfoid, dan atrofi kelenjar timus.
F. PENATALAKSANAAN
MARASMUS
Menurut Mansjoer (2000 : 514 517) penatalaksanan marasmus adalah :
1) Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal 35,5 oC).
Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
2) Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal <>oC
a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.
b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.
3) Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan
untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4) Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium
plasma rendah. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam
bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml
larutan pada 1 liter formula.
5) Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
6) Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
a. Tambahkan multivitamin.
b. Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
c. Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
d. Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
e. Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional)
7) Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme
basal.
KWASHIOKOR
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi
secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang

diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai
konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa
mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan
membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu
diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan
gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang
dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan
dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.
G. KOMPLIKASI
MARASMUS
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi Vitamin A,
infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal tumbuh
serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.
a. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu.
Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit
infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati.
Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat
menimbulkan gangguan absorbsi.
b. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi
khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi
parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.
c. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk
tuberkolosis primer. Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar limfe
pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan
pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus mungkin
dapat menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki
bagian paru, yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus,
biasanya menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini.
Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat

memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan


penyakit paru yang luas.
d. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang
menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak
mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan sumbatan pus.
Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai
banyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia).
e. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-protein
berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut.
Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar
rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat keras. Luka
bermula dengan bintik hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik
ini akan mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga
dari luar akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk.
KWASHIOKOR
Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan
marasmus-kwashiorkor. Anak akan mudah terserang infeksi, seperti diare, ISPA (infeksi
saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain.Lebih dari 40% anak-anak yang
menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan elektrolit, infeksi, hipotermia, dan
kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap sampai
anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih. Anak dengan Kwashiorkor dapat terjadi
penurunan IQ secara permanen. Diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan agar berat badan
anak kembali ke berat badan ideal.Komplikasi jangka pendek yang akan terjadi bagi
penderita kwashiorkor adalah diare, hipoglikemia, anemia, hipokalemia, shock,
hipotermi, dehidrasi, gangguan fungsi vital, gangguan keseimbangan elektrolit asambasa, infeksi berat, serta hambatan penyembuhan penyakit penyerta. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan berkurangnya potensi tumbuh
kembang.
H. PENCEGAHAN

MARASMUS
Tindakan

pencegahan

terhadap

marasmus

menurut

(Lubis,

U.N.http:

//www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni 2008) dapat dilaksanakan


dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usahatersebut memerlukan sarana dan
prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi, antara
lain :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun
3.

ke atas.
Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan

kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
KWASHIOKOR
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor
adalah mencukupi kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber
protein yang dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati
sehingga saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal
ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi,
serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit, yang
mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar.
Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan
sekitar 40-60 gram protein tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein 1
gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup
lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya kwashiorkor. Untuk mendapatkan sumber
protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging,
telur dan ikan dan protein nabati seperti kacang hijau dan kacang kedelei.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS MARASMUS DAN KWASHIOKOR
A. PENGKAJIAN
MARASMUS
a. Anamnesa
1. Identitas klien, meliputi:
a. Nama klien: sesuai dengan nama pasien.
b. Usia: klien marasmus biasanya berusia kurang dari 5 tahun (balita)
c. Jenis kelamin: terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
d. Agama: bergantung pada pasien
e. Pendidikan: anak biasanya belum sekolah, sedangkan orangtua anak biasanya
berpendidikan rendah.
f. Alamat: klien dengan marasmus biasanya bertempat tinggal di daerah dengan
pemukiman kumuh atau pemukiman padat penduduk.
2. Identitas Orang tua (penanggung), meliputi:
a. Nama orang tua: sesuai dengan nama bapak dan ibu atau keluarga penanggung
dari klien.
b. Alamat orang tua: sama dengan anak
c. Pendidikan orang tua: biasanya orang tua klien berpendidikan rendah.
d. Pekerjaaan orang tua: pekerjaan orangtua klien dengan marasmus biasanya
adalah sebagai buruh atau dengan status sosial ekonomi rendah.
3. Data subjektif
1. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering mual dan muntah.
2. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering rewel dan nangis terus padahal
sudah diberi makan.
3. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya semakin kurus badannya.
4. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya juga sering diare.
4. Data Objektif
1. Pasien tampak sangat kurus,
2. Rambut pasien tampak kemerahan,
3. Perut pasien terlihat cekung,
4. Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)
5. Kulit pasien tampak keriput.
5. Keluhan utama :
6. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare
dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi, Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal
dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji
dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat
kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.
7. Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dan mual muntah.
b. Pola eliminasi: klien biasanya mengalami diare.
c. Pola aktivitas dan integritas ego: klien biasanya mengalami gangguan
aktifitas karena mengalami kelemahan tubuh yang disebabkan oleh gangguan
metabolism.
d. Pola istirahat dan tidur: klien sering rewel karena selalu merasa lapar
meskipun sudah diberi makan sehingga sering terbangun pada malam hari.
e. Pola higiene: kebersihan diri klien kurang, kulit tampak kusam, rambut
kemerahan.
f. Pola pernapasan: adanya suara whezzing dan ronkhi akibat adanya penyakit
penyerta seperti bronkopneumonia.
g. Pola keamanan: klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi karena system
imun yang menurun.
h. Pola seksualitas: tidak mengalami gangguan.
8. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara umum
dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status

kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas
dan genito-urinaria.
9. Pengkajian fisik dengan metode head to toe
1. Keadaan umum klien, meliputi: kesadaran composmentis: lemah, rewel,
kebersihan kurang, berat badan kurang, tinggi badan, nadi cepat dan lemah, suhu
meningkat, dan pernapasan takipneu.
2. Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna rambut
kusam.
3. Muka: tampak seperti wajah orang tua.
4. Mata: konjungtiva anemis.
5. Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk memenuhi
intake nutrisi.
6. Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecah-pecah.
7. Leher: biasanya mengalami kaku duduk.
8. Torax : adanya tarikan dada saat bernapas
9. Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara
hipertimpani.
10. Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin dan pucat.
11. Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai.
12. Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik,
(Capernito,2000).
10. Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:
1. Inspeksi
a) klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;
b) warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;
c) mata terlihat cekung dan pucat;
d) terlihat pergerakan usus;
e) ada pembesaran/edema pada tungkai.
2. Auskultasi
a) bunyi peristaltik usus meningkat;
b) bunyi paru-paru wheezing dan ronchi.
3. Perkusi
a) terdengar adanya shifting dullnees;
b) terdengar bunyi hipertimpani.
4. Palpasi
hati: terjadi pembesaran hati.
11. Pemeriksaaan fisik untuk pertumbuhan anak.
1. Mengukur tinggi badan dan berat badan anak
2. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan tinggi badan (dalam meter)
3. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat

diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak


dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal
sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
4. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA)
untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa
tubuh yang tidak berlemak).
12. Pemeriksaan Laboratorium
1. Biokimia: Hb anemia karena kurangnya konsumsi makanan yang
mengandung zat besi, asam folat dan berbagai vitamin, kadar albumin yang
rendah karena kurangnya konsumsi protein, kadar globumin normal atau sedikit
tinggi, kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada
asam amino non esensial.
2. Biopsi: ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati
mengandung vakual lemak yang besar.
3. Autopsi: menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti
degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem
limfold dan atrofi kelenjar timus.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan
kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
1.
Penurunan ukuran antropometri.
2.
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut).
3.
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra.
4.
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal).
5.
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
6.
Edema tungkai.
7.
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa
popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
KWASHIOKOR
a. Identitas Klien
1. Nama

Nama meliputi nama lengkap dan nama panggilan atau nama kesukaan
pasien.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko lebih besar jika dibandingkan
dengan perempuan karena laki-laki membutuhkan lebih banyak asupan
protein.
3. Usia
Usia 1-3 tahun lebih sering terkena penyakit kwarsiokor karena kebutuhan
pada usia tersebut sangat meningkat.
4. Alamat
Alamat mengindikasikan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat
tinggal yang kumuh akan lebih rentan menimbulkan penyakit pada
penghuninya, utamanya penyakit kwarsiokor sehingga dibutuhkan protein
yang lebih banyak untuk membentuk sistem imunitas yang lebih baik.
5. Pendidikan Terakhir
Pendidikan keluarga terutama orang tua secara tidak langsung akan
mempengaruhi derajat pemenuhan kesehatan anak.
6. Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua menggambarkan kesejahteraan kesehatan anak.
Pekerjaan orang tua dengan penghasilan yang kurang akan berpengaruh
pada pemenuhan nutrisi keluarga dan anak.
7. Sumber Informasi
Sumber informasi didapatkan dari orang tua klien.
8. Tanggal MRS
Tanggal masuk rumah sakit menjadi penting karena sebagai data identitas
klien sebelum dilakukan pemeriksaan atau pengobatan lebih lanjut.
9. Nomor Registrasi
Nomor registrasi menjadi bagian dari identitas klien yang penting karena
dapat memudahkan bagi perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
mengidentifikasi layanan kesehatan yang akan dilakukan.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
Umumnya keluhan utama pada anak dengan kwarsiokor adalah terjadi
gangguan pada pertumbuhannya yaitu semakin turunnya berat badan,
edema pada ekstremitas, diare dan keluhan lainnya yang menunjukkan
terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya anak dengan kwarsiokor mengalami anoreksia, diare, penurunan
berat badan (BB <80% BB normal seusianya), keterbelakangan mental
yaitu apatis dan rewel, bengkak pada bagian ekstremitas bahkan wajah,
adanya luka dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit kwarsiokor biasanya terjadi pada anak dengan kelahiran
premature sehingga refleks menghisap ASI nya kurang. Anak dengan berat
badan lahir rendah, anak dengan alergi susu sehingga pemenuhan
kebutuhan nutrisinya kurang. Selain itu anak dengan ibu peminum
alcohol, AIDS atau kekurangan gizi dapat mengakibatkan anak
kwarsiokor.
4. Riwayat Perinatal
1. Tahap perinatal
Kurangnya asupan nutrisi pada ibu selama hamil dapat menyebabkan
malnutrisi pada anak. Selain itu, infeksi yang mungkin terjadi pada ibu
hamil dapat menular pada anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak.

2. Tahap Intranatal
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan kurangnya
pengetahuan ibu dapat menyebabkan bayi mengalami kwarsiokor.
3. Tahap Post Natal
Asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan nutrisi lainnya
setelah ASI eksklusif dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
nutrisi bayi baru lahir.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga sebagian besar tidak berpengaruh, karena
kwarsiokor bukan penyakit genetik, namun kebanyakan karena anak
mengalami malnutrisi.
6. Riwayat Nutrisi
Anak yang mengalami kwarsiokor biasanya dikarenakan malnutrisi
terutama defisiensi protein. Selain itu, anak juga kekurangan asupan
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh.
7. Riwayat Tingkat Perkembangan

Anak yang mengalami kwarsiokor mengalami keterlambatan pertumbuhan


karena kurangnya asupan protein. Kecerdasan anak juga menurun karena
adanya keterbelakangan pertumbungan dan perkembangan tersebut
4. Pola Fungsi Kesehatan\
1. Pola Persepsi dan Tatalaksana Kesehatan
Orang tua anak yang menderita kwarsiokor kebanyakan tidak
mengetahui cara melakukan perawatan pada anak dan cara
mengasuhnya.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Anak yang mengalami kwarsiokor karena mengalami defisiensi
nutrisi akan mengganggu metabolisme tubuh anak dan akibatnya
zat-zat penting dalam tubuh tidak tersedia dengan cukup.
Contohnya terjadinya pembesaran hati karena kekurangan asam
amino.

5. Pola Eliminasi
Anak akan mengalami gangguan pada gastrointestinalnya seperti diare
dan anoreksia.
6. Pola Aktivitas / Bermain
Anak akan mengalami

gangguan

aktivitas

karena

gangguan

mental yaitu apatis dan rewel. Selain itu juga karena adanya edema
pada ekstremitas serta penurunan fungsi otot.
7. Pola Istirahat dan Tidur
Anak mengalami gangguan pola istirahat dan tidurnya karena rewel
dan ketidaknyamanan karena edema ekstremitas.
8. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori
Anak akan mengalami gangguan kognitif akibat kurangnya asupan
nutrisi, keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan serta
penglihatan karena defisiensi vitamin A.
9. Pola Konsep Diri
Anak akan merasa malu dalam bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya karena adanya ketidaknormalan pada tubuhnya.
10. Pola Hubungan Peran
Pola hubungan dan peran anak dengan dunia luar akan terganggu
dengan adanya citra diri yang rendah dan gangguan pertumbuhan.
11. Pola Mekanisme Koping
Keluarga perlu memeberi dukungan semangat utuk kesembuhan anak.

12. Pola Nilai dan Kepercayaan


13. Keluarga terutama orang tua selalu optimis dan mendoakan
kesembuhan anaknya
e. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaaan Umum
Umumnya anak penderita kwarsiokor akan tampak pucat, kurus, edema pada
ekstremitas, wajahnya menunjukkan tanda moon face karena terjadinya
edema. Anak cengeng dan rewel. Keadaan anak komposmentis namun pada
stadium lanjut dapat menjadi apatis, kesadarannya pun akan menurun dan
anak akan menjadi pasif.
b. Pada tanda-tanda vitalnya ditemukan
TD meningkat karena terjadi takikardi, ritme nadi tidak teratur, RR meningkat
terjadi dyspnea dan terdapat bunyi abnormal, suhu turun kurang dari 37oC.
f. Head to Toe
1. Rambut
Akibatnya pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh, rambut
menjadi kusam, kering, mudah dicabut, warna tidak merata dan
2.
3.
4.
5.

kemerahan.
Wajah
Wajah pucat jika terjadi anemia dan wajah akan bengkak (moon face).
Mata
Mata menjdi sayu, selaput mata pucat, kornea menjadi putih buram.
Bibir
Terdapat luka pada sudut-sudut mulut.
Kulit
Terdapat bintik / belang hiperpigmentasi bilateral pada kulit yang
mengelupas mirip luka bakar. Jaringan bawah kulit edema akibat terjadi
penumpukan cairan dan akan membentuk cekungan jika di palpasi, lalu

akan kembali ke bentuk semula setelah beberapa detik atau menit.


6. Otot
Atrofi otot ada sehingga anak tampak lemah terus-menerus dan tidak
mampu berjalan dengan baik.
7. Gastrointestinal
Saat dilakukan palpasi akan ditemukan hepatomegali.
8. Sistem saraf
Anak menjadi apatis, kurang perhatian, bingung, kurang ceria dan
iritabilitas.
9. Kaki
Terjadi edema pada ektremitas bawah dan luka pada paha.

g. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kadar albumin: normal 4-5,2g/dl. Pada anak dengan kwarsiokor ringan
memiliki kadar albumin hanya 2,7-3,4g/dl, dan pada kwarsiokor berat
memiliki kadar albumin 2,1g/dl.
2. Tes imun: jumlah limfosit <1500 sel/mm menandakan penurunan generasi
sel T yang sensitif terhadao malnutrisi.
3. Tes kreatinin (Cr): normal 20-35g/dl/24 jam, penurunan Cr sebanyak 60%
menandakan terjadi penurunan berat badan.
4. Tes hemoglobin: normal pada bayi 9-14 u/L dan pada anak usia 6-12 bulan
sebanyak 11,5-15 u/L. jika hemoglobin menurun maka anak akan
mengalami anemia akibat dari turunnya protein yang mengganggu
pembentukan sel darah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
MARASMUS
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
KWASHIOKOR
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3. Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status
metabolik.

BAB IV

ASUHAN KEPERWATAN MARASMUS DAN KWASHIOKOR BERDASARKAN


SKENARIO KASUS
A. Skenario kasus
An. Z (laki-laki) usia 2 tahun dirawat di Ruang anak RS Hidayah karena kurang
gizi ( KKP). Klien tampak lemah, rambut tipis kecoklatan, mata cekung, mukosa
mulut kering, wajah keriput, tulang iga tampak jelas, retraksi dinding dada, perut
buncit, turgor kurang elastis, edema di ekstremitas atas dan bawah, pantat atropi,
belum bisa berjalan, duduk harus dibantu dan bicara belum jelas. An.Z anak ke lima
dari keluarga yang kurang mampu, hanya minum ASI, ibu An. Z umur 40 tahun, TB
150 cm, BB 40 kg, dari pemeriksaan BB An. Z 8 kg.
B. Pengkajian
Tanggal pengkajian
Ruang
Waktu pengkajian

: 04 Juni 2016
: Bangsal Dahlia
: 11.00 WIB

a. Identitas klien
1. Nama
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Agama
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. No.RM
10. Tanggal masuk RS
11. Dx. Medis

: An. Z
: 2 tahun
: Laki-laki
: Islam
::: Jawa
: Sidoharum, Gunung kidul
: 20605
: 11 November 2015
: Kwasiorkhor dan marasmus

b. Identitas penanggung jawab


1. Nama
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Agama
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Hubungan dengan klien

: Ny.N
: 40 tahun
: Perempuan
: Islam
: SD
: Ibu rumah tangga
: Sidoharum, Gunung kidul
: Ibu

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama :
Ibu klien mengatakan An. Z tampak lemah

pukul 09.30 WIB

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Ibu klien mengatakan klien tampak lemah, badannya sangat kurus, kemudian
diperiksakan di balai pengobatan desa, menurut hasil dari pemeriksaan, klien
didiagnosa Gizi buruk sehingga klien harus menjalani pengobatan dan dokter
menganjurkan agar klien dibawa ke RS Hidayah. Pada tanggal 11 November 2015
pukul 09.30 WIB oleh keluarga klien dibawa ke IGD RS Hidayah. Ibu klien
mengatakan tampak lemah, badannya sangat kurus, perut buncit, tangan dan
kakinya tampak bengkak, belum bisa berjalan, duduk harus dibantu dan bicara
belum jelas. Di IGD TTV ; TD : 80/60 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Suhu : 37C,
dan RR : 24 x/menit. Terapi : infus RL 45 tpm. Saat dikaji pada tanggal 11
November 2015 pukul 11.00 WIB Ibu klien mengatakan tampak lemah, klien
hanya di beri ASI karena keluarga klien tidak mampu membeli susu formula ,
badannya sangat kurus, perut buncit, tangan dan kakinya tampak bengkak, belum
bisa berjalan, duduk harus dibantu dan bicara belum jelas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan kemarin klien sering diare, tetapi klien tidak di bawa ke
balai pengobatan ataupun RS.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. Dan
keluarga tidak ada yang mengalami penyakit seperti TBC, DM, hipertensi
maupun penyakit serius lainnya
5. Riwayat kehamilan
Anak laki laki dari ibu G5 P5 A0. Selama kehamilan klien, ibu klien mengatakan
tidak mempunyai masalah khusus, paling hanya mual-mual.
6. Riwayat Persalinan
Ibu klien mengatakan klien lahir secara normal dan spontan, tidak ada kelainan
bawaan dan tidak mempunyai gangguan selama proses persalinan. Klien lahir
secara prematur yaitu hamil usia 35 minggu, presentasi bawah kepala. BBL : 3200
gram.
7. Riwayat imunisasi
Klien mendapat imunisasi BCG dan Polio.
8. Riwayat tumbuh kembang
Ibu klien mengatakan klien mengalami keterlambatan dalm proses tumbuh
kembang.
9. Perkembangan motorik : klien belum bisa berjalan, dan duduk harus dibantu.

10. Perkembangan bahasa: bicara klien belum jelas


11. Kebutuhan cairan
Kebutuhan cairan klien
= 100 cc/ kgBB/ hari
= 100 x 8 = 800 ml
12. Kebutuhan kalori
Kebutuha kalori klien
= 1000 kalori + (100 x usia dalam tahun)
= 1000 + (100 x 2) = 1000 + 20 = 1200 kalori/hari

D. Pola Pengkajian Menurut Gordon


1. Pola Persepsi kesehatan atau penanganan kesehatan
Sebelum sakit : ibu klien memgatakan klien tinggal di daerah yang jauh dari balai
pengobatan, dan klien dari keluarga yang tidak mampu.
Saat sakit : Ibu klien mengatakan sekarang klien mendapatkan perawatan setelah
di bantu desa.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien selama ini hanya minum ASI yaitu 45 kali/hari. BB: tidak tahu.
Saat dikaji : Klien minum ASI 3-4 kali/hari. Dan makan pendamping ASI 2 kali
sesuai diit dari RS tetapi tidak habis. Minum air putih 1 gelas per hari. BB: 8 kg.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAB sering mengalami diare warna kuning, tidak ada darah,
BAK : 3-4 kali/hari, warna kuning jernih.
Saat dikaji : Klien belum BAB 1x lembek, kuning, BAK 2x/hari, warna kuning
berbau khas.
4. Pola aktivitas / latihan
Sebelum sakit : Klien dapat beraktifitas sesuai kemampuan.
Saat dikaji : Klien hanya terlihat berbaring ditempat tidur.
5. Pola Istirahat / tidur
Sebelum sakit : Klien tidur 9 jam sehari, tidur siang kurang lebih 2 jam.
Saat dikaji : Klien susah tidur dan sering terbangun pada malam hari.Lama tidur
7 jam sehari.
6. Pola perseptif kognitif
Sebelum sakit : Klien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan
dengan jelas, dalam pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap
makanan dengan baik.
Saat dikaji
: Klien dapat melihat dengan normal dan bisa mendengarkan
dengan jelas, dalam pengecapan klien tidak ada masalah, klien bisa mengecap
makanan dengan baik.

7. Pola koping/toleransi stres


Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan jika klien merasa tidak nyaman klien
menangis.
Saat dikaji : Klien hanya tiduran dan apabila klien kesakitan klien menangis dan
rewel.
8. Pola Konsep diri
Tidak terkaji
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki, dan tidak ada masalah dalam sistem reproduksi
klien.
10. Pola peran / hubungan
Sebelum sakit : Hubungan klien dengan orangtua dan keluarga baik.
Saat dikaji : Klien lebih nyaman ditemani oleh ibunya.
11. Pola nilai / kepercayaan
Sebelum sakit : Ibu klien mengatakan klien belum melakukan ibadah.
Saat dikaji : Ibu klien mengatakan klien belum melakukan ibadah
E. Pemeriksaan Fisik
1.
TTV
TD
Nadi
Suhu
RR
2.
Antropometri
Lingkar Kepala
Lingkar Lengan atas
BB
TB
3.
Kepala
4.
Wajah
5.
Mata

:
: 80/60 mmHg
: 70 x/menit
: 36,5 C
: 22 x/menit
:
: 48 cm
: 12 cm
: 8 Kg
: 84 cm
: mesosepal, rambut tipis kecoklatan
: tampak keriput
: konjungtiva anemis, sklera Anikterik, reflek terhadap

cahaya pupil isokhor, mata cekung


6.
Hidung
: tidak ada polip, tidak ada cuping hidung
7.
Mulut
: bibir terlihat pucat dan kering
8.
Telinga
: normal, tidak ada sekret dan darah
9.
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
10. Dada
:
Paru
Inspeksi
: tulang iga tampak jelas, tidak ada otot bantu pernafasan
Palpasi
: retraksi dinding dada sama kanan dan kiri, terdapat vocal

fomitus kanan kiri


Perkusi
: sonor
Auskultasi
: bunyi vesikuler
Jantung

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
11. Genetalia
12. Anus
13. Ekstremitas
Atas

: tidak tampak ictus cordis


: tidak terdapat pembesaran jantung
: pekak
: S1 dan S2 bunyi regular
:
: bentuk buncit
: bising usus 10 x/menit
: tidak ada nyeri tekan, cubitan perut lambat
: timpani
: laki laki, tidak terpasang DC
: tidak ada lesi, pantat atropi
:
: akral dingin, CRT : 4 detik, terpasang infus RL 20 tpm,

terdapat edema
Bawah
14. Kulit

: lemah, terdapat edema


: turgor kulit kurang elastis

F. Pemeriksaan Penunjang
Terapi
VFD RL = 45 tetes/menit
L-Bio 2sac
Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vi

G. Pemeriksaan laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
Hemoglobin

Hasil
9 gr/dl

Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Diffferent count

L 40
14.5
4.1
0.10/1.40/49.60/40.50/0.4
0

MCV
MCH

75#
26

Nilai Normal
Pria : 13-18 g/dl, wanita 11.516.5 g/dl. Wanita hamil: 1116.5 g/dl. Anak : 12-34 g/dl
%
10^3/Ul
10^6 /Ul
Basofil : 0-2 %, eosinofil : 13%, netrofil batang : 1-6%,
netrofil segmen: 4-6 %,
limfosit 20- 40 %, monosit: 18%
24-102#
Pg

MCHC

35 g/dl

20-32 g/dl

H. Analisa Data
No
1.

Data
DS :
1. Ibu klien mengatakan
klien hanya minum ASI
karena keluarga klien
tidak mampu untuk
membelikannya susu
formula.

Etiologi
Penurunan asuapan

Masalah
Kekurangan volume

peroral

cairan

Asupan yang tidak

Ketidakseimbangan

adekuat

nutrisi kurang dari

DO :
1. Klien tampak lemah
2. Mata cekung
3. Mukosa mulut
kering
4. Wajah keriput
5. Turgor kulit kurang
elastic
6. Nadi : 80 x/menit
7. Hematokrit : 40 %
2.

DS :
1. Ibu klien mengatakan
klien badannya sangat
kurus, tidak mau makan
makanan pendamping
ASI

DO :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.

kebutuhan tubuh

Klien tampak lemah


Tulang iga tampak jelas
Perut buncit
Pantat atropi
BB nomal : 12 kg
BB An. Z : 8 kg

DS :
1. Ibu klien mengatakan
klien

Asupan kalori dan

Keterlambatan

protein yang tidak

pertumbuhan dan

2. belum bisa
berjalan danduduk harus
dibantu
3. Ibu klien mengatakan
klien hanya minum ASI

adekuat

perkermbangan

DO :
1. BB : 8 Kg, BB normal :
12 kg
2. TB : 84 , TB normal : 90
cm
3. LILA: 12 cm, LILA
normal : 16 cm
4. Klien tampak lesu

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d penurunan asuapan peroral
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak
adekuat
3. Keterlambatan pertumbuhan dan perkermbangan b.d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
N

Nanda

Noc

Nic

o
1

Kekurangan

Setelah dilakukan

volume cairan b.d

tindakan keperawatan 1

Managem

penurunan asuapan

x 24 jam di harapkan

ent

peroral

kebutuhan cairan dan


elektrolit adekuat
dibuktikan dengan :
Kriteria Hasil
Mempertahanka
n urine output
sesuai dengan

Aktivitas
Fluid

Fluid
Management
1. Timbang popok /
pembalut jika
diperlukan
2. Pertahankan
catatatn intake dan
output yang akurat
3. Monitor status
hidrasi
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan

usia dan BB, BJ

makanan / cairan

urine normal,

dan itung intake

HTT normal
TD, nadi, SB

kalori harian
6. Kolaborasikan
pembarian cairan

dalam batas

IV
7. Monitor status

normal
Tidak ada tanda

nutrisi
8. Berikan cairan IV

tanda
dehidrasi,

pada suhu ruangan


Dorong masukan

elastisitas

9.

turgorkulit baik,

oral
10. Dorong keluarga

membrane

untuk membatu

mukosa lembab,

pasien makan
11. Kolaborasi dengan

tidak ada rasa


haus yang

dokter
12. Atur kemungkinan

berlebihan

transfuse
13. Monitor tingkat Hb
dan hematoktrit
14. Monitor BB
2.

Ketidakseimbanga

Setelah dilakukan

n nutrisi kurang

tindakan keperwatan 1

dari kebutuhan

x 24 jam diharapkan

tubuh b.d asupan

kebutuhan nutrisi

yang tidak adekuat

terpenuhi dengan
tingkatan adekuat
dibuktikan dengan :
Kriteria Hasil :
Adanya
peningkatan BB
sesuai dengan

Nutrition
Manageme
nt
Monitoring
Nutrition

Nutrition
Management
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan

tujuan
BB ideal sesuai
dengan tinggi
badan
Mampu
mengidentifikas

intake Fe
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan vitamin

i kebutuhan

C
5. Berikan substansi

nutrisi
Tidak ada tanda

gula
6. Berikan makanan

tanda
malnutrisi
Menunjukkan
peningkatan
fungsi
pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi
penurunan BB
yang berarti

yang terpilih
( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
7. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
8. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
9. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
10. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Monitoring
Nutrition
1. BBpasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat

badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
11. Monitor makanan
kesukaan
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan

3.

Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkermbangan b.d
asupan kalori dan
protein yang tidak
adekuat

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2
x 24 jam diharapakan

Teaching :
disease
process
Managem
ent
behavior

intake nuntrisi
Teaching : disease
process
1. Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang
spesifik
2. Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan
dengan anatomi dan
fisiologi, dengan
cara yang tepat
3. Gambarkan tanda
dan gejala yang
biasa muncul pada
penyakit dengan
cara yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit dengan
cara yang tepat
5. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan
6.

cara yang tepat


Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat

7. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi dimasa
yang akan datang
8. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
Management
behavior
1. Gunakan suara
yang lembut dan
pelan dalam
berbicara dengan
pasien.
2. Tingkatkan
aktivitas fisik
sesuai dengan
kemampuan.
3. Diskusikan dengan
keluarga untuk
membuat dasar
kognitif prainjury.
4. Buat rutinitas untuk
pasien.
5. Hindari untuk
menyudutkan
pasien.
6. Hindari untuk
membantah pasien.

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Marasmus adalah suatu penyakit malnutrisi energi protein berat akibat dari kurang
mendapat masukan makanan dalam waktu lama yang ditandai dengan penurunan berat
badan dan atropi jaringan tubuh secara bertahap terutama subkutan sehingga anak tampak
lebih tua dengan kulit keriput dan turgor kulit menurun.

Sedangkan Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh


defisiensi protein yang berat akibat mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak
mencukupi kebutuhan. Defisiensi protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau
kalori tubuh mencukupi kebutuhan.
SARAN
Untuk pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapakan demi
penulisan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta:EGC
Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. http://www.cermin dunia
kedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
No Name. 2008. Marasmus. http://www.dokterfoto.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
FKUI.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. E/15. Alih bahasa oleh
Wahab. Jakarta: EGC.
Brashers,

Valentina

L.

2007. Aplikasi

Klinis

Patofisiologi:

Pemeriksaan

dan

Manajemen. Jakarta: EGC.


Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dengan
implikasi keperawatan. Alih bahasa Easter Nurses. Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20121014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai