BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi yang
dihadapi oleh dunia dan kebanyakan masalah malnutrisi berasal dari negara
berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Bersumber pada data WHO tahun
1999 menyatakan terdapat kematian 10,5 juta anak usia kurang dari 5 tahun dan
99% diantaranya tinggal di negara berkembang. Penyebab kematiannya antara lain
54% adalah karena malnutrisi, disusul dengan kondisi perinatal yang kurang baik,
pneumonia, diare dan lainnya.
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi kesehatan
masyarakat dan masih menjadi masalah utama di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. KEP dimanifestasikan secara primer akibat kurangnya asupan
diet yang mengandung energi dan protein secara tidak adekuat, baik karena
kurangnya asupan kedua nutrisi ini yang seharusnya digunakan untuk
pertumbuhan normal, maupun karena kebutuhan tubuh akan kedua nutrisi tersebut
yang meningkat yang tidak sesuai dengan asupan yang tersedia. Namun, karena
KEP hampir selalu disertai dengan kekurangan nutrisi-nutrisi lain, istilah “Kurang
Gizi Berat Pada Anak-Anak” atau “Severe Childhood Undernutrition” (SCU),
lebih tepat menggambarkan keadaan tersebut. SCU, baik primer maupun sekunder,
merupakan spectrum yang memiliki rentang dari kekurangan gizi ringan yang
ditandai dengan berkurangnya rasio tinggi badan dan berat badan sesuai umur,
hingga kekurangan gizi yang berat yang ditandai dengan berkurangnya rasio tinggi
badan dan berat badan yang signifikan sesuai umur disertai dengan “wasting”
pengurangan atau kehilangan massa otot (bertambah kurus), yaitu penurunan rasio
berat badan sesuai tinggi badan normal. SCU dibedakan secara klinis menjadi 3,
yaitu : Marasmus (penurunan berat badan/wasting yang berat tanpa disertai edema)
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi marasmus dan kwashiorkor ?
2. Bagaimana etiologi marasmus dan kwashiorkor ?
3. Bagaimana patofisiologi marasmus dan kwashiorkor ?
4. Apa manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor ?
5. Apa komplikasi marasmus dan kwashiorkor ?
6. Apa pemeriksaan diagnostik marasmus dan kwashiorkor ?
7. Bagaimana pencegahan marasmus dan kwashiorkor ?
8. Bagaimana pengobatan marasmus dan kwashiorkor ?
9. Bagaimana pengkajian marasmus dan kwashiorkor ?
10. Bagaimana analisa data marasmus dan kwashiorkor ?
11. Bagaimana masalah keperawatan marasmus dan kwashiorkor ?
12. Bagaimana intervensi keperawatan marasmus dan kwashiorkor ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami tentang Konsep asuhan keperawatan
marasmus kwashiorkor pada anak.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
a. Definisi marasmus dan kwashiorkor
b. Etiologi marasmus dan kwashiorkor
c. Patofisiologi marasmus dan kwashiorkor
d. Manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor
e. Komplikasi marasmus dan kwashiorkor
f. Pemeriksaan diagnostik marasmus dan kwashiorkor
g. Pencegahan marasmus dan kwashiorkor
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori
protein. (Suriadi, 2006:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan
makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada
pola penyakit klinis yang menekankan satu at;au lebih tanda defisiensi protein
dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun, dan juga
pada gangguan saraf pusat.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi
protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak
mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk
sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP)
dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan,
depigmentasi, hyperkeratosis (Arvin, 2012).
Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di
dunia ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih
terkebelakangan bidang industrinya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh
4
5
B. Etiologi
1. Marasmus
Menurut Cecily Lynn (2009) Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah
sebagai berikut:
a. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis
dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
6
a. Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi
anak akan berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada
masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang
tidak stabil, atau adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat
menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat
pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya,
gangguan penyerapan protein karena diare.
3. Marasmik-Kwashiorkor
Marasmik kwashiorkor adalah suatu sindrom protein calorie malnutrition di
mana ditemukan gejala-gejala marasmus dan juga terdapat gejala-gejala
kwashiorkor. Jadi, marasmik kwashiorkor merupakan sindrom perpaduan dari
marasmus dan kwashiorkor.
Sindromprotein calorie malnutrition dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan
etiologinya yaitu :
1. Protein calorie malnutrition primer atau eksogen. PCM primer terjadi karena
intake yang inadekuat. Hal ini dikarenakan kemiskinan, komposisi makanan
yang tidak tepat, alkoholisme, drug addiction, alergi makanan, tidak makan,
idiosyncrasy (pantang makan makanan tertentu), fad diet (makanan yang
tidak sehat), dan lain sebagainya yang bisa membuat intakenya inadekuat.
2. Protein calorie malnutrition sekunder atau endogen. PCM sekunder yang
terjadi tidak dikarenakan intake yang inadekuat, tetapi lebih dikarenankan
8
oleh faktor lain seperti peningkatan kebutuhan nutrisi. Pada intinya adanya
gangguan metabolisme atau malabsorpsi.
C. Patofisiologi
1. Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah
dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi
asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak
dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an
Arlina Mursada, 2002:11).
2. Kwashiorkor
Pada kwashiorokor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang
menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan
yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan
menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan
untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka
produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum
9
D. Manifestasi Klinis
1. Marasmus
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari
bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba
waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung
dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal,
nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian lesu
dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa
yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi
mukus dan sedikit (Nelson,1999).
Menurut Lauren,S. (2011) manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
a. Penampilan
10
sering bangun malam. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik,
dan nafsu makan menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh kembang
akan terlihat berat badan menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga
turgor menjadi jelek dan kulit berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat
jaringan lemak pipi pun menghilang, sehingga wajah anak menyerupai
wajah orang usia lanjut. Vena superfisialis kepala lebih nyata, fontanel
cekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata nampak lebih besar dan
cekung. Perut dapat membuncit atau mencekung dengan gambaran usus
yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan hipotonia. Kadang-kadang
terdapat edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada muka. Suhu tubuh
umumnya subnormal, nadi lambat dan metabolisme basal menurun, sehingga
ujung tangan dan kaki terasa dingin dan nampak sianosis. (A.H
Markum,1991;166)
2. Kwashiorkor
Pada awalnya, bukti klinik awal malutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi
letargi, apatis, atau iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak
cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambahnya
kerentanan terhadap infeksi, dan oedema. Salah satu manifestasi yang paling
serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat
memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi
anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan tonus otot. Hati
membesar dapat terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi lemak.
Oedema biasanya terjadi di awal, penurunan berat badan yang dapa dilihat pada
muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerulus, dan fungsi
tubuler ginjal menurun. Manifestasi klinis yang lain adalah dermatitis.
Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasitetapi tidak ada pada
daerah yang terpapar sinar matahari. Penyebaran rambut jarang dan tipis serta
kehilangan sifat elastisitasnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menyebabkan warna merah atau abu-abu seperti coretan pada rambut
(hipokromtrichia). Rambut menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga
12
mengalami anoreksi, muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah,
tipis dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan.
Perubahan mental tertama iritabilitas dan apati sering terjadi (Agus, D.M,
2013).
Menurut Agus, D.M, (2013) perubahan-perubahan pada kwashiorkor sebagai
berikut :
a. Wujud umum: secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus,
atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka
penderita seperti moon faceakibat terjadinya edema.
b. Retardasi pertumbuhan: gejala yang paling penting adalah pertumbuhan
yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan
dengan anak sehat.
c. Perubahan mental: biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan, dan
rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa
menurun dan anak menjadi pasif.
d. Edema: sebagian besar anak dengan Kwashiorkor ditemukan edema, baik
ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa
disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal
akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e. Kelainan rambut: perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture) maupun warnanya. Rambut kepala mudah tercabut
tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak
kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
f. Kelainan kulit: kulit biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan
persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita ditemukan perubahan kulit
yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement
dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan
tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan,
terutama bila tekanan terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat
13
atau ekskreta, seperti pada fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha,
pantat, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-
bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan menjadi hitam.
Pada suatu saat, bercak-bercak ini akan mengelupas dan memperlihatkan
bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih
hitam oleh hiperpigmentasi.
g. Kelainan gigi dan tulang: pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan
dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga
ditemukan caries pada gigi penderita.
h. Kelainan hati: pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan
semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan
tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati
terjadi akibat defisiensi faktor lipotropic.
i. Kelainan darah dan sumsum tulang: anemia ringan selalu ditemukan pada
penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit
(ankilostomiasis dan amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat.
Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk
pembentukan darah seperti ferum dan vitamin B kompleks (B12, folat, B6).
Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum
tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein
juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh,
akibatnya terjadi defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplimen.
j. Kelainan pankreas dan kelenjar lain: di pankreas dan kebanyakan kelenjar
lain seperti parotis, lakrimal, saliva, dan usus halus terjadi perlemakan.
k. Kelainan jantung: bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi
jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
l. Kelainan gastrointestinal: terjadi anoreksia sampai semua pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena
tiga masalah utama, yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi
14
E. Komplikasi
1. Marasmus
Menurut Cecily Lynn (2009) komplikasi yang mungkin terjadi defisiensi
Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma,
anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan
psikomotor.
a. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang
terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi,
sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau
pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak
yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi.
b. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi
khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi
parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi
kurang.
15
c. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan
membentuk “tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah
pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak
dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat,
penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya tersumbat,
sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru, yang
selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya
menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada
anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan
ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru
yang luas.
d. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot
yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot
pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk
menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering menimbulkan
pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil tersebar di paru
(bronkopneumonia).
e. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-
protein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif
dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan
tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat
keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap
berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih
mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk.
2. Kwashiorkor
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya system imun. Tinggi maksimal dan kemampuan
16
potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan
riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistic emngemukakan bahwa kwashiorkor
yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anank-anak) dapat menurunkan IQ
secara permanen (Wong, 2008).
Komplikasi jangka pendek :
a. Hipoglikemia
b. Hipotermi
c. Dehidrasi
d. Gangguan funfsi vital
e. Gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa
f. Infeksi berat
g. Hambatan penyembuhan penyakit penyerta
Komplikasi jangka panjang :
a. Tubuh pendek
b. Berkurangnya potensi tumbuh kembang
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Marasmus
Menurut Suradi (2006) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak
dengan marasmus antara lain sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengukur TB dan BB
Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi
dengan TB (dalam meter)
2) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya
dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan
lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada
wanita.
17
G. Pencegahan
1. Marasmus
Tindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat dilaksanakan
dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana
dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan
gizi. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan
menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang
menjadi yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk
melakukan pencegahan dapat melakukan beberapa langkah adalah sebagai
berikut :
a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun yang merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
b. Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 3 tahun ke atas.
c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan.
d. Pemberian imunisasi.
e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
f. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi tentang pemberian makanan
yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang kepada ibu-ibu
yang memiliki balita. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang
(perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral
berdasarkan umur dan berat badan)
g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
19
H. Pengobatan
1. Marasmus
Menurut Suradi (2006) dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase,
adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan
harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase.
a. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP).
Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu
atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang
diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang
dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung.
Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila
ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan
seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai
dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
2) Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
3) Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
4) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari
tiap 2-3 jam.
b. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi
mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat
badan sehari.
21
c. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai
dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin
diperlukan adalah :
1) Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
2) KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
3) Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
4) Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral
atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin
A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis
maksimal 400.000 SI.
5) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat
besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya
menyertai KKP berat.
2. Kwashiorkor
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi
secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi
susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga
suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika
anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan
lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat
biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan
penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai
normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet
22
tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan
pemberian cairan dan elektrolit (Arvin, 2012).
3. Marasmus-Kwashiokor
Menurut Pudjiadi (2005) pengobatan KEP berat ialah untuk menurunkan
mortalitas dan memulihkan kesehatan secepatnya. Penderita KEP-berat
seyogyanya dirawat di rumah sakit, walaupun memisahkan penderita dari
ibunya ada untung-ruginya. Kemungkinan kurang perawatan dan mendapat
infeksi dirumah sakit tentu ada. Bahkan menurut Depkes. RI (1999), Yang khas
pada penderita marasmus-kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita
kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium.
Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika
ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak
terfiksasi oleh membran sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama
karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah
karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.
I. Pengkajian
1. Marasmus
a. Biodata
Identitas pasien, umur, jenis kelamin, alamat, No.Reg, Diagnosa Medis,
identitas penanggung jawab, Tanggal masuk rumah sakit dll.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
23
b) Kepala: lingkar kepala klien biasanya lebih kecil dari normal, warna
rambut kusam.
c) Muka: tampak seperti wajah orang tua.
d) Mata: konjungtiva anemis.
e) Hidung: biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk
memenuhi intake nutrisi.
f) Mulut: biasanya terdapat lesi, mukosa bibir kering dan bibir pecah-
pecah.
g) Leher: biasanya mengalami kaku duduk.
h) Torax : adanya tarikan dada saat bernapas
i) Abdomen: perut cekung, terdapat ascites, bising usus meningkat, suara
hipertimpani.
j) Ekstremitas atas: lingkar atas abnormal, akral dingin dan pucat.
k) Ektremitas bawah: terjadi edema tungkai.
l) Kulit : keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT: > 3 detik,
(Capernito,2000).
2) Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:
a) Inspeksi
(1) Klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;
(2) Warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;
(3) Mata terlihat cekung dan pucat;
(4) Terlihat pergerakan usus;
(5) Ada pembesaran/edema pada tungkai.
b) Auskultasi
(1) Bunyi peristaltik usus meningkat;
(2) Bunyi paru-paru wheezing dan ronchi.
c) Perkusi
(1) Terdengar adanya shifting dullnees;
(2) Terdengar bunyi hipertimpani.
d) Palpasi
25
7) Riwayat nutrisi
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama
defisiensi protein. Ana juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin yang
kurang diantaranya pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B kompleks
(B12, folat, B6) dan vitamin A yang penting untuk pertumbuhan mata.
8) Riwayat pertumbuhan perkembangan
a) Anak yang menderita kwarshiorkor mengalami keterlambatn
pertumubuhan akibat defisiensi protein dan gangguan penglihatan
b) Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat
keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan
c) Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat
gangguan nutrisi sehingga intake nutrisi semakin berkurang
c. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada
ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka
penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya
penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut
bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi
pasif. Pada tanda-tanda vitalnya ditemukan; TD meningkat karena terjadi
takikardi, ritme nadi tidak teratur, RR meningkat terjadi dyspnea dan
terdapat bunyi abnormal, suhu turun kurang dari 37oC.
2) Head to Toe
a) Rambut
Akibatnya pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh,
rambut menjadi kusam, kering, mudah dicabut, warna tidak merata dan
kemerahan.
b) Wajah
Wajah pucat jika terjadi anemia dan wajah akan bengkak (moon face).
29
c) Mata
Mata menjadi sayu, selaput mata pucat, kornea menjadi putih buram.
d) Bibir
Terdapat luka pada sudut-sudut mulut.
e) Kulit
Terdapat bintik / belang hiperpigmentasi bilateral pada kulit yang
mengelupas mirip luka bakar. Jaringan bawah kulit edema akibat
terjadi penumpukan cairan dan akan membentuk cekungan jika di
palpasi, lalu akan kembali ke bentuk semula setelah beberapa detik
atau menit.
f) Otot
Atrofi otot ada sehingga anak tampak lemah terus-menerus dan tidak
mampu berjalan dengan baik.
g) Gastrointestinal
Saat dilakukan palpasi akan ditemukan hepatomegali.
h) Sistem saraf
Anak menjadi apatis, kurang perhatian, bingung, kurang ceria dan
iritabilitas.
i) Kaki
Terjadi edema pada ektremitas bawah dan luka pada paha.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kadar albumin: normal 4-5,2g/dl. Pada anak dengan kwarsiokor ringan
memiliki kadar albumin hanya 2,7-3,4g/dl, dan pada kwarsiokor berat
memiliki kadar albumin 2,1g/dl.
2) Tes imun: jumlah limfosit <1500 sel/mm menandakan penurunan
generasi sel T yang sensitif terhadao malnutrisi.
3) Tes kreatinin (Cr): normal 20-35g/dl/24 jam, penurunan Cr sebanyak 60%
menandakan terjadi penurunan berat badan.
4) Tes hemoglobin: normal pada bayi 9-14 u/L dan pada anak usia 6-12
bulan sebanyak 11,5-15 u/L. jika hemoglobin menurun maka anak akan
30
J. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS : Ketidakseimbangan Intake makanan
Keluarga klien mengeluhkan nutrisi: kurang dari tidak adekuat (nafsu
badan klien lemah dan tidak nafsu kebutuhan tubuh makan berkurang)
makan
DO :
Berat badan turun, berat badan
tidak sesuai dengan tinggi badan,
edema, rambut kering, kusam,
jarang, putih dan mudah dicabut,
kulit kering dan bersisik, hepar
membesar, hb rendah, mata pucat
dan cekung.
2. DS : Kekurangan Diare, mual, muntah
Respon verbal dari klien dan volume cairan
keluarga
DO :
BAB klien lebih dari 3 kali dalam
sehari
3. DS : Kerusakan Gangguan
Keluarga klien mengatakan klien integritas kulit nutrisi/status
tidak bergairah dan lesu. metabolik
DO :
Turgor kulit jelek, kulit
berkeriput, kulit bersisik, kering
4. DS: Risiko infeksi Kerusakan
31
DO : menyebabkan
penurunan tekanan
Edema ringan pada tungkai
osmotic plasma yang
kemudian
menyebabkan filtrasi
cairan yang keluar dari
pembuluh lebih tinggi,
sementara jumlah
cairan yang
direabsorpsi kurang
dari normal.
K. Masalah Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kekurangan volume cairan
3. Kerusakan integritas kulit
4. Risiko infeksi
5. Defisiensi pengetahuan
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
7. Gangguan citra tubuh
8. Kelebihan volume cairan
33
L. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Rasional
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pola makan dan antropometri
a. Untuk mengetahui kebiasaan
gan nutrisi: keperawatan selama ...x 24 klien
makan klien dan menentukan
kurang dari jam klien mendapat nutrisi
berat badan, osteometri dan
kebutuhan yang adekuat dengan
resiko berat berlemak, kurus.
tubuh kriteria hasil :
b. Berikan intake makan tinggi b. Untuk mempertahankan berat
a. Pasien dapat
potein, kalori, mineral, dan
meningkatkan masukan badan, kebutuhan memenuhi
vitamin.
oral. metabolik dan meningkatkan
b. Nafsu makan penyembuhan
meningkat c. Timbang berat badan c. Untuk menentukan diet dan
c. Badan tidak lemah, . menetahui keefektifan terapi
ceria dan segar d. Dorong orangtua atau anggota d. Sebagai support untuk anak
d. BB normal, hb normal keluarga lain untuk menyuapi anak ketika makan
e. Edema hilang atau ada disaat makan
f. Rambut distribusi rata, e. Kolaborasi dengan tenaga e. Untuk merencanakan masukan
hitam nampak kesehatan lain untuk pemberian nutrisi dan cairan.
berminyak vitamin dan gizi untuk
33
34
2. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda-tanda vital dan a. Untuk mengetahui TTV dan
volume cairan keperawatan selama ...x 24 tanda-tanda dehidrasi tanda dehidrasi anak
jam klien tidak terjadi b. Ukur kaluaran urine dengan akurat b. Untuk mengetahui
dehidrasi dengan kriteria keseimbangan antara input dan
hasil : output
a. Mukosa bibir lembab c. Atur kemungkinan transfusi c. Mencegah infeksi
b. tidak terjadi d. Dorong keluarga untuk membantu d. Meningkatkan nutrisi klien
peningkatan suhu pasien makan
c. turgor kulit baik e. Konsultasikan dengan dokter jika e.
tanda-tanda dan gejala kelebihan
volume cairan menetap atau
memburuk
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kemerahan, pucat, a. Mencegah terjadinya kerusakan
integritas kulit keperawatan selama ...x 24 ekskoriasi pada kulit
jam klien tidak terjadi b. Dorong mandi 2x sehari dan b. Mandi dapat menjaga
gangguan integritas kulit gunakan lotion setelah mandi kebersihan kulit
dengan kriteria hasil : c. Massage kulit kriteria hasil c. Massage dapat mencegah
a. kulit tidak kering ususnya diatas penonjolan tulang terjadinya kerusakan kulit
34
35
b. kulit tidak bersisik d. Ubah posisi baring pasien setiap 2 d. Baring yang sering akan
c. elastisitas normal jam. mengakibatkan penekanan pada
kulit
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Monitoring TTV a. Memastikan TTV anak tetap
keperawatan selama ...x 24 b. Beri antibiotik sesuai program dalam batas normal
jam klien tidak b. Antibiotik sebagai pengobatan
menunjukkan tanda-tanda c. Tangan yang bersih akan
c. Mencuci tangan sebelum dan
infeksi dengan kriteria terhindar dari kuman
sesudah melakukan tindakan
hasil : d. Mempertahankan keseimbangan
d. Instruksikan tenaga kesehatan dan
a. Suhu tubuh normal kebutuhan protein dan kalori
keluarga dalam prosedur kontrol
(36,60 C-37,70 C) anak
infeksi
b. Leukosit dalam batas
e.
normal
c. Badan tidak lemah dan
ceria
d. Pusing berkurang
e. Hb normal kembali
f. BB normal kembali
g. Mata tidak pucat
35
36
5. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan a. Tentukan tingkat pengetahuan a. Pengetahuan orang tua pasien
pengetahuan keperawatan selama ...x 24 orangtua pasien mempengaruhi perawatan
jam pengetahuan pasien pasien
dan keluarga bertambah b. Mengkaji kebutuhan diet dan b. Jawaban sesuai indikasi agar
dengan kriteria hasil : jawab pertanyaan sesuai indikasi tidak membingungkan orangtua
a. Menyatakan kesadaran pasien
c. Dorong konsumsi makanan tinggi
dan perubahan pola c. Untuk memenuhi kebutuhan
serat dan masukan cairan adekuat
hidup nutrisi pasien
b. mengidentifikasi d. Menambah wawasan orangtua
d. Berikan informasi tertulis untuk
hubungan tanda dan klien dalam perawatan pasien.
orangtua pasien
gejala.
6. Perubahan Setelah dilakukan tindakan a. Ajarkan pada orangtua tentang a. Tiap anak mempunyai tugas
pertumbuhan keperawatan selama ...x 24 tugas perkembangan yang sesuai perkembangan sesuai dengan
dan jam Anak mampu tumbuh dengan kelompok usia. usianya
perkembangan dan berkembang sesuai b. Kaji tingkat perkembangan anak b. Memastikan perkembangan
dengan usianya dengan dengan Denver II anak tetap dalam batas normal
kriteria hasil : c. Berikan kesempatan bagi anak c. Memberikan kesempatan anak
Terjadi peningkatan dalam yang sakit memenuhi tugas untuk tetap beraktivitas
perilaku personal, sosial, perkembangan
bahasa, kognitif atau d. Berikan mainan sesuai usia anak. d. Mainan yang sesuai dengan usia
36
37
7. Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan a. Kaji secara verbal dan nonverbal a. Mengkaji seberapa besar
tubuh keperawatan selama ...x 24 Respon pasien terhadap tubuhnya gangguan yang muncul
jam Anak mampu b. Monitor frekuensi mengkritik b. Dapat dijadikan sumber
mengubah body image dirinya motivasi
menjadi positif dengan c. Jelaskan tentang pengobatan, c. Meyakinkan pasien tentang
kriteria hasil : perawatan dan prognosis penyakit perawatan maupun medis yang
a. Mempertahankan dilakukan dapat mempercepat
interaksi sosial proses penyembuhan dandapat
b. Mampu memberi pasien harapan positif
mengidentifikasi d. Mempermudah kontak sosial
d. Fasilitasi kontak dengan individu
kekuatan personal dan membangkitan PD pasien
lain dalam kelompok kecil
c. Body image positif
37
38
8. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan a. Pantau kulit terhadap tanda luka a. Luka tekan sulit kembali semula
volume cairan keperawatan selama ...x 24 tekan jika terdapat edema
jam kelebihan volume cairan b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam b. Agar tidak terjadi
tidak terjadi dengan kriteria c. Kaji masukan diet dan kebiasaan dekubitus/perlukaan
hasil : yang dapat menunjang retensi c. Agar cairan tidak menumpuk
a. Menyebutkan faktor- cairan. sehingga terjadi edema jika
faktor penyebab dan intake dan output tidak
metode-metode seimbang
pencegahan edema
b. Memperlihatkan
penurunan edema
perifer dan sacral
38
39
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada
Balita. Penyebabnya multifaktorial antara lain asupan makanan yang kurang,
faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih makanan
yang bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diagnosis berdasarkan gambaran
klinis yaitu untuk menentukan penyebab dari perlunya anamnesis makanan dan
penyakit lain. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan kepada penyebab dan
memerlukan pelayanan kesehatan, serta penyuluhan yang baik. Pengobatan
marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein. Penatalaksanaan di
rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian dan rehabilitasi.
Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup ,atau biasa di sebut juga dengan busung lapar ini
biasanya terjadi pada anak anak dan balita mereka kehilangan kesimbangan tubuh
karena kurang nya asupan makanan, terutama makanan yang mengandung
protein,bisa menyebabkan berat dan tinggi badan menurun, tidak sesuai dengan
usianya. Kwashiorkor terjadi akibat dari beberapa faktor yang terjadi pada
masyarakat, yaitu pola makan, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor infeksi dan
penyakit lain.
B. Saran
Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta
asuhan keperawatan terhadap pasien yang menderita marasmus kwashiorkor.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu Mahasiswa keperawatan
baik dalam penanganannya yaitu mengembalikan anak ke kondisi normal maupun
pemberian edukasi dan penyuluhan untuk pencegahannya.
39
40
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Kliegman Behrman. (2012). Nelson ilmu keperawatan anak ed.15, alih bahasa
Indonesia,A.Samik Wahab. Jakarta : EGC
Wong, Donna, L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi Enam.
Vol.1. Jakarta: EGC
Agus, D.M. (2013). Keperawatan anak :penuntun praktik. Jakarta : EGC
Carpenito,L.J. (2008). Ilmu keperawatan anak edisi III buku kedokteran. Jakarta :
EGC
Cecily Lynn. (2009). Buku saku keperawatan pediatric. Jakarta: EGC
Suradi &Yuliani,R. (2006). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : ISBN
Lauren,S. (2011). Ensiklopedia perkembangan anak, alih bahasa Lukman andrian
dan cahyani insawati. Jakarta : Erlangga
Nanda. (2015-2017). Panduan diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta:
EGC
Mc Closkey, Joanne C.,Bullecheck, Gloria M. (2013). Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Loui : Mosby
Jhonson, Marion.,Meridean Maas. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC).
St. Louis : Mosby