Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH LABIOSKIZIS DAN

PALATOSKIZIZ
`GAMBARAN KEJADIAN LABIOSKIZIS DAN
PALATOSKIZIZ PADA BAYI DI PUSKESMAS SAILUS
BESAR
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
TANGGAL 10 OKTOBER 2012

DI SUSUN OLEH :
Suci kurnia latief

POLITEKHNIS KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2012
LABIOSKIZIS DAN LABIOPALATOSKIZIS

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
LABIOSKIZIS dan LABIOPALATOSKIZIS dengan baik dan tepat waktu. Saya menyadari
bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari semua
pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu penyusun dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurnah untuk itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata teriring
dengan Do’a semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa,
khususnya maupun para pembaca umumnya.
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................
1.2 Tujuan........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
A. TEORI (KONSEP DASAR)…………………………………………………………
2.1 Defenisi.......................................................................................
2.2 Klasifikasi....................................................................................
2.3 Etiologi........................................................................................
2.4 Faktor Resiko..............................................................................
2.5 Patofisiologi.................................................................................
2.6 Tanda dan gejala..........................................................................
2.7 Komplikasi...................................................................................
2.8 Penatalaksanaan...........................................................................
2.9 Syarat Labioplasti (Rule of Ten)...................................................
2.10 Syarat Palatoplasti....................................................................... ..
B. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN..........................................................
A Pengertian Manajemen...........................................................................
B Teori 7 Varney.........................................................................................
C Pendokumentasian (SOAP)……………………………………………………
BAB. III
3.1 Tinjauan Kasus...........................................................................................
3.2 Pengkajian Data (Biodata)..........................................................................
3.3 Pendokumentasian (SOAP)........................................................................
1. Caput Succedaneum..............................................................................
2. Cephal Hematoma..................................................................................

BAB. IV
4.1 Pembahasan Dari Tinjauan Kasus (Masalah, Implementasi)....................
BAB V. PENUTUP..........................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asuhan kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi asuhan
kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh
bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan
kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan
pada neonatus, bayi, dan balita apabila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar.
Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis,
atresia esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia
diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, dan
hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh disini adalah
labioskizis dan labiopalatoskizis.
Labioskizis dan Labiopalatoskizis Merupakan deformitas daerah mulut berupa
celah atau sumbing atau pembentukan yang kurangsempurna semasa embrional
berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuhbersatu. Belahnya
belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian
daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu
klasifikasi bergunamembagi struktur-struktur yang terkena menjadi :Palatum primer
meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan
foramenincisivumPalatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.Kadang-kadang
terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh denganbelahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir yaitu
Labioskizis dan labiopalatosskizis
b. Memahami asuhan yang diberikan pada neonatus dengan kelainan bawaan dan
penatalaksanaannya.
c. Merupakan salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir.
BAB II
A. TEORI(KONSEP DASAR)
2.1 Definis
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan
fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang
dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis
adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah
dan kegagalan fusi dengan septum nasi. (sumber : Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi,
dan Anak Balita, 2010)
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa
celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. (sumber : )

2.2 Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi,
bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-
struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.

1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan
foramen insisivum.

2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap
foramen.

3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.

4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh
dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis adalah sebagai berikut.
Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia.
Obat-obatan yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis),
misalnya sitostatika dan radiasi.
Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi vitamin B6,
asam folat, dan vitamin C.
Faktor keturunan.
Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum
atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri
sendiri non syndromik clefts.
Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom
(trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan
dengan akibat toksikosis selama kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi
rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrome peirrerobin.
Penyebab non syndromik clefts dapat bersifat multifaktorial seperti masalah genetik
dan pengaruh lingkungan.

2.4 Faktor Resiko


Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan
salah satu kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai
labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%.
Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam
keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan
yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik
terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut.

2.5 Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris
dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum
anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi.
Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi.
Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7
sampai minggu ke-12.

2.1 Tanda dan Gejala


Gejala dari labiopalatoskizis, antaralain berupa : pemisahan bibir, pemisahan
bibir langit – langit, distro hidung, infceksi telinga berulang, berat badan tidak
bertambah, serta regurgitasi masala ketika menyusu (air susu keluar dari lubang
hidung)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik daerah wajah.
Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa derajat malforasi, mulai dari takik ringan
pada tepi bibir dikanan/kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai ke
hidung. Terdapat variasi lanjutan yang melibatkan sumbing palatum.
Labipalatoskizis merupakan deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkatan/
derajat yaitu derajat 1 (sumbing palatum mole) derajat 2(sumbing palatum durum dan
mole), derajat 3 (derajat unilateral total) dan derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi
yang mengalami labiopalatoskizis sering mengalami gangguan makan dan bicara.
Regurgitasi makanan dapat menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru dan infeksi
pernafasan kronis. Pembedahan umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahan
ulang pada usia 15 bulan.
Sumbing bibir (labioskizis) tidak banyak gangguan dan bayi masih bisa minum
dengan dot. Sumbing palatum (palatoskizis) sering menumbulkan bayi sukar minum,
bahaya tersedak yang dapat menyebabkan terjadinya aspirasi, infeksi pernafasan dan
gangguan pertumbuhan.
2.7
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada kelainan ini adalah :
Otitis media
Faringitis
Kekurangan gizi.
10% penderita palatoskizis akan Menderita masalah bicara, misalnya suara sengau.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai refleks
mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit
menekan payudara.
2. Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze bottles). Untuk
mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol
maka susu dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak
tidak mau, berikan dengan cangkir dan sendok.
3. Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup sementara
celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi
deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.
4. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter
anak, dokter THT, serta ahli wicara.

2.9 Syarat Labioplasti (Rule of Ten)


umur 3 bulan atau > 10 minggu.
Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
Hemoglobin > 10 gram/dl
Hitung jenis leukosit < 10.000
2.10 Syarat Palatoplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar
bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki lebih dulu bagian
belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan
suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat
badan normal, penyakit lain tidak ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum
yang baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak
tersebut belajar bicara antara 1-2 th.

1. Jika sengau harus dilakukan tetapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara)


2. Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan
faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.
Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang kemudian
didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara faring dan hidung
dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari dinding belakang faring ke
palatum molle. Tujuan pembedahan ini adalah untuk menyatukan celah segmen-
segmen agar pembicaraan dapat dimengerti.
Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai
berikut.
 Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih
 Bayi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua
tangannya.
 Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring
selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
 Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.

B. Manejemen Asuhan kebidanan


A. Pengertian manajemen menurut para ahli:
Pengertian managemen menurut oxford adalah “the process of dealing with or
controlling people or things” (proses berurusan dengan atau mengendalikan orang
atau benda).

1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :


Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan
orang lain.

2. Menurut R. Terry :
Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya
manusia dan sumberdaya lainnya.

3. Menurut James A.F. Stoner :


Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan
sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah
ditetapkan.

4. Menurut Lawrence A. Appley :


Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.

5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :


Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan
pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

6. Menurut Fayol :
Fungsi-fungsi untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengendalikan
sesuatu.

7. Menurut James A.F. Stoner :


Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya
yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.

8. Menurut Mary Parker Follet :


Manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui
orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.

B. Tujuh langkah varney :


Langkah Manajemen Kebidanan Menurut Varney adalah sebagai berikut :

 Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar


Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data
yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :
1. Riwayat kesehatan
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
3. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya,
4. Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal
yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada
dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultsi. Pada keadaan
tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan 5 dan 6 (atau menjadi
bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang diperlukan diambil dari hasil
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic yang lain. Kadang-kadang
bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal
yang perlu disampaikan kepada dokter.

 Langkah II (kedua) : Interpretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulakan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnose yang sfesipik. Kata masalah dan diagnosa
keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaiakan seperti
diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam
sebuah rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman
wanita yang di identifikasi oleh bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosa. Sebagai
contoh diperoleh diagnosa “kemungkinan wanita hamil”, dan masalah yang
berhubungan dengan diagnosa ini adalah bahwa wanita tersebut mungkin tidak
menginginkan kehamilannya. Contoh lain yaitu wanita pada trimester ketiga merasa
takut terhadap proses persalinan dan melahirkan yang sudah tidak dapat ditunda lagi.
Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori “nomenklatur standar diagnosa” tetapi
tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut
dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut.

 Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada langkah ini kita mngisentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan ragkaian masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memunkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah
potensial ini benar-benar terjadi.
Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Contoh seorang
wanita dengan pemuaian uterus yang berlebihan. Bidan harus mempertimbangkan
kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut (misalnya
pelihidramnion, besar dari masa kehamilan, ibu dengan diabetes kehamilan, atau
kehamilan kembar). Kemudian ia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan
untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi
perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pemuaian uterus
yang berlebiahan. Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya juga
mengantisipasi dan beriap-siap terhadap kemungkinan terjadinya distocia bahu dan
juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan juga sebaiknya waspada terhadap
kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing yang menyebabkan tingginya
kemungkinan terjadinya peningkatan partus prematur atau bayi kecil. Persiapan yang
sederhana adalahdengan bertanya dan mengkaji riwayat kehamilan pada setiap
kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simptomatik terhadap bakteri
dan segera memberi pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi.

 Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan


Segera

Menidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter fan atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain
sesuai kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Jadi manajemen bukan hanyaselama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal
saja, tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus, misalnya pada
waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan
dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengidikasikan situasi yan gawat dimana
bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak
(misalnya, perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distocia bahu,
atau nilai APGAR yang rendah). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan
satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yan lain harus menunggu
intervensi dari seorang dokter, misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja
tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul,
adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medic yang serius, bidan perlu
melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Dalam kondisi tertentu seorang
wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau
tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorng ahli perawat klinis
bayi bru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien
untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen asuhan klien.

 Langkah V (kelima) : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh


Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini
reformasi / data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau
dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya
apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada
masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah
psikologis. Dengan perkataan lain, asuhannya terhadap wanita tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana
asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan k lien, agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagia dari pelaksanaan
rencana tersebut. Oleh karena itu, langkah ini tugas bidan adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kehidupan
membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional
dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yan up to date serta
sesuai dengan asumsi tentang apa yang atau tidak akan dilakukan oleh klien.
Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadan klien dan
pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu data dasar yang
lengkap, dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap
dan tidak berbahaya.
 Langkah VI (keenam) : Melaksanakan Perencanaan
pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diurakan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau
anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidn tidak melakukannya sendiri ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya :
memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi
dimana bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggungjawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu
dari asuhan klien.

 Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi


Pada langkah ke VII ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian
belum efektif.

C. Pendokumentasian ( SOAP )
Dalam metode SOAP : S adalah Subjektif, O adalah Objektif, A adalah
Asesment/Analysis, P adalah Planning.
 SUBJEKTIF
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan manurut Helen Varney
langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang di peroleh mellui anamnesis.
Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi
pasien mengenai kekhwatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung
atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini
nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.

 OBJEKTIF
merupakan pendokumentasiaan manajemen kebidanan menurut Helen Varney
pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang
jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboraturium/pemeriksaan diagnostik
lain. Catatan medic dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan
dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dalam
fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
 ASSESSMENT,
merupakan pendokumentasian hasil analysis dan interpretasi (kesimpulan) dari data
subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena
keadaan pasien yang setiap saat bias mengalami perubahan, dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian
data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan untuk sering
melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam rangka mengikuti
perkembangan pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan/tindakan
yang tepat.
 PLANNING/PERENCANAAN,
adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan
dating. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data.
Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan memperthankan kesejateraannya. Rencana asuhan ini harus
bias mencapai criteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan
yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan
harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter

BAB III
3.1 Tujuan kasus
a. Supaya mahasiswa dapat mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada
Bayi Baru Lahir yaitu Labioskizis dan labiopalatosskizis.
b. Memahami asuhan yang diberikan pada neonatus dengan kelainan bawaan dan
penatalaksanaannya.
c. Merupakan salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir.
Pengkajian data
A. Biodata Bayi
Nama : ’M’
Umur : 3 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : kampung mandar Rt 06
BB : 4,5 kg/10 pon
Hemoglobin : > 10 gr
B. Biodata orang tua
Nama ibu/bapak : Ny S Tn H
Umur ibu/bapak : 25 tahun/29 tahun
Suku ibu/bapak : Makassar/Mandar
Alamat ibu/bapak : Kampung mandar Rt 06
Pendidikan ibu/bapak : SD/SD
Pekerjaan ibu/bapak : IRT/Nelayan
Lamanya menikah : 2 tahun

Pendokumentasian ( SOAP )
 SUBJEKTIF
1. Ibu mengatakan bahwa ada kelainan pada anaknya
2. Ibu mengatakan bahwa sulit memberikan ASI kepada anaknya
 OBJEKTIF
Terdapat pemisahan bibir ,pemisahan bibir langit-langit,distro hidung, infeksi telinga
berulang ,berat badan tidak bertambah ,serta regurgitasi masalah ketika menyusu (air
susu keluar dari lubang hidung)
 ASESSMENT/ANALISIS
Bayi mengalami gangguan pernapasan , iritasi paru dan infeksi pernapasan kronis,
dan gangguan pertumbuhan sehingga ibu dan keluarga cemas.
 PLEANING/PERENCANAAN
Pemberian nutrisi yang seimbang, merujuk bayi ke rumah sakit untuk pembedahan ,
memberikan dukungan kepada ibu dan keluarga bayi

BAB IV

MASALAH IMPLEMENTASI
Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh. Dibawah
ini beberapa kelainan bawaan pada neonatus, antara lain :
1. Labioskizis dan Labiopalatoskizis
Labioskizis atau labiopalatiskizis merupakan konginetal anomaly yang berupa kelainan
bentuk pada struktur wajah, yang terjadi karena kegagalan proses penutupan
procesus nasal medial dan maxilaris selama perkembangan fetus dalam kandungan
Etiologi :
• Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui
• Faktor Herediter
• Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen
Manifestasi Klinik :
Palatoskizis
- Distorsi pada hidung
Adanya celah pada bibir
Labioskizis
- Adanya celah pada tekak (uvula), palatum durum dan palatum mole
Adanya rongga pada hidung sebagai celah pada langit-langit
- Distorsi hidung
Penatalaksanaan :
• Tergantung pada beratnya kecacatan
• Pertahankan pemberian nutrisi yang adekuat
• Cegah terjadinya komplikasi
• Dilakukan pembedahan

BAB V
A. Kesimpulan
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau bawaan
yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan
frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa
krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu,
palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum
durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan
labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya
ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.

B. Saran
Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan pendekatan
kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk
perawatan anaknya
DAFTAR PUSTAKA

Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak Balita.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

Anda mungkin juga menyukai