Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LABIO SKIZIS DAN LABIOPALATOSKIZIS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEB NEONATUS


Dosen Pengampu Ibu Tuti Karwati, S.ST., M.Kes

Disusun oleh:

ANISA
029B.A19.002

REGULER 2

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Labioskizis/ Labiopalatoskizis dengan baik dan tepat waktu. Kami menyadari
bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari
semua pihak, maka dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu penyusun
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurnah
untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata
teriring dengan Do’a semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa, khususnya maupun para pembaca umumnya.

Sukabumi, Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ...............................................................................................................3
B. Klasifikasi...........................................................................................................4
C. Etiologi................................................................................................................4
D. Faktor Resiko......................................................................................................5
E. Patofisiologi........................................................................................................5
F. Risiko Kejadian Sumbing Pada Keluarga...........................................................6
G. Komplikasi..........................................................................................................6
H. Penatalaksanaan..................................................................................................7
I. Syarat Labioplasti (Rule of Ten).........................................................................9
J. Syarat Palatoplasti...............................................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................11
B. Saran....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi
asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang
diberikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi,
dan balita dengan kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat
menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi, dan balita apabila tidak
diberikan asuhan yang tepat dan benar. Ada beberapa kelainan bawaan
diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis,hydrocephalus. Salah satu
kelainan bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis/
labiopalatoskizis dan hydrocephalus.
Labioskizis dan Labiopalatoskizis Merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurangsempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu
bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi bergunamembagi struktur-
struktur yang terkena menjadi :Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung,
alveolus dan palatum durum dibelahan foramenincisivumPalatum sekunder
meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.Suatu belahan
dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.Kadang-kadang terlihat suatu
belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh denganbelahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum. adapun hydrocephalus merupakan
akumulasi cairan yang berlebihan dalam otak.

B. Tujuan
1. Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir
yaitu Labioskizis/ labiopalatosskizis

1
2. Memahami asuhan yang diberikan pada neonatus dengan kelainan
bawaan dan penatalaksanaannya.
3. Merupakan salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Bayi Baru
Lahir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat
kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen
nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum
anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing
akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi
dengan septum nasi. (sumber : Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi, dan
Anak Balita, 2010)
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah
mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang
sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian
kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. (sumber : )

3
B. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat
bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar
cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum molle.
Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi
beberapa bagian berikut.
a. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum
durum di belahan foramen insisivum.
b. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle
posterior terhadap foramen.
c. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau
bilateral.
d. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot
palatum.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis adalah sebagai
berikut.
a. Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia.
b. Obat-obatan yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis),
misalnya sitostatika dan radiasi.
c. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi
vitamin B6, asam folat, dan vitamin C.
d. Faktor keturunan.
e. Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir,
sumbing palatum atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft
dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.

4
f. Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan
kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian
sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama
kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella,
sumbing yang ditemukan pada syndrome peirrerobin.
g. Penyebab non syndromik clefts dapat bersifat multifaktorial seperti
masalah genetik dan pengaruh lingkungan.

D. Faktor Resiko
Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan
merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering ditemukan,
kelainan ini berwujud sebagai labioskizis disertai palatoskizis 50%,
labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok
ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan.
Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan
yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut;
pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan
lagi belahan tersebut.

E. Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem
maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir
rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar
minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat
kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan
palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-
12.

5
F. Risiko Kejadian Sumbing Pada Keluarga
Risiko labioskizis dengan Risiko
Risiko sumbing pada
atau tanpa palatoskizis palatoskizis
anak berikutnya
(%) (%)
- bila ditemukan satu
anak  menderita
sumbing
- Suami istri dan dalam
keturunan tidak ada 2-3 2
yang sumbing.
- dalam keturunan ada
4-9 3-7
yang sumbing
- Bila ditemukan dua
anak menderita 14 13
sumbing
- salah satu
orangtuanya 12 13
menderita sumbing
- Kedua orangtuanya
30 20
menderita sumbing.

G. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada kelainan ini adalah :
a. Otitis media
b. Faringitis
c. Kekurangan gizi.
d. 10% penderita palatoskizis akan Menderita masalah bicara, misalnya
suara sengau.

6
H. Penatalaksanaan
a. Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu
mempunyai refleks mengeluarkan air susu dengan baik yang
mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
b. Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze
bottles). Untuk mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang
panjang dengan memeras botol maka susu dapat didorong jatuh di
belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak tidak mau, berikan
dengan cangkir dan sendok.
c. Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk
menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian
minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum
dapat dilakukan tindakan bedah.
d. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah,
ortodontis, dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara.

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi.


Operasi ini dilakukansetelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan
yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan
sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukanoperasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh ( rules of Ten) yaitu, Berat
badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10
minggu dan kadar leukositminimal 10.000/ui.

1. Perawatan 
2. Menyusu ibu

Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang


bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu
ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk
mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk

7
mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan
menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu
sampai 6 minggu.

3. Menggunakan alat khusus 

 Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan


dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi
makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi
sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan
lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar. 
 Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong
jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup
sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum
dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat
dilakukan tindakan bedah definitive .

4. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk


menelan banyak udara.
5. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka
terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung.
6. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak
menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk
memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk
sembuh.
7. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing
dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dalam hydrogen
peroksida setengah kuat atau air.

8
I. Syarat Labioplasti (Rule of Ten)
a. umur 3 bulan atau > 10 minggu.
b. Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
c. Hemoglobin > 10 gram/dl
d. Hitung jenis leukosit < 10.000

J. Syarat Palatoplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang
anak belajar bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus
memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi
umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja
dilakukan berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal,
penyakit lain tidak ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum
yang baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya operasi harus ditunggu
sampai anak tersebut belajar bicara antara 1-2 th.
a. Jika sengau harus dilakukan tetapi bicara (fisioterapi otot-otot
bicara)
b. Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus
dilakukan faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.

Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang


kemudian didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara
faring dan hidung dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari
dinding belakang faring ke palatum molle. Tujuan pembedahan ini
adalah untuk menyatukan celah segmen-segmen agar pembicaraan dapat
dimengerti.
Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah
sebagai berikut.
a. Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih
b. Bayi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan
kedua tangannya.

9
c. Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau
bubur saring selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes
atau sendok.
d. Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Labioskizis/labiopalatoskizis dan hydrocefalus merupakan kelainan
congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan
frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua
bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar
minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat
kegagalan fusi dengan septum sedangkan hydrocefalus adalah penyakit yang
terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal)
atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau
bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem
maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang
dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam
pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi
dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi
pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
     Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif
yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya.
Penutupan labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan
palatoskizis biasanya ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar
bicara.

B. Saran
Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan
pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang
diperlukan untuk perawatan anaknya

11
DAFTAR PUSTAKA

Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi, dan Anak Balita.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Nelson. 2013. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 2017. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

12

Anda mungkin juga menyukai