Anda di halaman 1dari 13

Labioskizis dan Labiopalatoskizis

A. Definisi
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu
sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut
labioschisis bilateral.
Celah palatum dapat mengenai palatum durum, palatum mole, atau
keduanya. Sebagian cacat akan terjadi sampai batas alveolar dan sebagian
mengenai uvula. Dianjurkan bahwa, selama pemeriksaan awal pada bayi, palatum
diperiksa dengan menggunakan sumber cahaya yang baik, bukan dengan palpasi
jari. Masalah terbesar bagi bayi ini pada awalnya adalah pemberian susu. Jika
terdapat masalah tambahan, yaitu celah palatum, merencanakan agar bayi
dipasang pelat ortodontik dapat mempermudah menyusu, tetapi tindakan ini jelas
tidak menimbulkan stimulus yang sama seperti kontak putting dengan palatum.1

B. Klasifikasi
Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk:
 Komplit
 Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
 Unilateral
 Bilateral 3
Gambar 1. Klasifikasi Labioschisis

Palatoschisis yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan:


a. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak
b. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras di belakang
foramen insisivum
c. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi
d. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi
Gambar 2. Klasifikasi menurut Veau
Klasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen
insisivum sebagai batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari
palatum sekunder.Palatum primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan
palatum yang terletak dianterior foramen insisivum. Celah komplit pada palatum
primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri dari palatum
keras dan palatum lunak dibelakang foramen insisivum.2,3
Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan
untuk mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan
identifikasi kondisi pasien preoperatif secara tepat.2,3

Keterangan
a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibir
b) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolar
c) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivum
d) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum keras
e) Area 9 menunjukkan palatum lunak.

Gambar 3. klasifikasi kernahan. Area yang diarsir hijau merupakam area


yang terdapat celah.3
C. Permasalah
Masalah yang timbul dari kelainan labioschisis dan labiopalatoschisis
ntara lain: 3
1. Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita
labioschisis.Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot.Tekanan lembut pada pipi
bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan
hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan
reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal,
dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat
membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara
berkala juga daapt membantu.Bayi yang hanya menderita labioschisis atau
dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada
bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot
khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga
hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu. Memberi
susu melalui cangkir atau sendok adalah metode alternatif.
2. Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi
dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.
3. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-
otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
4. Gannguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum
mole.Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada
saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of speech).Meskipun telah dilakukan reparasi palatum,
kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal
pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.Anak
mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t,
h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat
membantu.
D. Diagnosis
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir ditemukan celah pada bibir, langit-langit,
bibir dan langit-langit.

Gambar 4.Bayi dengan kelainan labioskizis dan labiopalatoskizis


beserta hasil perbaikannya.

E. Penatalaksanaan
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team
labiopalatoschisis” yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis
bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis.
Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi
tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan labioschisis yaitu:3
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh
bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan
yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10
pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10
minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang
harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi
tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus
dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak
cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup
diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah
duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit
yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan
menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada
bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang
menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat
dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi
pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan
sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan
operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal
untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini
dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan
sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan
huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi
pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.
Gambar 5.Reparasi labioschisis (labioplasti).(A and B) pemotongan sudut
celah pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan
sutura. (D) bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai
kebawah untuk menutup celah secara keseluruhan.

Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20


bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk
sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan
tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada
saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang
salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi
yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi
labiogenatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8–9
tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya
tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter
bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien
misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka
dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum
bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah
melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk
keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi
bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap
tidak sempurna, tindakan speech terapi pun tidak banyak bermanfaat.

Gambar 6.Sebelum dan sesudah tindakan operasi.

A. Bibir sumbing dan celah palatum B. celah yang telah


diperbaiki
Gambar 7. Celah palatum dan celah palatum yang telah
diperbaiki
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini
melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan
yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah
ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik.
Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang
baik pada masalahmasalah berbicara pada anak labioschisis.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate,


Introduction. Dalam :Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11.
Volume 4. Philadelphia : WB Saunders.
2. Johnsen DC. Celah Bibir dan Palatum. Dalam : WE Nelson, RE Behrman,
editor. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Edisi ke – 15. Volume 2.
Jakarta:EGC; 1999.1282 - 1284.
3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi
Sumbing Bibir / Langit – Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
4. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R
Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2.
Jakarta: EGC; 2004. 344 – 345.
5. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery.
Dalam :Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen,
TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2.
Library of Congress Cataloging in Publication Data; 1999. 1796 – 1800.
6. Snell RS. Perkembangan Wajah dan Kelainana Kongenital. Dalam :
Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke – 6. Jakarta:
EGC. 2006. 714 - 716.
7. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke – 7. Jakarta:
EGC; 1997. 334 - 338
8. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC.
2002
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan.
Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
10. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
11. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and
Palate. Dalam : Neonatal Network Handout. Januari 2013.
12. Seattle Children Hospital, research and foundation Cleft lip and palate.
Diunduh dari : http://www.seattlechildren.org/

Anda mungkin juga menyukai