0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
361 tayangan16 halaman
1. Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital yang disebabkan oleh gangguan perkembangan wajah pada masa embrio yang menyebabkan terbentuknya celah pada bibir dan/atau langit-langit mulut.
2. Faktor risikonya termasuk faktor genetik dan lingkungan seperti konsumsi alkohol dan merokok selama kehamilan.
3. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan penunjang seperti USG dan MRI,
1. Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital yang disebabkan oleh gangguan perkembangan wajah pada masa embrio yang menyebabkan terbentuknya celah pada bibir dan/atau langit-langit mulut.
2. Faktor risikonya termasuk faktor genetik dan lingkungan seperti konsumsi alkohol dan merokok selama kehamilan.
3. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan penunjang seperti USG dan MRI,
1. Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital yang disebabkan oleh gangguan perkembangan wajah pada masa embrio yang menyebabkan terbentuknya celah pada bibir dan/atau langit-langit mulut.
2. Faktor risikonya termasuk faktor genetik dan lingkungan seperti konsumsi alkohol dan merokok selama kehamilan.
3. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan penunjang seperti USG dan MRI,
Sp.BP DEFENISI Labiopalatoskisis (celah bibir dan langit-langit, cleft lip and palate (CLP)), merupakan kelainan kongenital kraniofacial yang disebabkan oleh gangguan perkembangan wajah pada masa embrio. Labiopalatoskisis berasal dari kata labium yang berarti bibir, palatum yang berarti langit-langit, dan skisis yang berarti celah. Labiopalatoskisis merupakan deformitas kongenital daerah orofacial, baik labium, palatum, atau keduanya. Celah pada labium disebut labioskisis sedangkan celah pada palatum disebut palatoskisis. ETIOLOGI
FAKTOR GENETIK FAKTOR LINGKUNGAN
• Konsumsi alkohol pada
• Mutasi pada gen TBX22, periode embrional. Kelainan genetika seperti MSX1 dan TGFB3 • Beberapa bahan teratogen autosomal resesif, autosomal • Mutasi gen D4S192, RARA, seperti fenitoin, asam dominan, dan x-linked MTHFR, RFC1, GABRB3, retinoid. PVRL1, dan IRF6. • Ibu yang merokok pada masa kehamilan. EPIDEMIOLOGI Perbandingan antara laki-laki dan perempuan, labioskisis dan celah kombinasi lebih banyak pada laki-laki, sedangkan palatoskisis saja lebih banyak pada perempuan. Diantara populasi penderita labiopalatoskisis, yang di diagnosis dengan labiopalatoskisis 46%, palatoskisis 33%, kemudian labioskisis 21%. Mayoritas labioskisis bilateral (86%) dan labioskisis unilateral (68%) berhubungan dengan palatoskisis. Labiopalatoskisis memiliki angka kejadian sekitar 1:500-600 kelahiran hidup, dan untuk celah palatum saja 1 dari 1000 kelahiran hidup. PATOFISIOLOGI a. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I. b. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. c. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkanoleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. d. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masakehamilan DIAGNOSIS Secara umum diagnosis labiopalatoschisis dapat di lakukan dengan inspeksi dan palpasi palatum pada bayi yang baru lahir. A. ANAMNESIS • Keluhan Utama: Kesulitan pemberian makan pada bayi (terutama saat pemberian ASI) • Faktor Resiko • Riwayat Penyakit Keluarga • Faktor Paparan • Status gizi saat kehamilan dan riwayat penyakit komorbid B. PEMERIKSAAN FISIK • Inspeksi pada bibir dan palatum • Palpasi pada palatum C. PEMERIKSAAN PENUNJANG • USG 3 Dimensi • MRI DIAGNOSIS BANDING • Diagnosis Banding pada kasus Labiopalatoschisis lebih terfokus untuk menentukan apakah sumbing merupakan bagian dari sindrom lain atau berdiri sendiri. • Differential Diagnosis: • Delection Syndrome or Velocardiofacial Syndrome • Van de Woude Syndrome • Ectodermal dysplasia dan defting syndromes • Stickler syndrome • Smith-Lemli-Opitz Syndrome • Treacher Collins Syndrome. TATALAKSANA • Penanganan anak kelainan celah bibir dengan atau tanpa celah palatum dan kelainan celah palatum memerlukan kerjasama tim • Prioritas medis utama adalah memberikan makanan dan nutrisi yang cukup • Tindakan operasi dilakukan sedini mungkin. Beberapa tahap operasi : • Umur 3 bulan (Rule of Over Ten) : Operasi bibir dan ala nasi (hidung), evaluasi telinga. Timing Operasi • Umur 10-12 bulan : Operasi palato/celah langit-langit, • Wilhemsen dan Musgarave’s Evaluasi pendengaran dan telinga. • Berat Badan : 10 pon • Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, Speech theraphist • Hemoglobin : 10 gram/dL setelah 3 bulan pasca operasi • Leukosit : < 10.000/mm3 • Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy dan • Aturan Rule of Over Ten Pharyngoplasty • Berat Badan : >10 pon (5kg) • Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, Evaluasi • Hemoglibin : >10 gram/dL pendengaran. • Usia : >10 minggu • Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi) • Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan. • Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang wajah, Bila diperlukan advancement osteotomy Macam-Macam Teknik Operasi Komplikasi Prognosis • Gangguan bicara dan Kelainan Labiopalatoskisis pendengaran merupakan kelainan bawaan yang • Terjadinya otitis media dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan • Aspirasi kondisi ini melakukan operasi saat • Distress pernapasan usia masih dini, dan hal ini sangat • Risiko infeksi saluran napas memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya • Pertumbuhan dan perkembangan terhambat teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan • Gangguan pendengaran yang Labiopalatoskisis yang telah disebabkan oleh otitis media ditatalaksana mempunyai rekurensi sekunder akibat perkembangan kemampuan bicara disfungsi tuba eustachius yang baik. Terapi bicara yang • Masalah gigi berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik. REFERENSI • Dixon MJ, Marazita ML, Beaty TH, Murray JC. Cleft lip and palate: understanding genetic and environmental influences. Nat Rev Genet. 2011;12(3):167-78. • Arosarena OA. Cleft lip and palate. Otolaryngol Clin N Am. 2007;40:27-60. • Mossey PA, Little J, Munger RG, Dixon MJ, Shaw WC. Cleft lip and palate. The Lancet. 2009;374: 1773– 1785. • Liu Q, Yang ML, Li ZJ, Bai XF, Wang XK, Lu L, et al. A simple and precise classification for cleft lip and palate: a five-digit numerical recording system. Cleft Palate Craniofac J. 2007;44(5):465-8. • Martin, W. L., Gornall, P. and Kilby, M. D. (1999) ‘Cleft lip and palate’, Fetal and Maternal Medicine Review, 11(2), pp. 91–104. doi: 10.1017/S0965539599000248. • Sjamsuhidajat, de Jong. Kelainan bawaan. In Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. P.424-6. • Supit L, Prasetyono TO. Cleft lip and palate review: Epidemiology, Risk Factors, Quality of Life, and importance of classifications. Med J Indones Vol.17, No.4, October-Desember 2008.