Disusun Oleh :
Celvin Angkasa (123307020)
Pembimbing :
dr. Erwin Sopacua, Sp.PD
Nilai :
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
refarat dan laporan kasus “Gagal Ginjal Kronik”
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
kegiatan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Royal Prima
Medan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh lebih dari
sempurna sehingga penulis mengharapkan saran dan partisipasi teman sejawat
untuk memberikan masukan dan saran untuk menyempurnakan tugas laporan
kasus dan refarat ini di masa mendatang.
Penulis
v
BAB I
PENDAHULUAN
vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
vii
beserta ureter , buli-buli dan uretra. Pada orang dewasa sehat, lebih kurang 1200
ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Kapiler glomeruli
berdinding porous (berlubang lubang), yang memungkinkan terjadinya filtrasi
cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Volume cairan yang di filtrasi oleh
glomerulus setiap satuan waktu disebut sebagai rerata filtrasi glomerulus atau
glomerular filtration rate (GFR). (Purnomo, 2011).
viii
dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin yang
berguna dalam berbagai mekanisme tubuh. (Purnomo, 2011).
ix
b. Penyakit peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan
oleh glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi
kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
c. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.
Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan
kerusakan pada ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat
menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui
mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopresor dari sistem
renin-angiotensin.
e. Gangguan metabolik
Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik
antara lain diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme primer dan
amiloidosis.
f. Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan
bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut :
x
ii. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
iii. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan
obat, sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan
obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
xi
oleh ginjal sebagai respons terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk
melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi,
beban zat terlarut dan rebsorbsi tubulus dalam setiap nefron.meskipun GFR untuk
seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang di tandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum.sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti nokturea, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia,gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2009).
System Renin-Angiotensinogen-Aldosteron (RAA) berperan penting
dalam memelihara hemodinamik dan homeostasis kardiovaskular. Mekanisme
system RAA karena retensi natrium, peningkatan system RAA akibat iskemik
kerusakan regional, aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal.
Hal-hal tersebut dapat merangsang sel-sel juktaglomerulus di ginjal untuk
melepas renin. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I (AI).
Kemudian AI oleh pengaruh angiotensin converting enzyme (ACE) yang di
hasilkan oleh paru, hati dan ginjal dirubah menjadi angiotensin II (AII). AII
adalah vasokonstriktor kuat yang dapat memperngaruhi fungsi sirkulasi. Selama
xii
angiotensin II ada di dalam darah, maka angiotensin II memiliki dua pengaruh
utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu vasokontriksi terutama
arteri, dan dengan menurunkan ekskresi garam dan air oleh ginjal dengan
merangsang pelepasan Aldosteron dari korteks adrenal, yang mana aldosteron
akan meningkatkan retensi garam dan air. Hal ini dapat meningkatkan volume
cairan dalam tubuh yang juga meningkatkan tekanan darah.(Suwitra, 2009).
Pada GGK, biasa pasien memberikan gejala gejala seperti (Davey, 2006):
a. Nokturea, berkemih lebih dari satu kali pada malam hari.
b. Edema
c. Hipertensi
d. Mual, muntah, pruritus, anoreksia, lemah dan lemas
e. Asidosis metabolik
f. Hiperklemia
g. Anemia, terjadi terutama akibat defisiensi eritropoetin
h. Peningkatan pada kecendrungan terjadinya perdarahan, terutama akibat
disfungsi trombosit dan menurunnya aktivasi faktor Von Willebrand.
xiii
Dalam mengevaluasi sindrom uremik:
- Nafsu makan, penurunan berat, mual, cegukan, edema perifer,
keram otot, puritus dan restless leg (Jameson, Joseph, 2013).
2. Riwayat penyakit pasien
Riwayat Penyakit yang kita perlu telaah (Gleadle, 2005):
a. Riwayat penyakit sebelumnya
i. Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya.
ii. Apakah pasien mengalami hipertensi, penyakit tulang
ginjal, atau penyakit jantung.
iii. Apakah pasien menderita diabetes, infeksi saluran kemih.
b. Riwayat penyakit keluarga
3. Riwayat pengobatan
Pada riwayat yang kita tanyakan yaitu: (Gleadle, 2005).
i. Apakah pasien sedang atau pernah mengkonsumsi obat-
obatan seperti analgesik, OAINS, digoksin. Obat-obatan
lain yang perlu dipertimbangkan adalah antimikroba,
antiretrovirus.
ii. Apakah pasien sedang menjalani pengobatan gagal ginjal?,
(misalnya hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi
ginjal).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah naik.
2. Berat badan turun
3. Frekuensi pernafasan cepat dan dalam
4. Wajah pucat.
5. Adanya ronki basah
6. Pembesaran jantung
7. Adanya asites
xiv
Tanda yang dapat ditemui dalam pemeriksaan fisik (Jameson, Joseph,
2013), adalah:
a. Edema.
b. Sesak nafas, pola pernafasan kussmaul (cepat dan dalam)
akibat asidosis.
c. Ronki pada paru, tanda kelebihan cairan.
c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk Perempuan:
xv
3. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipoklemia, hiponatremia, asidosis metabolik.
4. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria yang
mengarahkan dugaan pada glomerulonefritis kronis, leukosuria.
1. Penatalaksanaan Konservatif
Tahap pertama ini ditujukan untuk meredakan atau memperlambat
perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Di banyak tempat dunia yang
menjadi penyebab utama PGK adalah diabetes (Nefropati diabetikum) dan
hipertensi. Sehingga perlu dikembangkan strategi yang bertujuan untuk
mencegah atau memperlambat perburukan.
a. Kontrol glukosa darah.
Dianjurkan kadar plasma glukosa sebelum makan dipertahankan dalam
kisaran 5,0-7,2 mmol/L (90-130 mg/dL). Seiring dengan turunnya
LFG pada nefropati progresif, pemakaian dan dosis hipoglikemik oral
perlu di reevalisi. Contoh : klorparamid, metformin, tiazolidindion, dan
xvi
yang terakhir diperlukan insulin yang lebih sedikit untuk mengontrol
hiperglikemia.
b. Kontrol tekanan darah
Selain pengobatan hipertensi secara umum, pemberian inhibitor ACE
dan ARB pada khusus nya juga memiliki renopropektif.
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya, dapat di lihat pada tabel.
xvii
g. Fosfor yang dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari.
h. Kalsium 1400-1600 mg/hari.
Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD
kronik.
xviii
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang dilakukan oleh
pasien gagal ginjal. Pemberian transplantasi ginjal terbatas oleh ketersediaan
organ donor. Organ-organ ini umumnya didapat dari donor yang telah
didiagnosis menderita kematian batang otak dan sering juga transplantasi
dengan donor hidup. Kemungkinan keberhasilan dapat ditingkatkan dengan
mencocokkan HLA donor dan esifien dengan teliti. Tingkat keselamatan
pasien transplantasi ginjal pada satu tahun adalah 90%, pada 5 tahun 70% dan
pada 10 tahun 55% (Davey, 2006).
xix
Prinsip-prinsip pencegahan penyakit ginjal adalah sebagai berikut (IRR,
2011):
1. Pencegahan primer
Ketua perhimpunan PERNEFRI, dr.Dharmeizar,Sp.PD-KGH
menekankan hal penting yang dilakukan dalam mencegah terjadinya GGK
adalah dengan mengidentifikasikan faktor resiko, seperti diabetes dan
hipertensi, ataupun faktor genetik. Selanjutnya dapat melakukan 8 langkah
yaitu menjaga kesehatan dan rutin berolahraga, menjaga tekanan darah
dalam batas normal, mengkonsumsi makanan sehat dan menjaga berat
badan, tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat sembarangan, dan
pemeriksaan ginjal apabila memiliki satu atau lebih faktor resiko.
Penyebab GGK dalam dunia kedokteran disebut penyakit sistemik,
misalnya penyakit kencing manis, hipertensi. Maka kendalikan / obati
penyakit tersebut senormal mungkin, tindakan tersebut dapat menghambat
proses perusakan ginjal.
2. Pencegahan sekunder.
Tahap pertama ini ditujukan untuk meredakan atau memperlambat
perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Agar kualitas hidup
penderita gagal ginjal kronik optimal, makanlah mengikuti anjuran diet
dan lakukan hemodialisis dengan teratur.
b. Penyakit kardiovaskular
xx
Adalah penyebab mortalitas tertinggi pada pasien GGK.
Kejadiannya mencerminkan peningkatan hipertensi, lipid, termasuk
hipertrofiventrikel kiri. (Rubeinsten, 2007).
c. Osteodistrofi renal
Adalah gangguan kalsium dan rangka, disebut juga dengan
penyakit tulang akibat ginjal. Hal ini berhubungan dengan
osteomalasia (kegagalan hidroksilasi vitamin D di ginjal).
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang
sering terjadi. Penatalaksanaan dilaksanakan dengan cara mengatasi
hipefosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol (Suwitra, 2009).
d. Disfungsi seksual
Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi. Hiperprolaktinemia
ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah pasien (Rubeinsten,
2007).
xxi
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Indra
Tanggal Lahir : 33 tahun
NO.RM : 04.52.14
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal MRS : 8 Maret 2017
ANAMNESA
Keluhan Utama : Lemas
Telaah :
Pasien datang ke IGD Royal Prima dengan keluhan lemas, lemas sudah
dirasakan sejak 1 tahun ini. Namun 3 bulan terakhir ini semakin memberat
dan tidak tertahankan. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang
dialami sejak 3 bulan terakhir ini, disertai dengan nyeri pada bagian ulu
hati. Sebelumnya pasien pernah beribat ke bidan, setelah diperiksa bidan
tersebut menganjurkan dilakukan tranfusi darah karena pada pemeriksaan
darah ditemukan Hb = 9%, namun pasien menolak saat itu karena takut
dan meminta obat-obatan saja untuk mengatasi gejala yang dialami oleh
pasien.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan 1 minggu terakhir ini
dan memberat ± 3 hari belakangan, pasien mengaku tidak pernah
mengalami hal serupa sebelumnya, saat masih kecil pasien juga tidak
pernah mengalami sesak nafas. Sesak nafas pasien juga tidak dipicu oleh
zat-zat allergen tertentu maupun karena obat-obatan.
Pasien juga mengaku batuk yang sudah dialami ± 1 bulan ini, batuk
dirasakan semakin parah ± 3 hari belakangan ini, batuk awalnya kering,
namun semakin lama semakin berdahak berwarna putih dan bercampur
xxii
darah. Dalam rumah pasien tidak ada yang mengalami hal serupa dengan
pasien.
Pasien juga mengeluhkan sulit untuk BAB & BAK, setiap kali BAB &
BAK pasien mengeluhkan nyeri, pasien juga mengeluhkan pernah kencing
dan mengeluarkan gumpalan-gumpalan kenyal seperti jelly, tidak ada
kencing berdarah, tidak ada demam dan tidak ada bagian tubuh yang
membengkak.
Pasien juga sering mengeluhkan sakit pinggang sejak 1 tahun belakangan
ini, namun hanya dibiarkan saja karena hanya dianggap masuk angin biasa
saja. Pasien juga sering mengeluhkan nyeri pada bagian lutut ± 3 tahun ini
dan sebelumnya pasien pernah diperiksa kadar asam uratnya sampai 9 dan
pasien juga mengaku sering mengkonsumsi Na. Diclofenat setiap kali
terasa nyeri pada kaki dalam kurun waktu ± 3 tahun ini. Pasien juga
mengeluhkan mengalami darah tinggi yang diketahui saat periksa ke
dokter dekat rumah pasien sejak ± 1 tahun ini dan tidak mengkonsumsi
obat darah tinggi secara teratur.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Riwayat darah tinggi 1 tahun yang lalu dan
TANDA VITAL
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15
TD : 140/90 mmHg RR : 28 x/ menit
HR : 90 x/ menit T : 37 °C
Berat Badan : 53 kg TB : 165 cm
xxiii
STATUS GENERALIS
1. Kepala : Simetris
2. Mata
Pupil : Isokor
Sklera : Ikterik (-/-)
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Refleks Cahaya : (+/+)
Edema : (-/-)
3. Telinga : Tidak ditemukan kelainan
4. Hidung : Deviasi Septum (-/-), Konka Hiperemis (-/-)
5. Mulut : Mukosa Bibir Kering (-), Pallor
6. Wajah : Pallor
7. Leher : TVJ R-2 cm H2O
8. Thorax
- Depan
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF Ki = Ka
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : Vesikuler
ST : Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
- Belakang
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF:Stem Fremitus Ki = Ka
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : Vesikuler
9. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
Perkusi : Tidak Dilakukan
Auskultasi : Rales (-)
10. Abdomen
Inspeksi : DBN
xxiv
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani
Punggung : Tapping pain (-), ballotement (-)
11. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-)
Inferior : Oedem (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS BANDING
TERAPI AWAL :
xxv
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
xxvi
Interprestasi:
a. Kardiomegaly
= ((A+B) ÷ C) x 100%
= ((4.5 + 2.5) ÷ 12) x 100 %
= 58.4 % (N = <50%)
xxvii
Kesimpulan EKG
Sinus Ritme + Normo Axis
xxviii
Dilakukan pemeriksaan dengan hasil sebagai berikut :
Ginjal kanan :
- Ukuran mengecil (7.47 cm), pinggiran tidak rata,
- Batas korteks medulla tidak jelas lagi, echostone (+)
Ginjal kiri :
- Ukuran mengecil (7.21 cm), pinggiran tidak rata
- Batas korteks medulla tidak jelas lagi, echostone (-)
Kesimpulan :
1. Bilateral contracted kidney
2. Cronic renal disease
3. Nefrolitiasis non obstructive dextra
xxix
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1. Hemoglobin 5.6 mg/dl 12,5-14,5
2. Leukosit 9.910 /mm3 5000-11.000
3. Laju Endapan Darah 84 mm/jam 0-20
4. Trombosit 185.000 /mm3 150000-
450000
5. Hemotocrit 16.8 % 30,5-45,0
6. Eritrosit 2.02 10^6//mm3 3,50-5,50
7. MCV 83.1 Fl 75-95
8. MCH 27.5 Pg 27-31
9. MCHC 33.1 g/dl 33-37
10. RDW 21.3 % 11,50-14,50
11. PDW 41.2 Fl 12-53
12. MPV 8.4 Fl 6,50-9,50
13. PCT 0.16 % 0,100-0,500
14. Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 4.5 % 1-3
Basofil 0.1 % 0-1
Monosit 3.8 % 2-8
Neutrofil 80.3 % 50-70
Limfosit 10.3 % 20-40
LUC 1 % 0-4
xxx
Limfosit 6 % 20-40
LUC 1 % 0-4
Interpretasi :
Pada tanggal 10 Maret 2017 dilakukan HD 1 dan ditemukan :
Terjadi peningkatan Hb sebesar 134% (3.2 mg/dl) dari tanggal 8 Maret
yaitu 2.4 mg/dl menjadi 5.6 mg/dl pada tanggal 11 Maret.
Pada tanggal 11 Maret 2017 dilakukan HD2 dan ditemukan :
Terjadi peningkatan Hb sebesar 21.5% (1.2 mg/dl) dari tanggal 11 Maret
yaitu 5.6 mg/dl menjadi 6.8 mg/dl pada tanggal 12 Maret.
Hasil Pemantauan Peningkatan Hematokrit Sebelum dan Sesudah Tranfusi
PRC dan HD Pada Tanggal 8 Maret s/d 12 Maret 2017 :
xxxi
Gambar 3.2 Hasil Pemeriksaan Ht
Interpretasi :
Pada tanggal 10 Maret 2017 dilakukan HD 1 dan ditemukan :
Terjadi peningkatan Ht sebesar 112.7% (8.9 mg/dl) dari tanggal 8 Maret
yaitu 7.9 mg/dl menjadi 16.8 mg/dl pada tanggal 11 Maret.
Pada tanggal 11 Maret 2017 dilakukan HD2 dan ditemukan :
Terjadi peningkatan Ht sebesar 21.5% (3.6 mg/dl) dari tanggal 11 Maret
yaitu 16.8 mg/dl menjadi 20.4 mg/dl pada tanggal 12 Maret.
xxxii
Gambar 3.3 Hasil Pemeriksaan Eritrosit
Interpretasi :
Pada tanggal 10 Maret 2017 dilakukan HD 1 dan ditemukan :
Terjadi peningkatan Eritrosit sebesar 110.4% (1.06 106/mm2) dari tanggal
8 Maret yaitu 0.96 106/mm2 menjadi 2.02 106/mm2 pada tanggal 11 Maret.
Pada tanggal 11 Maret 2017 dilakukan HD2 dan ditemukan :
Terjadi peningkatan Eritrosit sebesar 19.8% (0.4 106/mm2) dari tanggal 11
Maret yaitu 2.02 106/mm2 menjadi 2.42 106/mm2 pada tanggal 12 Maret.
FOLLOW UP :
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
xxxiii
Sangat Lemas
(+) Pasien Terapi:
Mual muntah Tampak RL 98% 10 gtt/i
dan Nyeri perut Lemas O2 : 4L/i
sudah dialami 3 TD 140/90 Inj. Ranitidin
bulan dan mmHg 50mg (IV) /12
semakin parah 3 HR 96 x/i jam
hari terakhir ini RR 29 x/i Inj. Ondansetron
Sesak nafas (+), T 37ºC 4mg (IV) /8 jam
batuk berdahak Anemia ec 1nj. Furosemide
putih (+) GGK + 20mg/12 jam
8/03/2017
BAB & BAK Bronkitis akut Aminefron 3x1
(+) namun sulit + Dyspepsia A.folat 3x1
Edema (-),
Demam (-). Cek :
Darah rutin
EKG
KGD ad random
Renal Function
Foto thoraks PA
Terapi :
RL 98% 10 gtt/i
Pasien masih O2 : 4L/i
merasa lemas Diet Ginjal
(+) 2.000kkal
Pasien Anemia ec.
Mual dan Inj. Ondansetron
Tampak CKD +
muntah masih 4mg (IV) /8 jam
Lemas Dyspepsia ec.
ada namun Inj. Furosemide
9/3/2017 TD 135/90 CKD +
sudah 20mg/12 jam
mmHg Edema Paru
berkurang Simvastatin 20mg
HR 80 x/i ec. CKD
Sangat sesak 1x1
RR 28 x/i Stage V
dan batuk Concor 2.5mg 1x1
T 36 ºC
berdahak (+) Opilac syr 3x1
Aminefron 3x1
Asam folat 3x1
Cek :
USG abdomen
10/03/2017 Pasien sudah Anemia ec.
tidak merasakan Pasien sudah CKD + Terapi:
xxxiv
RL 98% 10 gtt/i
Inj. Ondansetron
4mg (IV) /8 jam
Inj. Furosemide
20mg/12 jam
tidak terlalu
tidak tampak Simvastatin 20mg
lemas setelah
lemas Dyspepsia ec. 1x1
dilakukan HD1
TD 130/90 CKD + Concor 2.5mg 1x1
Sesak dan batuk
mmHg Edema Paru Opilac syr 3x1
(+) tapi sudah
HR 80 x/i ec. CKD Aminefron 3x1
banyak
Stage V Asam folat 3x1
berkurang RR 22 x/i
Demam (-) T 36 ºC Camidryl 3x1
Cek :
Golongan darah
Hepatitis B dan C
HIV Screening
Pasien merasa
semakin segar
dan sudah tidak Pasien Anemia ec.
tampak segar Terapi dilanjutkan
lemas lagi CKD +
setelah HD2 TD 120/80 Dyspepsia ec.
11/09/2017 mmHg Cek:
Sesak sudah CKD +
HR 76 x/i Edema Paru Darah lengkap
tidak ada , batuk
(+) sesekali RR 21 x/i ec. CKD
Edema (-), mual T 36,7 ºC Stage V
(-), muntah (-)
Pasien sudah
merasa sehat dan
tidak merasa Anemia ec.
lemas lagi. TD 130/85 CKD + Terapi dilanjutkan
Sesak (-), Batuk mmHg Dyspepsia ec.
12/03/2017 (-) HR 76 x/i CKD + Cek :
Mual (-) muntah RR 21 x/i Edema Paru Darah Lengkap
(-) T 36,7 ºC ec. CKD
BAB, BAK (+) Stage V (PBJ)
N
PBJ
xxxv
BAB IV
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Gejala Klinis : Keluhan os:
Biasanya berupa uremic syndrome yang dapat GI Track : Mual, muntah
menyerang berbagai organ : otak, neurologis, psikis, Paru : Batuk dan sesak nafas (edema paru
GI track, jantung, paru, tulang, ginjal, gangguan non-cardiogenic tipe uremic lung)
kelenjar tiroid, gangguan elektrolit, gangguan asam- Ginjal : lemas karena anemia yang
basa, gangguan pada kulit. Biasanya keluhan muncul diakibatkan oleh penurunan dari hormone
saat fungsi ginjal sudah melewati batas kompensasi eritropoetin.
yaitu GFR <59 ml/menit/1,73m2 (Stadium 3) BAB & BAK (+) Normal.
Diagnosis : Diagnosis :
xxxvi
Penatalaksanaan umum : Penatalaksanaan Umum :
1. Edukasi Konservatif Treatment
2. Terapi nutrisi diet ginjal Edukasi
Diet ginjal 2.000 kkal RL 98% 10 gtt/i
O2 : 4L/i
Diet rendah protein (0,6-0,8 g/KgBB/hari)
Diet Ginjal 2.000 kkal
Diet rendah garam (<6 g/hari) Inj. Ondansetron 4 mg (IV) /8 jam
3. Terapi Konservatif Inj. Furosemide 20 mg/12 jam
Simvastatin 20 mg 1x1
Obati penyakit penyerta jika ada
Concor 2.5 mg 1x1
Kontrol KGD dan Tekanan darah sesuai Opilac syr 3x1
dengan anjuran JNC VIII dan Perkeni Aminefron 3x1
(Insulin & ARB/ACE-Inb) Asam folat 3x1
Pemberian A.folat untuk membantu
Replacement Theraphy
hematinic factor dalam pembentukan sel
Indikasi Hemodialisa :
darah merah
Ureum >150 mg/dl
Pemberian furosemide jika terjadi edema
Edema paru non cardiogenic tipe uremic
Subtitusi elektrolit jika terjadi imbalance
lung, yang diakibatkan keadaan uremic
elektrolit
yang berat sehingga pasien merasa sesak
Atasi gangguan asam-basa
berkepanjangan.
Jauhi pemberian obat yang bersifat
GFR <15 ml/i/1.73m2
nefrotoksik
Tindakan Hemodialisa :
Pemberian aminefron untuk proteksi ginjal
HD1 (10 Maret 2017)
Batasi pemberian cairan yang terlalu
HD2 (11 Maret 2017)
cepat, karena dapat menyebabkan atau
memperberat edema yang sudah terjadi
Inj. Eritropoetin untuk merangsang
eritropoesis pada tulang.
4. Terapi Replacement
Hemodialisa
Transplantasi Ginjal
xxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins
xxxviii