Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DIETETIKA

“GIZI PADA ANEMIA”

Dosen Pembimbing :
Silvia Wagustina

Siti Zulfa

Kelompok 2 :

Anisa Rahma Devi P07131219004

Elva Sardaya P07131219005

Halimatus Sakdiyah P07131219010

Novita Nurul Hidayah P07131219022

PROGRAM STUDI
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I

PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI ANEMIA

A. Anemia
Definisi Anemia gizi adalah keadaan kadar hemoglobin dalam darah yang lebih rendah
dari normal akibat kekurangan satu macam atau lebih zat zat gizi yang diperlukan
untuk pembentukan darah (zat besi, asam folat, vitamin B12 , Protein). (WHO, 1972
dalam Soehardjo, 1989).
Anemia gizi adalah anemia yang disebabkan kekurangan satu atau lebih zat gizi seperti
protein, zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin C, piridoksin, riboflavin dan tembaga
(Weatherall, 1987; Husaini et al., 1989). Anemia gizi dapat disebabkan oleh investasi
cacing Ascaris lumbricoides yang mengakibatkan malabsorbsi karbohidrat, lemak dan
protein (Tripathy et al., 1972).
Penyebab terbesar anemia gizi adalah berkurangnya masukan zat gizi yang
berhubungan dengan pola makan yang tidak baik akibat ketidaktahuan dan
ketidakmampuan. Walaupun tidak semua anemia disebabkan kekurangan zat besi,
namun defisiensi besi diderita oleh 500 – 600 juta manusia di seluruh dunia (DeMaeyer
and Tegman, 1985).
Defisiensi makanan memegang peranan penting dalam timbulnya anemia maka tidak
heran bila prevalensi anemia di negara berkembang lebih tinggi daripada di negara
maju. Prevalensi rata rata anemia pada ibu hamil secara nasional menurut SKRT (Survei
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 sebesar 51,4 %.

B. Klasifikasi Anemia

1.Anemia pada Ibu Hamil


Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan, karena keperluan zat makanan
bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang, yaitu
darah bertambah banyak yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.
Bertambahnya sel sel darah tidak sebanding dengan bertambahnya plasma dengan
perbandingan : plasma 30 %, sel darah 18 % dan hemoglobin 19 % sehingga terjadi
pengenceran darah. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil karena dapat
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil. Selain itu
pada perdarahan, waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit
dibandingkan apabila darah tetap kental. (De Maeyer, 1993)
Bertambahnya darah dalam kehamilan dimulai sejak usia kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya pada usia kehamilan antara 32 sampai 36 minggu. Pada trimester
pertama Hb rata rata 12,3 g/100 ml, trimester kedua 11,3 g/100 ml dan trimester
ketiga 10,8 g/100 ml. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah semakin nyata
dengan bertambahnya usia kehamilan sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan
meningkat. Seorang wanita hamil dengan Hb kurang dari 10 g/100 ml tidak dianggap
menderita anemia patologik melainkan anemia fisiologik atau pseudoanemia.
Anemia merupakan penyebab utama dari tingginya angka kematian ibu
melahirkan di negara berkembang. Untuk Indonesia, hasil SKRT (1995) mencatat
kematian ibu sebesar 373 orang untuk setiap 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut
untuk Jawa Barat dan NTT merupakan yang tertinggi yaitu 686 orang, sedangkan yang
terendah adalah Jawa Tengah yaitu 246 orang (Soekirman, 1999).

a. Penyebab
Menurut Beck (1995), penyebab terjadinya anemia gizi antara lain adalah :
1). Menu sehari hari kurang mengandung zat besi
2). Penyerapan zat besi dalam usus kurang baik
3). Infeksi parasit
4). Kemampuan menampung zat besi menurun sehingga kebutuhan zat besi meningkat

2. Anemia Pada Ibu Menyusui


Masalah gizi ibu menyusui masih sangat terabaikan. Padahal, setelah
menghadapi masa kehamilan dan persalinan, ibu membutuhkan nutrisi yang
mencukupi, salah satunya zat besi.Ini dikarenakan cadangan zat besi ibu menipis
selama menyusui dan mereka sempat kehilangan darah saat melahirkan. "Anemia
pada ibu menyusui paling tinggi terjadi pada ibu yang mengalami anemia selama
kehamilan dan jika asupan energi dan zat gizi tidak memadai dalam diet ibu
postpartum," jelasnya dalam acara Kolaborasi JAPFA untuk Ciptakan Generasi
Unggul
Untuk membantu penyerapan zat besi, konsumsilah makanan yang mengandung
vitamin C, seperti buah dan sayur.Sementara itu, dilansir UEW Health, ada lima
cara yang bisa Anda lakukan untuk mencegah anemia.

Cukupi kebutuhan zat besi


 Zat besi sendiri diperlukan untuk memproduksi hemoglobin. Makanan
yang kaya zat besi antara lain daging merah, makanan laut, sayuran
berdaun hijau, hati, dan telur. Jadi, pastikan penuhi kebutuhan zat besi
Anda, terutama kalau Anda termasuk ke dalam golongan yang rentan
mengalami anemia , yaitu sedang haid, hamil, atau menyusui.
 Tambahkan asupan vitamin C
Agar penyerapan zat besi di dalam tubuh berlangsung dengan baik, Anda perlu
bantuan vitamin C, baik yang berasal dari makanan ataupun suplemen. Makanan
kaya vitamin C bisa didapat dari melon, pepaya, jeruk, brokoli, dan tomat.
 Penuhi kebutuhan kalsium
Kalsium juga berfungsi untuk memaksimalkan penyerapan zat besi di dalam
tubuh. Anda bisa mendapatkan asupan kalsium dari susu dan aneka produk
olahannya, ikan yang dimakan bersama tulangnya, serta telur.
 Hindari kafein
Ternyata, kafein dapat mengganggu proses penyerapan zat besi di dalam tubuh.
Itu sebabnya, teh, kopi, dan minuman cokelat sebaiknya dihindari, atau
setidaknya dibatasi konsumsinya.
 Gunakan perlengkapan masak dari besi
Perlengkapan masak dari besi bisa jadi cara untuk membantu Anda sekeluarga
terhindar dari anemia. Ketika memasak, asam yang keluar dari makanan akan
membantu tubuh dalam menyerap zat besi dari makanan tersebut.

3. Anemia pada orang Dewasa


Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya di bawah
14 gram per desiliter untuk laki-laki, dan di bawah 12 gram per desiliter untuk wanita.
Apabila kadar hemoglobin di bawah 8 gram per desiliter, anemia sudah tergolong berat
dan disebut dengan anemia gravis.
Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya di bawah 14
gram per desiliter untuk laki-laki, dan di bawah 12 gram per desiliter untuk wanita.
Apabila kadar hemoglobin di bawah 8 gram per desiliter, anemia sudah tergolong berat
dan disebut dengan anemia gravis. Untuk mengatasi anemia tergantung kepada
penyebab yang mendasarinya, mulai dari konsumsi suplemen zat besi, transfusi darah,
sampai operasi.
Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah
yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ tubuh
tidak mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat dan mudah
lelah. Anemia dapat terjadi sementara atau dalam jangka panjang, dengan tingkat
keparahan yang bisa ringan sampai berat. Anemia merupakan gangguan darah atau
kelainan hematologi yang terjadi ketika kadar hemoglobin (bagian utama dari sel darah
merah yang mengikat oksigen) berada di bawah normal.
Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:
Produksi sel darah merah yang kurang.
Kehilangan darah secara berlebihan.
Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.

4. Anemia pada Remaja


Memang anemia dapat menyerang semua orang, tidak terkecuali remaja. Hal ini
lebih sering terjadi pada remaja perempuan yang sedang mengalami menstruasi.
Padahal, saat remaja, tubuh membutuhkan banyak nutrisi termasuk juga zat besi. Ketika
kekurangan hal tersebut, remaja dapat mengidap anemia.
Tubuh yang mengalami anemia kesulitan untuk memproduksi sel darah merah
pembawa oksigen yang cukup disebabkan oleh kekurangan hemoglobin. Anemia harus
benar-benar dianggap hal yang serius agar dapat dicegah. Maka dari itu, penting untuk
memeriksakan anak remaja terkait risiko mengidap anemia.
Sering merasakan sakit pada kepala.
Sulit untuk berkonsentrasi.
Detak jantung yang cepat dan mengalami sesak napas.
Tangan dan kaki bengkak.
Mengalami pusing hingga pingsan.
Anemia yang terjadi dapat dicegah dengan memastikan apabila makanan yang
dikonsumsi seimbang. Pastikan seluruh makanan yang dikonsumsi mengandung
banyak zat besi agar anemia dapat diatasi. Sumber zat besi yang baik untuk dikonsumsi
adalah daging merah, kuning telur, kentang, tomat, kacang-kacangan, hingga kismis.
Sebaiknya konsumsi juga buah atau makanan yang kaya akan vitamin C. Hal tersebut
berguna untuk penyerapan zat besi pada tubuh. Meskipun sayuran hijau kaya akan
kandungan zat besi, banyak jenisnya yang sulit untuk diserap oleh tubuh. Hal yang
paling penting adalah memastikan vitamin C terus tercukupi setiap harinya.
Maka dari itu, penting untuk memperhatikan gejala-gejala dari remaja ketika mengidap
anemia. Dengan begitu, gangguan tersebut dapat diatasi secara dini dan tidak
menyebabkan kelainan yang tidak diharapkan.
a. Masa pra remaja : usia 10-12 tahun
b. Masa remaja awal : usia 12-15 tahun
c. Masa remaja pertengahan : usia 15-18 tahun
d. Masa remaja akhir: usia 18-21 tahun
Salah satu hal yang harus diperhatikan pada remaja perempuan yang mengidap anemia
adalah gejala yang ditimbulkan. Terdapat beberapa gejala yang harus diwaspadai ketika
terjadi karena mungkin saja anemia yang terjadi sudah terbilang parah. Berikut
beberapa gejala anemia yang harus benar-benar diperhatikan agar gangguan yang
parah dapat dicegah
Pada remaja putri, puncak pertumbuhan terjadi sekitar 12-18 bulan sebelum
mengalami menstruasi pertama yaitu sekitar usia 10-14 tahun (Briawan, 2007). Selama
masa remaja, kebutuhan zat besi akan meningkat drastis sebagai hasil dari ekspansi
total volume darah, peningkatan massa lemak tubuh dan terjadinya menstruasi. Pada
wanita, kebutuhan akan zat besi yang tinggi disebabkan oleh kehilangan darah pada
saat menstruasi. Secara keseluruhan, kebutuhan zat besi meningkat dari kebutuhan
sebelum masa remaja sebesar 0,7 sampai 0,9 mg Fe per hari. Remaja putri memerlukan
zat besi sebesar 2,2 mg per hari dan kebutuhan ini akan meningkat pada saat
menstruasi (Wiseman, 2002). Siswa SMP dengan batasan usia sekitar 12-15 tahun,
termasuk dalam tahap perkembangan pubertas atau remaja awal sampai remaja
pertengahan 15 16 dengan proses perkembangan biopsikososial yang perlu mendapat
perhatian dari orang tua (keluarga), guru (sekolah), dan masyarakat. Berdasarkan data
Riskesdas 2010, rata-rata usia menarche (menstruasi pertama kali) di Indonesia adalah
usia 12-15 tahun, namum rata-rata usia menarche pada remaja putri di Bali adalah usia
13-14 tahun yang mencapai 40,5%. Selain pertumbuhan fisik yang cepat, pengeluaran
darah melalui menstruasi juga meningkatkan kebutuhan remaja akan zat besi. Idealnya
remaja putri sudah diperkenalkan dengan tablet besi sebelum mereka memasuki tahap
menarche sehingga mereka akan terbiasa secara mandiri untuk mengonsumsi tablet
besi. Wanita cenderung memiliki simpanan zat besi yang lebih rendah dibandingkan
dengan pria. Hal ini yang mengakibatkan wanita lebih rentan mengalami anemia
defisiensi zat besi. Jika zat besi yang dikonsumsi terlalu sedikit atau jika
bioavailabilitasnya rendah, maka cadangan zat besi dalam tubuh yang akan digunakan
dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason dan Sharmanov,
2002).

5. Anenia pada Lansia


Anemia pada prinsipnya adalah kekurangan hemoglobin atau sel darah merah
(kurang dari 12mg/dl) pada tubuh. Pada usia lanjut, gejalanya tidak khas dan rata-rata
penurunnya tidak akut tapi kronik, karena fungsi darah sendiri adalah mengangkut
oksigen ke seluruh jaringan dan sel tubuh sehingga ketika terjadi anemia otomatis
fungsinya akan berkurang dan mengganggu sistem tubuh manusia. Anemia pada usia
lanjut akan lebih menganggu pada performa badan serta organ-organ penting seperti
otak, jantung dan lain-lain.
Fungsi darah pada tubuh adalah membawa oksigen dan zat makanan ke seluruh
tubuh. Ketika tubuh kekurangan darah, maka seluruh organ-organ penting dalam tubuh
akan merasa kekurangan zat dan jika dalam jangka panjang tetap dibiarkan, sel-selnya
tentu menjadi rusak yang menyebabkan terjadinya banyak komplikasi kronik. Pada
otak, anemia akan meyebabkan mudah lupa, sedangkan pada jantung akan
menyebabkan kita sering merasa berdebar-debar bahkan bisa sampai pingsan, Berbeda
pula pada ginjal, anemia bisa menyebabkan gagal ginjal.
Adapun gejala anemia diantaranya adalah mudah merasa lelah, badan sering
terasa lemas, mudah lupa dan pandangan berkunang-kunang. Gejala anemia pada otak
antara lain mudah lelah saat berfikir terlalu keras, pendangan menjadi kabur dan
mudah lupa. Sedangkan gejala anemia pada jantung misalnya sering merasa berdebar-
debar dan mudah lelah saat berjalan. Penyebab anemia adalah kekurangan zat besi,
asam folat, dan pendarahan yang tidak kentara terutama saluran pencernaan.
Pendarahan yang tidak kentara dan bersifat kronik bisa terjadi akibat iritasi lambung,
konsumsi obat-obatan anti nyeri tanpa resep dokter, pendarahan hemoroid atau
ambeien, maupun adanya tumor dan radang di usus besar.
Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan memperbaiki nutrisi atau makanan
yang dikonsumsi. Selain itu, disarankan untuk menambah variasi menu makanan sehat
setiap harinya dengan makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat dan zat-
zat penambah darah. Hal lain yang dapat kita lakukan adalah dengan menghindari obat-
obatan yang dapat menimbulkan iritasi seperti obat nyeri tanpa resep dokter yang
dikonsumsi secara terus menerus.
Penanganan anemia tergantung pada penyebabnya, jika penyebabnya karena
nutrisi maka nutrisinya yang harus di perbaiki. Sedangkan jika penyebabnya hemoroid,
maka penyembuhannya dilakukan dengan menyembuhkan hemoroidnya. Untuk
beberapa anemia dengan penyebab kekurangan vitamin, zat besi atau asam folat bisa
disembuhkan dengan meminum vitamin suplai darah namun hal ini tidak berlaku pada
anemia dengan penyebab pendarahan tak kentara akibat iritasi pencernaan. Yang
terpenting dalam penanganan anemia adalah harus mengetahui penyebab pastinya
terjadi anemia terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan pengobatan yang tepat.
BAB II
NCP ANEMIA
(Assessment, diagnosis, intervention, monitoring dan evaluasi)

NCP (Nutrition Care Proses) adalah Proses Asuhan Gizi terstandar yang memecahkan masalah
dengan menggunakan pendekatan sistematis dan terstandar agar asuhan gizi menjadi lebih
tepat, efektif dan aman.

naaaaah, itulah yang disebut dengan NCP ya teman-teman dan adik adik ku.. sekarang setelah
kita tahu apa itu NCP mari kita cari tahu proses NCP itu bagaimana ????

PROSES NCP ada 4

1. Nutrition Assesment 
2. Nutrition Diagnosis
3. Nutrition Intervention
4. Nutrition Monitoring dan Evaluation

Ingat ke 4 proses ini ya, ada asesmen (pengkajian) awal masalah nya apa, lalu di diagnosis
masalah yang ditemui kemudian setelah diagnosis ditemukan kita lanjutkan dengan memilih
intervensi sesuai dengan masalah. setelah intervensi dilakukan untuk mengetahui apakah
intervensi yang kita lakukan berhasil atau tidak maka kita perlu yang namanya monitoring dan
evaluasi. 

1. Nutrition Assesment. 
Ada beberapa yang akan kita Assesment yaitu:
Asesmen antropometri
 BB 
 Tinggi Badan
 LILA (Lingkar Lengan Atas)
 TL (Tinggi Lutut)
 IMT (Indeks Massa Tubuh)
 Other yang berhubungan dengan data antropometri yang dibutuhkan
Assesmen Biokimia
Dalam hal ini yang kita lihat adalah hasil pemeriksaan laboratorium pasien. lihat apa yang
bersalah...  contohnya Hb, Ht, Leukosit dll sesuai dengan penyakit yang diderita pasien yaah..

Assesmen fisik dan klinik'


Dalam assesmen fisik klinik yang kita lihat adalah Tekanan darah, Respirasi, Nadi, Kesadaran,
Suhu dll. itu contoh yang umum di cantumkan..

Assesmen Riwayat makan (Dietery History)


Point ini kita akan melakukan food recall 24 jam untuk mengetahui riwayat apa saja yang
dimakan sebelum masuk ke RS dan mengetahui pola makan pasien.

Assesmen Personal Pasien


waaah apa saja ya?? di point ini yang akan dicantumkan yaitu Seperti,Riwayat obat-obatan,
sosial budaya seperti agama, Riwayat penyakit.  Data umum seperti Pekerjaan pasien,  umur,
Riwayat penyakit keluarga, status ekonomi
  

2. Nutrition diagnosis

Diagnosis gizi itu kita harus ingat 3 kuncinya yaitu:


 Domain intake (NI. ) (asupan makanan) didapat dari hasil recall
 Domain klinik (NC. ) dilihat berdasarkan masalah yang ditemui dari hasil assesmen fisik
klinik
 Domain Behaviour (N.B) Dilihat dari kebiasan pasien.

Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan kemungkinan
penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan menyatakan masalah gizi
secara singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada. Penulisan diagnosa gizi terstruktur
dengan konsep PES atau Problem Etiologi dan Signs/ Symptoms.  Diagnosis gizi dikelompokkan
menjadi tiga domain yaitu: 

1) Domain Asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan asupan energi, zat gizi,
cairan, substansi bioaktif dari makanan baik yang  melalui oral maupun parenteral dan enteral.
Contoh :  Asupan protein yang kurang (P) berkaitan dengan perubahan indera perasa  dan nafsu
makan (E) ditandai dengan asupan protein rata-rata sehari kurang dari 40 % kebutuhan (S ) 
2) Domain Klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau fisik/fungsi
organ.   Contoh : Kesulitan meyusui (P) berkaitan dengan E) kurangnya dukungan keluarga
ditandai dengan penggunaan susu formula bayi tambahan (S)

3) Domain Perilaku/lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan dengan pengetahuan,


perilaku/kepercayaan, lingkungan fisik dan akses dan keamanan  makanan.   Contoh :
Kurangnya pengetahuan tentang makanan dan gizi (P) berkaitan dengan mendapat informasi
yang salah dari lingkungannya mengenai anjuran diet yang dijalaninya (E) ditandai dengan
memilih bahan makanan/makanan  yang tidak dianjurkan  dan aktivitas fisik yang tidak sesuai
anjuran (S)  

3. Intervensi

Intervensi Gizi Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan
implementasi. 

1) Perencanaan Intervensi  Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan.
Tetapkan tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya (Problem), rancang
strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (Etiologi) atau bila penyebab tidak dapat
diintervensi maka strategi intervensi ditujukan untuk mengurangi Gejala/Tanda (Sign &
Symptom). Tentukan pula jadwal dan frekuensi asuhan. Output dari intervensi ini adalah tujuan
yang terukur, preskripsi diet dan strategi pelaksanaan (implementasi). Perencanaan intervensi
meliputi:
a) Penetapan tujuan intervensi Penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan
waktunya.  
b) Preskripsi diet Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi  mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan, komposisi zat gizi,
frekuensi makan. (1) Perhitungan kebutuhan gizi. Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan
kepada pasien/klien atas dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis penyakitnya. 

 Jenis Diet   
Pada umumnya pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan makanan berdasarkan
pesanan/ order diet awal dari dokter jaga/DPJP. Dietisien bersama tim atau secara mandiri
akan menetapkan jenis diet berdasarkan diagnosis gizi. Bila jenis diet yang ditentukan sesuai
dengan diet order maka diet tersebut diteruskan dengan dilengkapi dengan rancangan diet. Bila
diet tidak sesuai akan dilakukan usulan perubahan jenis diet dengan mendiskusikannya terlebih
dahulu bersama (DPJP). Contoh daftar jenis diet makanan Pasien Ruang Rawat Inap
sebagaimana tercantum dalam  Form VIII.       (3) Modifikasi diet Modifikasi diet merupakan
pengubahan dari makanan biasa (normal). Pengubahan dapat berupa perubahan dalam
konsistensi; meningkatkan/menurunan nilai energi; menambah/mengurangi jenis bahan
makanan atau zat gizi yang dikonsumsi; membatasi jenis atau kandungan makanan tertentu;
menyesuaikan komposisi zat gizi (protein, lemak, KH, cairan dan zat gizi lain); mengubah
jumlah, frekuensi makan dan rute makanan. Makanan di rumah sakit umumnya berbentuk
makanan biasa, lunak, saring dan cair. (4) Jadwal Pemberian Diet Jadwal pemberian
diet/makanan dituliskan sesuai dengan pola makan sebagai contoh: Makan Pagi: 500Kalori;
Makan Siang: 600kalori; Makan Malam: 600Kalori; Selingan pagi: 200Kalori; Selingan Sore:
200Kalori (5) Jalur  makanan Jalur makanan yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau
parentera

4. Implementasi Intervensi 
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana  dietisien melaksanakan
dan mengkomunikasikan rencana asuhan  kepada  pasien dan tenaga kesehatan atau tenaga lain
yang terkait. Suatu intervensi gizi harus  menggambarkan dengan jelas: “apa, dimana,  kapan, 
dan bagaimana” intervensi itu dilakukan. 
Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, dimana data tersebut  dapat
menunjukkan respons pasien dan  perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.
Untuk kepentingan dokumentasi dan persepsi yang sama, intervensi dikelompokkan menjadi 4
domain yaitu pemberian makanan atau zat gizi; edukasi gizi, konseling gizi dan koordinasi
pelayanan gizi. Setiap kelompok mempunyai terminologinya masing masing.   

5. Monitoring dan Evaluasi Gizi 


Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon pasien/klien
terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya Tiga  langkah kegiatan monitoring dan
evaluasi gizi, yaitu: 1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi
pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang diharapkan oleh klien
maupun tim. Kegiatan yang berkaitan dengan monitor perkembangan antara lain : a) Mengecek
pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien  b) Mengecek asupan makan pasien/klien c)
Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana/preskripsi Diet. d)
Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah  e) Mengidentifikasi hasil lain
baik yang positif maupun negatif  f) Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak
adanya perkembangan dari kondisi pasien/klien 2) Mengukur hasil. Kegiatan ini adalah
mengukur perkembangan/perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi.
Parameter yang harus diukur berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosis gizi. 3) Evaluasi hasil
Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4 jenis hasil, yaitu: a) Dampak
perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan
yang mungkin mempunyai pengaruh  pada asupan makanan dan zat gizi. b) Dampak asupan
makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau zat gizi dari berbagai sumber,
misalnya makanan, minuman, suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral. c)
Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran yang terkait dengan
antropometri, biokimia dan parameter pemeriksaan fisik/klinis. d) Dampak terhadap
pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas hidupnya. 
BAB III
KASUS NCP
CATATAN ASUHAN GIZI

RESUME PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT)

Nama : Ny. K Jenis Kelamin : Perempuan


Umur : 20 tahun No. RM : -
Diagnosa Medis : Anemia Tanggal : -
Rencana Monitoring &
Assesment Diagnosa Gizi Rencana Intervensi
Evaluasi
FH (Riwayat Gizi) 1. Domain Intake ND.1.1 Diet makanan biasa/sehat Monitoring
FH.2.1 Riwayat gizi Karina selalu NI 5.10.1 (Makanan diberiakan dalam bentuk - BE 1.1.1 Siap untuk berubah
meminum kopi. Karina kerap kali tidak Asupan mineral in adekuat yang makanan biasa) (tidak mengonsumsi teh dan
sempat sarapan, dan untuk menghemat disebabkan oleh pola makan yang kopi setiap hari serta tidak
Karina hanya mengkonsumsi lauk nabati. salah, serta kurangnya pengetahuan ND.1.2.2 Diet Modifikasi Energi mengonsumsi lauk nabati
mengenai hal yang berkaitan saja)
(Energi diberikan tinggi, sesuai dengan
AD (Antropometri) dengan masalah gizi, serta adanya
kebutuhan pasien)
- AD.1.1.2 Berat Badan : 41 kg interaksi antara zat gizi dibuktikan - BE 1.1.2 Perubahan dampak
- AD.1.1.1 Tinggi Badan : 152 cm dengan kekurangan audit gizi Fe nyata (mengubah kebiasaan
- AD.1.1.5 IMT/U : 17,75 (kurus tingkat yaitu 55,91 % (buruk). tidak sarapan pagi)
ringan)

ND.1.2.3 Diet Modifikasi Protein


BD (Data Biokimia) 2. Domain Klinis
- FI 6.2 Monitoring asupan
- BD.1. 5 Glukosa darah = 90 mg/dl NC 2.2 (Protein diberikan tinggi, sesuai dengan
mineral untuk meningkatkan
(normal) Perubahan Nilai Laboratorium
kebutuhan pasien (15% dari kalori yang
pola makan yang benar
- BD.1.7 Kolesterol total = 140 mg/dl Terkait Zat Gizi Khusus berkaitan
dibutuhkan)) sehingga asupan Fe sesuai
(normal) dengan keluhan pasien yaitu cepat
kebutuhan sehari.
- BD.1.10 HB = 10 g/dl (rendah) lelah, mengantuk, mata berkunang-
- BD.1.10.2 HT = 30% (rendah) kunang, cepat merasa pusing,
ND.1.2.9 Diet Modifikasi Mineral
Evaluasi
- BD.1.10.10 Serum ferritin = 90 µg/l lemas, dan kurang nafsu makan
(Pasien diberikan zat mineral (Fe) - S1.1.2 Perubahan IMT ke arah
(rendah) yang salah dibuktikan dengan
- BD.1.10.13 Saturasi transferrin = 15% kekurangan audit Fe yaitu 55,91% tinggi sesuai kebutuhan) normal 18,5 – 25 kg /m2

(rendah) (buruk).
= 4 jt/ml (rendah) - S1.1.5 Monitoring dan

PD (Data Klinis dan Fisik) NC 3.1 evaluasi BB

- TD = 90/60 mmHg Berat Badan Kurang yang berkaitan


- skelera mata tampak pucat dengan pola makan yang salah - S2.8.1 Monitoring dan

- Suhu = 370C dibuktikan dengan IMT = 17,75 evaluasi kadar Hb pasien

- Sering Mengantuk kg/m2 (kurus tingkat ringan) sesuai dengan kadar Hb

- Cepat lelah normal yaitu 12 – 14 gr/dl.

- Mata berkunang-kunang
- Cepat merasa pusing
- Lemas 3. Domain Behavior
- Kurang nafsu makan NB 1.5
Gangguan Pola Makan yang
CH (riwayat Personal) disebabkan kurangnya pengetahuan
- CH.1.1.1 Umur: 20 tahun mengenai topik atau masalah yang
- CH.1.1.1.2 Jenis kelamin : Perempuan berkaitan dengan gizi dibuktikan
- CH.2.Riwayat Medis Pasien : Anemia dengan minum teh disetiap makan
dan terlalu sering mengkonsumsi
CS (Standar Pembanding) kopi.
- CS.1.1.1 Estimasi Kebutuhan Energi
Total NB 1.7
Energi = 2075,658 kkal Ketidaksesuaian dalam pemilihan
(range 10% → 1868,0922 kkal - 2283,2238 makanan disebabkan oleh persepsi
kkal ) bahwa ekonomi yang terbatas
menghalangi pemilihan makanan
- CS.2.2.1 Estimasi Kebutuhan Protein yang baik dibuktikan dengan jarang
Total mengkonsumsi lauk hewani dan
Protein = (15% x Total energi) : 4 hanya mengkonsumsi lauk nabati
= (15% x 2075,658) : 4 untuk menghemat biaya.
= 77,837
(range ±2 gram → 53,86 – 57,86)
- CS.2.2.1 Estimasi Kebutuhan Lemak
Total
Lemak = (25% x Total Energi) : 9
= (25% x 2075,658) : 9
= 34,117 gram
(range 10% → 30,7593 gr - 37,5287gr)

- CS.2.3.1 Estimasi Kebutuhan Karbohidrat


Total
Karbohidrat = (60% x total energi) : 4
             = (60% x 2075,658gram) :4
= 184,23 gram
(range 10% → 165,807gr - 202,653gr )
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?
q=gizi+pada+anemia&oq=gizi+pada+anemia&aqs=chrome..69i57j0i22i30l8.7199j0j7&sourceid=chro
me&ie=UTF-8

https://www.suara.com/health/2020/12/22/134658/ibu-menyusui-mudah-anemia-jangan-lupakan-
asupan-zat-besi?page=2

https://www.alodokter.com/anemia#:~:text=Orang%20dewasa%20dikatakan%20menderita
%20anemia,dan%20disebut%20dengan%20anemia%20gravis.

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/e751f0771de9f4355ead527b9cad51d7.pdf

https://sardjito.co.id/2019/11/01/anemia-pada-usia-lanjut/

Anda mungkin juga menyukai