Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA PROFESI

“Jabatan Fungsional Nutrisionist dan Dietesien ,


Praktek Tenaga Gizi”

DOSEN PEMBIMBING :
WIQAYATUN KHAZANAH ,STP, M.Si

DI SUSUN OLEH :

ELVA SARDAYA P07131219005

POGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


GIZI DAN DIETETIKA
POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Aceh Besar, 10 September 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
A. DEFINISI JABATAN FUNGSIONAL............................................................................................3
1. Jabatan Fungsional Nutrisionis Terampil...........................................................................................4
2. Jabatan Fungsional Nutrisionis Ahli..................................................................................................5
3. Jabatan Fungsional Dietisien.............................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................................................9
ISI..........................................................................................................................................................9
B. PRAKTEK TENAGA GIZI..........................................................................................................9
1. PERATURAN PRAKTIK TENAGA GIZI...................................................................................9
2. SERTIFIKAT KOMPETENSI DAN STRTGZ.............................................................................9
3. SIPTGZ DAN SIKTGZ...............................................................................................................11
KEWENANGAN AHLI GIZI DALAM PRAKTIK TENAGA GIZI..............................................13
Hak dan Kewajiban Tenaga Gizi.....................................................................................................14
BAB III................................................................................................................................................16
PENUTUP...........................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI JABATAN FUNGSIONAL


Menurut keputusan Tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis tahun 2014, Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam keputusan Presiden ini disebut Jabatan Fungsional
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai
Negri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keadilan
dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Menurut Keputusan Menteri kesehatan RI tahun 2001, yang merupakan petunjuk teknis dari
keputusan Presiden No. 87 tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional PNS, Untuk Jabatan
Fungsional Nutrisionis tertuang dalam Petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Nutrisionis yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2014,Nutrisionis adalah PNS yang diberi tugas,
tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan
teknis fungsional dibidang pelayanan gizi, makanan dan dietetic baik di masyarakat maupun rumah
sakit, pada perangkat Pemerintah, Propinsi, Kabupaten, Kota, unit pelaksana kesehatan lainnya.
Pelayanan Gizi yang diberikan secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative, serta
bidang manajemen/ administrasi kegizian dan kesehatan. Namun demikian sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka pemberian
pelayanan gizi yang berada dibidang pelayanan gizi Rumah Sakit , sebutkan Nutrisionis ini menjadi
kurang tepat. Selain itu perubahan tentang jabatan Fungsional tenaga Gizi ini juga harus berubah
berkaitan dengan lahirnya Undang-Undang Tenaga kesehatan no 36 tahun 2014, yang disebut sebagai
tenaga gizi adalah nutrisionis dan Dietisien. Saat ini sudah banyak terjadi perubahan baik dalam
bidang pelayanan maupun dalam jenjang pendidikan sebagai latar belakang PNS. Sehingga kini,
secara keseluruhan pemerintah sedang memperbaharui peraturan tentang Jabatan Fungsional seluruh
bidang, termasuk salah satunya adalah Jabatan Fungsional Nutrisionis akan dirubah menjadi Jabatan
Fungsional Nutrisionis dan Dietisien.
Jabatan fungsional Nutrisionis-Dietisien adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang
dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan dalam pelayanan gizi,
makanan dan dietetik serta bersifat mandiri. Artinya bahwa pengangkatan Pegawai negeri Sipil (PNS)
dalam jabatan fungsional nutrisionis merupakan suatu bentuk pengakuan dari pemerintah atas
kemampuan Nutrisioins secara intelektual dan emosional. Sedangkan kemandirian merupakan salah
satu ciri dari dimensi kematangan nutrisionis yang dapat dilihat dari perubahan yang tadinya penuh
ketergantungan menjadi mandiri. Diharapkan dengan adanya jabatan fungsional Nutrisionis-Dietisien
dapat meningkatkan kualitas pelayanan gizi sekaligus memberikan kejelasan jenjang karier yang
bersangkutan.
Dalam jabatan fungsional ini terbagi dalam tiga katagori yaitu Jabatan Fungsional Nutrisionis
Terampil, Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Jabatan Fungsional Dietisein. Perubahan ini dilakukan
sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang menyebutkan
bahwa tenaga gizi terdiri dari dua Nutrisionis dan Dietisien.

1. Jabatan Fungsional Nutrisionis Terampil


Jabatan Fungsional Nutrisionis Terampil memperhatikan butir-butir kegiatan mulai dari yang
sederhana sampai dengan kegiatan yang sulit/kompleks maka jabatan fungsional Nutrisionis tersebut
diharapkan dapat memenuhi jenjang jabatan keterampilan. Jabatan fungsional Nutrisionis Terampil
minimal berlatar belakang pendidikan Diploma III Gizi, dengan kualifikasi sebagai berikut:
a. Pelaksana/Terampil, golongan ruang II.c s/d II.d.
b. Pelaksana Lanjutan/Mahir, golongan ruang III.a s/d III.b.
c. Penyelia, golongan ruang III.c s/d III.d.

Jabatan Fungsional Nutrisionis Trampil adalah tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan
kesehatan di bidang gizi masyarakat, pelayanan asuhan gizi dan diitetik, dan penyelenggaraan
makanan banyak (PMB) atau food service. Pelayanan gizi masyarakat meliputi pelaksanaan:
perencanaan program, surveillance gizi, pemantauan pertumbuhan balita, intervensi gizi, monitoring
dan evaluasi, KIE gizi, koordinasi lintas program dan lintas sektor, pelatihan bidang gizi, advokasi,
dan perencana kebijakan gizi.
Pelayanan asuhan gizi dan diitetik meliputi: penapisan, pengkajian, penetapan
masalah/diagnosis gizi, penyusunan rencana diit (orang sehat, sakit tanpa dan dengan komplikasi),
koordinasi tim medis, implementasi diit, konseling gizi, monitoring dan evaluasi, penyusunan laporan
dan rencana tindak lanjut. Sedangkan penyelenggaraan makanan banyak (food service) meliputi:
penyusunan standar terkait pelayanan makanan, pengecekan alur penerimaan bahan makanan,
pengawasan dalam penyimpanan bahan makanan, pengendalian distribusi dan mutu makanan,
pengawasan pemorsian dan penyajian makanan, survey kepuasan klien, penilaian keamanan pangan,
pengembangan produk makanan, monitoring dan evaluasi, mengelola sumber daya terkait
penyelenggaraan makanan, pemantauan dan pengendalian hygiene.
Kewenangan dalam memberikan pelayanan kepada klien oleh jabatan Nutrisionis Terampil
lebih terbatas bila dibandingkan dengan Nutrisionis Ahli dan Dietisien. Pada praktiknya kegiatan yang
dapat dilakukan oleh Nutrisionis Terampil sifatnya lebih sederhana. Bila dalam suatu situasi
Nutrisionis Terampil harus melakukan pelayanan di luar kewenangannya maka harus berkonsultasi
dengan Nutrisionis Ahli atau Dietisien atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai kewenangan.
Ruang lingkup kegiatan Jabatan Fungsional Nutrisionis Terampil meliputi pengumpulan,
pengukuran, tabulasi dan persiapan dalam kegiatan di bawah ini:.
Pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, meliputi:
Pelayanan gizi sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, dapat dilakukan melalui:
a. Pendidikan gizi yaitu: konseling gizi pada kasus sederhana/tidak kompleks dan Edukasi gizi pada
sederhana/tidak kompleks.
b. Suplementasi gizi; kapsul vitamin A, Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah (TTD), Makanan
Tambahan Ibu Hamil, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), Makanan Tambahan Anak
Balita 2-5 Tahun, Makanan Tambahan Anak Usia Sekolah, Bubuk Multi Vitamin dan Mineral.
c. Tatalaksana gizi; dan
1) Penilaian status gizi, dapat ditentukan melalui: pengukuran antropometer, biokimia, klinis,
dan/atau penilaian konsumsi pangan.
2) Diagnosis Gizi.
3) Intervensi gizi masyarakat.
4) Intervensi diet standar.
5) Intervensi Diet Khusus.
d. Surveilans gizi
1) Kegiatan secara terus-menerus terhadap masalah gizi dan indikator pembinaan gizi
masyarakat.
2) Monitoring dan Evaluasi.

2. Jabatan Fungsional Nutrisionis Ahli


Jabatan Fungsional Nutrisionis adalah tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
di bidang gizi masyarakat, pelayanan asuhan gizi dan diitetik, dan penyelenggaraan makanan banyak
(PMB) atau food service. Pelayanan gizi masyarakat meliputi pelaksanaan: perencanaan program,
surveillance gizi, pemantauan pertumbuhan balita, intervensi gizi, monitoring dan evaluasi, KIE gizi,
koordinasi lintas program dan lintas sektor, pelatihan bidang gizi, advokasi, dan perencana kebijakan
gizi.
Pelayanan asuhan gizi dan diitetik meliputi: penapisan, pengkajian, penetapan
masalah/diagnosis gizi, penyusunan rencana diit (orang sehat, sakit tanpa dan dengan komplikasi),
koordinasi tim medis, implementasi diit, konseling gizi, monitoring dan evaluasi, penyusunan laporan
dan rencana tindak lanjut.
Sedangkan penyelenggaraan makanan banyak (food service) meliputi: penyusunan standar
terkait pelayanan makanan, pengecekan alur penerimaan bahan makanan, pengawasan dalam
penyimpanan bahan makanan, pengendalian distribusi dan mutu makanan, pengawasan pemorsian
dan penyajian makanan, survey kepuasan klien, penilaian keamanan pangan, pengembangan produk
makanan, monitoring dan evaluasi, mengelola sumber daya terkait penyelenggaraan makanan,
pemantauan dan pengendalian hygiene dan sanitasi makanan.
Jabatan fungsional Nutrisionis Ahli berlatar belakang Sarjana Terapan Gizi atau Sarjana Gizi
yang telah lulus Uji Kompetensi serta Teregistrasi sesuai peraturan perundang-undangan (PMK
Nomor 26 Tahun 2013 Pasal 4), dengan kualifikasi sebagai berikut:
a. Dietisien Pertama, golongan ruang III.a – III.b.
b. Dietisien Muda, golongan ruang III.c – III.d.
c. Dietisien Madya, golongan ruang IV.a – IV.c.
d. Dietisien Utama, golongan ruang IV.d – IV.e.
Ruang lingkup kegiatan Jabatan Fungsional Nutrisionis Ahli meliputi melakukan,
menyelenggarakan, mengarahkan, merumuskan, pelaksanaan Kebijakan dan mengembangkan.
Pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, meliputi:
Pelayanan gizi sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, dapat dilakukan melalui:
a. Pendidikan gizi; meliputi Konseling gizi pada kasus sederhana dan kompleks serta Edukasi gizi
sederhana dan kompleks.
b. Suplementasi gizi; seperti pemberian Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah (TTD), Makanan
Tambahan Ibu Hamil, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), Makanan Tambahan Anak
Balita 2-5 Tahun, Makanan Tambahan Anak Usia Sekolah, Bubuk Multi Vitamin dan Mineral.
c. Tatalaksana gizi; dan
1) Penilaian status gizi, dapat ditentukan melalui: pengukuran dan pengkajian antropometer, biokimia,
klinis, dan/atau penilaian konsumsi pangan.
2) Diagnosis Gizi.
3) Intervensi gizi masyarakat.
4) Intervensi diet standar.
5) Intervensi Diet Khusus.
e. Surveilans gizi

1) Kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus terhadap masalah gizi dan indikator
pembinaan gizi masyarakat.
2) Monitoring dan Evaluasi.

3. Jabatan Fungsional Dietisien


Jabatan fungsional Dietisien saat ini masih bergabung dalam jabatan fungsional Nutrisionis
yang dalam kedudukannya menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian/dan atau keterampilan dalam pelayanan gizi, makanan dan dietetik serta bersifat mandiri.
Sedangkan telah tercantum dalam UU No. 36 tahun 2014 bahwa tenaga gizi dibedakan menjadi dua
yaitu Nutrisionis dan Dietisien, yang artinya bahwa pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional
Dietisien merupakan suatu bentuk pengakuan dari pemerintah atas kemampuan Dietisien secara
intelektual dan emosional. Sedangkan kemandirian merupakan salah satu ciri dari dimensi
kematangan Dietisien yang dapat dilihat dari perubahan yang tadinya penuh ketergantungan menjadi
mandiri. Oleh karena itu perlu ada jabatan fungsional yang terpisah. Diharapkan dengan adanya
jabatan fungsional Dietisien dapat meningkatkan kualitas pelayanan gizi sekaligus memberikan
kejelasan jenjang karir yang bersangkutan. Jabatan fungsional Dietisien terdiri dari jenjang jabatan
fungsional Ahli Pertama, Muda, Madya dan Utama.
Jabatan Fungsional Dietisien ini dibentuk selain memenuhi ketentuan Undang-undang No. 36
tentang tenaga kesehatan khususnya tenaga gizi yang dikatagorikan menjadi dua yaitu Nutrisionis dan
Dietisien juga mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Memperkuat kinerja instansi/organisasi dalam upaya meningkatkan upaya pelayanan gizi bagi
masyarakat di rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas non-perawatan, dan unit pelayanan
kesehatan lainnya seperti balai besar kesehatan paru masyarakat, praktek konseling gizi mandiri di
balai besar kesehatan olah raga masyarakat yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
b. Upaya pembinaan dan pengembangan jenjang karier Jabatan Fungsional Dietisien menjadi lebih
jelas.
Dengan ditetapkannya Jabatan Fungsional Dietisien diharapkan upaya pelayanan gizi di
berbagai fasilitas kesehatan dan manajemen/administrasi kegizian-kesehatan dapat terlaksana dengan
baik sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat, organisasi dan tenaga Gizi khususnya Dietisien.
Jabatan fungsional Dietisien Ahli berlatar belakang Dietisien Sarjana Terapan Gizi atau Sarjana Gizi
yang telah pengikuti pendidikan Profesi Dietisien dan telah lulus Uji Kompetensi serta Teregistrasi
sesuai peraturan perundang-undangan (PMK Nomor 26 Thaun 2013 Pasal 4), dengan kualifikasi
sebagai berikut:
a. Dietisien Pertama, golongan ruang III.a – III.b.
b. Dietisien Muda, golongan ruang III.c – III.d.
c. Dietisien Madya, golongan ruang IV.a – IV.c.
d. Dietisien Utama, golongan ruang IV.d – IV.e.
Jabatan Fungsional Dietisienadalah tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan di
bidang gizi masyarakat, pelayanan asuhan gizi dan dietetik, dan Manajemen Penyelenggaraan
Makanan (MPM) atau food service. Pelayanan gizi masyarakat meliputi pelaksanaan: perencanaan
program, surveillance gizi, pemantauan pertumbuhan balita, intervensi gizi, monitoring dan evaluasi,
melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor, pelatihan bidang gizi, advokasi, dan perencana
kebijakan gizi.
Pelayanan asuhan gizi dan diitetik di lingkup gizi klinik meliputi: penapisan, pengkajian,
penetapan masalah/diagnosis gizi, penyusunan rencana diit (orang sehat, sakit tanpa dan dengan
komplikasi), koordinasi tim medis, implementasi diit, konseling gizi, monitoring dan evaluasi,
penyusunan laporan dan rencana tindak lanjut. Sedangkan penyelenggaraan makanan banyak (food
service) meliputi: penyusunan standar terkait pelayanan makanan, pengecekan alur penerimaan bahan
makanan, pengawasan dalam penyimpanan bahan makanan, pengendalian distribusi dan mutu
makanan, penilaian keamaan pangan, pengembangan produk makanan, monitoring dan evaluasi,
mengelola sumber daya terkait penyelenggaraan makanan, pemantauan dan pengendalian hygiene dan
sanitasi makanan.
Pelayanan gizi sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, dapat dilakukan melalui:
Ruang lingkup kegiatan Jabatan Fungsional Dietisien meliputi melakukan, menyelenggarakan,
mengarahkan, merumuskan, pelaksanaan Kebijakan dan mengembangkan.
Ruang lingkup Jabatan Fungsional Dietetik meliputi
a. Pendidikan gizi seperti Konseling gizi pada klien di RS, Edukasi gizi pada klien di RS atau
keluarga pasien di RS
b. Suplementasi gizi seperti pemberian Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah (TTD),Makanan
Tambahan Ibu Hamil, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),Makanan Tambahan Anak
Balita 2-5 Tahun, Makanan Tambahan Anak Usia Sekolah, Bubuk Multi Vitamin dan Mineral.
c. Tatalaksana gizi; dan
1) Penilaian status gizi, dapat ditentukan melalui: pengukuran antropometer, biokimia, klinis,
dan/atau penilaian konsumsi pangan.
2) Penetapan diagnosis Gizi.
3) Intervensi gizi masyarakat.
4) Intervensi diet standar.
5) Intervensi Diet Khusus.
d. Surveilans gizi
1) Kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus terhadap masalah gizi dan indikator
pembinaan gizi masyarakat.
2) Monitoring dan Evaluasi.
BAB II

ISI

B. PRAKTEK TENAGA GIZI


Praktik tenaga gizi telah diatur dalam peraturan menteri kesehatan nomor 26 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi. Peraturan dimaksudkan agar tenaga
gizi dapat memberikan pelayanan, hendaknya menerapkan praktik setinggi-tingginya atas dasar
kemanusiaan tanpa membedakan asal, suku bangsa, agama dan tingkat sosial ekonomi. Di
samping itu tenaga gizi dituntut bersikap disiplin, jujur, ramah, sopan, menghargai orang lain dan
tidak menyombongkan diri. Itulah cerminan seorang Ahli Gizi dalam upaya memelihara dan
memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat melalui upaya
perbaikan gizi, pendidikan gizi, pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait.
Kondisi seperti ini yang dituntut agar Ahli Gizi dalam praktik menjalankan profesinya
berpedoman pada tata aturan yang ada.

1. PERATURAN PRAKTIK TENAGA GIZI


Seperti telah disampaikan pada topik sebelumnya, bahwa peraturan praktik tenaga gizi tentang telah
dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 26 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan praktik Tenaga Gizi. Dalam permenkes tersebut dijelaskan bagaimana
aturan perijinan praktik kegizian (bab 2). Telah dijelaskan sebelumnya pada bab tersebut juga bagian
kesatu bagaimana kualifikasi tenaga gizi.
Pada pasal 5 permenkes nomor 26 tahun 2013 tertulis tentang Sertifikat Kompetensi dan
STRTGz yang berbunyi sebagai berikut :
1. Tenaga Gizi untuk dapat melakukan pekerjaan dan praktiknya harus memiliki STRTGz.
2. Untuk dapat memperoleh STRTGz, tenaga gizi harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai
peraturan perundang-undangan.
3. STRTGz dikeluarkan oleh MTKI dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun.
4. STRTGz dapat diperoleh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Contoh STRTGz sebagaimana yang dimaksud tercantum dalam Formulir I di bawah ini.

2. SERTIFIKAT KOMPETENSI DAN STRTGZ


STRTGz adalah surat tanda registrasi tenaga gizi, merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah kepada Tenaga Gizi yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pembahasan tentang sertifikat kompetensi telah dikupas pada topik
sebelumnya. Sertifikasi yang dimaksud memiliki 2 mekanisme yaitu :
1. Sertifikasi untuk mendapatkan ijazah, baik di dalam maupun luar negeri.
2. Sertifikasi untuk mendapatkan sertifikat pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan ini
bisa berupa seminar, kongres, pelatihan, dsb.

Pengeluaran sertifikat ini hanya boleh diberikan oleh institusi yang telah terakreditasi oleh
Persegi dan Asosiasi Pendidikan Gizi. Sertifikat inilah yang akan dijadikan sebagai syarat untuk
registrasi sebagai ahli gizi. Registrasi Ahli Gizi ada 3 macam:
1. Registrasi keanggotaan, yaitu dengan mendaftar menjadi anggota Profesi gizi dalam hal ini
Persegi.
2. Registrasi kompetensi awal, yaitu dilakukan untuk memperoleh pengakuan kompetensi standar,
sehingga memperoleh kewenangan dalam melakukan praktik pelayanan gizi.
3. Registrasi kompetensi ulang dilakukan untuk memperoleh pengakuan kompetensi standar,
sehingga memperoleh kewenangan dalam melakukan praktik pelayanan gizi. dilakukan setelah
jangka waktu 5 tahun dari registrasi awal.

Demikian bagi seorang ahli untuk dapat memperoleh STRRGz, selanjutnya masa berlakunya dapat
diperpanjang setelah 5 tahun sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa sampai
dengan saat ini pelaksanaan uji kompetensi baru pada tahap uji coba.

3. SIPTGZ DAN SIKTGZ


SIPTGz (Surat Ijin Praktik Tenaga Gizi) merupakan bukti tertulis pemberian kewenangan
untuk menjalankan pekerjaan pelayanan gizi secara mandiri. Maksud surat ini diterbitkan berharap
masa depan Tenaga Gizi bisa praktik layaknya seorang dokter ataupun bidan. Sedangkan SIKTGz
(Surat Ijin Kerja Tenaga Gizi) merupakan bukti pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
pelayanan gizi di sarana pelayanan kesehatan. Dengan demikian jika mau bekerja pada sarana
pelayanan kesehatan harus memiliki SIKTGz). Di bawah ini contoh formulir SIPTGz dan SIKTGz
Setelah tenaga gizi memperoleh kedua sertifikat tersebut, maka dapat melaksanakan praktik
sesuai jenis pelayanan yang dikerjakan. Pada pasal 7 disebutkan bahwa :
1. Tenaga Gizi dapat menjalankan praktik Pelayanan Gizi secara mandiri atau bekerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
2. Tenaga Gizi yang menjalankan praktik Pelayanan Gizi secara mandiri harus merupakan
3. Tenaga Gizi Registered Dietisien (RD).
4. Tenaga Gizi Technical Registered Dietisien (TRD) dan Nutrisionis Registered (NR) hanya dapat
bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Dalam hal tidak terdapat Tenaga Gizi RD, maka Tenaga Gizi TRD dan NR dapat melakukan
Pelayanan Gizi secara mandiri atau berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lain yang ada di fasilitas
pelayanan kesehatan tempat tenaga gizi yang bersangkutan bekerja.

Pasal 8 menyebutkan bahwa :


1. Setiap Tenaga Gizi RD yang melakukan praktik Pelayanan Gizi secara mandiri dan bekerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki SIPTGz.
2. Setiap Tenaga Gizi TRD dan NR yang melakukan pekerjaan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memiliki SIKTGz.
Pasal 9 :
1. SIPTGz atau SIKTGz diberikan kepada Tenaga Gizi yang telah memiliki STRTGz.
2. SIPTGz atau SIKTGz dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
3. SIPTGz atau SIKTGz berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Tenaga Gizi hanya dapat melakukan pekerjaan dan/atau praktik paling banyak di 2 (dua)
tempat kerja/praktik. (2) Permohonan SIPTGz atau SIKTGz kedua dapat dilakukan dengan
menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki SIPTGz atau SIKTGz pertama. Tenaga gizi
asing juga dan WNI lulusan luar negeri dapat mengajukan permohonan dengan ketentuan yang sudah
diatur pada Pasal 11, yaitu dengan mengajukan permohonan memperoleh SIPTGz dan SIKTGz
setelah melakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal serta persyaratan lainnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.
Surat ijin tersebut hanya dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan dan/atau praktik paling banyak
di 2 (dua) tempat kerja/praktik. Untuk permohonan SIPTGz atau SIKTGz kedua dapat dilakukan
dengan menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki SIPTGz atau SIKTGz pertama.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari (mal-praktik dan
sebagainya) maka SIPTGz dan SIPTGz mutlak dimiliki oleh tenaga gizi. Pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan Tenaga Gizi yang tidak memiliki SIPTGz atau SIKTGz
untuk melakukan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut (pasal 16)

KEWENANGAN AHLI GIZI DALAM PRAKTIK TENAGA GIZI


Tenaga Gizi dalam melaksanakan Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai
kewenangan sebagai berikut (Pasal 17) :
1. memberikan pelayanan konseling, edukasi gizi, dan dietetik;
2. pengkajian gizi, diagnosis gizi, dan intervensi gizi meliputi perencanaan, preskripsi diet,
implementasi, konseling dan edukasi serta fortifikasi dan suplementasi zat gizi mikro dan makro,
pemantauan dan evaluasi gizi, merujuk kasus gizi, dan dokumentasi pelayanan gizi;
3. pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pelayanan gizi; dan
4. melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak atau kelompok orang dalam jumlah
besar.
Kewenangan tenaga gizi TRD dan RD ada perbedaan, tenaga gizi TRD dalam melaksanakan
tugasnya berada dalam bimbingan tenaga gizi RD yang terbatas. Kewenangan tersebut meliputi :
1. pemberian pelayanan gizi untuk orang sehat dan dalam kondisi tertentu yaitu ibu hamil, ibu
menyusui, bayi, anak, dewasa, dan lanjut usia,
2. pemberian pelayanan gizi untuk orang sakit tanpa komplikasi. Kewenangan tersebut dijalankan
sesuai dengan standar profesi.
Sedangkan kewenangan Tenaga Gizi RD selain membimbing TRD dalam melaksanakan
pelayanan gizi juga memiliki kewenangan lainnya yaitu meliputi:
a. menerima klien/pasien secara langsung atau menerima preskripsi diet dari dokter;
b. menangani kasus komplikasi dan non komplikasi;
c. memberi masukan kepada dokter yang merujuk bila preskripsi diet tidak sesuai dengan kondisi
klien/pasien; dan/atau
d. merujuk pasien dengan kasus sulit/critical ill dalam hal preskripsi diet ke dokter spesialis
yang berkompeten.

Hak dan Kewajiban Tenaga Gizi


Dalam menjalankan profesinya, sudah barang tentu tenaga kesehatan mengacu pada peraturan
yang ada sesuai kode etik profesi. Yang sangat melekat profesi adalah hak dan kewajiban tenaga
kesehatan.
Hak tenaga gizi : Dalam memberikan layanan gizi di berbagai sarana layanan, sebagai
tenaga gizi tentunya mempunyai hak yang harus dipenuhi. Hak-hak tersebut antara lain :
a. memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan pekerjaannya sesuai standar profesi
Tenaga Gizi;
b. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/klien atau keluarganya;
c. melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi;
d. menerima imbalan jasa profesi; dan
e. memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban tenaga gizi :
Dalam melaksanakan pelayanan gizi, tenaga gizi mempunyai kewajiban:
a. menghormati hak pasien/klien;
b. memberikan informasi tentang masalah gizi pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan
dalam lingkup tindakan Pelayanan Gizi;
c. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani;
d. menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur.
Kewajiban yang dilakukan tenaga gizi senantiasa untuk meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya dan harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Dietisien adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau
keterampilan dalam pelayanan gizi, makanan dan dietetik serta bersifat mandiri. Artinya
bahwa pengangkatan Pegawai negeri Sipil (PNS) dalam jabatan fungsional nutrisionis
dietisien merupakan suatu bentuk pengakuan dari pemerintah atas kemampuan
Nutrisionis Dietisien secara intelektual dan emosional.
1. Peraturan praktik tenaga gizi dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 26 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan praktik Tenaga
Gizi yang sekaligus mencakup aturan perijinan praktik kegizian dan kualifikasi tenaga
gizi.
2. Tenaga Gizi untuk dapat melakukan pekerjaan dan praktiknya harus memiliki STRTGz
setelah memperoleh sertifikat kompetensi. STRTGz dikeluarkan oleh MTKI dengan masa
berlaku 5 tahun, sedangkan SIPTGz dan SIKTGz dikeluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota.
3. Kewenangan ahli gizi pada praktik tenaga gizi di fasilitas pelayanan kesehatan
dibedakan antara tenaga gizi TRD dan RD. RD mempunyai kewenangan membimbing
TRD.
4. Hak tenaga gizi diberikan sesuai dengan Pasal 20, sedangkan TRD kewajiban
dijelaskan pada pasal 21 yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya dan harus membantu
program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Etika-Profesi_SC.pdf

Anda mungkin juga menyukai