Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)


DI PUSKESMAS UMBULHARJO I
YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh:
Siti Nurhidayah
1810104317

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
DI PUSKESMAS UMBULHARJO I
YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai


Gelar Sarjana Terapan Kebidanan
Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh:
Siti Nurhidayah
1810104317

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BALITA
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI PUSKESMAS
UMBULHARJO I YOGYAKARTA1
Siti Nurhidayah2, Tri Hapsari Listyaningrum3

ABSTRAK

Beberapa tantangan yang dihadapi komunitas global saat ini adalah skala malnutrisi,
salah-satunya adalah kurang energi ptotein (KEP). Kurang energi protein (KEP)
merupakan suatu keadaan dimana balita mengalami defisiensi karbohidrat dan protein
akibat adanya suatu infeksi, penyakit maupun kurangnya asupan karbohidrat dan
protein. Kompikasi balita yang mengalami KEP yakni menurunnya daya tahan tubuh
terhadap berbagai penyakit, terutama penyakit infeksi yang mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental dan jaringan otak. Tujuan dari penelitian ini adalah
diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan balita kurang energi protein
(KEP) di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Metodologi penelitian ini yakni
merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan metode survei analitik, dan
pendekatan retrospective. Data pada penelitian ini adalah data sekunder terhadap
seluruh balita usia 6-59 bulan di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh balita usia 6-59 bulan yang terdaftar di Puskesmas
Umbulharjo I Yogyakarta. Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Berdasarkan jumlah data
balita usia 6-59 bulan yang memiliki data lengkap di Puskesmas Umbulharjo I
Yogyakarta, maka sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 650 balita. Analisis uji
chi-square pada penelitian ini terhadap faktor jenis kelamin didapatkan P-Value 0,270,
faktor usia (6-59 bulan) dengan P-Value 0,993, dan faktor status ekonomi dengan P-
Value 0,906. Berdasarkan hasil tersebut maka tidak ada hubungan antara faktor jenis
kelamin, usia (6-59 bulan) dan status ekonomi terhadap balita kurang energi protein
(KEP). Saran bagi peneliti sebaiknya meneliti secara lebih lanjut dalam cakupan yang
lebih luas mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan balita kurang energi protein
(KEP), bagi tempat penelitian dan wilayah cakupannya, diharapkan dapat
meningkatkan peran serta anggota dan kader dalam memotivasi dan memberikan
informasi yang baik terkait jadwal posyandu dan bagi warga diharapkan dapat
senantiasa memotivasi diri untuk mengikuti posyandu dan mengenali faktor-faktor
dari KEP.

Kata kunci : Balita, Jenis Kelamin, Kurang Energi Protein (KEP), Status
Ekonomi, Usia (6-59 Bulan)
Kepustakaan : 11 Artikel Online, 6 Buku (2014-2018), 35 Jurnal, 4 Skripsi, 1
Tesis, 5 Website
Jumlah Halaman : i-xiii, 3 Diagram, 7 Gambar, 116 Halaman, 12 Lampiran, 11
Tabel
1
Judul Skripsi
2
Mahasiswa Kebidanan Program Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
FACTORS RELATED TO PROTEIN ENERGY MALNUTRITION
(PEM) IN TODDLER AT PRIMARY HEALTH CENTER OF
UMBULHARJO I YOGYAKARTA 1
Siti Nurhidayah2, Tri Hapsari Listyaningrum3

ABSTRACT

Some of the challenges encountered by the global community today are the scale of
malnutrition, one of which is the protein energy malnutrition (PEM). Protein energy
malnutrition (PEM) is a condition where children under five years of age suffer from
carbohydrate and protein deficiency due to an infection, disease or lack of
carbohydrate and protein intake. Complications of toddlers who have PEM which is
decreasing body endurance toward various diseases, especially infectious diseases that
interfere the growth and physical development, as well as mental and brain tissue. The
methodology of this research is quantitative research, using an analytic survey method
and retrospective approach. The data in this study are secondary data on all infants
aged 6-59 months at the Primary Health Center of Umbulharjo I Yogyakarta. The
population in this study were all toddlers aged 6-59 months who were registered at
Primary Health Center of Umbulharjo I Yogyakarta. The sampling technique in this
study is total sampling based on inclusion and exclusion criteria. Based on the data of
toddlers aged 6-59 months who have complete data at Primary Health Center of
Umbulharjo I Yogyakarta, the samples in this study were 650 toddlers. Chi-square test
analysis in this study of gender factors obtained P-Value of 0.270, age factor (6-59
months) with P-Value of 0.993, and economic status factors with P-Value of 0.906.
Based on these results, there is no relationship between gender, age (6-59 months) and
economic status of toddlers having protein energy malnutrition (PEM). Suggestions
for researchers, it should be examined further in a broader scope of the factors related
to toddlers with protein energy malnutrition (PEM), for the location of research and
the scope of the area, are expected to increase the participation of members and cadres
in motivating and providing good information related to posyandu (integrated health
service) schedules, and the residents are expected to always be able to motivate
themselves to attend posyandu and recognize the factors of PEM.

Keywords : Age (6-59 Months), Economic Status, Gender, Protein Energy


Malnutrition (PEM), Toddler
References : 4 Bachelor Theses, 6 Books (2014-2018), 35 Journals, 1 Master
Thesis, 11 Online Articles, 8 Websites
Number of Pages : i-xiii, 12 Appendices, 3 Diagrams, 116 Pages, 7 Pictures, 11
Tables
1
Thesis Title
2
Student of Midwifery Study Program, Applied Bachelor Program, Health Science
Faculty, ‘Aisyiyah University, Yogyakarta
3
Lecturer of ‘Aisyiyah University, Yogyakarta
LATAR BELAKANG KEP di Yogyakarta sebesar 0,80% gizi
Beberapa tantangan yang dihadapi buruk dan 7,60% gizi kurang (Profil
komunitas global saat ini adalah skala Kesehatan Provinsi di Yogyakarta
malnutrisi, dimana hal ini merupakan Tahun 2017). Prevalensi balita KEP
suatu kondisi yang langsung mem- terbanyak terjadi di Puskesmas
pengaruhi satu dari tiga orang (Global Umbulharjo I Yogyakarta yang terdiri
Nutrition Report: From Promise to dari 17 balita (0,95%) gizi buruk dan
Impact Ending Malnutrition By 2030, 137 (7,69%) gizi kurang (Rekam Medis
2016). Masalah gizi merupakan hal Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta,
yang sangat kompleks dan penting 2017).
untuk segera diatasi. Terutama karena Pada tahun 2015, Sustainable
Indonesia merupakan salah satu negara Development Goals (SDGs) membuat
yang mempunyai permasalahan gizi perumusan dengan tujuan mengakhiri
paling lengkap (Safitri A.M., 2018). semua bentuk kekurangan gizi pada
Malnutrisi mengacu pada tahun 2030. Majelis umum Perserikatan
defisiensi, akses, atau ketidak- Bangsa-Bangsa (PBB) memprok-
seimbangan dalam asupan energi atau lamasikan 2016–2025 aksi dekade PBB
nutrisi seseorang. Istilah malnutrisi tentang nutrisi (World Health
menangani 3 kelompok besar yaitu Organization, 2018). Menurut
wasting, stunting dan underweight Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23
(World Health Organization, 2018). Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan
Berdasarkan 3 kelompok besar Gizi, dalam menerapkan gizi seimbang
malnutrisi, kurang energi protein (KEP) setiap keluarga harus mampu mengenal,
merupakan suatu keadaan yang masih mencegah, dan mengatasi masalah gizi
memerlukan perhatian khusus. Kurang setiap anggota keluarganya (Profil
energi protein adalah suatu keadaan Kesehatan Indonesia Tahun 2017).
dimana balita mengalami defisiensi Upaya meningkatkan status gizi
energi dan protein. Dampak dari KEP merupakan kewajiban setiap orang
adalah pertumbuhan kurang maksimal, termasuk bidan. Setiap Bidan
produksi tenaga berkurang, pertahanan mempunyai peran dalam meningkatkan
tubuh menurun, struktur dan fungsi otak status gizi dengan melakukan berbagai
kurang baik, perilaku tidak tenang, dan upaya promotif, preventif, dan
cengeng (Hasdianah, Siyoto, dan rehabilitatif untuk memberikan
Peristyowati Y. 2014) penanganan dan pemantauan terhadap
Secara umum, prevalensi kejadian balita yang mengalami malnutrisi.
malnutrisi tahun 2017 terdiri dari 7,5%
wasting, 22,2% stunted, 5,6% METODE PENELITIAN
overweight dan 13,5% underweight Jenis penelitian ini adalah
pada anak dibawah usia 5 tahun (Levels kuantitatif dengan survei analitik dan
and Trends in Child Malnutrition, 2018 menggunakan pendekatan retrospektif.
and The Wold Bank 2018). Berdasarkan Variabel bebas terdiri dari jenis
Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun kelamin, usia balita (6-59 bulan), dan
2017 persentase gizi buruk balita di status ekonomi. Variabel terikat yakni
Indonesia adalah 3,8%, dan gizi kurang balita kurang energi protein.
14% (Buku Saku Pemantauan Status Populasi terdiri dari balita usia 6-59
Gizi Tahun 2017). bulan sebanyak 2422 balita di
Angka kejadian balita KEP di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tekhnik pengambilan sampel adalah
tahun 2017 terdiri dari gizi buruk 2,4% total sampling sehingga sampel yang
dan gizi kurang 10,20%. Prevalensi digunakan adalah semua balita berusia
6-59 bulan yang ada pada daftar Berdasarkan tabel 3, responden dengan
rekapitulasi balita dan memiliki data status ekonomi kategori keluarga
lengkap. Berdasarkakn kriteria tersebut, miskin (gakin) adalah 37 (20,2%) dan
maka jumlah sampel yang ditetapkan responden dengan kategori status
adalah sebanyak 650 balita. ekonomi baik (Non Gakin) adalah 146
Metode pengumpulan data (79,8%).
menggunakan data sekunder, melalui Tabel 4
rekapitulasi data balita yang kemudian Distribusi Frekuensi Kurang Energi
dicatat dalam lembar observasi. Untuk Protein
mengetahui status KEP, maka peneliti Status
No Frekuensi %
menggunakan perbandingan antara KEP
berat badan dan usia balita terhadap Tidak
1 571 87,8
tabel Z-Score WHO (2005). Analisis KEP
data terdiri dari analisis univariat dan 2 KEP 79 12,2
Total 650 100%
analisis bivariat (uji Chi-Square).
Berdasarkan tabel 4, frekuensi balita
HASIL PENELITIAN kurang energi protein adalah 24
1. Analisis Univariat (13,1%) dan balita dengan status gizi
Tabel 1 baik adalah 159 (86,9%).
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin 2. Analisis Bivariat
Jenis a. Hubungan antara jenis kelamin
No Frekuensi % terhadap balita kurang energi
Kelamin
1 Perempuan 316 48,6
protein
Tabel 5
2 Laki-laki 334 51,4
650 100%
Hubungan Antara Jenis Kelamin
Total
Terhadap Balita Kurang Energi Protein
Berdasarkan tabel 1, frekuensi jenis
Status Balita Kurang
kelamin balita dalam penelitian ini Jenis Energi Protein (KEP) P-
yakni sebanyak 96 (52,5%) perempuan Kelamin Tidak Value
KEP
dan 87 (47,5%) laki-laki. KEP
Tabel 2 F % F %
Distribusi Frekuensi Usia Laki-laki 298 52,2 36 45,6
Perem- 0,270
N 273 47,8 43 54,4
Usia Frekuensi % puan
o
Jumlah 571 100 79 100
1 6-24 bulan 263 40,5 Berdasarkan tabel 5, menunjukan
25-59 bahwa tidak terdapat hubungan yang
2 387 59,5
bulan signifikan (P-Value 0,270) antara
Total 650 100% jenis kelamin terhadap balita kurang
Berdasarkan tabel 2, responden dengan energi protein.
rentang usia 6-24 bulan adalah 67
(36,6%) balita dan responden dengan
rentang usia 25-59 bulan adalah 116
(63,4%) balita.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Status Ekonomi
Status
No Frekuensi %
Ekonomi
1 Gakin 104 16
2 Non Gakin 546 84
Total 650 100%
b. Hubungan antara usia balita (6-59 beberapa hal tentunya akan
bulan) terhadap balita kurang mengalami perbedaan antara
energi protein. perempuan dan laki-laki. Pada
Tabel 6 penelitian ini, berdasarkan analisis
Hubungan Antara Usia Balita (6-59 data secara statistik pada variabel
Bulan) Terhadap Balita Kurang Energi jenis kelamin menunjukkan bahwa
protein tidak terdapat hubungan signifikan
Status balita Kurang (P-Value 0,270) antara jenis kelamin
Usia Energi Protein (KEP) P- terhadap balita KEP di wilayah
Balita Tidak KEP Value
Puskesmas Umbulharjo I
KEP
F % F % Yogyakarta. Penelitian ini sama
6-24 dengan penelitian yang dilakukan
231 40,5 32 40,5
bulan oleh Kizilyildiz, Baran Serdar, et al.
0,993
25-59 (2016), yang menyatakan bahwa
340 59,5 47 59,5
bulan tidak ada hubungan yang signifikan
Jumlah 571 100 79 100
antara kekurangan gizi dan jenis
Berdasarkan tabel 6, menunjukan kelamin, begitupun dengan
bahwa tidak terdapat hubungan yang penelitian yang dilakukan oleh
signifikan (P-Value 0,993) antara Marsellina, S. Pradigdo, S. F., dan
usia balita (6-59 bulan) terhadap Suyatno (2018) sehingga dapat
balita kurang energi protein. disimpulkan bahwa jenis kelamin
c. Hubungan antara status ekonomi bukan merupakan faktor risiko
terhadap balita kurang energi teradinya gizi buruk pada balita.
protein Jenis kelamin bukan merupakan
Tabel 7 faktor yang berhubungan dengan
Hubungan Antara Status Ekonomi balita KEP karena terdapat beberapa
Terhadap Balita Kurang Energi Protein faktor penunjang lainnya.
Status balita Kurang
Energi Protein (KEP) Berdasarkan hasil observasi peneliti,
Status P-
Ekonomi
Tidak KEP KEP
Value
sikap dan pengetahuan ibu belum
baik dalam pemenuhan nutrisi balita.
F % F %
Dengan pemenuhan nutrisi yang
Gakin 91 15,9 13 16,5 baik maka peluang untuk
0,906
Non Gakin 480 84,1 66 83,5 mendapatkan status KEP akan
Jumlah 571 100 79 100 berkurang. Hal ini sesuai dengan
Berdasarkan tabel 7, menunjukan penelitian yang dilakukan oleh
bahwa tidak terdapat hubungan yang Alamsyah, D., Mexitalia, M. dan
signifikan (P-Value 0,906) antara Margawati, A. (2015) yang mem-
status ekonomi terhadap balita buktikan bahwa terdapat hubungan
kurang energi protein. antara kejadian gizi kurang dan gizi
buruk terhadap sikap ibu dalam
PEMBAHASAN pemilihan makanan yang kurang
1. Hubungan antara jenis kelamin baik.
terhadap balita kurang energi Beberapa Ibu yang memiliki
protein (KEP) balita KEP dengan pengetahuan dan
Jenis kelamin merupakan faktor sikap pemilihan makanan yang
biologis berkenaan dengan sistem kurang, senantiasa menuruti
reproduksi dan hormonal yang kemauan balita untuk makan-
membedakan antara seorang makanan ringan, bersamaan dengan
perempuan dan laki-laki. itu, balita senantiasa menolak untuk
Berdasarkan faktor tersebut makan nasi, sayur-mayur, maupun
buah. Disisi lain, terdapat ibu yang Yogyakarta. Hal ini didukung oleh
memiliki balita KEP tidak penelitian yang dilakukan oleh
memenuhi panggilan dari pihak Marsellina, S. Pradigdo, S.
puskesmas untuk memeriksakan F., Suyatno (2018), yang
balitanya.Pentingnya pengetahuan menyatakan bahwa tidak ada
dan sikap yang baik tentang nutrisi hubungan yang signifikan, antara
balita mewajibkan setiap ibu untuk variabel usia balita dan kejadian
senantiasa menggali informasi balita gizi buruk. Sehingga dapat
tentang nutrisi melalui penyuluhan disimpulkan bahwa usia balita bukan
maupun sosial media. merupakan faktor risiko kejadian
Faktor lainnya yakni nafsu gizi buruk pada balita.
makan balita. Nafsu makan balita Pada penelitian ini, tidak adanya
KEP adalah kurang baik. Balita sulit hubungan antara usia terhadap status
untuk makan dan lebih banyak gizi karena faktor dari status gizi
mengemil makanan ringan sehingga sangat beragam. Berdasarkan hasil
dengan ini kebutuhan nutrisi belum wawancara dengan warga yang
dapat dipenuhi seutuhnya. memiliki balita KEP, balitanya sulit
Masalah nafsu makan hendak- untuk makan-makanan sehat yang
nya segera diatasi untuk menghin- beranekaragam dan lebih memilih
dari terjadinya KEP. Setiap balita untuk makan makanan ringan dan
membutuhkan karbohidrat, protein minuman kemasan. Berdasarkan
lemak, dan vitamin dalam fakta tersebut, disimpulkan bahwa
pengoptimalkan kecukupan gizi KEP dapat terjadi pada balita
(Hasdianah, Siyoto, dan pemilih makanan atau memiliki pola
Peristyowati Y. 2014). makan yang kurang baik. Hal ini
Kerjasama yang baik antara ibu sesuai dengan penelitian yang
dan anak merupakan upaya untuk dilakukan oleh Kusuma, Hapsari S.,
mengatasi masalah nafsu makan. Bintanah, S. dan Handarsari, E.
Seorang ibu dapat meningkatkan (2016), bahwa adanya perbedaan
pola pemberian makan dan mulai tingkat kecukupan energi pada balita
mengatur frekuensi serta jenis pemilih makan dengan balita bukan
makanan yang beragam dengan pemilih makan dan didukung oleh
bentuk penyajian yang disukai oleh Suyatman, B., Fatimah, S. dan
anak. Dharminto (2017) yang menyatakan
2. Hubungan antara usia balita (6-59 bahwa kebiasaan makan yang
bulan) terhadap balita kurang kurang baik dapat mempengaruhi
energi protein terjadinya gizi kurang pada balita,
Usia merupakan durasi atau balita yang memiliki pola pemberian
lama hidup seseorang dari saat lahir. makan yang buruk berisiko 20,2 kali
Untuk keperluan penilaian status gizi lebih besar untuk mengalami gizi
maka umur dinyatakan dalam satuan kurang dibandingkan dengan balita
bulan penuh. Usia merupakan salah- yang memiliki pola pemberian
satu indikator penting dalam makan yang baik.
menentukan status gizi. Berdasarkan Kebiasaan dan pola makan
hasil analisis statistik menunjukkan merupakan salah-satu jalan penentu
bahwa tidak terdapat hubungan status gizi balita. Untuk mengatasi
signifikan (P-Value 0,993) antara hal tersebut maka diperlukan
usia balita (6-59 bulan) terhadap kerjasama antara orangtua dan anak.
kurang energi protein di wilayah Hendaknya setiap ibu dapat
Puskesmas Umbulharjo I meningkatkan pengetahuan melalui
berbagai media, berkreasi dengan nutrisi serta memberikan makanan
makanan, memberikan reward untuk tambahan seperti biskuit dan susu
anak yang mau makan, menerapkan setiapkali posyandu. Tidak adanya
jadwal makan serta mengatur jenis hubungan antara status ekonomi
makanan yang baik. terhadap balita KEP karena terdapat
3. Hubungan antara status ekonomi faktor pendukung lain diantaranya
terhadap balita kurang energi pola makan balita yang kurang baik,
protein pekerjaan ibu, kesiapan menjadi ibu,
Status ekonomi berhubungan partisipasi ibu dalam mengikuti
dengan tingkat pendapatan didalam posyandu, pemanfaatan posyandu,
keluarga. Keterbatasan penghasilan dan peran kader posyandu.
keluarga turut menentukan mutu Pola makan berkaitan dengan
makanan yang disajikan (Hasdianah, tingkat pengetahuan ibu. Semakin
Siyoto, dan Peristyowati Y. 2014 ). tinggi pengetahuan ibu maka
Hasil analisis pada penelitian ini, semakin baik pula pemberian makan
status ekonomi tidak memiliki pada balita dimana dapat dilihat dari
hubungan yang signifikan secara pemilihan bahan makanan (Laila,
statistik (P-Value 0,906) terhadap Zainuddin, dan Junaid, 2018). Pola
balita kurang energi protein di makan balita pada lokasi penelitian
wilayah Puskesmas Umbulharjo I yakni kurang baik karena masih ada
Yogyakarta. Hasil tersebut didukung diantara balita yang sulit untuk
oleh penelitian yang dilakukan makan secara teratur dan lebih
Marsellina, S., Pradigdo, Siti F. dan banyak mengkonsumsi jajanan
Suyatno (2018) yang menunjukkan (makanan ringan) sehingga balita
bahwa tidak ada hubungan yang sudah dikenyangkan dengan jajan
signifikan antara status ekonomi dan menolak untuk makan-makanan
keluarga dengan kejadian gizi buruk pokok lainnya.
pada balita. Alamsyah D., Mexitalia, Berdasarkan hasil wawancara,
M. dan Margawati, A. (2017) terdapat beberapa orangtua balita
menyatakan bahwa tidak ada dengan status ekonomi non gakin
hubungan antara status ekonomi yang bekerja sehingga perawatan
terhadap status gizi kurang dan terhadap balita belum maksimal.
buruk pada balita, begitupun dengan Menurut Sulistyorini, E. dan
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, T. (2010), terdapat
Burhani, Pipit A., Oenzil, dan hubungan pekerjaan ibu terhadap
Revilla, G. (2016) karena walaupun status gizi balita begitupun dengan
pendapatan keluarga rendah namun Khasanah, Nurun A. dan
tidak menghalangi distribusi nutrisi Sulistyawati, W. (2016) dan Pratasis,
keluarga utamanya balita dengan Neni N., Malonda, Nancy S. H.,
memprioritaskan nutrisi tersebut Kapantow, Nova H. (2018) dalam
untuk balita yang mereka miliki. penelitian yang telah dilakukan.
Pekerjaan warga diwilayah Faktor lainnya yakni kurangnya
cakupan Puskesmas Umbulharjo I kesiapan diri (ilmu dan
adalah wiraswasta, pegawai laundry, keterampilan) seorang ibu dalam
bengkel dan pedagang. Beberapa memiliki anak. Purba, Sari S.,
dari warga yang memiliki status Aritonang Evawany Y., dan
ekonomi Gakin masih dapat Nasution. Z. (2018), menyebutkan
memenuhi kebutuhan nutrisi dengan bahwa terdapat hubungan antara
penghasilannya dan pihak posyandu pola asuh makan terhadap status gizi
senantiasa memberikan penyuluhan balita yang didukung oleh Noviyana,
A. dan Purwatis (2016), bahwa cakupan yang lebih luas
terdapat hubungan antara status gizi mengenai faktor-faktor balita
dengan perhatian dan dukungan ibu kurang energi protein (KEP).
dalam praktek pemberian makan. b. Bagi tempat penelitian
Partisipasi ibu dalam mengikuti diharapkan dapat meningkatkan
posyandu merupakan salah-satu peranserta kader dalam
kunci keberhasilan terpantaunya menyukseskan setiap program
status gizi balita, sehingga terdapat posyandu.
hubungan antara keduanya dengan c. Bagi masyarakat umum,
status gizi balita (Lanoh, M., diharapkan untuk terus
Sarimin, S., dan Karundeng, M. mempertahankan dan menjaga
2015). Dalam penelitan ini, tingkat nutrisi balitanya, meningkatkan
pastisipasi ibu belum maksimal pengetahuan tentang nutrisi, bagi
dalam mengikuti posyandu. Hal ini warga yang memiliki balita KEP,
diketahui berdasarkan hasil diharapkan dapat berkonsultasi
rekapitulasi balita yang belum dan melakukan perawatan khusus
lengkap (BB) pada bulan Mei. di fasilitas kesehatan dan
Melakukan penimbangan untuk mengenali lebih lanjut faktor-
pemantauan gizi balita merupakan faktor penyebabnya.
suatu upaya mendeteksi terjadinya d. Bagi institusi, sebagai bahan
KEP, dimana hal ini sama dengan rujukan belajar khususnya faktor
memaksimalkan fungsi dari balita KEP dan diharapkan teman
posyandu sebagai sarana untuk sejawat lainnya dapat
pemantauan status gizi (Sulistyo, D. mengembangkan isi dan faktor
Astuti, 2018). Untuk mendukung dari penelitian ini.
beberapa indikator diatas maka
diperlukan peranserta kader dalam DAFTAR PUSTAKA
memotivasi dan mengajak ibu untuk Alamsyah, D., Mexitalia, M. dan
mengikuti posyandu, sehingga kader Margawati, A. (2017). Beberapa
memiliki andil dalam peningkatan Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi
dan pemantauan status gizi balita Buruk pada Balita 12-59 Bulan
(Heriyana Amir, 2018). Peran kader (Studi Kasus di Kota
posyandu ditempat penelitian masih Pontianak). Jurnal Epidemiologi
belum optimal, maka dari itu Kesehatan Komunitas. 2(1). 46-53.
diperlukan adanya evaluasi sehingga
status gizi balita dapat dipantau Amir, Heriyana. (2018). Pengaruh
dengan baik dan dapat ditangani Peran Kader Kesehatan Terhadap
dengan segera. Peningkatan Status Gizi Bayi
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
KESIMPULAN DAN SARAN Sangkub. Paradigma. 6(2). 11-27.
1. Kesimpulan
Tidak terdapat hubungan yang Burhani, Pipit A., Oenzil, dan Revilla,
signifikan antara jenis kelamin, usia G. (2016). Hubungan Tingkat
balita (6-59 bulan), dan status Pengetahuan Ibu dan Tingkat
ekonomi terhadap balita kurang Ekonomi Keluarga Nelayan
energi protein (KEP) di Puskesmas dengan Status Gizi Balita di
Umbulharjo I Yogyakarta. Kelurahan Air Tawar Barat Kota
2. Saran Padang. Jurnal Kesehatan
a. Peneliti sebaiknya dapat Andalas. Vol 5(3). 515-521.
melakukan penelitian dalam
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kia Cross-Sectional Study From Van,
(2015). Rencana Strategis Program Eastern Turkey. Pediatric Reports
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan 2016. Vol. 8(6112). 15-20
Kia Tahun 2015-2019.
Laila. Daratul, Zainuddin. Asnia dan
Global Nurtition Report, (2018), The Junaid. (2018). Hubungan Antara
2018 Global Nutrition Report is Pengetahuan Ibu Dan Pola Makan
Shining a Light to Spur Action on Terhadap Status Gizi Lebih pada
Nutrition. Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Mokoau Kota Kendari Tahun 2018.
Hasdianah, Siyoto, dan Peristyowati Y. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
(2014). Gizi: Pemanfaatan Gizi, Kesehatan Masyarakat. 3(2).1-6.
Diet, dan Obesitas. Edisi 1. Nuha
Medika. Yogyakarta. Lanoh, M., Sarimin, S., dan Karundeng,
M. (2015). Hubungan Pemanfaatan
Khasanah, Nurun A. dan Sulistyawati, Posyandu dengan Status Gizi
W. (2016). Karakteristik Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
dengan Kejadian Gizi Kurang pada Ranotana Weru Kota Manado.
Balita 6-24 Bulan di Kecamatan Jurnal Keperawatan. Vol. 3(2).
Selat , Kapuas Tahun 2016. Strada
Jurnal Ilmiah Kesehatan. 7(1). 1-8. Noviyana, A. dan Purwatis (2016). Pola
Asuh Hubungannya dengan Status
Kementrian Kesehatan Republik Gizi Batita di Desa Sokawera
Indonesia. (2018). Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas
Indonesia 2017. Jakarta: Patikraja Banyumas. Rakernas
Departemen Kesehatan Republik Aipkema 2016 “Temu Ilmiah Hasil
Indonesia. Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat”. 1-6.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Bina Pratasis, Neni N., Malonda, Nancy S.
Gizi Dan Kesehatan Ibu dan Anak H., Kapantow, Nova H. (2018).
Direktorat Bina Gizi, 2011, Bagan Hubungan Antara Karakteristik Ibu
Tatalaksana Anak Gizi Buruk dengan Status Gizi pada Balita
(Buku I). Didesa Ongkaw Kecamatan
Sinonsayang Kabupaten Minahasa
Kusuma, Hapsari S., Bintanah, S. dan Selatan. Kesmas. 7(3). 1-9.
Handarsari, E. (2016). Tingkat
Kecukupan Energi dan Protein Profil Kesehatan Provinsi di
Pada Status Balita Pemilih Makan Yogyakarta. 2017. Yogyakarta:
di Wilayah Kerja Puskesmas Dinas Kesehatan Provinsi
Kedungmundu Semarang. Skripsi. Yogyakarta.
Universitas Muhammadiyah
Semarang Fakultas Kesehatan Purba, Sari S., Aritonang Evawany Y.,
Program Studi Gizi. dan Nasution. Z. (2018). Hubungan
Pola Asuh dengan Status Gizi
Kizilyildiz, Baran Serdar, et al. (2016). Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Prevalence, Demographic Batu Anam Kabupaten Simalungun
Characteristics and Associated 2018. Pena Medika Jurnal
Risk Factors of Malnutrition Kesehatan. 9(1). 1-15.
Among 0-5 Aged Children: A
Rekam Medis Dinas Kesehatan Kota The Achievable Imperativefor Global
Yogyakarta Tahun 2017. Progress, United Nations
Publications Sales No.: E.13.XX.4.
Safitri, A. M., (2018). 6 Masalah Gizi
yang Paling Sering Terjadi di The Wold Bank. 2018. Prevalence of
Indonesia, dari Balita Hingga Underweight, Weight for Age (%
Dewasa. Hello Sehat. of Children Under 5).
https://hellosehat.com/hidup- https://data.worldbank.org/indicato
sehat/nutrisi/masalah-gizi-di- r/SH.STA.MALN.ZS?view=map
indonesia/. Diakses pada 05 Januari &year_high_desc=false. Diakses
2019. 22 Januari 2018.

Marsellina, S. Pradigdo, S. UNICEF / WHO / World Bank Group


F., Suyatno, Suyatno. (2018). Joint Child Malnutrition Estimates,
Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk 2018, Levels and Trends in Child
(Skor Z Bb/U) Pada Balita di Malnutrition.
Wilayah Kerja Puskesmas Candi
Lama Tahun 2018. Jurnal United Nations Children’s Fund
Kesehatan Masyarakat. Vol. 6 (5). (UNICEF). (2013). Improving
429-436. Child Nutrition: World Health
Organization. (2018).
Sulistyo. Dian Astuti, (2018).
Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan dan Kehadiran Ibu Ke
Posyandu dengan Status Gizi
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Grogol Sukoharjo. Skripsi
diterbitkan. Surakarta: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Program Studi Ilmu Gizi.

Sulistyorini, E. dan Rahayu, T. (2010).


Hubungan Pekerjaan Ibu Balita
Terhadap Status Gizi Balita di
Posyandu Prima Sejahtera Desa
Pandean Kecamatan Ngemplak
Kabupaten Boyolali Tahun 2009.
Jurnal Kebidanan Indonesia. 1 (2).
1-17.

Suyatman, B. Fatimah, S. dan


Dharminto. (2017). Faktor Risiko
Kejadian Gizi Kurang Pada Balita
(Studi Kasus di Wilayah Kerja
Puskesmas Bandarharjo Kota
Semarang). Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal). 5(4). 778-
787.

Anda mungkin juga menyukai