Anda di halaman 1dari 258

ASUHAN GIZI TERSTANDAR UNTUK

PASIEN HIPERTENSI

Pendahuluan

S
aat ini masih banyak dijumpai kasus hipertensi dan tetap menjadi masalah karena
beberapa hal antara lain, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat
pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai
target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis dimana tekanan
darah pada dinding (pembuluh darah bersih) meningkat. Pada pasien hipertensi,
penanganan asuhan gizi harus memperhatikan konsumsi makanan yang mengandung ikatan
natrium. Sebagai calon ahli gizi saudara perlu memahami asuhan gizi pada pasien dengan
kasus yang berbeda. Modul ini akan mengantarkan saudara pada pengetahuan tentang
perencanaan diet pada pasien hipertensi. Setelah mempelajari modul ini, saudara akan
mampu menerapkan asuhan gizi terstandar untuk pasien hipertensi. Pembahasan tentang
penanganan gizi pasien hipertensi pada modul ini terdiri dari topik pengaturan diet pasien
hipertensi dan praktik asuhan gizi pasien hipertensi.
Pelajarilah modul asuhan gizi terstandar pada pasien hipertensi secara sistematis dan
menyeluruh. Kerjakanlah latihanlatihan yang ada dalam modul. Hal ini diperlukan agar
saudara memiliki pengetahuan tentang asuhan gizi secara komprehensif.

 Dietetik Penyakit tidak Menular 1


Topik 1
Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien
Hipertensi
A. RUANG LINGKUP PENYAKIT HIPERTENSI

Sebelum membahas bagaimana asuhan gizi terstandar pada pasien hipertensi, saudara
perlu memahami tentang ruang lingkup penyakit hipertensi yang meliputi pengertian,
klasifikasi, etiologi dan patofisiologi penyakit hipertensi. Pada modul ini saudara diminta
untuk mempelajari dengan saksama agar dapat lebih memahami penyakit hipertensi.

1. Pengertian Tekanan Darah


Pengertian Tekanan darah adalah kekuatan atau tenaga yang digunakan oleh darah
untuk melawan dinding pembuluh darah arteri dan biasa diukur dalam satuan millimeter air
raksa (mmHg). Dengan kata lain tekanan darah adalah sejumlah tenaga yang dibutuhkan
untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua
angka, yaitu angka darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik merupakan nilai
tekanan darah saat fase kontraksi jantung sedangkan tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah saat fase relaksasi jantung.
Jika tekanan darah seseorang meningkat dengan tajam dan kemudian tetap tinggi,
orang tersebut dapat dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi. Nilai
tekanan darah seseorang dapat naik dan turun selama satu hari. Nilai tekanan darah lebih
rendah saat tidur dan akan meningkat saat bangun tidur, terengahengah, bahagia, panik,
atau beraktivitas fisik. Tekanan darah biasa diukur dengan alat tensimeter atau
spignomanometer. Pengukuran tekanan darah biasa dilakukan dalam posisi duduk atau tidur
terlentang di atas tempat tidur. Nilai tekanan darah yang terbaca pada alat tensimeter
adalah nilai tekanan sistolik per diastolik misalnya 120/80 mmHg.

2. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi


Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang
paling sering muncul di negara berkembang seperti Indonesia. Dikenal sebagai pembunuh
diamdiam karena jarang memiliki gejala yang jelas. Kejadian hipertensi biasanya tidak
memiliki tanda dan gejala. Gejala yang sering muncul adalah sakit kepala, rasa panas di
tengkuk, atau kepala berat. Namun gejala tersebut tidak bisa dijadikan patokan ada tidaknya

2 Dietetik Penyakit tidak Menular 


hipertensi pada diri seseorang. Satusatunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan
melakukan pengecekan tekanan darah.

Gambar 5.1. Pengukuran Tekanan Darah


Sumber : Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks H: Ganong’s Review of Medical
Physiology 23rd: http://www.accessmedicine.com

Seseorang dikatakan menderita hipertensi dan berisiko mengalami masalah kesehatan


apabila setelah dilakukan beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai
tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg . Istilah hipertensi diambil dari

 Dietetik Penyakit tidak Menular 3


bahasa Inggris hypertension. Hypertension menjadi istilah kedokteran yakni penyakit
tekanan darah tinggi. Selain itu dikenal juga dengan istilah “High Blood Pressure” yang
berarti tekanan darah tinggi. Kondisi ini menyebabkan gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkan.
Ada berbagai macam batasan tingginya tekanan darah untuk dapat disebut hipertensi.
Menurut World Health Organization (WHO) dan Joint National Committee (JNC) menetapkan
batasan hipertensi adalah tekanan darah menetap 140/90 mmHg diukur pada waktu
istirahat. Pengertian hipertensi berarti tekanan darah sistolik senantiasa berada diatas 140
mmHg, tekanan diastolik diatas 90 mmHg, Tekanan darah yang ideal adalah jika tekanan
sistoliknya 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHg. Tabel dibawah ini memberikan informasi
tentang tekanan darah untuk orang dewasa menurut JNC7.

Tabel 5.1. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Dewasa Menurut JNC7

Klasifikasi tekanan darah Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastol (mmHg)

Normal < 120 dan <80


Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Stadium I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stadium II ≥160 atau ≥100
Sumber : Chobanian,dkk,2004 dalam Purba, 2014

3. Etiologi/penyebab
Hipertensi dikelompokkan dalam dua kategori besar yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,
tetapi mungkin disebabkan oleh berbagai faktor seperti diet tidak tepat (kelebihan asupan
natrium, rendahnya asupan kalium, kelebihan asupan alkohol), aktivitas fisik rendah, stress
dan obesitas. Sedangkan hipertensi sekunder terjadi karena adanya penyakit lain, seperti
penyakit ginjal, penyakit jantung serta gangguan endokrin dan saraf.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu yang dapat
diubah dan tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain usia, jenis
kelamin, suku atau ras. Sedangkan yang dapat diubah adalah berat badan, aktivitas fisik,
stress, kebiasaan merokok, minum alkohol, dan asupan tidak sehat seperti makanan tinggi
garam tetapi kurang sayuran dan buahbuahan.
Faktor genetik dianggap penting sebagai penyebab timbulnya hipertensi. Faktor
genetik bersifat multifaktorial akibat kerusakan pada beberapa gen yang berperan pada
pengaturan tekanan darah. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berperan dalam

4 Dietetik Penyakit tidak Menular 


perjalanan munculnya penyakit hipertensi. Faktor ini meliputi konsumsi garam yang
berlebihan, obesitas, pekerjaan, alkoholisme, stressor psikogenik dan tempat tinggal.
Semakin banyak seseorang terpapar faktorfaktor tersebut maka semakin besar
kemungkinan seseorang menderita hipertensi, juga seiring bertambahnya umur seseorang.
Prevalensi hipertensi pada obesitas lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan berat badan
normal. Berat badan yang berlebihan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh, akibatnya tekanan darah cenderung lebih tinggi.

Gambar 5.2. Arteri Dalam Darah


Sumber : dikutip dari Carlson Wide, 2016

Gambar 5.3. Faktor Penyebab Hipertensi


Sumber : dikutip dari Wade, 2016

 Dietetik Penyakit tidak Menular 5


4. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi
Beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi antara lain:

a. Usia
Kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Jenis hipertensi
yang banyak dijumpai pada kelompok lansia adalah isolated hypertension. Meskipun
demikian, hipertensi tidak selalu hadie seiring dengan proses penuaan.

b. Ras
Setiap orang memiliki kemungkinan yang sama untuk mengalami hipertensi. Ras Afrika
Amerika cenderung lebih cepat mengalami hipertensi dan lebih banyak mengalami
kematian akibat hipertensi (mengalami penyakit jantung koroner, stroke dan
kerusakan ginjal).

c. Jenis kelamin
Lakilaki lebih berisiko mengalami hipertensi dibandingkan dengan perempuan saat
berusia sebelum 45 tahun. Sebaliknya saat usia 65 tahun keatas, perempuan lebih
berisiko mengalami hipertensi dibandingkan lakilaki. Kondisi ini dipengaruhi oleh
hormon. Wanita yang memasuki masa menopause, lebih berisiko untuk mengalami
obesitas yang akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi.

d. Obesitas
Seseorang yang mengalami obesitas atau kegemukan memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami prehipertensi atau hipertensi. Indikator yang biasa digunakan untuk
menentukan ada tidaknya obesitas pada seseorang adalah melalui pengukuran IMT
dan lingkar perut.

e. Kurang aktivitas fisik


Aktivitas fisik sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, khususnya organ jantung dan
paruparu. Aktivitas fisik juga menyehatkan pembuluh darah dan mencegah hipertensi.
Usaha pencegahan hipertensi akan optimal jika aktif beraktivitas fisik dibarengi dengan
menjalankan diet sehat dan berhenti merokok.

f. Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol


Merokok merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang paling bisa dicegah. Zat
kimia yang dihasilkan dari pembakaran tembakau berbahaya bagi sel darah dan organ
tubuh lainnya, seperti jantung, pembuluh darah, mata,organ reproduksi, paruparu

6 Dietetik Penyakit tidak Menular 


bahkan organ pencernaan. Selain itu konsumsi minuman beralkohol juga dapat
meningkatkan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa risiko hipertensi
meningkat dua kali lipat jika mengkonsumsi minuman beralkohol lebih dari tiga gelas
sehari.

g. Faktor lain
Riwayat keluarga penderita turut meningkatkan risiko kejadian hipertensi. Stress
berkepanjangan juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami
hipertensi.

5. Gejala dan tanda hipertensi


Kejadian hipertensi biasanya tidak memiliki tanda dan gejala. Gejala yang sering
muncul adalah sakit kepala, rasa panas di tengkuk atau kepala berat. Namun, gejala tersebut
tidak bisa dijadikan patokan ada tidaknya hipertensi pada diri seseorang. Satusatunya cara
untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan pengecekan tekanan darah.
Seorang pasien biasanya tidak menyadari bahwa dirinya mengalami hipertensi hingga
ditemukan kerusakan dalam organ, seperti terjadinya penyakit jantung koroner, stroke atau
gagal ginjal. Karena itu, mengetahui nilai tekanan darah sendiri secara teratur sangat penting
meski kita selalu merasa kondisi sehat.

6. Bahaya Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi sangat berbahaya karena dapat memperberat kerja organ
jantung. Selain itu, aliran tekanan darah tinggi membahayakan arteri, organ jantung, ginjal
dan mata. Penyakit hipertensi sering disebut silent killer karena tidak memberikan gejala
yang khas, tetapi bisa meningkatkan kejadian stroke, serangan jantung, penyakit ginjal
kronik bahkan kebutaan jika tidak dikontrol dan dikendalikan dengan baik.
Apabila tekanan darah selalu tinggi maka dapat menimbulkan kerusakan beberapa
organ tubuh. Tekanan darah yang tinggi dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan
beberapa kejadian sebagai berikut :
a. Penyakit jantung
Hipertensi berkepanjangan bisa menyebabkan penyakit jantung. Tekanan darah yang
lebih tinggi memerlukan kerja keras serta serabut otot jantung menebal dan menguat
secara abnormal. Peningkatan tekanan mempertebal arteri koroner dan arteri menjadi
mudah tersumbat. Apabila arteri sepenuhnya tersumbat, menjadi lebih rentan
terhadap serangan jantung.
b. Cedera otak
Tekanan darah tinggi berkepanjangan sering kali menyebabkan kerusakan terhadap
otak. Pembuluh yang melemah bisa pecah dan menyebabkan pendarahan di berbagai

 Dietetik Penyakit tidak Menular 7


tempat. Kejadian ini bisa melumpuhkan satu bagian tubuh. Tipe cedera yang lebih
umum adalah pembentukan bekuan dalam arteri menuju otak, proses inipun
menyebabkan kelumpuhan.

c. Gangguan penglihatan
Hipertensi berkepanjangan bisa menciptakan perubahan serius pada mata pendarahan
yang terjadi bisa mengganggu penglihatan.

d. Masalah ginjal
Setiap satu dari dua pasien hipertensi pada akhirnya akan mengalami beberapa
masalah dengan ginjal karena pembuluh darah di ginjal menyempit sehingga
mengakibatkan kerusakan ginjal.

Gambar 5.4. Penyakit yang dipicu oleh hipertensi


Sumber : http://newewmedies.net/wpcontent/uploads/2016/05/highbloodpressure.gif

7. Patofisiologis
Hipertensi essensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul terutama karena
interaksi antara faktorfaktor risiko tertentu. Kaplan (2006) menggambarkan beberapa faktor
yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar
tekanan darah sama dengan curah jantung dikalikan dengan tahanan perifer.
Tekanan darah tinggi merupakan bahaya terselubung karena tidak menampakkan
gejala yang nyata. Tekanan darah tergantung dari jantung sebagai pompa dan hambatan
pembuluh

8 Dietetik Penyakit tidak Menular 


arteri. Selama 24 jam, tekanan darah tidak tetap. Tekanan darah yang paling rendah terjadi
jika tubuh dalam keadaan istirahat dan akan naik sewaktu mengadakan latihan atau
olahraga. Dalam tubuh terdapat suatu mekanisme yang dapat mengatur tekanan darah,
sehingga dapat menyuplai selsel darah dan oksigen yang cukup.
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui system sirkulasi dilakukan
oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral
resistance/PR). Fungsi kerja masingmasing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh
interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi merupakan abnormalitas dari
faktor faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan/atau ketahanan
periferal. Menurut Kaplan, (2006) faktorfaktor yang berpengaruh pada pengendalian
tekanan darah dapat dilihat pada gambar berikut ini.

212 Dietetik Penyakit tidak Menular 


Asupan
Garam Jumlah Stres Obesitas Bahan-
Berlebih Nefron bahan yang
Berkurang Perubah berasal
an dari
Genetik Endotel

Retensi
Natrium Hiper-
Penurunan Aktivitas Renin Perubahan Insulinemia
Ginjal Berlebihan
Permukaa Angiotensin membran
n F ltr saraf B lebih e Sel
Si is

Volume
Konstriks
Cairan
i Vena

Preload Kontraktilitas Hipertrofi


Struktura
l
Konstrik
si
Fungsion

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG X TAHANAN PERIFER

Otoregulasi

Gambar 5.5. Faktor­faktor yang mempengaruhi Tekanan Darah


Sumber : Kaplan,2006 dlm Purba,2014
 Dietetik Penyakit tidak Menular 213
B. PENATALAKSANAAN PENYAKIT HIPERTENSI

Setelah Saudara mempelajari dan memahami tentang penyakit hipertensi, selanjutnya


kita perlu mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit hipertensi. Pada dasarnya
penyakit hipertensi dapat dikontrol hingga mencapai normal dan stabil. Apabila telah
terdiagnosis hipertensi, dibutuhkan kesadaran dan kesabaran untuk mengobatinya. Pada
modul ini akan dibahas tentang pengobatan hipertensi, pengaturan diet serta asuhan gizi
terstandar pada penyakit hipertensi.

1. Pengobatan hipertensi
Sebagian besar penderita hipertensi membutuhkan proses pengobatan dalam jangka
waktu lama. Tatalaksana pengobatan hipertensi yang baik dapat membantu proses
pencegahan dan penundaan terjadinya masalah kesehatan akibat hipertensi. Prinsip
penatalaksanaan pengobatan hipertensi adalah menjadikan tekanan darah mencapai nilai
kurang dari 140/90 mmHg atau nilai kurang dari 130/80 mmHg bagi pasien diabetes atau
penyakit ginjal kronik.
Hal pertama yang dilakukan adalah memodifikasi gaya hidup menjadi gaya hidup sehat
seperti menurunkan berat badan apabila mengalami kelebihan berat badan, memperbanyak
konsumsi buah dan sayuran, mengurangi konsumsi natrium, meningkatkan aktivitas fisik,
berhenti merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan manajemen stress.
Apabila perubahan gaya hidup sehat tidak berhasil maka bisa dibantu dengan pemberian
obat antihipertensi. Berikut ini dicantumkan tentang Alogoritma pengobatan hipertensi yang
disalin dari Sixth report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation
dan treatment of high blood pressure tahun 1998 adalah sebagai berikut :
ALGORITME PENGOBATAN

Pengubahan Gaya Hidup:Penurunan Berat Badan


Pembatasan Asupan Alkohol
Aktivitas Fisik yang Teratur
Penurunan Asupan
Natrium
Mempertahankan asupan K⁺,Ca⁺⁺, dan Mg⁺⁺ yang memadai
Penghentian Merokok

Respon tidak memadai

Lanjutkan pengubahan gaya hidup


Pilih pengobatan awal

Respons tidak memadai

Tambah obat
kedua dari kelas
yang berbeda

214 Dietetik Penyakit tidak Menular 


Tingkatkan Ganti
Atau Atau
dosis obat dengan
obat lain

Respons tidak memadai

Tambah obat kedua dan


ketiga dan/atau dieuretika bila
belum diresepkan

Terdapat berbagai jenis obat hipertensi yang membantu penderita untuk


mengendalikan tekanan darahnya agar selalu normal. Ada beberapa jenis yang beredar
dipasaran dengan mekanisme yang berlainan dalam menurunkan tekanan darah, antara lain
a. Diuretic
Obat antihipertensi jenis ini menurunkan tekanan darah dengan mengeluarkan
kelebihan air dan garam dari dalam tubuh melalui ginjal.

 Dietetik Penyakit tidak Menular 215


b. Beta Blocker
Obat ini membantu organ jantung memperlambat detaknya sehingga darah yang
dipompa jantung lebih sedikit dibandingkan pembuluh darah sehingga tekanan darah
menurun.
c. ACE Inhibitor
Obat jenis ini mencegah tubuh membentuk hormon angiostensin II yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah akan segera turun
d. Angiostensin II Reseptor Blockers
Obat jenis ini memberikan perlindungan terhadap pembuluh darah dari hormon
angiostensin II dan mengakibatkan pembuluh darah rileks serta melebar. Akhirnya
tekanan darah bisa turun.
e. Kalsium Channel Blockers
Obat jenis ini bertugas untuk mengatur kalsium agar masuk ke dalam sel otot jantung
dan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi rileks dan tekanan darah
turun
f. Alpha Blocker
Obat antihipertensi ini bertugas mengurangi impuls saraf yang mengakibatkan
pembuluh darah mengencang sehingga aliran darah lancer dan tekanan darah turun
g. Inhibitor Sistem Saraf
Obat jenis ini bertugas meningkatkan impuls saraf dari otak untuk bersantai dan
memperlebar pembuluh darah sehingga tekanan darah dapat turun
h. Vasodilator
Obat antihipertensi jenis ini berfungsi untuk mengendurkan otototot dinding
pembuluh darah sehingga tekanan darah menurun

2. Pengaturan Diet Pada Pasien Hipertensi


Sebelum kita mempelajari penatalaksanaan terapi diet atau pengaturan makanan pada
orang yang terkena hipertensi, ada baiknya kita mengingat kembali bahwa diet atau
pengaturan makanan itu mempunyai makna yang luas. Bukan hanya membatasi konsumsi
makanan tertentu tetapi bisa jadi menambah jumlah makanan yang harus dimakan untuk
tujuan kesehatan tertentu.
Tujuan dari penatalaksanaan diet pada pasien hipertensi adalah untuk membantu
menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menjadi normal.
Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor resiko lain seperti berat badan
yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat darah, dan harus
memperhatikan pula penyakit degeneratif yang lain yang menyertai darah tinggi seperti
jantung, ginjal dan diabetes mellitus.
Prinsip utama dari pengaturan makanan untuk orang yang hipertensi adalah
membatasi konsumsi makanan ataupun bahan makanan yang mengandung ikatan
natrium. Salah satu
kunci untuk mengurangi konsumsi natrium atau garam adalah bijak memilih makanan yang
dikonsumsi. Bahan makanan secara alami memang mengandung natrium tetapi hanya
dalam jumlah kecil. Sumber natrium bukan hanya didapatkan dari garam dapur tetapi juga
banyak ditambahkan selama proses pemasakan khususnya dalam makanan kemasan.
Produk makanan yang dipanggang, sereal tertentu, kecap, bumbu penyedap, baking soda,
saus tomat atau saus sambal kemasan mengandung natrium tinggi dengan kadar bervariasi.
Sehingga semua makanan/bahan makanan yang diolah menggunakan garam natrium,
makanan kalengan, makanan yang diawetkan dan makanan yang berkadar lemak jenuh
tinggi harus dibatasi/dihindari oleh penderita hipertensi.
Pengaturan diet bagi penderita hipertensi mengacu pada penuntun diet edisi baru
yaitu penderita mendapat diet garam rendah dimana jumlah garam yang diberikan dibatasi
sesuai kesehatan pasien dan jenis makanan dalam daftar diet. Garam yang dimaksud adalah
garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari hewan
dan tumbuhtumbuhan. Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh
karena itu dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ ½ sendok teh/hari atau dapat
menggunakan garam lain diluar natrium.
Jenis diet yang ada pada Penuntun Diet edisi baru terdiri dari 3 jenis yaitu Diet Garam
Rendah I, Diet Garam Rendah II dan Diet Garam Rendah III. Tujuan Diet Garam Rendah
adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Adapun syarat dietnya adalah cukup
energi, protein, mineral dan vitamin, bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit,
jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air atau hipertensi.
Diet garam rendah diberikan kepada pasien dengan edema atau asites dan/atau
hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit dekompensasi kordis, sirosis hati, penyakit
ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan dan hipertensi esensial.
Anjuran diet yang terdapat pada Diet Garam Rendah sesuai dengan kandungan
garam/natrium yakni :
a. Diet Garam Rendah I (200400 mg Na) untuk pasien dengan edema, ascites dan/atau
hipertensi berat. Pada pengolahan masakannya tidak menambahkan garam dapur.
b. Diet Garam Rendah II (600800 mg Na) untuk pasien dengan edema, asites dan/atau
hipertensi tidak terlalu berat. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½
sendok teh garam dapur.
c. Diet Garam Rendah III (10001200 mg Na) untuk pasien dengan edema, asites dan/atau
hipertensi ringan. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok teh (4
gram) garam dapur.
Tabel 5.2. Daftar Bahan Makanan beserta kandungan natriumnya (panduan dalam
memilih makanan yang rendah natrium)

Kelompok Bahan Makanan Natrium (mg)


Sumber Hidrat arang (100 gr bahan makanan)
Biskuit 500
Krakers (soda) 110
Krakers Graham 710
Kuekue 250
Roti bakar 700
Roti coklat 500
Roti coklat tak bergaram 10
Roti kismis 300
Roti putih 530
Roti putih tak bergaram 3
Roti susu 500
Ubi kuning 36
Singkong 3
Sayuran
segar atau beku, dimasak tanpa garam 1 – 70
(1/2 gelas)
sayuran kaleng atau beku dengan saus 140 – 460
(1/2 gelas)
jus tomat kaleng (1/2 gelas) 330
Buahbuahan
segar, beku, kaleng (1/2 gelas) 0–5
Produk susu rendah atau bebas lemak
susu asam bubuk (100 gr) 600
susu penuh bubuk (100 gr) 380
keju (1 ½ ons) 110 – 450
susu skim bubuk (100 gr) 470
yogurt (100 gr) 175
Kacang, bijibijian dan kacangkacangan
kacang asin (1/3 gelas) 120
kacang tidak asin (1/3 gelas) 0– 5
kacang polong kering atau beku dimasak 0 – 5
tanpa garam (1/2 gelas)
Kacang polong kaleng (1/2 gelas) 460
Keju kacang tanah (100 gr) 607
Kecap (100 ml) 4000
Daging tanpa lemak, ikan dan unggas (100 gram bahan makanan)
daging, ikan dan unggas segar 93 – 100
ikan sarden 131
ikan tongkol 180
daging ham 1250
corned beef 1250
Sosis 1000
Sumber : Penuntun Diet Edisi Baru, 2006

Setelah Saudara mengetahui dan memahami jenisjenis diet garam rendah diatas,
Saudara perlu juga mengetahui bahanbahan makanan apa saja yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan pada penderita hipertensi. Hal ini diperlukan agar saudara dapat memilih dengan
benar bahanbahan makanan yang boleh dikonsumsi oleh penderita hipertensi.

Tabel. 5.3. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada penderita hipertensi

Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan


Sumber karbohidrat Beras, kentang, singkong, Roti, biskuit dan kuekue yang
terigu, tapioca, hunkwee, dimasak dengan garam dapur
gula, makanan yang diolah dan/atau baking powder dan soda
dari bahan makanan
tersebut diatas tanpa garam
dapur dan soda seperti :
makaroni, mi, bihun, roti,
biskuit, kue kering
Sumber protein hewani Telur maksimal 1 butir Otak, ginjal, lidah, sardine, daging,
sehari, daging dan ikan ikan,susu dan telur yang diawet
maksimal 100 gr sehari dengan garam dapur seperti
daging asap, ham, bacon,
dendeng, abon, keju, ikan asin,
ikan kaleng, kornet, ebi, udang
kering, telur asin, telur pindang
Sumber protein nabati Semua kacangkacangan dan Keju kacang tanah dan semua
hasilnya yang diolah dan kacangkacangan dan hasilnya
dimasak tanpa garam dapur yang dimasak dengan garam
dapur dan lain ikatan natrium
Sayuran Semua sayuran segar, Sayuran yang dimasak dan diawet
sayuran yang diawet tanpa denga garam dapur dan lain
garam dapur dan natrium ikatan natrium, seperti sayuran
Benzoat
Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan
dalam kaleng, sawi asin, asinan
dan acar
Buahbuahan Semua buahbuahan segar, Buahbuahan yang diawet dengan
buah yang diawet tanpa garam dapur dan lain ikatan
garam dapur dan natrium natrium, seperti buah dalam
Benzoat kaleng
Lemak Minyak goreng, margarin Margarin dan mentega biasa
dan mentega tanpa garam
Minuman Teh, kopi Minuman ringan
Bumbu Semua bumbubumbu Garam dapur untuk diet garam
kering yang tidak rendah I, baking powder, soda
mengandung garam dapur kue, vetsin dan bumbubumbu
dan lain ikatan natrium. yang mengandung garam dapur
Garam dapur sesuai seperti
ketentuan untuk Diet : kecap, terasi, maggi, tomato
Garam kecap, petis dan taoco.
Rendah II dan III
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI. (2006).

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pengaturan diet pada penderita hipertensi
adalah membatasi pemakaian garam dapur. Untuk lebih jelasnya, aturan makan pada
penderita hipertensi ini terdiri dari beberapa prinsip yaitu:

a. Batasi garam dan makanan olahan


Penggunaan garam yang perlu dibatasi adalah garam natrium yang terdapat dalam
garam dapur, soda kue, baking powder dan vetsin. Natrium dalam tubuh sangat
berperan dalam menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh. Kelebihan
asupan natrium dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan cairan dalam
tubuh sehingga dapat menyebabkan edema, asites dan/atau hipertensi. Pada kondisi
normal, WHO menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram. Untuk
penderita hipertensi, penggunaan garam dapur tidak dianjurkan atau tidak lebih dari 1
sendok teh dalam sehari.
Bagi penderita yang sedang mengalami hipertensi sebaiknya sama sekali tidak
menggunakan garam dapur dalam setiap masakan. Untuk memperbaiki rasa tawar
pada masakan yang tidak menggunakan garam, penambahan gula, bawang, jahe
dan/atau
kencur dapat digunakan. Pilihan alternatif lain adalah menggunakan garan khusus
dengan kadar natrium atau sodium yang rendah.
Selain itu, penderita hipertensi juga perlu menghindarkan makanan dan minuman
olahan, kalengan atau cepat saji. Jenis makanan dan minuman tersebut diketahui
banyak mengandung natrium seperti kecap, sarden, bakso, sosis, mayones, margarin,
mentega, selai serta buah dan sayur kalengan. Untuk penggunaan mentega dapat
diganti dengan mentega tidak asin atau unsalted butter.
Penderita hipertensi sebaiknya membaca label nilai gizi pada kemasan untuk
membandingkan jumlah natrium yang terkandung di dalamnya. Amati kandungan
natrium (dalam miligram) dan nilai presentase daily value. Pilih produk makanan yang
memiliki nilai daily value natrium kurang dari 5%. Makanan yang tinggi kandungan
natriumnya biasanya memiliki nilai daily value natrium sebesar 20% atau lebih.
Sebaiknya bandingkan label dua buah produk dengan jenis bahan makanan yang sama.

Gambar 5.6. Informasi nilai gizi pada label produk


Sumber : dikutip dari Prasetyaningrum, 2014

b. Hindari makanan berlemak


Makanan berlemak biasanya memiliki kalori yang tinggi. Makanan berlemak
berhubungan dengan peningkatan berat badan dan peningkatan kadar lemak dalam
darah yang dapat memperburuk keadaan penderita hipertensi. Penderita hipertensi
perlu menghindari penggunaan makanan atau minuman yang mengandung lemak
jenuh, seperti daging berlemak, jeroan, daging kambing, susu full cream, keju dan
kuning telur.
Sebaliknya, penderita hipertensi perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung
lemak sehat atau lemak tidak jenuh seperti omega3, yang banyak terdapat dalam ikan
tuna dan salmon. Selain itu, lemak tidak jenuh juga dapat ditemukan dalam minyak
zaitun, kacangkacangan dan alpukat. Makanan tersebut dapat mencegah terjadinya
penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah.

c. Konsumsi makanan tinggi serat


Pada umumnya makanan tinggi serat diketahui dapat memperlancar saluran
pencernaan. Makanan tinggi serat memiliki kalori yang rendah, menimbulkan rasa
kenyang dan menunda rasa lapar sehingga baik untuk membantu menurunkan berat
badan. Makanan tinggi serat juga dapat menurunkan lemak dalam darah sehingga
dapat mencegah dan meringankan berbagai penyakit terkait pembuluh darah, seperti
hipertensi, stroke dan penyakit jantung.
Serat yang tinggi dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacangkacangan serta sumber
karbohidrat kompleks seperti beras merah dan gandum. Tepai perlu diingat bahwa
konsumsi serat tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan pengeluaran gas
berlebih dan diare.

d. Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium, kalsium dan isoflavon


Natrium dapat menyebabkan penumpukan cairan tubuh yang dapat
menimbulkan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Untuk menstabilkan kandungan
natrium yang terlalu tinggi maka dibutuhkan makanan yang mengandung kalium. Sama
halnya dengan natrium, kalium juga berperan dalam menjaga keseimbangan cairan
dan asam basa dalam tubuh. Beberapa makanan yang mengandung kalium cukup
tinggi antara lain kentang, daun pepaya muda, peterseli, bayam dan sayuran hijau lain,
kacang kacangan, pisang, belimbing dan apel.
Mineral lain yang dibutuhkan oleh penderita hipertensi adalah magnesium. Selain
berfungsi menjaga tulang tetap sehat dan kuat, magnesium juga berfungsi
melembutkan dan melenturkan pembuluh darah sehingga baik untuk mengurangi
tekanan darah tinggi. Magnesium dapat diperoleh dari kentang, kacangkacangan,
bayam dan sayuran hijau lainnya.
Selain kalium dan magnesium, penderita hipertensi juga dianjurkan untuk memakan
makanan atau minuman yang mengandung kalsium. Kandungan kalsium dipercaya
dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan risiko keguguran janin akibat hipertensi
akut pada ibu hamil (preeklampsi). Beberapa makanan dan minuman tinggi kalsium
antara lain susu rendah lemak (susu skim), yogurt, agaragar laut, kacangkacangan dan
olahannya seperti tahu.
Kandungan zat lain yang baik untuk penderita hipertensi adalah isoflavon. Isovlavon
dapat membantu menurunkan kadar lemak dalam darah. Kedelai dan olahannya
seperti tempe dan susu soya merupakan makanan dan minuman yang kaya akan
isoflavon.

e. Hindari minuman yang mengandung alkohol dan kafein


Konsumsi alkohol yang berlebih yaitu lebih dari dua gelas sehari pada pria dan lebih
dari satu gelas sehari pada wanita, terbukti dapat meningkatkan tekanan darah. Oleh
karena itu penderita hipertensi sebaiknya membatasi atau menghindari konsumsi
alkohol untuk mencegah timbulnya hipertensi dan/atau risiko penyakit lain akibat
hipertensi.

Selain alkohol, kafein juga harus dibatasi bagi penderita hipertensi. Kafein yang banyak
terdapat dalam kopi dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Pengaturan diet dengan prinsipprinsip diatas saat ini dikembangkan dan
direkomendasikan oleh Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNC). Diet yang direkomendasikan untuk hipertensi adalah diet DASH
(Dietary approach to Stop Hypertension). Diet DASH menganjurkan untuk memperbanyak
konsumsi makanan seperti produk susu rendah lemak, ikan, ayam dan kacangkacangan
sekaligus mengurangi konsumsi daging merah, gula atau minuman mengandung gula.
Metode Diet DASH menyarankan peningkatan konsumsi sayursayuran dan buahbuahan
masing masing empat sampai lima porsi sehari, serat (tujuh atau delapan porsi per hari),
produk susu rendah lemak (dua atau tiga porsi per hari). Selain itu juga perlu ditingkatkan
konsumsi biji bijian, kacangkacangan, produk unggas dan telur. Bahanbahan makanan
tersebut kaya akan kalium, magnesium, kalsium, protein dan serat serta rendah natrium,
lemak jenuh, kolesterol dan rendah gula.
Disamping pengaturan makanan, bagi penderita hipertensi diperlukan pola hidup
teratur agar tidak menimbulkan penyakit penyerta lain yang lebih berbahaya. Melakukan
gaya hidup sehat merupakan kunci sukses untuk mencapai tujuan penurunan tekanan darah
menjadi normal. Komponen modifikasi gaya hidup yang perlu dilakukan adalah
mempertahankan berat badan yang ideal, menerapkan perilaku makan sehat, melakukan
aktivitas fisik, berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol serta
manajemen stress.
Dalam modul ini diuraikan tentang pengaturan makanan/diet yang dianjurkan bagi
penderita hipertensi meliputi mengurangi asupan garam, penurunan berat badan pada
penderita yang gemuk, peningkatan asupan kalium dari sayur dan buah serta asupan biji
bijian.
Meningkatkan pemasukan kalium dapat memberikan efek penurunan tekanan darah
karena kalium berfungsi sebagai diuretik. Kebutuhan kalium per hari berkisar 15003000 mg
dapat dipenuhi dengan memperbanyak konsumsi buah dan sayuran.
Kecukupan kalsium penting untuk mencegah dan mengobati hipertensi,
mengkonsumsi 23 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat
memenuhi kebutuhan kalsium 250 mg/hari. Kebutuhan kalsium per hari ratarata 800 mg.
Magnesium berfungsi sebagai vasodilator, zat yang dapat menyebabkan terjadinya
dilatasi (pelebaran) pada pembuluh darah. Kebutuhan magnesium per hari 200500 mg.
Sumber magnesium antara lain sayuran hijau, kacangkacangan, bijibijian, daging, susu,
coklat dan teri.
Pada prinsipnya strategi utama dalam penanganan hipertensi adalah dengan
memodifikasi gaya hidup dan diet. Penderita hipertensi sangat dianjurkan untuk
menerapkan pola makan sehat dalam kehidupan sehariharinya. Faktor gaya hidup ini
merupakan salah satu penyebab hipertensi yang bisa dikontrol. Selain sebagai terapi
pengobatan bagi penderita hipertensi, gaya hidup sehat juga mampu mencegah timbulnya
hipertensi dan juga penyakit penyertanya. Dibawah ini disajikan table diet DASH yang berisi
contoh bahan makanan beserta porsi sehari untuk pengaturan makan pasien hipertensi.

Tabel 5.3 Diet DASH*)


Signifikansi
Kelompok Porsi Setiap
Ukuran Saji Contoh Bahan
Makanan Sehari Kelompok
Makanan
Makanan
Serealia, 76 1 lembar roti Roti gandum penuh, Sumber utama
dan Produk 1 cangkir sereal muffin, roti, sereal, energi dan serat
Olahan kering oatmeal, kraker, pretzel
½ cangkir nasi, tawar dan popcorn
pasta, sereal, serat

Sayuran 45 1 cangkir sayur Tomat, kentang, wortel, Sumber kaya


berdaun segar kacang polong, brokoli, potassium,
½ cangkir sayur bayam, buncis magnesium, dan
matang serat
6 oz jus sayur
Buah 45 6 oz es jus Pisang, kurma, anggur, Sumber utama
1 ptg sedang buah jeruk, jus jeruk, anggur, potasium,
¼ cangkir buah jus mangga, nanas, magnesium, dan
melon,
kering strawbery serat
Signifikansi
Kelompok Porsi Setiap
Ukuran Saji Contoh Bahan
Makanan Sehari Kelompok
Makanan
Makanan

½ cangkir buah
segar
Susu, 23 8 oz susu Susu, yoghurt dan keju Sumber utama
produk susu 1 cangkir yoghurt tanpa lemak (skim) atau kalsium dan
rendah/ 1½ oz keju rendah lemak (1%) protein
tanpa
Lemak
Daging, 2 atau 3 oz daging, Buang lemak/kulit pada Sumber kaya
Unggas dan kurang unggas, atau ikan daging, unggas; bakar, protein dan
Ikan yang matang panggang/rebus sebagai magnesium
pengganti goreng
Kacang 45/ ⅓ cangkir atau 1½ Almond, kacang Sumber kaya
kacangan, minggu oz kacang campuran, kacang tanah, energi, protein
Bijibijian kacangan walnuts, biji bunga magnesium,
2 sdm atau ½ oz matahari, kacang polong potassium, serat
bijian
½ cangkir kacang
kering
Lemak dan 23 1 sdt margarine Margarin rendah lemak, Selain lemak
Minyak rendah lemak mayonnaise rendah yang
1 sdm mayonnaise lemak, saus salad ringan, ditambahkan,
rendah lemak minyak sayur (minyak perlu dipilih juga
2 sdm saus salad zaitun, minyak jagung) bahan makanan
ringan yang rendah
lemak
Gula 5/ 1 sdm gula Syrup, gula, jelly, selai Pemanis
minggu 1 sdm jelly atau jam, gelatin rasa buah, termasuk bahan
selai jam permen, fruit punch, makanan rendah
½ oz jelly beans sorbet, es krim lemak
8 oz air limun
Sumber : Mahan, L, Kathleen. 2012. Krause’s Food and The Nutrition Care Process.
*) Rencana diet dengan DASH berdasarkan 2000 KKal per hari. Jumlah porsi sehari
bervariasi tergantung kebutuhan energi perorangan

Penelitian yang didukung oleh National Hearth, Lung and Blood Institute menemukan
hasil bahwa tekanan darah bisa turun dengan mengurangi makanan sumber lemak jenuh,
kolesterol dan lemak. Menjalankan diet DASH sekaligus mengurangi konsumsi garam dapat
membantu menurunkan tekanan darah tinggi. Diet DASH yang mengandung 1500 mg
natrium (4 gram atau 2/3 sendok the garam) per hari selama satu bulan dapat menurunkan
tekanan
darah pada penderita hipertensi ataupun prahipertensi. Berikut ini adalah contoh menu
untuk penderita hipertensi dengan diet DASH.

Tabel 5.4. Contoh Menu bagi penderita Hipertensi dengan Diet DASH

Bahan Makanan Jumlah Kebutuhan Saji


Sarapan
Jus jeruk 6 oz 1 porsi buah
Susu rendah lemak 1% 8 oz (1 ckr) 1 porsi susu
Corn flakes (gula 1 sdt) 1 ckr 2 orsi serealia
Pisang 1 bh sedang 1 porsi buah
Roti gandum penuh 1 iris 1 porsi serealia
(dengan 1 sdm jelly)
Margarin rendah lemak 1 sdt 1 porsi lemak
Makan Siang
Salad ayam ¾ ckr 1 porsi unggas
Roti pita ½ iris besar 1 porsi serealia
Sayuran segar campuran:
Wortel dan seledri btg 34 ptg panjang 1 porsi sayuran
Lobak 2
Daun selada 2 lembar
Keju mozarella skim 1,5 potong (1,5 oz) 1 porsi susu
Susu rendah lemak 1% 8 oz 1 porsi susu
Cocktail buah dengan syrup ½ ckr 1 porsi buah
encer
Makan Malam
Ikan bakar bumbu rempah 3 oz 1 porsi ikan
Beras 1 ckr 2 porsi serealia
Brokoli kukus ½ ckr 1 sayuran
Tomat rebus ½ ckr 1 sayuran
Salad bayam ½ ckr 1 porsi sayuran
Bayam 2
Tomat cherry 2 iris
Timun
Saus salad italia rendah lemak 1 sdt ½ porsi lemak
Roti gulung 1 bh kecil 1 porsi serealia
Margarin rendah lemak 1 sdt 1 porsi lemak
Bahan Makanan Jumlah Kebutuhan Saji
Melon (potong bentuk bola) ½ ckr 1 porsi buah
Snacks
Buah aprikot kering 1 oz (3/4 ckr) 1 porsi buah
Kue pretzel mini 1 oz (3/4 ckr) 1 porsi serealia
Kacang campuran 1,5 oz (1/3 ckr) 1 porsi kacang
Gingerale diet 12 oz 0
Sumber : dikutip dari wahyuningsih, 2013

Untuk memulai menerapkan diet DASH tidak dibutuhkan pengaturan makan dan resep
masakan yang khusus. Masakan dan bahan makanan yang biasa digunakan seharihari dapat
dipakai dengan cara mengganti bahan makanan yang biasa dikonsumsi dengan bahan
makanan tinggi kalium, magnesium, kalsium, serat dan protein. Lakukan penilaian terhadap
pola konsumsi setiap hari sebelum melakukan diet DASH. Amati apa saja yang biasa
dikonsumsi setiap hari selama 1 – 2 hari. Selanjutnya isi tabel dibawah ini kemudian
bandingkan dengan rencana bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
Tabel 5.5. Perencanaan Diet DASH

Sumber : dikutip dari Prasetyaningrum, 2014

3. Proses Asuhan Gizi Terstandar pada Hipertensi


Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
serta monitoring dan evaluasi gizi. Keempat langkah dalam proses asuhan gizi terstandar
telah saudara pelajari pada mata kuliah diet penyakit infeksi. Dalam pembahasan asuhan gizi
pada pasien hipertensi juga mengikuti langkahlangkah yang sama dengan kasus penyakit
lainnya. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :

a. Asesmen atau Pengkajian Gizi


Langkah awal pada proses asuhan gizi terstandar adalah asesmen atau pengkajian gizi.
Pada kegiatan pengkajian gizi, data dikelompokkan dalam lima domain yaitu riwayat terkait
gizi dan makanan, data antropometri, data biokimia, tes medis dan prosedur, data
pemeriksaan fisik focus gizi dan data riwayat klien (Dirjen Bina Gizi dan KIA, 2014).
Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pada pasien hipertensi meliputi data
riwayat kebiasaan makan, makanan pantangan, makanan kesukaan, ada tidaknya alergi serta
ratarata asupan makan pasien sehari. Pada penderita hipertensi terdapat kecenderungan
bahwa penderita umumnya suka mengkonsumsi makanan tinggi garam dan natrium, tinggi
lemak, tinggi gula dan terdapat kebiasaan minum kopi. Halhal inilah yang harus menjadi
perhatian dan perlu ketelitian untuk menggali informasi.
Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mendapatkan
data antropometri. Bila pasien tidak dapat diukur tinggi badannya maka dapat diukur
rentang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas dan lingkar pinggang. Banyak kasus
hipertensi mengalami kelebihan berat badan, sehingga aktivitas fisik cenderung menjadi
berkurang.
Selanjutnya dicatat data hasil pemeriksaan biokimia seperti kadar hemoglobin, protein
total, albumin, gula darah, profil lipid (kolesterol total, trigliserida, kolesterol high density
lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) , tes fungsi hati, ginjal dan enzim jantung,
pemeriksaan urinalisa dan kultur urine dll serta pemeriksaan EKG.
Data pemeriksaan fisik klinis dicatat tentang keadaan umum pasien : nyeri dada, sesak
nafas, sakit kepala, gangguan kesadaran, nyeri tengkuk. Pemeriksaan klinis : pengukuran
tekanan darah, penampakan konjungtiva anemis atau tidak, nadi, respirasi, suhu, adanya
oedema atau tidak.
Sedangkan untuk data riwayat personal pasien yang harus dikumpulkan terdiri dari
riwayat obatobatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial budaya, riwayat penyakit
keluarga, riwayat penyakit dan data umum pasien. Setelah diperoleh informasi lengkap yang
berkaitan dengan data pengkajian gizi pasien hipertensi, selanjutnya data dianalisis untuk
menentukan masalah gizi pada pasien.

b. Diagnosa Gizi
Diagnosa Gizi merupakan gambaran keadaan masalah gizi atau risiko masalah gizi yang
terjadi saat ini dan dapat berubah sesuai dengan respon pasien, khususnya terhadap
intervensi gizi yang didapatkan. Diagnosa gizi ini merupakan rangkuman masalah gizi,
dimana seluruh data yang dikumpulkan pada pengkajian gizi diolah dan diidentifikasi
menjadi informasi. Informasi inilah yang akan menjadi input pada proses menetapkan
diagnosa gizi. Penulisan kalimat diagnosa gizi terstruktur dengan konsep PES atau problem
etiologi dan sign/symstoms (ADA, 2008). Beberapa contoh diagnosis gizi yang biasa
ditemukan pada penderita hipertensi :
1) NI 5 : kelebihan asupan zat gizi berkaitan dengan kebiasaan makan dalam porsi besar
ditandai oleh hasil recall > 150% kebutuhan dan IMT >25.
2) NI 8 : kekurangan asupan serat berkaitan dengan seringnya mengkonsumsi makanan
gorengan dan kurang menyukai sayur dan buah ditandai oleh asupan serat harian 14
gram dan frekuensi buang air besar (BAB) hanya 3 kali seminggu.
3) NC 3.3 : overweight berkaitan dengan kelebihan asupan energi ditandai oleh IMT 28
4) NC 2.1 : gangguan utilitas zat gizi berkaitan dengan kegagalan fungsi ginjal ditandai
oleh tekanan sistolik/diastolik 165/95 mm Hg.
5) NB 1.5 : Gangguan pola makan berkaitan dengan pengetahuan yang kurang ditandai
oleh seringnya mengkonsumsi makanan kaleng dan minuman bersoda
6) NB 1.3 : ketidaksiapan melakukan diet atau perubahan pola makan berkaitan dengan
kurangnya motivasi ditandai oleh ketidakpatuhan terhadap anjuran diet dan masih
mengkonsumsi makanan yang diawetkan dengan garam.

c. Intervensi Gizi
Intervensi Gizi merupakan kegiatan atau langkah ke tiga dalam proses asuhan gizi
terstandar. Intervensi Gizi merupakan suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk
memperbaiki status gizi dan kesehatan, merubah perilaku gizi dan kondisi lingkungan yang
mempengaruhi masalah gizi pasien. Adapun tujuan dari intervensi gizi adalah untuk
mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi dalam diagnosa gizi. Terdapat dua komponen
dalam intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan implementasi.
Perencanaan intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan.
Intervensi Gizi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu pemberian makanan (ND), edukasi
gizi (E), konseling gizi (C) dan koordinasi asuhan gizi (RC).
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana tenaga gizi
mengkomunikasikan rencana intervensi gizi yang sudah ditetapkan kepada pasien/klien dan
kepada pihak terkait lainnya misalnya kepada bagian produksi makanan, perawat termasuk
keluarga pasien/klien.
Contoh intervensi gizi pada pasien hipertensi :
1) Diagnosa gizi sudah ditentukan yaitu : Penurunan kebutuhan natrium berkaitan
dengan hipertensi ditandai dengan riwayat hipertensi selama 10 tahun, tekanan darah
tinggi (160/95 mmHg), natrium tinggi.
2) Tujuan intervensi : membantu memperbaiki kualitas hidup pasien melalui penurunan
tekanan darah.
3) Rencana intervensi:
Domain pemberian makanan : bentuk makanan lunak, rute per
oral Diet Rendah Garam III
Jadwal makan utama 3 kali (pukul 07.00; 12.00;18.00) selingan pukul 10.00 dan 16.00
Domain Edukasi Gizi (E) dan domain konseling gizi (C). Diberikan edukasi gizi dengan
materi tentang pengaturan makanan bagi penderita hipertensi, bagaimana memilih
makanan yang boleh dikonsumsi dan makanan mana yang harus dibatasi. Kegiatan
edukasi dan konseling gizi sebaiknya melibatkan keluarga terutama dalam
mempersiapkan makanan. Menjelaskan cara memilih makanan apabila membawa
makanan dari rumah.
Domain koordinasi asuhan gizi (RC) : kolaborasi antara tim kesehatan dan
memberhentikan atau merujuk pasien ke pelayanan kesehatan lain.

d. Monitoring dan Evaluasi Gizi


Langkah selanjutnya yang merupakan langkah terakhir dalam proses asuhan gizi
terstandar adalah monitoring dan evaluasi gizi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui
respon pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Monitoring dan
evaluasi dilakukan dengan cara memonitor perkembangan, mengukur hasil dan
mengevaluasi hasil. Pada monitoring dan evaluasi gizi, data digunakan untuk mengevaluasi
dampak dari intervensi gizi sesuai dengan outcome dan indikator asuhan gizi. Indikator yang
dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan intervensi gizi tersebut adalah asupan makan
dan minum (konsumsi selama dirawat), asupan ini dimonitor setiap hari, nilai laboratorium
terkait gizi, perubahan berat badan, keadaan fisik klinis pasien. Selanjutnya saudara dapat
membaca dan menyimak kembali topik tentang monitoring dan evaluasi pada modul
sebelumnya agar dapat menyusun kegiatan ini dengan lebih baik.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Bagaimanakah prinsip diet pada penderita hipertensi?


2) Bagaimanakah modifikasi diet yang dianjurkan bagi penderita hipertensi ?
3) Jenisjenis makanan apa saja yang harus dibatasi pada penderita hipertensi ?
4) Bagaimanakah anjuran diet pada penderita hipertensi berdasarkan diet DASH ?
5) Halhal apakah yang perlu di monitor dan dievaluasi pada pemberian diet bagi
penderita hipertensi berdasarkan asuhan gizi terstandar?

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk membantu saudara dalam mengerjakan soal latihan tersebut silahkan pelajari
kembali materi tentang:
1) Pengaturan Diet pada Hipertensi.
2) Asuhan Gizi pada hipertensi.

Ringkasan

Pengertian hipertensi berarti tekanan darah sistolik senantiasa berada diatas 140
mmHg, tekanan diastolic diatas 90 mmHg, Tekanan darah yang ideal adalah jika tekanan
sistoliknya 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHg. Penyebab hipertensi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah
antara lain usia, jenis kelamin, suku/ras. Sedangkan yang dapat diubah adalah berat badan,
aktivitas fisik, stress, kebiasaan merokok, minum alkohol, dan asupan tidak sehat seperti
makanan tinggi garam tetapi kurang sayuran dan buahbuahan.
Kejadian hipertensi biasanya tidak memiliki tanda dan gejala. Gejala yang sering
muncul adalah sakit kepala, rasa panas di tengkuk, atau kepala berat. Namun gejala tersebut
tidak bisa dijadikan patokan ada tidaknya hipertensi pada diri seseorang. Prinsip utama dari
pengaturan makanan untuk orang yang hipertensi adalah membatasi konsumsi makanan
ataupun bahan makanan yang mengandung ikatan natrium. Penderita hipertensi sangat
dianjurkan untuk menerapkan pola makan sehat dalam kehidupan sehariharinya. Pola
makan yang sehat yang dapat dilakukan adalah menerapkan diet DASH (Dietary Approaches
to Stop Hypertension) dan mengurangi konsumsi natrium (garam) dalam makanan. Diet
DASH menganjurkan konsumsi makanan yang kaya akan kalium, magnesium, kalsium dan
serat serta menganjurkan pengurangan konsumsi makanan yang mengandung lemak total,
lemak jenuh dan kolesterol. Modifikasi diet seperti mengurangi asupan garam, penurunan
berat badan ada orang gemuk, peningkatan asupan kalium dari sayur dan buah serta asupan
bijibijian.
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
serta monitoring dan evaluasi gizi.
Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Anjuran dari DASH untuk mencegah Hipertensi adalah ....


A. Kurangi asupan garam, perbanyak sayuran dan buah
B. Perbanyak asupan cairan dan lemak trans
C. Mengurangi asupan daging, sayur dan buah
D. Mengurangi asupan lemak, garam dan meningkatkan asupan serat
E. Semuanya tidak ada yang tepat

2) Bahan pangan apakah yang boleh diberikan kepada pasien hipertensi?


A. Abon ikan
B. Pepes ayam
C. Sosis goreng
D. Sarden kaleng
E. Burger panggang

3) Mineral penting yang perlu diperhatikan pada pencegahan hipertensi adalah ....
A. Zeng, kalium dan magnesium
B. Natrium, magnesium dan Kalium
C. Natrium, , kalsium dan magnesium
D. Kalium, kalsium dan magnesium
E. Magnesium. Mangan dan zeng

4) D A S H adalah penelitian untuk pencegahan hipertensi melalui pendekatan diet. DASH


merupakan kependekan dari Dietary Approaches to Stop Hipertension. Anjuran untuk
sayuran dan buah berdasarkan diet DASH adalah ....
A. 8 – 10 porsi /hari
B. 7 – 8 porsi/hari
C. 6 – 7 porsi/hari
D. 4 – 5 porsi/hari
E. 2 – 3 porsi/hari
5) Untuk memenuhi kandungan natrium dalam diet rendah garam II, pada pengolahan
makanan diperbolehkan menambah garam dapur sebanyak ....
A. Tidak disarankan untuk menambah garam dapur
B. 2 gram/hari
C. 3 gram/hari
D. 4 gram/hari
E. 5 gram/hari
Topik 2
Praktek Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien
Hipertensi

P ada topik ini kita akan membahas bagaimana mengerjakan atau menjawab kasus
pasien hipertensi menggunakan langkahlangkah asuhan gizi terstandar. Pada
penyelesaian kasus praktek ini, saudara harus mengikuti langkahlangkah yang
terdapat pada proses asuhan gizi. Pembahasan kasus yang dibuat bukan hanya menguraikan
langkahlangkah asuhan gizi saja tetapi saudara juga harus menyusun menu yang sesuai
dengan diet yang dianjurkan serta mempraktekkan menu yang telah disusun.
Tujuan dari pembelajaran pada topik ini adalah mampu melakukan pengkajian gizi,
menetapkan diagnosa gizi, membuat rencana intervensi gizi, membuat rencana monitoring
dan evaluasi gizi serta menyusun menu dan mempraktekkan menu kasus hipertensi Sebelum
saudara mengerjakan kasus ini ada beberapa hal yang harus saudara persiapkan agar
pembelajaran topik ini berjalan lancar. Baca kembali beberapa materi yang berkaitan
dengan pembahasan kasus hipertensi yaitu antara lain materi tentang pengertian dan
klasifikasi hipertensi serta pengelolaan penyakit hipertensi.
Kita mulai mempelajari bagaimana merencanakan asuhan gizi pada pasien hipertensi
dengan pendekatan PAGT pada contoh kasus berikut ini.

A. CONTOH KASUS HIPERTENSI

Seorang wanita berumur 54 tahun, bekerja disebuah perusahaan percetakan swasta


sebagai manager pemasaran. Saat ini dirawat di ruang VIP Rumah Sakit Pemerintah karena
terjatuh dikantornya. Dari catatan yang tertulis pada rekam medis, pasien didiagnosa
hipertensi. Hasil pengukuran pada pasien diperoleh data sebagai berikut : tinggi badan 158,6
cm, berat badan 60,7 kg, keadaan umum pasien : pasien tidak pernah menderita penyakit ini
sebelumnya, pasien biasanya hanya mengeluh pusing atau sakit perut. Saat dibawa ke
rumah sakit, pasien mengalami kesadaran menurun, kepala pusing dan merasa mual.
Keadaan ini muncul tibatiba setelah mengikuti rapat dikantornya.
Hasil pemeriksaan fisik dan klinis : kesadaran menurun, tapi masih bisa berkomunikasi,
kepala pusing, mata sedikit kabur, mual, mau muntah, kaki kesemutan dan terasa sakit
ketika lama berdiri maupun lama berjalan. Tekanan darah saat masuk rumah sakit 160/95
mmHg, respirasi 18x/menit.
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Hb 13 gr/dl (normal)
Gula darah puasa 90 mg/dl (normal)
Gula darah 2 jam pp 110 mg/dl (normal)
Asam urat 4 mg/dl (normal)
Ureum 25 mg/dl (normal)

Hasil anamnesa gizi : berdasarkan hasil wawancara dengan pasien selama dirumah,
pasien memiliki pola makan yang teratur dengan frekuensi makan tiga kali sehari dan dua
kali minum kopi tanpa cemilan karena pasien tidak suka kuekue/snack. Pasien memasak
sendiri makanannya hanya saja pasien tidak bisa mengurangi konsumsi garam dapur, dalam
memasak makanannya pasien juga sering menggunakan masako dan vetsin. Pasien rutin
mengkonsumsi buah dan sayur. Hasil food recall diketahui jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi sebagai berikut:
nasi 3 x sehari (@ 2 centong rice cooker)
Ikan 3 x sehari (@ 50 gram)
Daging ayam 3 x seminggu (@ 50 gram)
Sawi 3 x sehari (@ 100 gram)
Lauk nabati yang sering dikonsumsi adalah tahu diambil 1 potong sedang (@
40 gram) dengan frekuensi 2 – 3 kali seminggu
Sayur yang paling sering dikonsumsi adalah kacang panjang, bayam, labu siam,
Kol, wortel, setiap pengambilan sayur 100 gram (1 gelas).
Buah yang paling sering dikonsumsi adalah papaya, semangka, pisang ratarata
1 potong sedang (100 gram) setiap pengambilan dengan frekuensi 3 – 5 kali
Seminggu. Minum kopi 2 kali sehari

Setelah dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi pasien sebelum dirawat dirumah
sakit, diperoleh tingkat konsumsi asupan makan pasien selama dirumah sebesar :
Tingkat konsumsi energi = 81,3%
Tingkat konsumsi protein = 84,7 %
Tingkat konsumsi lemak = 91,5 %
Tingkat konsumsi karbohidrat = 76,7 %

Selama dirawat dirawat di rumah sakit, pasien mendapat makanan lunak rendah
garam dalam bentuk nasi tim. Pengamatan konsumsi makanan di rumah sakit dilakukan
pada hari ke dua dan ketiga. Ratarata konsumsi makan pasien sebagai berikut:
Asupan energi 1222,62 kalori
Asupan protein 45,77 gram
Asupan lemak 33,92 gram
Asupan karbohidrat 183,35 gram

Susunlah asuhan gizi terstandar pada kasus hipertensi diatas dengan menggunakan
langkah PAGT yaitu membuat pengkajian/asesmen gizi, menentukan diagnosa gizi, membuat
rencana intervensi gizi serta rencana monitoring dan evaluasi gizi beserta rencana menu
yang akan dipraktekkan.

CARA PENYELESAIAN KASUS :

Untuk menyelesaikan kasus diatas, langkah awal yang dilakukan adalah membaca
kasus dengan teliti. Untuk dapat melakukan asesmen gizi, saudara harus mengelompokkan
data dalam lima kategori yaitu data asupan makanan sebelum dan selama di rumah sakit,
data antropometri pasien, data pemeriksaan biokimia, data pemeriksaan fisik, data riwayat
klien
Setelah asesmen gizi atau pengkajian gizi disusun, data tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan standar dan dibuat kesimpulan untuk menetapkan masalah gizi yang
terjadi. Masalah gizi yang muncul dibuatkan kalimat diagnosa gizi sesuai dengan format PES
(Problem Etiologi Sign atau symstom). Kegiatan selanjutnya adalah membuat intervensi gizi
berdasarkan diagnosa gizi yang telah ditetapkan. Kemudian langkah terakhir adalah
membuat rencana monitoring dan evaluasi gizi.

Langkah pertama : Asesmen Gizi


Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan datadata yang ada pada kasus antara lain :
data riwayat gizi, data antropometri, data pemeriksaan fisik klinis laboratorium dan data
riwayat klien.
1. Riwayat Gizi
a. Data konsumsi makanan yang dilihat adalah asupan makanan sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Data ini telah tersedia dan diketahui :
Tingkat konsumsi energi = 81,3%
Tingkat konsumsi protein = 84,7 %
Tingkat konsumsi lemak = 91,5 %
Tingkat konsumsi karbohidrat = 76,7 %
Asupan makanan dikatakan mencukupi kebutuhan bila mencapai 80100 % dari
kebutuhannya. Kesimpulan asesmen asupan makanan sebelum masuk rumah sakit
adalah : pasien mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhannya kecuali asupan
karbohidrat kurang dari kebutuhan (76,7%) hal ini bisa disebabkan karena pasien
memang tidak menyukai camilan, seperti kita ketahui makanan selingan yang berupa
kuekue atau camilan biasanya mengandung karbohidrat. Dari segi kualitas makanan,
pasien telah mengkonsumsi makanan yang beragam dan seimbang, hanya saja dari
hasil anamnesa diketahui bahwa pemakaian bumbu penyedap rasa masih sering
digunakan dan pasien juga tidak bisa mengurangi konsumsi garam dapur.
b. Asupan makan selama dirawat di rumah sakit
Selama dirawat di rumah sakit, pasien mendapat diet rendah garam dalam bentuk nasi
tim.
Hasil pengamatan menunjukkan ratarata asupan makan pasien selama dirawat
Adalah :
Asupan energi 1222,62 kalori
Asupan protein 45,77 gram
Asupan lemak 33,92 gram
Asupan karbohidrat 183,35 gram

Untuk menghitung apakah asupan pasien tersebut sudah memenuhi kebutuhan atau
tidak, bandingkan dengan kebutuhan pasien selama sakit, dengan perhitungan sebagai
berikut:
Cara menghitung kebutuhan energi dan zat gizi :
1) Tentukan berat badan ideal pasien yaitu (158,6 – 100) – 10% x (158,6 – 100)
= 52,7 kg
karena pasien tergolong dalam status gizi normal sehingga berat badan yang
digunakan dalam perhitungan adalah berat badan aktual yaitu 60,7 kg.

2) Selanjutnya masukkan dlm rumus Angka Metabolisme Basal dengan


menggunakan rumus Harris Benedict yaitu
Angka Metabolisme Basal = 655 + (9,6 x BBA) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
= 655 + (9,6 x 60,7) + (1,8 x 158,6) – (4,7 x 54)
= 655 + 582,7 + 285,48 – 253,8
= 1523,18 – 253,8
= 1269 kkal
3) Setelah itu untuk mendapatkan kebutuhan energi total, angka metabolisme
basal dikalikan dengan faktor aktivitas dan faktor stres. Untuk kasus ini ,
penderita dalam kondisi istirahat ditempat tidur sehingga nilai aktivitasnya
adalah 1,2 dan faktor stres 1,3 ( karena pasien dalam keadaan gizi baik). Faktor
aktivitas dan faktor stres untuk penyakit lain dapat dilihat pada Buku Penuntun
Diet.
Jadi diperoleh Kebutuhan Energi total = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor
Stres/Trauma
= 1269 kal x 1,2 x 1,3
= 1979,6 kkal

Untuk kebutuhan zat gizi lain :


4) Rumus kebutuhan protein = 15% x 1979,6 kalori
= 296,9 : 4
= 74,2 gram

5) Rumus kebutuhan lemak = 25% x 1979,4 kalori


= 494,85: 9
= 54,98 gram

6) Rumus kebutuhan karbohidrat = 60% x 1979,4 kalori


= 1187,6 : 4
= 296,9 gram

Kemudian data asupan zat gizi selama di rumah sakit dibandingkan dengan
kebutuhannya sehingga diperoleh :
Asupan energi : 1222,62 / 1979,6 x 100% = 61,76 % dari kebutuhan
Asupan protein : 45,77/ 74,2 x 100% = 61,68 % dari kebutuhan
Asupan lemak : 33,92/ 54,98 x 100% = 61,69 % dari kebutuhan
Asupan karbohidrat : 183,35/ 296,9 x 100% = 61,75 % dari kebutuhan

Asupan makanan dikatakan mencukupi kebutuhan bila mencapai 80 – 100 % dari


Kebutuhannya. Kesimpulan asesmen asupan makanan selama di rumah sakit adalah : pasien
mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhannya (ratarata 61,6 %). Hal ini disebabkan
karena selama dirawat di rumah sakit pasien masih mengalami mual dan ingin muntah
sehingga pasien tidak mampu menghabiskan makanan yang diberikan. Disamping itu pasien
juga tidak berselera makan karena diberikan diet rendah garam.

Data Antropometri
1) Saat ini berat badan pasien 60,7 kg dengan Tinggi badan 158,6 cm
2) Status gizi normal dilihat dari IMT 24,4 kg/m2
3) Kesimpulan : status gizi baik.
Data Biokimia terkait gizi
Dari hasil pemeriksaan laboratorium semua dalam batas normal
Pemeriksaan fisik fokus gizi
1) Asesmen tentang pemeriksaan fisik menunjukkan pasien mengalami mual dan rasa ingin
muntah, kepala pusing dan tekanan darah tinggi (160/95 mmHg). Perasaan mual dan
ingin muntah inilah yang mengakibatkan pasien tidak dapat menghabiskan
makanannya.
2) Kondisi lain yang perlu menjadi perhatian adalah tekanan darah pasien yang masih
tinggi sehingga dari segi pengaturan makanan, pasien perlu mendapat diet rendah
garam.

2. Riwayat klien
Pasien adalah seorang pegawai swasta dan tidak pernah mengalami penyakit ini
sebelumnya.

Langkah kedua : Diagnosa Gizi


Dari hasil asesmen gizi diperoleh kesimpulan bahwa masalah gizi yang ditemukan pada
kasus ini terdapat pada domain asupan makanan/ konsumsi, domain fisik klinis dan domain
perilaku. Selanjutnya diagnosa gizi dituliskan dalam kalimat dengan konsep PES. Adapun
diagnosa gizi pada kasus ini adalah :
a. Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan rasa mual yang ditimbulkan karena
hipertensi ditandai dengan asupan energi 62,49% dari kebutuhan, asupan protein
62,44% dari kebutuhan, asupan lemak 62,46% dari kebutuhan dan asupan karbohidrat
62,49% dari kebutuhan.
b. Penurunan kebutuhan natrium yang berkaitan dengan tingginya tekanan darah
(160/95) ditandai dengan pemberian diet garam rendah III (10001200 Na).
c. Perubahan fungsi gastrointestinal yang berkaitan dengan gejala hipertensi yang
ditandai dengan mual dan rasa ingin muntah.
d. Tidak siap untuk diet/merubah perilaku yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi
natrium ditandai dengan tidak berselera untuk mengkonsumsi makanan rendah garam
dan memasak selalu menggunakan vetsin dan penyedap rasa.

Setelah rumusan diagnosa gizi disusun, langkah selanjutnya adalah merencanakan


intervensi gizi dan implementasinya.

Langkah ketiga : Intervensi Gizi


Intervensi yang akan direncanakan harus terkait dengan masalah gizi (P) dan penyebab
(E) pada diagnosa gizinya. Masalah gizi akan membantu penetapan tujuan dari intervensi gizi
sedangkan penyebab akan membantu penetapan strategi intervensinya. Pemberian
intervensi berdasarkan diagnosa gizi yang sudah ditetapkan. Tujuan intervensi gizi
memprioritaskan pada problem yang dapat diberikan dan dapat diukur keberhasilannya
dalam jangka pendek.

a. Tujuan intervensi gizi pada kasus diatas adalah sebagai berikut :


1) Memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan agar asupan makanan dapat
ditingkatkan mencapai > 80% dari kebutuhan
2) Memberikan bentuk makanan yang sesuai dengan kondisi pasien agar makanan
dapat dikonsumsi habis
3) Memberikan pengetahuan tentang pengaturan diet pada hipertensi dan memilih
makanan yang tepat untuk penderita hipertensi

b. Strategi Intervensi Gizi


Karena etiologi dari diagnosa gizi pada kasus ini adalah penyakit hipertensi dengan
keluhan mual dan rasa ingin muntah maka pemberian diet yang diberikan adalah Diet
Garam Rendah III dalam bentuk makanan lunak. Strategi intervensi gizinya adalah :
1) Makanan mudah cerna, porsi kecil dan diberikan sering.
2) Energi, protein, lemak dan karbohidrat diberikan cukup sesuai dengan
kebutuhan pasien.
3) Cairan diberikan cukup.
4) Tidak mengandung bumbubumbu masakan yang tajam dan merangsang karena
makanan diberikan dalam bentuk lunak/nasi tim.
5) Tidak menggunakan penyedap rasa ataupun bahan tambahan makanan yang
mengandung ikatan natrium seperti kecap, terasi, maggi dsb karena diet yang
diberikan adalah diet garam rendah.
6) Makanan diberikan per oral.
7) Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan pengaturan pada diet garam
rendah. Makanan yang tidak dianjurkan adalah makanan yang diawetkan dengan
menggunakan garam dapur atau bahan natrium.

Selanjutnya dihitung kebutuhan gizi pada kasus hipertensi diatas. Jenis diet yang
diberikan pada kasus adalah diet garam rendah III dalam bentuk makanan lunak.

1) Menghitung kebutuhan energi yaitu menggunakan rumus :

AMB = 655 + (9,6 x BBA) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)


= 655 + (9,6 x 60,7) + (1,8 x 158,6) – (4,7 x 54)
= 655 + 582,7 + 285,48 – 253,8
= 1523,18 – 253,8
= 1269 kkal
2) Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Stres/Trauma
= 1269 kal x 1,2 x 1,3
= 1979,6 kkal
3) Rumus kebutuhan protein = 15% x 1979,6 kalori
= 296,9 : 4
= 74,2 gram

4) Rumus kebutuhan lemak = 25% x 1979,4 kalori


= 494,85: 9
= 54,98 gram

5) Rumus kebutuhan karbohidrat = 60% x 1979,4 kalori


= 1187,6 : 4
= 296,9 gram

6) Cairan diberikan cukup demikian juga dengan zat gizi mikro lainnya kecuali
Natrium diberikan terbatas karena kasus diberikan diet garam rendah III setara
dengan konsumsi natrium 1000 – 1200 mg. Dalam pengolahan makanan boleh
menggunakan 1 sendok teh/ 4 gram garam dapur.

Implementasi Intervensi Gizi :


Pada implementasi gizi ini, saudara menyusun menu yang sesuai dengan prinsip dan
syarat diet Garam Rendah III. Bahanbahan makanan yang digunakan harus berasal dari
bahan makanan segar/alami dan tidak diawetkan menggunakan garam dapur ataupun ikatan
natrium lain. Pengaturan makan atau diet untuk penderita hipertensi bertujuan untuk
membantu menormalkan tekanan darah penderita, tidak memberatkan penyakit serta tetap
dapat mencukupi kebutuhan gizinya. Penting bagi penderita hipertensi maupun keluarga
untuk menetapkan menu yang sesuai dengan aturan makan atau diet hipertensi. Sebelum
menyusun menu, saudara harus membuat standar penukar untuk memudahkan saudara
menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan kasus. Pada kasus ini kebutuhan energinya
adalah 1900 kalori (dibulatkan dari 1979,4 kalori hasil perhitungan). Pembuatan standar
penukar dapat melihat dari contoh buku Penuntun Diet.
Golongan Bahan Makanan Jumlah Penukar
Nasi atau penukar 5½
Protein hewani 3
Protein nabati 3
Sayuran 2
Buah 4
Minyak 6

Selanjutnya standar penukar diatas, saudara distribusikan ke masingmasing waktu


makannya.

Waktu Makan Bahan Penukar URT Menu


Makanan
Pagi Nasi 1½ 1 ½ gls Nasi tim
Telur ayam 1 1 butir Telur dadar
Tempe 1 2 ptg sdg Tempe bb
Sayuran ½ ½ mangkuk Sayur soto
Minyak 2 1 sdm
Selingan pagi Buah 1 1 ptg sdg Pisang
Siang Nasi 2 2 gelas Nasi tim
Ikan 1 1 ptg Pepes ikan
Tahu 1 1 bh besar Tahu isi
Sayuran 1 1 gelas Tumis sayuran
Buah 1 1 ptg sdg Semangka
Minyak 2 1 sdm
Selingan sore Buah 1 1 ptg sdg Buah potong
(Melon,pepaya)
Malam Nasi 2 2 gelas Nasi tim
Ayam tanpa kuli 1 1 ptg Ayam pang
Tempe 1 2 ptg sdg Tempe oseng
Sayuran 1 1 gelas Sup sayuran
Buah 1 1 ptg sdg Apel
Minyak 2 1 sdm
Nilai Gizi
Energi (kalori) 1900
Protein (gram) 74
Lemak (gram) 55
KH (gram) 297

Setelah dijabarkan standar penukar bahan makanan dalam masingmasing waktu


makan, selanjutnya adalah menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan penderita dan
syaratsyarat dietnya. Perlu saudara perhatikan bahwa penerapan aturan makan dalam menu
sehari bagi penderita hipertensi adalah pengurangan garam dapur. Dalam hal ini,
penggunaan
garam dapur tidak lebih dari 4 gram atau 1 sendok teh dalam sehari. Untuk menghilangkan
rasa hambar atau rasa tawar pada masakan yang tidak menggunakan garam, dapat
digunakan penambahan gula, bawang, jahe atau kencur. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah cara atau teknik memasak. Teknik memasak dengan memanggang, merebus,
mengukus dan menumis lebih diutamakan daripada teknik menggoreng.

Berikut ini menu yang diberikan kepada kasus :

Makan Pagi Soto mie lengkap


Selingan Pagi Puding saus mangga
Makan Siang Nasi beras merah
Ikan panggang
Tempe bumbu rujak
Urap sayuran
Buah naga potong
Selingan Sore Pisang fantasi
Makan Malam Nasi beras merah
Ayam bumbu bali
Tempe bacem
Pecel sayuran
Pepaya dan semangka

Langkah keempat : Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses asuhan gizi
terstandar. Pada langkah ini saudara harus melihat kembali diagnosa gizi yang telah
ditetapkan. Untuk kasus ini diagnosa gizi nya adalah :
1) Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan rasa mual yang ditimbulkan karena
hipertensi ditandai dengan asupan energi 62,49% dari kebutuhan, asupan protein
62,44% dari kebutuhan, asupan lemak 62,46% dari kebutuhan dan asupan karbohidrat
62,49% dari kebutuhan.
2) Penurunan kebutuhan natrium yang berkaitan dengan tingginya tekanan darah
(160/95) ditandai dengan pemberian diet garam rendah III (10001200 Na).
3) Perubahan fungsi gastrointestinal yang berkaitan dengan gejala hipertensi yang
ditandai dengan mual dan rasa ingin muntah.
4) Tidak siap untuk diet/merubah perilaku yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi
natrium ditandai dengan tidak berselera untuk mengkonsumsi makanan rendah garam
dan memasak selalu menggunakan vetsin dan penyedap rasa.
Tanda dan gejala yang muncul pada diagnosa gizi harus menjadi perhatian saudara
agar memudahkan untuk dimonitoring dan evaluasi yaitu asupan oral tidak adekuat, tekanan
darah yang tinggi, ada rasa mual dan ingin muntah dan pengetahuan pasien tentang diet
garam rendah.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

Susunlah asuhan gizi terstandar untuk kasus berikut ini.


Seorang ibu Ny. Ay berusia 61 tahun memiliki berat badan 52 kg dan tinggi badan 165
cm. masuk rumah sakit dan dirawat inap selama 2 minggu karena menderita sesak nafas.
Selama 10 tahun terakhir ibu ini telah menderita hipertensi tetapi tidak berobat secara
teratur. Ibunya meninggal 5 tahun yang lalu karena serangan stroke pada usia 60 tahun. Ny.
Ay tidak pernah berolah raga karena merasa berat. Berdasarkan pemeriksaan diatas, dokter
mendiagnosa pasien ini infark miocard dan Setelah mendapat perawatan dokter tekanan
darah ibu sudah mengalami penurunan. Saat masuk rumah sakit tekanan darahnya 200/100
mmHg, kemudian mengalami penurunan menjadi 160/90 mmHg setelah mendapat
perawatan intensif. Saat ini nafsu makan pasien masih kurang. Secara fisik dan klinis kondisi
pasien masih lemah walaupun pasien sudah dapat makan sendiri tanpa bantuan penunggu
pasien. Sesak nafas sudah berkurang.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan semua dalam batas normal yaitu
pemeriksaan HB, Lekosit, Ureum, hematokrit, natrium, kalium, kalsium dan klorida.
Data pemeriksaan rontgen menunjukkan aorta menonjol, bendungan positif.
Pemeriksaan lain yang mendukung diagnose memperlihatkan denyut jantung 140 x/menit.
Simpulan hasil pemeriksaan EKG : adanya infark pada dinding posterior dari myocardium.
Berdasarkan pemeriksaan diatas, dokter mendiagnosa pasien ini infark miocard dan
hipertensi berat. Tindakan yang dilakukan adalah pasien harus istirahat ditempat tidur dan
mobilisasi secara bertahap.
Setiap hari Ny. Ay makan 3 kali dengan selingan 2 kali. Hasil anamnesa diet
menunjukkan ratarata asupan energi Ny. Ay 2700 kkal per hari. Prosentase karbohidrat 50%,
protein 15% dan lemak 35%. Ny. Ay sangat menyukai makanan dan jajanan gorengan, mie
instan (34 kali/minggu), telur (12 butir/hari), daging/ayam (45 kali/minggu) ikan segar (34
kali/minggu), ikan asin (12 kali/minggu), tahu/tempe goreng (setiap hari), jarang makan
sayur dan buah. Buatkan rancangan diet untuk kasus diatas.
Silahkan saudara berlatih untuk merencanakan asuhan gizi pada kasus diatas
menggunakan langkahlangkah dalam proses asuhan gizi terstandar.

Ringkasan

Dalam membahas kasus praktek, hal pertama yang harus dipahami adalah langkah
langkah dalam proses asuhan gizi terstandar (PAGT). Oleh karena itu harus dipelajari kembali
pembahasan pada topik sebelumnya terutama yang mengulas tentang PAGT. Kasus/soal
praktek harus dibaca dengan teliti agar memudahkan untuk mengelompokkan datadata
yang berkaitan dengan asesmen gizi.
Setelah asesmen gizi tersusun dengan baik, akan membantu saudara untuk
mengidentifikasi masalah gizi yang benarbenar dialami oleh pasien. Pada asesmen gizi ini
saudara harus membuat kesimpulan berdasarkan data yang ada pada pasien dibandingkan
dengan standar. Dengan demikian akan memudahkan saudara untuk melakukan langkah
selanjutnya yaitu diagnose gizi. Pada tahap ini saudara perlu menyimak kembali terminology
diagnose gizi terutama yang berhubungan dengan penyakit hipertensi.
Langkah selanjutnya adalah intervensi gizi yang dibuat berdasarkan masalah gizi yang
dirumuskan pada diagnose gizi. Strategi intervensi gizi dibuat berdasarkan etiologi, tanda
dan gejala pada diagnose gizi. Pengaturan Diet pada penyakit hipertensi berpatokan pada
Penuntun Diet Edisi terbaru. Macam diet dan indikasi pemberian diet garam rendah
disesuaikan dengan kondisi pasien, demikian juga pemilihan bahan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan sudah tertuang dalam buku penuntun diet tersebut.
Langkah terakhir adalah menyusun monitoring dan evaluasi gizi dari intervensi yang
diberikan kepada pasien untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan gizi yang
diberikan kepada pasien.
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Dalam memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap diperlukan berbagaidata
dan informasi sebagai langkah awal, agar dapat memberikan pelayanan yang
maksimal. Langkah awal apa yang pertama dilakukan?
A. Pengukuran antropometri
B. Anamnesa gizi
C. Assessment/pengkajian gizi
D. Pemeriksaan laboratorium
E. Pemeriksaan klinis

2) Seorang lakilaki umur 51 tahun, BB 74 kg, TB 168 cm adalah kontrol ke poli Gizi dengan
keluhan kepala pusing dan pemeriksaan gula darah puasa 210 mg/dl, Hasil anamnesa
riwayat gizi menunjukkan pasien suka mengkonsumsi madu dan sirup secara rutin
setiap hari, biasa mengkonsumsi makanan camilan berupa biscuit sehabis makan
utama dengan porsi berlebihan. Apakah masalah gizi yang tepat berkaitan dengan
intake?
A. Berat Badan Berlebih
B. Asupan karbohidrat tidak tepat
C. Asupan energi berlebih
D. Perubahan nilai laboratorium terkait gizi
E. Asupan oral berlebih

3) Seorang ahli gizi menyimpulkan diagnose gizi pada pasien X yang dirawat inap di
ruang interna adalah asupan makanan peroral menurun berhubungan dengan
gangguan fungsi menelan yang ditandai asupan energi hanya 60% kebutuhan. Apakah
langkah selanjutnya yang harus dilakukan dalam melaksanakan asuhan gizi pada
pasien tersebut?
A. Melakukan Skrining Gizi
B. Melakukan pengkajian Gizi
C. Melakukan Intervensi Gizi
D. Melakukan Monitoring Gizi
E. Melakukan evaluasi Gizi
4) Seorang perempuan umur 51 tahun, dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit
luar biasa pada perut kuadrat kanan, fisik dan klinis ditemukan adanya riwayat batu
empedu, mual dan muntah, diare dengan sedikit berlemak . Hasil anamnesa diet, suka
mengkonsumsi makanan berlemak, porsi makanan seperti biasa tidak ada perubahan.
Apakah data yang perlu dilengkapi untuk menentukan kebutuhan gizi pasien tersebut!
A. Data Antropometri
B. Data Laboratorium
C. Data jumlah asupan makanan
D. Data Riwayat personal
E. Data pemeriksaan klinis

5) Data asupan energi seorang pria diperoleh 120% dari kebutuhan. Pola makan yang
dijalani yaitu frekuensi makan utama 3 kali dan makanan selingan 45 kali. Konsumsi
sayur dan buah tidak setiap hari. Konsumsi makanan kasus tersebut termasuk dalam
kelompok data apa?
A. Clinical data
B. Antropometri
C. Biokimia Data
D. Dietary history
E. Personal history
Kunci Jawaban Tes
Tes Formatif 1
1) A
2) B
3) D
4) D
5) B

Tes Formatif 2
1) C
2) B
3) C
4) A
5) D
Glosarium
Tekanan darah sistolik : nilai tekanan darah saat fase kontraksi jantung.
Tekanan darah diastolik : nilai tekanan darah saat fase relaksasi jantung.
Hipertensi : suatu keadaan dimana sesorang memiliki tekanan darah sistolik
lebih atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih atau sama dengan 90 mmHg.
Diet DASH : Diet yang disarankan pada penderita hipertensi dengan
menganjurkan konsumsi makanan yang kaya akan kalium,
magnesium, kalsium dan serat serta menganjurkan
pengurangan konsumsi makanan yang mengandung lemak
total, lemak jenuh dan kolesterol. Metode Diet DASH
menyarankan peningkatan konsumsi sayursayuran dan buah
buahan masingmasing empat sampai lima porsi sehari, serat
(tujuh atau delapan porsi per hari), produk susu rendah lemak
(dua atau tiga porsi per hari). Selain itu juga perlu ditingkatkan
konsumsi bijibijian, kacangkacangan, produk unggas dan telur.
Bahanbahan makanan tersebut kaya akan kalium, magnesium,
kalsium, protein dan serat serta rendah natrium, lemak jenuh,
kolesterol dan rendah gula.
Daftar Pustaka
AsDI & Persagi. 2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Pengembangan Konsep
Nutrition Care Process (NCP). Abadi Publishing & Printing.

Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Kementerian Kesehatan RI. Dirjen Binkesmas. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2014.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Mahan, K.L and Raymond JL. Krause’s. 2017. Food and The Nutrition Care Process. Ed. 14th.
Missouri : Elsevier.

Prasetyaningrum, Y. I. 2014. Hipertensi Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta : Fmedia.

Price, S A. Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Purba, M. 2016. Asuhan Gizi Pada Hipertensi (dalam Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi, Editor,
Hardinsyah dan I Dewa Nyoman Supariasa). Jakarta : EGC.

US Departement of Health and Human Services. 1998. The Sixth Report of The Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Diagnosis of High Blood Pressure (JNC VI) :
Arch Int Med 157 : 2413.

Wade, C. 2016. Mengatasi Hipertensi. Bandung : Nuansa Cendana.

Wahyuningsih, R. 2013. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien. Yogyakarta : Graha Ilmu.


Bab 6
ASUHAN GIZI TERSTANDAR UNTUK
PASIEN PENYAKIT KARDIOVASKULER
Gusti Ayu Dewi Kusumayanti, M.Kes.

Pendahuluan

P
ada bab ini topik yang akan dibahas adalah tentang asuhan gizi terstandar pada
penyakitpenyakit kardiovaskuler. Dewasa ini masalah yang terkait dengan penyakit
degeneratif yaitu suatu penyakit yang timbul bersamaan dengan bertambahnya
usia.
Penyakit tersebut diantaranya adalah penyakit jantung.
Penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih
tepatnya menyerang jantung dan uraturat darah. Penyakit jantung terjadi akibat proses
berkelanjutan, dimana jantung secara perlahan akan kehilangan kemampuannya untuk
melakukan fungsinya secara normal. Pada awal penyakit, jantung mampu mengkompensasi
ketidakefisienan fungsinya dan mempertahankan sirkulasi darah normal melalui
pembesaran dan peningkatan denyut nadi.
Dalam keadaan tidak terkompensasi (decompensatio cordis), sirkulasi darah yang tidak
normal menyebabkan sesak napas (dyspnea), rasa lelah dan rasa sakit di daerah jantung.
Berkuranganya aliran darah dapat menyebabkan kelainan pada fungsi ginjal, hati, otak, serta
tekanan darah, yang berakibat terjadinya resorpsi (penyerapan ulang) natrium. Hal ini
akhirnya menimbulkan edema. Penyakit jantung menjadi akut bila disertai infeksi
(endocarditis atau carditis), gagal jantung, setelah miokard infark, dan setelah operasi
jantung. Secara umum, penyakit jantung merupakan gangguan yang terjadi pada sistem
pembuluh darah besar sehingga menyebabkan jantung dan peredaran darah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penyakitpenyakit yang berhubungan dengan organ jantung dan
pembuluh darah antara lain gagal jantung, jantung koroner, dan jantung rematik.
Pelajarilah modul asuhan gizi terstandar pada pasien penyakit jantung ini secara
sistematis dan menyeluruh. Pada bab ini terbagi dalam tiga topik yaitu topik asuhan gizi
terstandar pada pasien penderita dislipidemia, asuhan gizi terstandar pada pasien jantung
dan topik praktek asuhan gizi pada kasus penyakit jantung koroner.
Topik 1
Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien
Dislipidemia
A. RUANG LINGKUP PENYAKIT DISLIPIDEMIA

Sebelum membahas bagaimana asuhan gizi terstandar pada pasien dislipidemia,


saudara perlu memahami tentang ruang lingkup penyakit dislipidemia yang meliputi
pengertian, klasifikasi penyakit, etiologi dan patofisiologi dislipidemia. Pada modul ini
saudara diminta untuk membaca dengan saksama agar dapat lebih memahami penyakit
dislipidemia.
1. Pengertian dan klasifikasi
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta penurunan HDL.
Lipid dan Kolesterol
Lipid merupakan istilah yang merujuk pada minyak atau lemak di dalam tubuh. Secara
umum, lipid di dalam tubuh terdiri dari dua komponen utama, yakni kolesterol dan
trigleserida Trigliserida berasal dari pemecahan lemak dari makanan. Kadar trigleserida
sangat bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Sedangkan kolesterol adalah bentuk
lemak yang berada dalam sirkulasi darah manusia.
Penggunaan lemak tak jenuh dapat menurunkan risiko penyakit jantung karena
sifatnya yang mampu menurunkan kolesterol darah. Lemak tak jenuh tunggal lebih tahan
terhadap proses oksidasi yang dapat memicu timbulnya kerusakan sel dan jaringan tubuh.
Jenis lemak ini biasanya berwujud cair pada suhu ruangan dan akan berubah menjadi padat
jika disimpan dalam lemari pendingin. Sumber lemak tak jenuh tunggal antara lain minyak
zaitun, minyak kacang, minyak kanola, alpukat dan sebagian besar dari kacangkacangan.
Selain lemak tak jenuh tunggal, kita juga mengenal adanya lemak tak jenuh ganda.
Penggunaan lemak jenis ini sebagai pengganti lemak jenuh dalam mengolah makanan dapat
membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Selain itu, lemak tak jenuh ganda juga dapat
membantu menurunkan deposit kolesterol di dalam pembuluh darah arteri lemak tak jenuh
ganda banyak ditemukan pada minyak nabati, seperti biji jagung, minyak biji bunga
matahari, minyak kedelai dan minyak biji kapuk. Salah satu jenis lemak tak jenuh ganda
adalah golongan asam lemak omega 3. Golongan asam lemak omega 3 yang terkenal yaitu
DHA (docosahexaenoic acid) dan EPA (eicopentatonic acid). Asam lemak tak jenuh ganda
golongan ini memiliki peran penting bagi kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, asam
lemak omega 3
berperan dalam menurunkan risiko serangan jantung, mencegah denyut jantung tidak
normal dan menurunkan tekanan darah serta mencegah beberapa jenis kanker.
Macammacam Kolesterol
Ada dua jenis kolesterol di dalam tubuh kita yaitu KLDL (kolesterollow density
lipoprotein) dan HDL (kolesterolhigh density lipoprotein). KLDL sering disebut sebagai
kolesterol jahat karena dapat menempel pada pembuluh darah. Sebaliknya KHDL disebut
lemak baik, karena mampu melarutkan kandungan LDL dalam tubuh.
Jumlah keseluruhan kolesterol yang ada dalam tubuh disebut kolesterol total.
Kolesterol normal dalam tubuh adalah 160200 mg. Kolesterol terdiri dari banyak zat
termasuk trigliserida, LDL kolesterol dan HDL kolesterol.

Gambar 6.1. Ilustrasi KLDL dan KHDL dalam pembuluh darah


Sumber : https://mediskus.com/penyakit/kolesteroljahatldl

Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu bentuk lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami
hidrolisis, kemudian masuk ke dalam plasma. Trigliserida merupakan lemak darah yang akan
meningkat jika mengonsumsi alkohol, mengalami peningkatan berat badan dan
mengonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi. Meningkatnya trigliserida akan menambah
risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke. Seseorang dengan kadar trigliserida tinggi juga
cenderung mengalami gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi).
LDL (low density lipoprotein) merupakan kolesterol yang berbahaya karena dapat
menempel dan menyebabkan penyumbatan pada saluran darah. LDL atau kolesterol
lipoprotein dengan kepadatan rendah menyerang pembuluh darah arteri dengan cara
melekat pada dinding arteri dan menutup saluran arteri. LDL merupakan hasil sisa hidrolisis
trigliserida. Di dalam jaringan di luar hepar (bisa pada pembuluh darah, otot, jaringan lemak)
trigliserida akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase. Selanjutnya sisa hidrolisis tersebut
dimetabolisasikan oleh hepar menjadi LDL.
HDL (high density lipoprotein)
HDL adalah kolesterol yang bermanfaat bagi tubuh karena berfungsi mengangkut LDL
yang terdapat dalam jaringan perifer ke hepar sehingga akan membersihkan lemaklemak
yang menempel pada pembuluh darah untuk kemudian dikeluarkan melalui saluran
empedu. Karena fungsinya tersebut HDL sering disebut sebagai kolesterol baik. Peran
kolesterol HDL adalah membawa kembali kolesterol LDL ke organ hati untuk diproses lebih
lanjut. Jika kadar HDL seseorang tinggi maka orang tersebut akan terlindung dari penyakit
jantung.

Tabel 6.1. Kadar LDL dalam tubuh

Kadar LDL Status


< 100 Optimal
100129 Mendekati optimal
130159 Batas normal tertinggi
160189 Tinggi
>190 Sangat tinggi
Sumber : Pujol, TJ; Tucker, JE ; Barnes, JT, 2011 dalam Nelm, M, et al, 2011

Proses Dalam Tubuh


Lemak yang terkandung dalam darah terdiri atas kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan
asam lemak bebas. Hanya seperempat dari kolesterol yang terkandung dalam darah berasal
dari sari makanan yang diserap oleh saluran pencernaan, sisanya diproduksi langsung oleh
tubuh melalui selsel hati.
Metabolisme lemak dimulai dengan proses hidrolisis lemak (trigliserida) dari pangan
yang dikonsumsi oleh enzim lipase (dari pankreas), menghasilkan monogliserida, asamasam
lemak bebas dan gliserol. Gliserol diserap usus dan ditransportasikan melalui saluran darah
ke hati. Selanjutnya gliserol tersebut dimetabolisasi seperti karbohidrat untuk membentuk
piruvat. Tergantung dari kebutuhan tubuh, piruvat tersebut selanjutnya dioksidasi
menghasilkan energi atau disintesis menjadi glukosa.
Pada saat dicerna dalam usus lemak dalam makanan akan diuraikan menjadi
kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas. Keempat unsur lemak tersebut akan
diserap dari usus dan masuk ke dalam darah, sementara kolesterol dan unsur lemak lain
tidak larut dalam darah. Agar dapat diangkut dalam aliran darah maka kolesterol dan lemak-
lemak lain (trigliserida dan fosfolipid) harus berikatan dengan protein untuk membentuk
senyawa yang larut yang disebut lipoprotein.
Kilomikron merupakan lipoprotein yang mengangkut lemak menuju hati. Dalam hati
ikatan lemak dengan protein tersebut akan diuraikan sehingga kembali terbentuk keempat
unsur lemak. Selanjutnya, asam lemak yang terbentuk akan digunakan sebagai sumber
energi dan apabila jumlahnya berlebih akan disimpan dalam jaringan lemak. Bila asupan
kolesterol
tidak mencukupi maka sel hati akan memproduksinya. Dari hati, kolesterol diangkut oleh
lipoprotein. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL
untuk dibawa ke hati, lalu diuraikan dan dibuang ke dalam kantung empedu sebagai asam
atau cairan empedu. LDL mengandung lebih banyak lemak dibandingkan HDL sehingga akan
mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah apolipoprotein B,
dan protein utama yang membentuk HDL adalah apolipoprotein A. HDL mempunyai
kandungan lemak yang lebih sedikit dibandingkan LDL serta mempunyai kepadatan tinggi
atau lebih berat.
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolism lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Perkeni, 2015). Kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (KTotal), kolesterol LDL (KLDL),
trigliserida (TG) serta penurunan kolesterol HDL(KHDL). Dalam proses terjadinya
aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan erat kaitannya satu dengan
yang lain. Agar lipid dapat larut dalam darah, molekul lipid harus terikat pada molekul
protein (yang dikenal dengan nama apoprotein atau biasa disingkat dengan apo). Senyawa
lipid dengan apoprotein dikenal dengan nama lipoprotein. Tergantung dari kandungan lipid
dan jenis apoprotein yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate
density lipoprotein (IDL) low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL).
Tabel berikut mendeskripsikan jenis lipoprotein, apoprotein dan kandungan lipid.

Tabel 6.2. Jenis lipoprotein, apoprotein dan kandungan lipid

Kandungan Lipid
Jenis Lipoprotein Jenis Apoprotein
Trigliserida Kolesterol Fosfolipid
Kilomikron ApoB48 8095 27 39
VLDL ApoB100 5580 515 1020
IDL ApoB100 2050 2040 1525
LDL ApoB100 115 4050 2025
HDL ApoAI dan Apo AII 510 1525 2030
Sumber : Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia2015

Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan. Perkeni (2015) menyarankan


menggunakan klasifikasi yang mudah digunakan yaitu pembagian dislipidemia dalam bentuk
dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia primer adalah dislipidemia
akibat kelainan genetik. Sedangkan dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi
akibat suatu penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes mellitus dan
sindroma metabolik.
a. Dislipidemia primer
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dislipidemia
sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia kombinasi
familial. Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dislipidemia
remnant dan hipertrigliseridemia primer.
b. Dislipidemia sekunder
Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain
seperti misalnya hipotiroidisme, sindrom nefrotik, diabetes mellitus dan sindroma
metabolic.

Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini
pengobatan penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus
pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut
sangat tinggi.

Tabel 6.3. Klasifikasi Dislipidemia

Lipoprotein Kemungkinan
Jenis kelainan Dampak klinis Pengobatan
yang berlebih penyebab
Hiperkolesterolemia
Poligenik LDL Gizi, genetik Penghambat
(reseptor LDL HMCoA
aktif reduktase,
berkurang) turunan asam
fibrat, asam
nikotinat
Familial LDL Gen (homo Menurunka Homozigot,
daan n bersihan Probucol
heterozigot) LDL dari
untuk sirkulasi
reseptor LDL
rusak
Hipertrigliseridemia
Imbas diet (diet VLDL Konsumsi Meningkatkan Modifikasi diet,
induced) alkohol dan sekresi VLDL asam nikotinat,
kalori hati asam fibrat
berlebihan
Primer VLDL Kerap terkait Meningkatkan Susutkan berat
dengan DM produksi badan,
dan obesitas partikel VLDL modifikasi diet,
dan trigliserida kendalikan gula
darah,
penghambat
Lipoprotein Kemungkinan
Jenis kelainan Dampak klinis Pengobatan
yang berlebih penyebab
HMGCoA
reduktase, asam
nikotinat, asam
fibrat
Sekunder VLDL Konsekuensi Meningkatkan Susutkan berat
dari DM, produksi badan,
sindrom partikel VLDL modifikasi diet,
nefrotik dan dan trigliserida kendalikan gula
obesitas darah,
penghambat
HMGCoA
reduktase, asam
nikotinat, asam
fibrat,
sekuestran asam
empedu
Hiperlipidemia campuran
Familial combined VLDL & LDL Genetik Meningkatkan Penghambat
hyperlipidemia (produksi produksi HNGCoA
berlebihan partikel VLDL reduktase
apolipoprotei sehingga niasin, turunan
n B100) meningkatkan asam fibrat
trigliserida
Defisiensi VLDL dan Genetik Mengurangi Penghambat
lipoprotein lipase Kilomikron (defisiensi kemampuan HNGCoA
enzim duplikasi reduktase
lipoprotein molekul niasin, turunan
lipase) trigliserida dan asam fibrat
VLDL dan
kilomikron
Sumber : Israel MK and McKenney JM Hyperlipidemias, 1991; Farmer JA and Gotto AMJ
Choosing the right lipidregulating agent a guide to selection, 1996; Perkeni, 2015

2. Etiologi
Etiologi dari dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Faktor Jenis Kelamin
Risiko terjadinya dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita, karena pada
wanita produktif terdapat efek perlindungan dari hormon reproduksi. Pria lebih
banyak menderita aterosklerosis, dikarenakan hormon seks pria (testosteron)
mempercepat timbulnya aterosklerosis sedangkan hormon seks wanita (estrogen)
mempunyai efek
perlindungan terhadap aterosklerosis. Akan tetapi pada wanita menopause
mempunyai risiko lebih besar terhadap terjadinya aterosklerosis dibandingkan wanita
premenopouse.
b. Faktor Usia
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin menurun, begitu
juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga bercak perlemakan dalam
tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total lebih tinggi,
sedangkan kolesterol HDL relatif tidak berubah. Pada usia 10 tahun bercak perlemakan
sudah dapat ditemukan di lumen pembuluh darah dan meningkat kekerapannya pada
usia 30 tahun.
c. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya dislipidemia. Dalam
ilmu genetika menyebutkan bahwa gen untuk sifat–sifat tertentu (spesific– trait)
diturunkan secara berpasangan yaitu kita memerlukan satu gen dari ibu dan satu gen
dari ayah, sehingga kadar hiperlipidemia tinggi dapat diakibatkan oleh faktor
dislipidemia primer karena faktor kelainan genetik.
d. Faktor Kegemukan
Kegemukan erat hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah komplikasi yang
dapat terjadi sendirisendiri atau bersamaan. Kegemukan disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara energi yang masuk bersama makanan, dengan energi yang
dipakai. Kelebihan energi ini ditimbun dalam sel lemak yang membesar. Pada orang
yang kegemukan menunjukkan output VLDL trigliserida yang tinggi dan kadar
trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida berlebihan dalam sirkulasi juga
mempengaruhi lipoprotein lain. Bila trigliserida LDL dan HDL mengalami lipolisis, akan
menjadi small dense LDL dan HDL, abnormalitas ini secara tipikal ditandai dengan
kadar HDL kolesterol yang rendah.
e. Faktor Olah Raga
Olah raga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan
trigliserida menurun dalam darah, sedangkan kolesterol HDL meningkat secara
bermakna. Lemak ditimbun dalam di dalam sel lemak sebagai trigliserida. Olahraga
memecahkan timbunan trigliserida dan melepaskan asam lemak dan gliserol ke dalam
aliran darah.
f. Faktor Merokok
Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, dan
menekan kolesterol HDL. Pada seseorang yang merokok, rokok akan merusak dinding
pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang
hormon adrenalin, sehingga akan mengubah metabolisme lemak yang dapat
menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah.
g. Faktor Makanan
Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis.
Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan
LDL sehingga mempunyai risiko terjadinya dislipidemia.

3. Patofisiologis
Kelainan metabolisme lemak darah pada dislipidemia ditandai oleh kenaikan kadar
kolesterol (hiperkolesteramia) atau kenaikan kadar trigliserida (hipertrigliserida) atau
kombinasi dari keduanya.
Kenaikan kadar lemak darah dapat terjadi karena kenaikan sintesis atau sekunder
akibat adanya penyakit lain yang mendasarinya seperti ateriosklerosis. Pada ateriosklerosis
faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah adalah
adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membrane gel, gangguan transport lipoprotein
transeluler (endositotoktik), gangguan degradasi oleh lisosom lipoprotein dan perubahan
permeabilitas endotel.
Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit
jantung dan pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh
darah arteri perifer. Trigliserida tinggi dapat menyebabkan pancreatitis akut. Kadar LDL yang
tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae.

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan uji laboratorium.
Pemeriksaan fisik merupakan upaya untuk mencari dan menemukan tanda dan gejala khas
(meskipun kadangkadang tidak ditemukan), di samping menelusuri ada/tidaknya faktor
risiko. Manifestasi klinis utama dislipidemia boleh jadi penyakit pembuluh darah iskemik,
pancreatitis dan xantomatosis. Pemeriksaan klinis diarahkan untuk menelisik tanda dan
gejalagejala penyakit ini. Aterosklerosis (terutama pada arteri perifer dan penyakit
pembuluh darah otak tergolong sebagai penyakit pembuluh darah iskemik.

B. PENATALAKSANAAN PENYAKIT DISLIPIDEMIA

Dalam pengelolaan dislipidemia, diperlukan strategi yang komprehensif untuk


mengendalikan kadar lipid dan faktorfaktor metabolik lainnya seperti hipertensi, diabetes
dan obesitas. Selain itu faktorfaktor risiko penyakit kardiovaskuler lainnya juga harus
dikendalikan.
Pengelolaan dislipidemia meliputi pencegahan primer yang ditujukan untuk mencegah
timbulnya komplikasi penyakitpenyakit kardiovaskuler pada pasien dislipidemia seperti
penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit aterosklerosis vascular lainnya dan
pencegahan sekunder di tujuan untuk mencegah komplikasi kardiovaskuler lanjutan pada
semua pasien yang telah menderita penyakit aterosklerosis dan kardiovaskuler yang jelas.
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang meliputi
modifikasi diet, latihan jasmani dan pengelolaan berat badan, sedangkan terapi farmakologis
dengan memberikan obat anti lipid.
Aktivitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang mencakup setidaknya 30
menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang dengan frekuensi 46 kali seminggu. Kegiatan
yang disarankan adalah jalan cepat, bersepeda statis ataupun berenang. Tujuan aktivitas fisik
harian dapat dipenuhi dalam satu sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari
(minimal 10 menit). Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di selasela
aktivitas dapat meningkatkan kepatuhan terhadap program aktivitas fisik. Selain aerobik,
aktivitas penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu.
1. Terapi Diet pada Dislipidemia
Tujuan diet dislipidemia adalah untuk menurunkan berat badan bila kegemukan,
mengubah jenis dan asupan lemak makanan, menurunkan asupan kolesterol makanan,
meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan asupan karbohidrat
sederhana. Ada dua jenis Diet Dislipidemia yaitu Diet Dislipidemia Tahap I dan Diet
Dislipidemia Tahap II. Diet Dislipidemia Tahap I mengandung kolesterol dan lemak jenuh
lebih tinggi
daripada Diet Dislipidemia Tahap II.
Syarat Diet pada penderita dislipidemia adalah sebagai berikut :
a. Energi yang dibutuhkan disesuaikan menurut berat badan dan aktivitas fisik. Bila
kegemukan, penurunan berat badan dapat dicapai dengan asupan energi rendah dan
meningkatkan aktivitas fisik.
b. Lemak diberikan sedang yaitu < 30% dari kebutuhan energi total. Lemak jenuh untuk
Diet Dislipidemia I diberikan sebesar < 10% dari kebutuhan energi total dan untuk Diet
Dislipidemia II diberikan < 7% dari kebutuhan energi total. Lemak tak jenuh ganda dan
tunggal untuk Diet Dislipidemia I dan II adalah 10 – 15% dari kebutuhan energi total.
Kolesterol < 300 mg untuk Diet Dislipidemia I dan < 200 mg untuk Diet Dislipidemia II.
c. Protein diberikan 10 – 20% dari kebutuhan energi total. Sumber protein hewani yang
berasal dari ikan dan protein nabati lebih dianjurkan.
d. Karbohidrat sedang, yaitu 50 – 60 % dari kebutuhan energi total.
e. Serat tinggi, terutama serat larut air yang terdapat dalam apel, beras tumbuk atau
beras merah, havermout dan kacangkacangan.
f. Vitamin dan mineral cukup. Suplemen multivitamin dianjurkan untuk pasien yang
mengkonsumsi < 1200 kkal energi sehari.
Keberhasilan diet dinilai dengan mengukur kadar kolesterol darah setelah 4 – 6 minggu
dan 3 bulan. Jika tujuan terapi diet tidak tercapai setelah 3 bulan dengan diet tahap I, perlu
dinilai penerimaan dan kepatuhan pasien terhadap diet ini. Jika tujuan tidak tercapai
meskipun patuh, pasien harus pindah ke Diet Tahap II. Apabila tujuan pengobatan tidak
dapat dicapai pada waktu yang telah ditentukan, pasien perlu berkonsultasi lagi dengan
dietisien.

2. Proses Asuhan Gizi Terstandar pada Dislipidemia


Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
serta monitoring dan evaluasi gizi. Keempat langkah dalam proses asuhan gizi terstandar
telah saudara pelajari pada mata kuliah diet penyakit infeksi. Dalam pembahasan asuhan gizi
pada pasien dislipidemia juga mengikuti langkahlangkah yang sama dengan kasus penyakit
lainnya. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :
a. Asesmen atau Pengkajian Gizi
Langkah awal pada proses asuhan gizi terstandar adalah asesmen atau pengkajian gizi.
Pada kegiatan pengkajian gizi, data dikelompokkan dalam lima domain yaitu riwayat
terkait gizi dan makanan, data antropometri, data biokimia, tes medis dan prosedur,
data pemeriksaan fisik fokus gizi dan data riwayat klien (Kementerian Kes RI, 2014).
Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pada pasien dislipidemia meliputi data
riwayat kebiasaan makan, makanan pantangan, makanan kesukaan, ada tidaknya
alergi serta ratarata asupan makan pasien sehari. Penderita dislipidemia memiliki
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan padat energi khususnya energi dari
lemak, daging berlemak, junk food, gula yang berlebihan, soft drink, rendah konsumsi
serat (sayuran dan buah).
Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mendapatkan
data antropometri. Bila pasien tidak dapat diukur tinggi badannya maka dapat diukur
rentang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas dan lingkar pinggang. Banyak kasus
mengalami kelebihan berat badan, sehingga aktivitas fisik cenderung menjadi
berkurang.
Selanjutnya dicatat data hasil pemeriksaan biokimia seperti pemeriksaan profil lipid
seperti kolesterol serum, HDL menurun, LDL meningkat, trigliserida meningkat profil
lipid serum, pemeriksaan enzim jantung : CPK (isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat), LDH/HBDH (meningkat dalam 12 24 jam dan memakan waktu
lama untuk kembali normal), AST/SGOT, Penunjang : EKG. Data pemeriksaan fisik klinis
dicatat
tentang keadaan umum pasien: nafas pendekpendek, ada asites, mual, muntah,
tekanan darah (meningkat), frekuensi nafas (meningkat).
Sedangkan untuk data riwayat personal pasien yang harus dikumpulkan terdiri dari
riwayat obatobatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial budaya, riwayat
penyakit keluarga, riwayat penyakit dan data umum pasien.
Setelah diperoleh informasi lengkap yang berkaitan dengan data pengkajian gizi pasien
dislipidemia, selanjutnya data dianalisis untuk menentukan masalah gizi pada pasien.
b. Diagnosis Gizi
Diagnosis Gizi merupakan gambaran keadaan masalah gizi atau risiko masalah gizi yang
terjadi saat ini dan dapat berubah sesuai dengan respons pasien, khususnya terhadap
intervensi gizi yang didapatkan. Diagnosis gizi ini merupakan rangkuman masalah gizi,
dimana seluruh data yang dikumpulkan pada pengkajian gizi diolah dan diidentifikasi
menjadi informasi. Informasi inilah yang akan menjadi input pada proses menetapkan
diagnosis gizi. Penulisan kalimat diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau
problem etiologi dan sign/symstoms (ADA, 2008). Beberapa contoh diagnosis gizi yang
biasa ditemukan pada penderita dislipidemia:
− NI.5.1: kelebihan asupan zat gizi berkaitan dengan kebiasaan makan dalam porsi
besar ditandai oleh hasil recall > 150% kebutuhan dan IMT >27.
− NI.5.8: kekurangan asupan serat berkaitan dengan seringnya mengkonsumsi
makanan gorengan dan kurang menyukai sayur dan buah ditandai oleh asupan
serat harian 14 gram dan frekuensi buang air besar (BAB) hanya 3 kali seminggu.
− NC 3.3: Overweight berkaitan dengan kelebihan asupan energi ditandai oleh IMT
lebih dari 27.
− NB 1.5: Gangguan pola makan berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
ditandai oleh seringnya mengkonsumsi makanan mengandung gula tinggi dan
berlemak.
− NB 1.3: ketidaksiapan melakukan diet atau perubahan pola makan berkaitan
dengan kurangnya motivasi ditandai oleh ketidakpatuhan terhadap anjuran diet.

c. Intervensi Gizi
Intervensi Gizi merupakan kegiatan atau langkah ke tiga dalam proses asuhan gizi
terstandar. Intervensi Gizi merupakan suatu tindakan yang terencana yang ditujukan
untuk memperbaiki status gizi dan kesehatan, merubah perilaku gizi dan kondisi
lingkungan yang mempengaruhi masalah gizi pasien. Adapun tujuan dari intervensi gizi
adalah untuk mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi dalam diagnosis gizi. Terdapat
dua komponen dalam intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan implementasi.
Perencanaan intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan.
Intervensi Gizi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu pemberian makanan (ND),
edukasi gizi (E), konseling gizi (C) dan koordinasi asuhan gizi (RC).
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana tenaga gizi
mengkomunikasikan rencana intervensi gizi yang sudah ditetapkan kepada
pasien/klien dan kepada pihak terkait lainnya misalnya kepada bagian produksi
makanan, perawat termasuk keluarga pasien/klien.
Contoh intervensi gizi pada pasien hipertensi :
1) Diagnosis gizi sudah ditentukan yaitu : Gangguan pola makan berkaitan dengan
pengetahuan yang kurang ditandai oleh seringnya mengkonsumsi makanan
mengandung gula tinggi dan berlemak.
Tujuan intervensi : membantu memperbaiki pola makan pasien melalui
pemberian edukasi gizi.
2) Rencana intervensi: memberikan edukasi gizi tentang diet dislipidemia.
Diberikan edukasi gizi dengan materi tentang pengaturan makanan bagi
penderita dislipidemia, bagaimana memilih makanan yang boleh dikonsumsi dan
makanan mana yang harus dibatasi. Kegiatan edukasi dan konseling gizi
sebaiknya melibatkan keluarga terutama dalam mempersiapkan makanan.
Menjelaskan cara memilih makanan apabila membawa makanan dari rumah.
Domain koordinasi asuhan gizi (RC): kolaborasi antara tim kesehatan dan
memberhentikan atau merujuk pasien ke pelayanan kesehatan lain.
d. Monitoring dan Evaluasi Gizi
Langkah selanjutnya yang merupakan langkah terakhir dalam proses asuhan gizi
terstandar adalah monitoring dan evaluasi gizi. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengetahui respons pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara memonitor perkembangan, mengukur
hasil dan mengevaluasi hasil. Pada monitoring dan evaluasi gizi, data digunakan untuk
mengevaluasi dampak dari intervensi gizi sesuai dengan outcome dan indikator asuhan
gizi. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan intervensi gizi
tersebut adalah asupan makan dan minum (konsumsi selama dirawat), asupan ini
dimonitor setiap hari, nilai laboratorium terkait gizi , perubahan berat badan, keadaan
fisik klinis pasien.
Selanjutnya saudara dapat membaca dan menyimak kembali topik tentang monitoring
dan evaluasi pada modul sebelumnya agar dapat menyusun kegiatan ini dengan lebih
baik.
Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Bagaimanakah prinsip diet pada penderita penyakit dislipidemia?


2) Bagaimanakah modifikasi diet yang dianjurkan bagi penderita penyakit dislipidemia?
3) Jenisjenis makanan apa saja yang harus dibatasi pada penderita penyakit dislipidemia?
4) Bagaimanakah anjuran diet pada penderita penyakit dislipidemia?
5) Halhal apakah yang perlu di monitor dan dievaluasi pada kegiatan asuhan gizi
terstandar pada pasien dislipidemia?

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk membantu saudara dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari
kembali materi tentang:
1) Pengaturan Diet pada penyakit Dislipidemia.
2) Asuhan Gizi pada penderita Dislipidemia.

Ringkasan

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan


peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta penurunan HDL.
Etiologi dari dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor jenis
kelamin, faktor usia, faktor genetik, faktor kegemukan, faktor olah raga, faktor merokok dan
faktor makanan.
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang meliputi
modifikasi diet, latihan jasmani dan pengelolaan berat badan, sedangkan terapi farmakologis
dengan memberikan obat anti lipid. Tujuan diet dislipidemia adalah untuk menurunkan
berat badan bila kegemukan, mengubah jenis dan asupan lemak makanan, menurunkan
asupan kolesterol makanan, meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan
asupan karbohidrat sederhana.
Ada dua jenis Diet Dislipidemia yaitu Diet Dislipidemia Tahap I dan Diet Dislipidemia
Tahap II. Diet Dislipidemia Tahap I mengandung kolesterol dan lemak jenuh lebih tinggi
daripada Diet Dislipidemia Tahap II6.Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu
proses terstandar sebagai suatu metode pemecahan masalah yang sistematis dalam
menangani problem gizi sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan
berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau
pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi serta monitoring dan evaluasi gizi.

Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Seorang lakilaki umur 48 tahun BB 92 kg dengan TB 175, melakukan chekup ke Prodia.


Hasil pemeriksaan profil lipid menunjukkan : kolesterol total 200mg/dl, trigliserida 200
mg/dl. kolesterol LDL 135 berdasarkan data tersebut diagnosis gizinya adalah ....
A. Kelebihan BB yang ditandai dengan meningkatnya profil lipid
B. IMT katagori gemuk yang ditandai dengan kadar kolesterol yang tinggi
C. Obesitas yang ditandai berat badan berlebih dengan IMT > 37
D. Dislipidemia yang ditandai dengan meningkatnya profil lipid yang disebabkan
karena obesitas
E. Semua benar

2) Pada penyakit dislipidemia contoh makanan apa yang baik diberikan?


A. Nasi merah, daging, ikan
B. Bayam, buncis, nasi merah
C. Ikan, kacang, tempe
D. Tahu, sawi, buncis
E. Kangkung, tauge, ayam

3) Dislipidemia adalah masalah yang cukup berbahaya karena termasuk risiko utama
penyakit jantung koroner. Di bawah ini yang bukan merupakan faktorfaktor yang
mempengaruhi tingginya kadar lipid adalah ....
A. Faktor genetik
B. Faktor pola makan
C. Faktor kebiasaan merokok
D. Faktor obesitas
E. Olahraga yang teratur
4) Diet berikut ini tidak cocok untuk penderita disiplidemia adalah ....
A. Mengkonsumsi makanan yang rendah kolesterol
B. Jagalah asupan karbohidrat sederhana seperti madu, gula dll
C. Meningkatkan konsumsi serat larut air
D. Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi
E. Olahraga teratur dan istirahat cukup

5) Prinsip intervensi gizi pada penderita dislipidemia/hiperlipidemia adalah ....


A. Selalu mengurangi kalori agar terjadi penurunan kadar lipid
B. menghindari makanan berlemak dan manis
C. menghindari makanan yang mengandung serat
D. menghindari makanan yang mengandung garam
E. memberikan kebebasan kepada penderita untuk memilih makanan yang disukai
Topik 2
Asuhan Gizi Terstandar pada Penyakit
Jantung
A. RUANG LINGKUP PENYAKIT JANTUNG

Secara umum, penyakit jantung merupakan gangguan yang terjadi pada sistem
pembuluh darah besar sehingga menyebabkan jantung dan peredaran darah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penyakitpenyakit yang berhubungan dengan organ jantung dan
pembuluh darah antara lain gagal jantung, jantung koroner, dan jantung rematik.
1. Serangan Jantung
Serangan jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh bagian otot
jantung (myocardium) akibat berkurangnya pasokan darah secara mendadak ke jantung.
Berkuranganya pasokan darah ke jantung secara tibatiba dapat terjadi ketika salah satu
arteri koroner atau akibat penggumpalan darah thrombus. Bagian otot jantung yang
biasanya dipasok darah oleh arteri mengalami blockade sehingga berhenti berfungsi dengan
baik segera setelah splasme reda dengan sendirinya, gejalagejala akan hilang secara
menyeluruh dan otot jantung dapat berfungsi secara normal lagi. Proses tersebut sering
disebut crescendo angina atau coronary insufficiency. Sebaliknya, apabila pasokan darah ke
jantung terhenti sama sekali, selsel yang bersangkutan mengalami perubahan permanen
hanya dalam beberapa jam saja dan bagian otot jantung tersebut mengalami penurunan
mutu atau rusak secara permanen. Otot yang mati tersebut disebut infark.

2. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh Anda. Gagalnya aktivitas jantung
terhadap pemenuhan kebutuhan metabolik tubuh gagal. Fungsi pompa jantung secara
keseluruhan tidak berjalan normal. Gagal jantung merupakan kondisi yang sangat
berbahaya. Meski demikian, bukan berarti jantung tidak dapat bekerja sama sekali, hanya
saja jantung tidak berdetak sebagaimana mestinya.
Darah dalam tubuh bersirkulasi ke seluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung, begitu
seterusnya. Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum disbanding gagal jantung. Gagal
sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan per
fusi jaringan dengan memadai. Gagal jantung disebabkan oleh ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko akan meningkat pada orang berusia lanjut
karena penurunan
fungsi ventrikel jantung akibat penuaan. Penyakit ini dapat menjadi kronik apabila disertai
dengan penyakitpenyakit seperti hipertensi, penyakit katup jantung, kardiomiopati, dan lain
lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tibatiba pada miokard
infark. Pada umumnya, gagal jantung diderita orang yang berusia sekitar 50 tahun.
Kondisikondisi penyebab gagal jantung secara umum dapat terjadi oleh mekanisme
sebagai berikut :
a. Penyempitan pembuluh darah koroner
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner.
Ini mengakibatkan otot jantung tidak berfungsi karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Ketidakmampuan otot jantung untuk melakukan gerakan memompa
seperti biasanya mengakibatkan isi cairan darah dan curah jantung menurun.
b. Tekanan darah tinggi
Penyebab utama gagal jantung adalah tekanan darah tinggi. Hipertensi sistemik
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan kelainan
serabutserabut otot jantung. Perubahan otot jantung tersebut dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraksi jantung. Beban tekanan
dari sistol yang berlebihan di luar kemampuan ventrikel sehingga menyebabkan
hambatan pada pengeluaran aliran darah dari ventrikel yang menurunkan curah
ventrikel.
c. Volume cairan berlebihan
Jika volume cairan berlebihan maka curah jantung mulamula akan meningkat sesuai
dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah hingga
melampaui batas maka curah jantung justru akan menurun. Hal ini terjadi karena otot
jantung rusak akibat tekanan volume yang melebihi batas sehingga tidak mampu
memompa lagi sesuai volume yang ada.
d. Penyakit penurunan fungsi otot jantung
Peradangan dan penyakit miokardium degenerative berhubungan dengan gagal
jantung. Demikian juga akibat bertambahnya usia, jantung mengalami degenerasi.
Kerusakan serabut otot jantung menyebabkan penurunan fungsi bahkan mungkin
tidak bisa berfungsi sama sekali.

3. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penebalan dinding arteri sebelah dalam karena endapan plak
(lemak, kolestrol dan buangan sel lainnya) sehingga menghambat dan menyumbat pasokan
darah ke selsel otot. Aterosklerosis dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Apabila terjadi
pada dinding arteri jantung, maka disebut penyakit jantung koroner (coronary artery
disease) atau penyakit jantung iskemik. Aterosklerosis berlangsung menahun dan
menimbulkan banyak
gangguan penyakit. Aterosklerosis dimulai dari adanya lesi dan retakan pada dinding
pembuluh darah, terutama karena adanya tekanan kuat pada pembuluh jantung. Pada tahap
berikutnya, tubuh berusaha memulihkan diri dengan menempatkan zatzat lemak ke dalam
pembuluh darah untuk menutup keretakan. Pada akhirnya, karena proses peretakan dan
penutupan yang berulang, zatzat lemak itu bisa menutup pembuluh jantung.
Salah satu gejala aterosklerosis jantung adalah angina pectoris, yaitu rasa nyeri/tidak
enak di daerah jantung dan dada karena berkurangnya pasokan darah ke otot jantung.
Angina bisa terjadi baik saat beraktivitas fisik maupun berisitirahat. Apabila berlanjut, angina
bisa berkembang menjadi infark miokard akut yang berbahaya.

4. Penyakit Jantung Rematik


Penyakit jantung rematik/rheumatic Heart Disease (RHD) adalah kondisi dimana terjadi
kerusakan permanen dari katupkatup jantung yang bisa berupa penyempitan atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) yang disebabkan oleh demam
rematik. Katupkatup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai
dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A
(contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam rematik, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu poliarthritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul
subkutan dan eritema marginatum.
Penyebab jantung rematik ini diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh)
yang disebabkan oleh demam rematik. Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik
yang dapat bersifat akut, sub akut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setalah infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernapasan bagain atas.
Tanda dan gejala penyakit jantung rematik penderita umumnya mengalami sesak
napas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah-
pindah, bercak ke merah dikulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak
terkendali (korea), atau benjolan kecilkecil di bawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut
menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja
demam.

5. Penyakit Jantung Koroner (Coronary Heart Disease)


Penyakit jantung koroner adalah penyempitan pembuluh darah arteri menuju jantung
atau terjadinya penyumbatan pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah
koroner. Penyakit jantung koroner ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul
di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah.
Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan
besar di kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi
jantung. Proses pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis. Ateroma ini menonjol ke
dalam arteri
dan menyebabkan arteri menjadi sempit. Jika ateroma terus membesar, bagian dari
ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah di permukaan ateroma tersebut.
Gejala jantung koroner di antaranya seperti: nyeri di dada, lebih spesifiknya nyeri di
dada bagian tengah yang menjalar sampai ke lengan kiri atau leher, bahkan sampai ke
punggung. Nyeri dada seperti ini adalah nyeri khas dari penyakit jantung koroner. Nyeri ini
timbul hanya ketika melakukan aktivitas fisik dan akan berkurang saat istirahat. Gejala
penyerta lain: seperti keringat dingin dan timbulnya rasa mual.

6. Penyakit Jantung Hipertensi


Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Etiologi
penyakit ini dimulai dari adanya tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung,
dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung.

B. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko penyakit jantung terdiri atas faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang
tidak dapat dikontrol. Berikut faktorfaktor risiko penyakit jantung sebagai berikut:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
a. Faktor genetik atau keturunan
Sampai sekarang, faktor keturunan masih belum dapat dipastikan gen mana penentu
terjadinya penyakit jantung atau stroke. Menurut penelitian, sebanyak 17,7% dari
1.200 kasus kembar monozygot akan menderita penyakit jantung atau stroke.
Sedangkan hanya 3,6% dari 1.100 kembar dizygot yang menderita penyakit jantung
atau stroke. Jenis stroke bawaan adalah Cerebral AutosomalDominant Arteriopathy
dengan infark Subkortikal dan Leukoensefalopati (CADASIL) telah diketahui lokasi
gennya pada kromosom 19 Q12.
b. Umur
Insiden penyakit jantung dan stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Setalah berumur 55 tahun, risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat tiap dekade.
Sedangkan penderita yang berumur antara 7079 tahun banyak menderita perdarahan
intracranial.
c. Jenis Kelamin
Lakilaki memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terkena stroke dibandingkan
wanita, dengan perbandingan 1,3:1. Tingkat kemungkinan ini cenderung menjadi
hampir sama saat pria dan wanita itu memasuki usia lanjut. Lakilaki yang berumur 45
tahun dan mampu bertahan hidup sampai 85 tahun, memiliki kemungkinan terkena
stroke sebesar
25 persen, sedangkan risiko bagi wanita hanya 20 persen. Lakilaki cenderung terkena
stroke iskemik, sedangkan wanita lebih sering menderita perdarahan subarachnoid
dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan lakilaki. Manusia yang berusia lanjut
mempunyai kecenderungan kadar kolesterol darah yang tinggi. Wanita cenderung
untuk mempunyai kadar kolesterol total yang lebih rendah dibandingkan dengan pria
pada usia yang sama. Setelah menopause, kadar kolesterol LDLnya cenderung
meningkat.
d. Ras
Tingkat kejadian stroke tertinggi di seluruh dunia dialami oleh orang Jepang dan Cina.
Berdasarkan penelitian, orang negro Amerika cenderung berisiko 1,4 kali lebih besar
mengalami perdarahan intraserebral (dalam otak) dibandingkan orang kulit putih.
Orang Jepang dan AfrikaAmerika cenderung mengalami stroke perdarahan
intrakranial, sedang orang kulit putih cenderung terkena stroke iskemik, dan akibat
sumbatan ekstrakranial lebih banyak.

2. Faktor risiko yang dapat dikontrol


a. Stres
Memang belum diketahui dengan pasti pengaruh apa yang ditimbulkan oleh faktor
stres pada proses aterosklerosis. Yang jelas, stres bisa meningkatkan pengeluaran
hormon kewaspadaan oleh tubuh. Kecenderungan dari stres umumnya mendorong
seseorang melakukan kegiatan yang merugikan diri seperti banyak minumminuman
keras, merokok, dan makan secara berlebihan. Secara biologis, stres dapat
mengakibatkan hati memproduksi radikal bebas lebih banyak dalam tubuh. Selain itu
stres dapat memengaruhi dan menurunkan fungsi imunitas tubuh serta juga dapat
menyebabkan gangguan fungsi hormonal. Stres jika tidak dikontrol dengan baik akan
menimbulkan kesan pada tubuh adanya keadaan bahaya, sehingga direspons oleh
tubuh secara berlebihan. Akibatnya hormonhormon yang membuat tubuh waspada,
seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan adrenalin; yang berdampak buruk pada
tubuh, dikeluarkan berlebihan. Keadaan tersebut dapat meningkatkan tekanan darah
dan denyut jantung; dan hal ini dapat merusak dinding pembuluh darah, dan terjadi
plak. Ada beberapa bentuk dari stres yaitu:
1) Stres biologis, berupa infeksi oleh bakteri, virus, jamur, pada selsel tubuh.
2) Stres psikis, yaitu stres pada tingkat pikiran seperti mental atau emosional.
3) Stres fisik dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan misalnya karena bekerja
secara berlebihan.
b. Tekanan darah tinggi/hipertensi
Hipertensi mempercepat pengerasan pada dinding pembuluh darah arteri,
mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos, sehingga mempercepat
proses aterosklerosis. Hipertensi berperan dalam proses aterosklerosis melalui efek
penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri.
c. Merokok
Merokok itu tidak baik untuk kesehatan, namun kebiasaan merokok masih saja
dilakukan oleh banyak orang dengan berbagai alasan. Perokok sebenarnya membuka
dirinya terhadap risiko penyakit jantung dan stroke serta penyakit lainnya. Bagi
perokok diperlukan waktu yang lama, yaitu sekitar setahun untuk mengurangi risiko
secara optimal setelah berhenti merokok. Peranan rokok pada proses aterosklerosis
adalah:
1) Meningkatkan kecenderungan selsel darah menggumpal pada dinding arteri. Hal
ini meningkatkan risiko pembentukan thrombus/plak.
2) Merokok menurunkan jumlah HDL/kolesterol baik, dan menurunkan
kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan.
3) Merokok meningkatkan oksidasi lemak, yang berperanan pada perkembangan
aterosklerosis.
Merokok mengurangi kemampuan seseorang dalam menanggulangi stress, karena zat
kimia dalam rokok terutama karbonmonoksida akan mengikat oksigen dalam darah,
sehingga kadar oksigen dalam darah berkurang; akibatnya metabolisme tidak berjalan
dengan semestinya. Padahal kita mengetahui bahwa otak lah yang bekerja keras dalam
menghadapi stress, dan otak hanya dapat berfungsi dengan optimal bila tersedia
cukup oksigen dan energi. Energi sendiri akan diperoleh melalui metabolisme
karbohidrat yang membutuhkan oksigen. Efek buruk dari rokok banyak sekali seperti:
kanker terutama paruparu, faktor risiko utama penyakit jantung dan stroke, serta
dapat memengaruhi warna kulit.
d. Alkohol
Perihal alkohol ini terdapat hal yang unik. Mengonsumsi alkohol mempunyai dua sisi
yang saling bertolak belakang, yaitu efek yang menguntungkan dan yang merugikan.
Apabila minum sedikit alkohol secara rutin setiap hari akan mengurangi kejadian
stroke karena alkohol meningkatkan kadar HDL dalam darah. Tetapi bila minum
banyak alkohol yaitu lebih dari 60 gram sehari, maka akan meningkatkan risiko stroke.
Alkohol merupakan racun pada otak dan pada tingkatan yang tinggi dapat
mengakibatkan otak berhenti berfungsi. Alkohol oleh tubuh dipersepsi sebagai racun
dan oleh karenanya, tubuh, dalam hal ini hati akan memfokuskan kerjanya untuk
menyingkirkan racun (alkohol) tersebut. Akibatnya bahan lain yang masuk ke dalam
tubuh seperti karbohidrat dan lemak yang bersirkulasi dalam darah harus menunggu
giliran sampai proses
pembuangan alkohol pada kadar yang normal selesai dilakukan. Alhasil kita tahu
akibatnya, walaupun kita mengonsumsi makanan dalam jumlah normal tapi karena
tidak diolah, maka seolaholah tubuh kita kelebihan makanan; dan risiko penyakit
kardioserebrovaskuler seperti penyakit jantung dan stroke tentu akan meningkat.
e. Aktivitas fisik atau olahraga rendah
Hidup secara aktif dapat membantu tubuh mengontrol berat badan serta mengurangi
risiko serangan jantung dan stroke. Hidup seharihari secara aktif sangat membantu
menjaga kesehatan. Aktivitas seperti berjalan kaki, joging, berenang, senam aerobik,
dan naik sepeda merupakan beberapa cara untuk hidup sehat.
Olahraga rutin tidak hanya membentuk kemampuan sistem kardiovaskuler, namun
juga membangun kemampuan untuk mengatasi stress baik fisik maupun
psikis/emosional. Olahraga juga membakar habis produk sampingan hormone dan
“racun” stress, dan dapat menurunkan tekanan darah tinggi, serta kelebihan berat
badan.
Olahraga yang dimaksud adalah olahraga aerobik, yaitu olahraga yang utamanya
melatih jantung dan arteri, yang dilakukan dengan periode waktu yang lebih lama yaitu
lebih dari 15 menit. Sedangkan olahraga anaerobik, biasanya dilakukan dengan durasi
yang amat singkat walaupun porsinya cukup berat, misalnya lari cepat, angkat berat.
Olahraga aerobik memfungsikan kumpulan otototot besar, seperti lengan dan kaki,
dengan memaksa kerja sistem pembuluh darah jantung/kardiovaskuler; sehingga
menghasilkan kebugaran untuk seluruh tubuh. Sebaliknya, olahraga anaerobik hanya
memperkuat satu kumpulan otot, misal pada atlet angkat besi.
f. Oksidan/radikal bebas
Peranan oksidan atau radikal bebas pada proses penuaan dan aterosklerosis adalah
dengan cara pembusukan lemak, protein, merusak membran sel, dan merusak sistem
pertahanan tubuh. Bahanbahan radikal bebas merupakan agenagen peroksidasi,
dengan memberikan elektron bebasnya atau yang tidak memiliki pasangan dengan
bahan kimia lainnya. Radikal bebas ini sangat reaktif, karena alam akan
menggabungkannya dengan sangat cepat untuk mempertahankan keseimbangannya.
Bergabunganya radikal bebas ini dengan bahan penting lainnya akan menyebabkan
kerusakan sampai kepada kematian sel. Reaksi penggabungan tersebut terjadi pada
tingkatan seluler atau molekuler yang tidak dapat dilihat sekalipun dengan mikroskop.
Yang bisa kita nilai adalah kumpulan kerusakan dari banyak reaksi setelahnya, ketika
mereka terlihat sebagai penurunan kesehatan dan penyakit degeneratif seperti
penyakit jantung, stroke, kanker, katarak, penuaan dan lainnya.
g. Diabetes mellitus/kencing manis
Diabetes menyebabkan kadar lemak darah meningkat, akibat konversi lemak tubuh
yang terganggu. Bagi penderita diabetes, peningkatan kadar lemak darah sangat
meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Diabetes mempercepat terjadinya
aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil (mikroangiopati) maupun pembuluh
darah besar (makroangiopati) di seluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah
otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperluas area
infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolism glukosa yang dilakukan
secara anaerob yang merusak jaringan otak.
Peningkatan risiko stroke pada pasien diabetes (NIDDM) diduga karena
hiperinsulinemia, peningkatan kadar trigliserida total, kolesterol HDL turun, hipertensi
dan gangguan toleransi glukosa, berkurangnya fungsi vasodilatasi arteriol serebral.
Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis prostasiklin, meningkatkan pembentukan
thrombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri.
Walaupun belum diketahui apakah gula darah yang terkontrol dengan baik
mengurangi risiko berulangnya penyakit pada penderita kencing manis dengan stroke
atau penyakit aterosklerotik lainnya, tetapi kontrol gula darah akan berpengaruh baik
pada penderita kencing manis dengan gangguan mikrovaskuler dan komplikasi kencing
manis/diabetes lainnya. Tujuan kontrol gula darah pada tipe I diabetes adalah: gula
darah puasa 91120 mg/dl, post prandial 136160 mg/dl, HbA1c 6,27,5 persen dan
menghindari hipoglikemia yang serius. Pada diabetes tipe 2, tujuan kontrol gula darah
lebih rendah dibandingkan tipe 1.
h. Obesitas/Kegemukan
Obesitas atau kegemukan dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai
dengan dislipidemia dan atau hipertensi, melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga
dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur dan sleep
apnea, karena terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak. Kegemukan juga
membuat seseorang mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kencing manis/diabetes.
i. Kolesterol
Makin tinggi kolesterol, semakin besar kemungkinan dari kolesterol tersebut
tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan lumen pembuluh darah
menjadi sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak yang disebut dengan
stroke (iskemik). Penyempitan pada pembuluh darah jantung akan menyebabkan
penyakit jantung. Kolesterol total mencakup kolesterol LDL dan HDL, serta lemak lain
di dalam darah, kadarnya tidak boleh >200 mg/dl.
Kolesterol merupakan satu faktor risiko yang sangat besar peranannya pada penyakit
jantung dan stroke. Dan memberikan tandatanda paling jelas sebagai pertanda bakal
timbulnya penyakit jantung dan stroke. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa tiap
peningkatan kadar kolesterol satu persen akan meningkatkan risiko sebanyak dua
persen. Makanan yang banyak mengandung kadar lemak bila dikonsumsi secara
berlebihan akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kebiasaan kurangnya
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung serat juga dapat memengaruhi
kadar kolesterol darah.
j. Minum kopi
Kebiasaan minum kopi secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah, kadar
kolesterol total dan kolesterol LDL dalam darah.

C. PENATALAKSANAAN TERAPI PENYAKIT JANTUNG

Pengaturan makanan pada penderita penyakit jantung ditentukan dan dikendalikan


untuk tujuan tertentu. Dalam hal ini, jenis diet dan banyaknya makanan yang diberikan
kepada pasien disesuaikan dengan kondisi masingmasing pasien. Pengaturan Makanan/Diet
pada Penyakit Jantung mencakup tentang tujuan diet, syarat diet, jenis diet dan bahan
makanan yang dianjurkan/tidak dianjurkan.
1. Pengaturan Diet
a. Tujuan Diet
Tujuan diet penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, menurunkan berat badan bila penderita terlalu gemuk,
mencegah/menghilangkan penimbunan garam/air.
b. Syarat Diet
1) Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
2) Protein cukup, yaitu 0,8 g/kg BB.
3) Lemak sedang, yaitu 2530% dari kebutuhan energi total 10% berasal dari lemak
jenuh, dan 1015% lemak tidak jenuh.
4) Kolesterol rendah terutama jika disertai dengan dislipidemia.
5) Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen kalsium, kalium, dan
magnesium jika tidak dibutuhkan.
6) Garam rendah, 23 g/hari, jika disertai dengan hipertensi dan edema.
7) Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
8) Serat cukup untuk menghindari konstipasi.
9) Cairan cukup, ±2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan.
10) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan dalam porsi
kecil.
c. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan enteral, parenteral, atau
suplemen gizi. Jenis diet dan indikasi pemberian diet.
1) Diet Jantung I
Diet jantung I diberikan kepada pasien penyakit jantung akut seperti infark
miokard atau dekompensasi kordis berat. Diet diberikan berupa 11,5 liter
cairan/hari selama 12 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini
sangat rendah energi dan semua zat gizi sehingga sebaiknya hanya diberikan
selama 12 hari.
2) Diet Jantung II
Diet Jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari diet jantung I, atau setelah fase akut dapat diatasi. Jika
disertai hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung II Garam
Rendah. Diet ini rendah energi, protein, kalsium, dan tiamin.
3) Diet Jantung III
Diet Jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau kepada pasien jantung dengan
kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai dengan hipertensi dan/atau edema,
diberikan sebagai Diet Jantung III Garam Rendah. Diet ini rendah energi dan
kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
4) Diet Jantung IV
Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan sebagai
perpindahan dari Diet Jantung III atau kepada pasien jantung dengan keadaan
ringan. Jika disertai dengan hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet
Jantung IV Garam Rendah. Diet ini cukup energi dan zat gizi lain kecuali kalsium.
d. Bahan Makanan yang Dianjurkan
1) Sumber Karbohidrat: beras ditim atau disaring, roti, mie, kentang, makaroni,
biscuit, tepung beras/terigu/sagu, gula pasir, gula merah, madu, sirup.
2) Sumber Protein Hewani: daging sapi, ayam dengan lemak rendah, ikan, telur,
susu rendah lemak dalam jumlah yang telah ditentukan.
3) Sumber Protein Nabati: kacangkacangan kering, seperti kacang kedelai dan hasil
olahannya, misalnya tahu dan tempe.
4) Sayuran: sayuran yang tidak menimbulkan gas, seperti bayam, kangkung, buncis,
kacang panjang, labu siam, wortel, tomat, dan tauge.
5) Buahbuahan: semua buahbuahan segar.
6) 6)Lemak: minyak jagung, minyak kedelai, margarine, mentega dalam jumlah
terbatas dan tidak untuk menggoreng tetapi untuk menumis, kelapa atau santan
encer dalam jumlah terbatas.
7) Minuman: teh encer, coklat, sirop.
8) Bumbu: semua bumbu selain bumbu tajam dalam jumlah terbatas.
e. Bahan makanan yang tidak dianjurkan
1) Sumber Karbohidrat: makanan yang mengandung gas atau alkohol, seperti ubi,
singkong, tape singkong dan tape ketan.
2) Sumber Protein Hewani: daging sapidan ayam berlemak, gajih, sosis, ham, hati,
limpa, babat, otak, kepiting dan kerang, keju, dan susu penuh.
3) Sumber Protein Nabati: kacangkacangan kering yang mengandung lemak cukup
tinggi seperti kacang tanah, kacang mete, kacang bogor.
4) Sayuran: semua sayuran mengandung gas, seperti kol, kembang kol, lobak, sawi,
dan nangka muda.
5) Buahbuahan: buahbuahan segar yang mengandung gas atau alkohol seperti
durian dan nangka matang.
6) Lemak: minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, santan kental.
7) Minuman: the/kopi kental, minuman yang mengandung soda dan alkohol.
8) Bumbu: Lombok, cabe rawit, dan bumbubumbu lain yang tajam.
f. Bahan Makanan yang Baik untuk Penyakit Jantung
1) Ikan salmon. Salmon merupakan sumber lemak omega3 yang baik untuk
mengurangi risiko peradangan dan menekan pembekuan darah. Biasakan untuk
makan ikan salmon, tuna atau sarden minimal dua kali per minggu.
2) Minyak zaitun. Minyak zaitun membantu mengurangi risiko penyakit jantung
dengan menurunkan kadar kolesterol LDL Anda.
3) Oats. Selain tinggi serat, oatmeal mengandung asam lemak omega3, folate,
kalium. Oats mengandung serta larut yang disebut beta glukan dan ini
membantu menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan membantu
membersihkan pembuluh darah jantung. Selain itu beta glukan juga membantu
menjaga sistem pencernaan.
4) Kacangkacangan. Almond dan kacangkacangan lainnya mengandung minyak
sehat, vitamin E dan zat lain yang akan membantu menjaga kadar kolesterol.
Almond juga merupakan sumber protein yang baik dan mengandung banyak
serat.
5) Tomat. Tomat yang mengandung vitamin dan likopen telah terbukti mengurangi
risiko penyakit jantung.
6) Alpukat. Buah ini mampu memperlambat penyerapan karotenoid, khususnya
beta karoten dan likopen, yang sangat penting untuk kesehatan jantung. Alpukat
mampu menurunkan kadar LDL atau kolesterol buruk, sambil terus bekerja
menaikkan kadar HDL dalam tubuh.
7) Yogurt. Yogurt mengandung vitamin D, protein, kalsium, bakteri baik yang
bermanfaat untuk pencernaan.
8) Berries. Jenis beri antara lain: blueberry, raspberry, atau stroberitidak masalah
karena semuanya mengandung anti peradangan dan menurunkan risiko
serangan jantung dan kanker. Semua jenis beri itu memperbaiki kesehatan
vaskuler.
9) Bayam mengandung zatzat baik untuk jantung seperti lutein, kalium, serta, dan
folat. Menambah jumlah asupan sayursayuran sangat membantu meningkatkan
kesehatan jantung
10) Kedelai. Protein pada kedelai telah terbukti untuk mencegah serangan jantung.
Kandungan protein dalam kedelai sangat baik untuk pengganti daging merah,
yang banyak mengandung lemak jenuh.

2. Perhitungan Kebutuhan Energi pada Penderita Penyakit Jantung


Untuk menentukan kebutuhan energi pada penderita jantung dapat menggunakan
Rumus Harris dan Benedict (1919), yaitu:
BEE (Basal Energy Expenditure), yaitu:
Wanita = 655,1 + 9,56 (W) + 1,85 (H) – 4,68 (A)
Lakilaki = 66,5 + 13,75 (W) + 5,0 (H) – 6,78 (A)

Keterangan:
W = berat badan aktual (kg)
H = tinggi badan (cm)
A = usia (tahun)

TEE (Total Energy Expenditure) = BEE x FA x FS


Keterangan: FA (Faktor Aktivitas) FS (Faktor Stres)
Bedrest = 1,2 Ringan = 1,2
Ringan = 1,3 Sedang = 1,3
Sedang = 1,4 Berat = 1,5
Berat = 1,5
(Krause’s, 1996)

3. Interaksi Obat dan Makanan


Interaksi obat dan makanan terjadi apabila bahan makanan memengaruhi bahan
dalam obat yang diminum sehingga obat tidak bekerja sebagaimana mestinya. Interaksi ini
dapat menyebabkan efek yang berbedabeda, mulai dari peningkatan atau penurunan
efektivitas obat sampai efek samping. Makanan juga dapat menunda, mengurangi atau
meningkatkan penyerapan obat. Itulah sebabnya mengapa beberapa obat harus diminum
pada waktu perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan) dan beberapa
obat lain sebaiknya
di ambil bersamaan dengan makan. Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak
cara yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan penggunaan obat dan makanan pada
penderita jantung.

Tabel 6.4. Interaksi Obat dan Makanan pada Penyakit Jantung

Obat Interaksi/Efek samping


ACE inhibitor Makanan dapat mengurangi absorpsi obat. Diminum saat lambung
kosong makan untuk meningkatkan absopsi obat.
Alfabloker Diminum bersama cairan atau makanan, untuk menghindari turunnya
tekanan darah yang berlebihan.
Anti aritmia Hindari kafein yang akan meningkatkan risiko detak jantung tidak
normal.
Anti koagulan Vitamin K menghasilkan zat pembeku darah dan dapat mengurangi
keefektifan antikoagulan. Jadi batasi jumlah makanan yang tinggi
vitamin K (mis, brokoli, bayam, kubis, lobak hijau, kembang kol).
Betabloker Hindari mengonsumsi alkohol bersama propranolol/INDERAL karena
kombinasi tersebut meningkatkan efek obat dan dapat menyebabkan
rendahnya tekanan darah. Minum saat perut kosong.
Digitalis Hindari minum bersama susu dan berserat tinggi karena akan
mengurangi absorpsi obat dan meningkatkan terbuangnya kalium.
Diuretik Furosemid memiliki efek samping berupa hipokalemia, dapat diatasi
dengan pemberian suplai garam kalium atau diganti dengan
spironolakton.
Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid,
klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat.
Penggunaan penghambat ACE bersama diuretic hemat kalium harus
berhatihati karena memungkinkan adanya hiperkalemi.
Inhibitor HMG Hindari mengonsumsi alkohol karena dapat meningkatkan risiko
Coa kerusakan hati.
Reduktase/Stati
n
Sumber: Dikutip dari Rosidah Inayati dalam Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi 2014

4. Proses Asuhan Gizi Terstandar


Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
serta monitoring dan evaluasi gizi. Keempat langkah dalam proses asuhan gizi terstandar
telah
saudara pelajari pada mata kuliah diet penyakit infeksi. Dalam pembahasan asuhan gizi pada
pasien penyakit jantung juga mengikuti langkahlangkah yang sama dengan kasus penyakit
lainnya. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut.
a. Asesmen atau Pengkajian Gizi
Langkah awal pada proses asuhan gizi terstandar adalah asesmen atau pengkajian gizi.
Pada kegiatan pengkajian gizi, data dikelompokkan dalam lima domain yaitu riwayat
terkait gizi dan makanan, data antropometri, data biokimia, tes medis dan prosedur,
data pemeriksaan fisik fokus gizi dan data riwayat klien (Kementerian Kes RI, 2014).
Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pada pasien jantung meliputi data
riwayat kebiasaan makan, makanan pantangan, makanan kesukaan, ada tidaknya
alergi serta ratarata asupan makan pasien sehari. Penderita penyakit jantung memiliki
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan padat energi khususnya energi dari
lemak, daging berlemak, junk food, gula yang berlebihan, garam berlebihan, soft drink,
rendah konsumsi serat (sayuran dan buah).
Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mendapatkan
data antropometri. Bila pasien tidak dapat diukur tinggi badannya maka dapat diukur
rentang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas dan lingkar pinggang. Banyak kasus
mengalami kelebihan berat badan, sehingga aktivitas fisik cenderung menjadi
berkurang.
Selanjutnya dicatat data hasil pemeriksaan biokimia seperti pemeriksaan profil lipid
seperti kolesterol serum, HDL menurun, LDL meningkat, trigliserida meningkat profil
lipid serum, pemeriksaan enzim jantung : CPK (isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat), LDH/HBDH (meningkat dalam 12 24 jam dan memakan waktu
lama untuk kembali normal), AST/SGOT, Penunjang : EKG. Data pemeriksaan fisik klinis
dicatat tentang keadaan umum pasien: nafas pendekpendek, ada asites, mual,
muntah, tekanan darah (meningkat), frekuensi nafas (meningkat).
Sedangkan untuk data riwayat personal pasien yang harus dikumpulkan terdiri dari
riwayat obatobatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial budaya, riwayat
penyakit keluarga, riwayat penyakit dan data umum pasien.
Setelah diperoleh informasi lengkap yang berkaitan dengan data pengkajian gizi pasien
dislipidemia, selanjutnya data dianalisis untuk menentukan masalah gizi pada pasien.
b. Diagnosis Gizi
Diagnosis Gizi merupakan gambaran keadaan masalah gizi atau risiko masalah gizi yang
terjadi saat ini dan dapat berubah sesuai dengan respons pasien, khususnya terhadap
intervensi gizi yang didapatkan. Diagnosis gizi ini merupakan rangkuman masalah gizi,
dimana seluruh data yang dikumpulkan pada pengkajian gizi diolah dan diidentifikasi
menjadi informasi. Informasi inilah yang akan menjadi input pada proses menetapkan
diagnosis gizi. Penulisan kalimat diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau
problem etiologi dan sign/symstoms (ADA, 2008).
Beberapa contoh diagnosis gizi yang biasa ditemukan pada penderita penyakit jantung :
− NI.5.1: kelebihan asupan zat gizi berkaitan dengan kebiasaan makan dalam porsi
besar ditandai oleh hasil recall > 150% kebutuhan dan IMT >27.
− NI.5.8: kekurangan asupan serat berkaitan dengan seringnya mengkonsumsi
makanan gorengan dan kurang menyukai sayur dan buah ditandai oleh asupan
serat harian 14 gram dan frekuensi buang air besar (BAB) hanya 3 kali seminggu.
− NC 3.3: overweight berkaitan dengan kelebihan asupan energi ditandai oleh IMT
30.
− NB 1.5: Gangguan pola makan berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
ditandai oleh seringnya mengkonsumsi makanan mengandung gula tinggi dan
berlemak.
− NB 1.3: ketidaksiapan melakukan diet atau perubahan pola makan berkaitan
dengan kurangnya motivasi ditandai oleh ketidakpatuhan terhadap anjuran diet.

c. Intervensi Gizi
Intervensi Gizi merupakan kegiatan atau langkah ke tiga dalam proses asuhan gizi
terstandar. Intervensi Gizi merupakan suatu tindakan yang terencana yang ditujukan
untuk memperbaiki status gizi dan kesehatan, merubah perilaku gizi dan kondisi
lingkungan yang mempengaruhi masalah gizi pasien. Adapun tujuan dari intervensi gizi
adalah untuk mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi dalam diagnosis gizi. Terdapat
dua komponen dalam intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan implementasi.
Perencanaan intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan.
Intervensi Gizi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu pemberian makanan (ND),
edukasi gizi (E), konseling gizi (C) dan koordinasi asuhan gizi (RC).
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana tenaga gizi
mengkomunikasikan rencana intervensi gizi yang sudah ditetapkan kepada
pasien/klien dan kepada pihak terkait lainnya misalnya kepada bagian produksi
makanan, perawat termasuk keluarga pasien/klien.
Contoh intervensi gizi pada pasien hipertensi :
1) Diagnosis gizi sudah ditentukan yaitu: Gangguan pola makan berkaitan dengan
pengetahuan yang kurang ditandai oleh seringnya mengkonsumsi makanan
berlemak.
2) Tujuan intervensi: membantu memperbaiki pola makan pasien melalui
pemberian edukasi gizi.
3) Rencana intervensi: memberikan edukasi gizi tentang diet penyakit jantung.
Diberikan edukasi gizi dengan materi tentang pengaturan makanan bagi
penderita penyakit jantung, bagaimana memilih makanan yang boleh dikonsumsi
dan makanan mana yang harus dibatasi. Kegiatan edukasi dan konseling gizi
sebaiknya melibatkan keluarga terutama dalam mempersiapkan makanan.
Menjelaskan cara memilih makanan apabila membawa makanan dari rumah.
Domain koordinasi asuhan gizi (RC): kolaborasi antara tim kesehatan dan
memberhentikan atau merujuk pasien ke pelayanan kesehatan lain.

d. Monitoring dan Evaluasi Gizi


Langkah selanjutnya yang merupakan langkah terakhir dalam proses asuhan gizi
terstandar adalah monitoring dan evaluasi gizi. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengetahui respons pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara memonitor perkembangan, mengukur
hasil dan mengevaluasi hasil. Pada monitoring dan evaluasi gizi, data digunakan untuk
mengevaluasi dampak dari intervensi gizi sesuai dengan outcome dan indikator asuhan
gizi. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan intervensi gizi
tersebut adalah asupan makan dan minum (konsumsi selama dirawat), asupan ini
dimonitor setiap hari, nilai laboratorium terkait gizi, perubahan berat badan, keadaan
fisik klinis pasien.
Selanjutnya saudara dapat membaca dan menyimak kembali topik tentang monitoring
dan evaluasi pada modul sebelumnya agar dapat menyusun kegiatan ini dengan lebih
baik.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Bagaimanakah prinsip diet pada penyakit jantung?


2) Bagaimanakah tujuan diet bagi penderita penyakit jantung?
3) Sebutkan Jenis/macam diet apa saja yang ada pada diet penyakit jantung?
4) Bagaimanakah anjuran pemberian lemak pada penderita penyakit jantung?
5) Halhal apakah yang perlu di monitor dan dievaluasi pada kegiatan asuhan gizi
terstandar untuk pasien penyakit jantung?
Petunjuk jawaban latihan

Untuk membantu saudara dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari
kembali materi tentang :
1) Pengaturan Diet pada penyakit jantung.
2) Proses Asuhan Gizi Terstandar pada penyakit jantung.

Ringkasan

Penyakit jantung merupakan gangguan yang terjadi pada sistem pembuluh darah
besar sehingga menyebabkan jantung dan peredaran darah tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Penyakitpenyakit yang berhubungan dengan organ jantung dan pembuluh darah
antara lain gagal jantung, jantung koroner, dan jantung rematik. Faktor risiko penyakit
jantung terdiri atas faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol.
Tujuan diet penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, menurunkan berat badan bila penderita terlalu gemuk,
mencegah/menghilangkan penimbunan garam/air. Jenis Diet untuk penderita penyakit
jantung terbagi dalam 4 macam yaitu Diet Jantung I, Diet Jantung II, Diet Jantung III dan Diet
Jantung IV. Masingmasing jenis diet tersebut diberikan kepada pasien dengan indikasi sesuai
kondisi pasien.
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
serta monitoring dan evaluasi gizi.
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Ibu Diah mengalami sesak nafas, tensi 140/90 mmHg, nyeri dada sehabis beraktivitas,
kadar kolesterol 450 mg/dl. Oleh dokter di diagnosis penyakit jantung, diet yang tepat
direkomendasikan untuk pasien adalah ....
A. Diet jantung I, RG I
B. Diet Jantung II, RG II
C. Diet Jantung III, RG III
D. Diet jantung I, RG II
E. Diet Jantung II, RG I

2) Orang tua Intan menderita PJK, agar tidak menderita PJK maka diet yang disarankan
untuk mencegah penyakit kardiovaskular adalah yang banyak mengandung:
A. Lemak trans
B. Lemak jenuh
C. Sodium
D. Serat
E. Purin

3) Astuti tidak ingin menderita PJK seperti yang dialami ayahnya maka ia mulai mengubah
gaya hidupnya. Gaya hidup yang baik untuk mencegah penyakit kardiovaskular adalah:
A. Olah raga dan mengurangi makanan berlemak
B. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat
C. Diet rendah garam dan kurangi gorengan
D. Mengkonsumsi minuman beralkohol
E. Mengkonsumsi produk susu full krim

4) Asam lemak omega 3 merupakan asam lemak yang di berikan pada pasien yang yang
menderita penyakit jantung koroner . jenis makanan yang kaya akan asam lemak
omega 3 adalah ....
A. Kedelai
B. Minyak Wijen
C. Biji Bunga Matahari
D. Minyak Ikan
E. Minyak Jagung
5) Penderita penyakit jantung koroner harus menerapkan diet seimbang, dengan
mengonsumsi makanan yang mengandung gizi dalam jumlah dan kualitas sesuai
kebutuhan tubuh untuk hidup sehat. Dengan demikian, pengaturan diet yang baik
untuk penyakit jantung koroner adalah ....
A. Meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi kolesterol atau lemak
B. Membatasi penggunaan garam/natrium bila ada tekanan darah tinggi (hipertensi)
C. Mengkonsumsi sayuran yang mengandung gas
D. Memilih makanan yang mudah dicerna dan berbumbu tajam
E. Menganjurkan untuk minum kopi dan teh kental
Topik 3
Praktik Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien
Penyakit Kardiovaskuler

P ada topik ini kita akan membahas bagaimana mengerjakan atau menjawab kasus
pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler menggunakan langkahlangkah
asuhan gizi terstandar. Dalam menyelesaikan kasus praktik ini, saudara harus
mengikuti langkahlangkah yang terdapat pada proses asuhan gizi. Pembahasan kasus yang
dibuat bukan hanya menguraikan langkahlangkah asuhan gizi saja tetapi saudara juga harus
menyusun menu yang sesuai dengan diet yang dianjurkan serta mempraktikkan menu yang
telah disusun.
Tujuan dari pembelajaran pada topik ini adalah mampu melakukan pengkajian gizi,
menetapkan diagnosis gizi, membuat rencana intervensi gizi, membuat rencana monitoring
dan evaluasi gizi serta menyusun menu dan mempraktikkan menu kasus hipertensi. Kita
mulai mempelajari bagaimana merencanakan asuhan gizi pada pasien hipertensi dengan
pendekatan PAGT pada contoh kasus berikut ini.

CONTOH KASUS
Seorang lakilaki berumur 58 tahun, sedang dirawat di RS Pemerintah. Setelah
dilakukan pengkajian lebih mendalam diperoleh data sbb:
TB : 172 cm
BB : 70 kg
Pekerjaan : dosen
Status Perkawinan : Menikah
1. Riwayat penyakit dahulu: penderita tidak pernah mengalami penyakit yang serius,
hanya kadang pusing atau sakit perut. Penderita setiap 6 bulan sekali melakukan cek
up rutin. Hasilnya, kadang kolesterol tinggi juga tekanan darah cenderung tinggi.
2. Riwayat penyakit sekarang: saat dibawa ke rumah sakit, pasien mengalami sesak nafas,
dada terasa berat, kepala pusing, mual dan muntah. Keadaan ini timbul tibatiba
setelah selesai mengajar.
3. Pemeriksaan fisik /klinik: kesadaran menurun, tapi masih bisa berkomunikasi, kepala
pusing, mata sedikit kabur, tekanan darah saat MRS 140/80, respirasi 29x/menit.
4. Pemeriksaan laboratorium
Kolesterol 300 mg/dl
LDL 170 mg/dl
Trigliserida 250 mg/dl
5. Anamnesa gizi
Hasil anamnesa tentang kebiasaan makan (pola makan) berdasarkan frekuensi 3 x
makan/hari dengan 2 x snack, jam tak tentu tergantung waktu. Pasien tidak mau
menjalani program diet khusus, tidak ada pantangan dan tidak ada alergi makanan
tertentu. Pasien suka mengkonsumsi makan di luar rumah yang paling sering adalah
makanan padang (dekat kantor) dan makanan berlemak serta digoreng. Pasien jarang
mengkonsumsi buah. Dari hasil anamnesa asupan makan di rumah dan dibandingkan
dengan kebutuhannya diketahui tingkat konsumsi energi pasien dikategorikan baik
(90%); tingkat konsumsi protein 120,5%; tingkat konsumsi lemak 134,8% dan tingkat
konsumsi karbohidrat 85,7%.

CARA PENYELESAIAN KASUS

Untuk menyelesaikan kasus di atas, langkah awal yang dilakukan adalah membaca
kasus dengan teliti. Untuk dapat melakukan asesmen gizi, saudara harus mengelompokkan
data dalam lima kategori yaitu:
1. Data asupan makanan sebelum dan selama di rumah sakit.
2. Data antropometri pasien.
3. Data pemeriksaan biokimia.
4. Data pemeriksaan fisik.
5. Data riwayat klien.

Setelah asesmen gizi/pengkajian gizi disusun, data tersebut selanjutnya dibandingkan


dengan standar dan dibuat kesimpulan untuk menetapkan masalah gizi yang terjadi.
Masalah gizi yang muncul dibuatkan kalimat diagnosis gizi sesuai dengan format PES
(Problem Etiologi Sign/symstom). Kegiatan selanjutnya adalah membuat intervensi gizi
berdasarkan diagnosis gizi yang telah ditetapkan. Kemudian langkah terakhir adalah
membuat rencana monitoring dan evaluasi gizi.

Langkah pertama : Asesmen Gizi


Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan datadata yang ada pada kasus antara
lain: data riwayat gizi, data antropometri, data pemeriksaan fisik klinis laboratorium dan
data riwayat klien.
a. Riwayat Gizi
Data konsumsi makanan yang dilihat adalah asupan makanan sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Data ini telah tersedia dan diketahui:
Tingkat konsumsi energi = 90%
Tingkat konsumsi protein = 120,5%
Tingkat konsumsi lemak = 134,8%
Tingkat konsumsi karbohidrat = 85,7%
Asupan makanan dikatakan mencukupi kebutuhan bila mencapai 80–100% dari
kebutuhannya. Kesimpulan asesmen asupan makanan sebelum masuk rumah sakit
adalah: pasien mengkonsumsi makanan melebihi dengan kebutuhannya terutama
protein dan lemak (120,5% dan 134%) hal ini bisa disebabkan karena pasien sangat
suka masakan padang, makanan yang berlemak dan digoreng.
b. Data Antropometri
− Saat ini berat badan pasien 70 kg dengan Tinggi badan 172 cm
− Status gizi normal dilihat dari IMT 23,66 kg/m2
− Kesimpulan : status gizi baik.
c. Data Biokimia terkait gizi
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diketahui kadar kolesterol dan trigliserida pasien
di atas normal.
d. Pemeriksaan fisik fokus gizi
Asesmen tentang pemeriksaan fisik menunjukkan pasien mengalami mual dan muntah,
kepala pusing, sesak nafas dan dada terasa berat.
Riwayat klien
Pasien adalah seorang dosen dan tidak pernah mengalami penyakit ini
sebelumnya.

Langkah kedua : Diagnosis Gizi


Dari hasil asesmen gizi diperoleh kesimpulan bahwa masalah gizi yang ditemukan pada
kasus ini terdapat pada domain asupan makanan/ konsumsi, domain fisik klinis dan domain
perilaku. Selanjutnya diagnosis gizi dituliskan dalam kalimat dengan konsep PES. Adapun
diagnosis gizi pada kasus ini adalah :
a. Kelebihan asupan protein dan lemak yang berkaitan dengan konsumsi makanan
berlemak dan digoreng serta jarang mengkonsumsi buah ditandai dengan tingkat
konsumsi protein 120,5% dan tingkat konsumsi lemak 134%.
b. Perubahan fungsi gastrointestinal yang berkaitan dengan gejala penyakit jantung yang
ditandai dengan mual dan muntah.
c. Tidak siap untuk diet/merubah perilaku yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi
makanan berlemak dan digoreng ditandai dengan tidak menjalani program diet yang
membatasi konsumsi lemak dan gorengan.

Setelah rumusan diagnosis gizi disusun, langkah selanjutnya adalah merencanakan


intervensi gizi dan implementasinya.

Langkah ketiga : Intervensi Gizi


Intervensi yang akan direncanakan harus terkait dengan Masalah Gizi (P) dan Penyebab
(E) pada diagnosis gizinya. Masalah Gizi akan membantu Penetapan Tujuan dari intervensi
gizi sedangkan Penyebab akan membantu penetapan Strategi Intervensinya. Pemberian
intervensi intervensi berdasarkan diagnosis gizi yang sudah ditetapkan. Tujuan intervensi gizi
memprioritaskan pada problem yang dapat diberikan dan dapat diukur keberhasilannya
dalam jangka pendek.
a. Tujuan intervensi gizi pada kasus di atas adalah sebagai berikut:
1) Memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan dan syarat diet jantung.
2) Memberikan bentuk makanan yang sesuai dengan kondisi pasien agar makanan
dapat dikonsumsi habis.
3) Memberikan pengetahuan tentang pengaturan diet pada penyakit jantung serta
memilih makanan yang tepat.

b. Strategi Intervensi Gizi


Karena etiologi dari diagnosis gizi pada kasus ini adalah penyakit jantung dengan
keluhan mual dan muntah maka pemberian diet yang diberikan adalah Diet Jantung
dalam bentuk makanan lunak. Strategi intervensi gizinya adalah:
1) Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
2) Energi, protein, lemak dan karbohidrat diberikan cukup sesuai dengan
kebutuhan pasien.
3) Cairan diberikan cukup.
4) Tidak mengandung bumbubumbu masakan yang tajam dan merangsang karena
makanan diberikan dalam bentuk lunak/nasi tim.
5) Makanan diberikan per oral.
6) Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan pengaturan pada diet jantung.

Selanjutnya dihitung kebutuhan gizi pada kasus jantung di atas. Jenis diet yang
diberikan pada kasus adalah diet jantung dalam bentuk makanan lunak.
a. Menghitung kebutuhan energi:
Kasus seorang lakilaki memiliki tinggi badan 172 cm dan berat badan 70 kg
Tentukan berat badan ideal pasien yaitu (178 – 100) – 10% x (178 – 100)
= 70,2 kg
Indeks Massa Tubuh (IMT) = 23,66 kg/m2 (normal)
karena pasien memiliki IMT normal, berat badan yang digunakan dalam perhitungan
adalah berat badan aktual yaitu 70 kg.

b. Selanjutnya masukkan dalam rumus Angka Metabolisme Basal dengan menggunakan


rumus Harris Benedict yaitu:
Angka Metabolisme Basal = 66 + (13,7 x BBA) + (5 x TB) – (6,8 x U)
= 66 + (13,7 x 70) + (5 x 172) – (6,8 x 58)
= 66 + 959,00 + 860 – 394,4
= 1885 – 394,4
= 1490,6 kkal
c. Setelah itu untuk mendapatkan kebutuhan energi total, angka metabolisme basal
dikalikan dengan faktor aktivitas dan faktor stres. Untuk kasus ini, penderita dalam
kondisi istirahat di tempat tidur sehingga nilai aktivitasnya adalah 1 dan faktor stres
1,3. Faktor aktivitas dan faktor stres untuk penyakit lain dapat dilihat pada Buku
Penuntun Diet.

Jadi diperoleh Kebutuhan Energi total = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Stres/Trauma
= 1490,60 kal x 1 x 1,3
= 1937,78 kkal
Dari hasil perhitungan kebutuhan energi pasien sebesar 1937,78 kalori sehari.

Untuk kebutuhan zat gizi lain :


− Rumus kebutuhan protein = 0,8 gr x 70
= 56,00 gram
= 56,00 x 4 kalori
= 224,00kalori

− Rumus kebutuhan lemak = 25% x 1937,78 kalori


= 484,44 : 9
= 53,82 gram
− Kebutuhan karbohidrat = Energi total – kalori dari protein – kalori dari
lemak
= 1876,4 – 224,00 – 484,44
= 1167,96 : 4
= 291,99 gram
− Cairan dan serat diberikan cukup demikian juga dengan zat gizi mikro lainnya

Implementasi Intervensi Gizi :


Pada implementasi gizi ini, saudara menyusun menu yang sesuai dengan prinsip dan
syarat diet Jantung. Bahanbahan makanan yang digunakan harus berasal dari bahan
makanan segar/alami, tidak mengandung bumbu yang tajam dan tidak berminyak.
Pengaturan makan atau diet untuk penderita penyakit jantung bertujuan untuk memberikan
makanan secukupnya tanpa memberatkan jantung serta tetap dapat mencukupi kebutuhan
gizinya. Penting bagi penderita penyakit jantung maupun keluarga untuk menetapkan menu
yang sesuai dengan aturan makan. Sebelum menyusun menu, saudara harus membuat
standar penukar untuk memudahkan menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan kasus.
Pada kasus ini kebutuhan energinya adalah 1900 kalori (dibulatkan dari 1937,78 kalori hasil
perhitungan). Pembuatan standar penukar dapat melihat dari contoh buku Penuntun Diet.

Golongan Bahan Makanan Jumlah Penukar


Nasi atau penukar 4 gelas tim
Protein hewani 3 ptg
Protein nabati 2 ptg sedang
Sayuran 2 gelas
Buah 3 ptg
Minyak 2 sdm
Gula pasir 3 sdm

Selanjutnya standar penukar di atas, saudara distribusikan ke masingmasing waktu


makannya.
WAKTU BAHAN
MAKAN BERAT (gram) URT MENU
MAKANAN
PAGI Beras 50 1 gls tim Bubur sayuran
Telur Ayam 50 1 ptg sedang
Sayuran
Minyak 50 ½ gelas
Gula pasir 5 ½ sdm 1 sdm
10
SELINGAN Buah 100 1 buah Jus apel
Gula pasir 10 1 sdm
SIANG Beras 75 1 ½ gls tim Nasi tim
Ikan 50 1 ptg sedang Gurami bakar
Tahu 50 1 ptg sdng Tahu isi kukus
Sayuran 75 1 gelas Sup sayuran
Buah 100 1 ptg Pisang
Minyak ½ sdm
SELINGAN Buah 100 1 buah Stup pisang
Gula pasir 10 1 sdm
MALAM Beras 75 1 ½ gelas Nasi tim
Daging ayam 50 1 potong Pepes ayam
Tempe 25 1 potong sdng Tempe bacem
Sayuran 75 1 gelas Cah bayam toge
Buah 100 1 potong Pepaya dan
Minyak 10 1 sdm semangka

Nilai Gizi :
1900 kalori
56 gr protein
54 gr lemak
292 gr HA

Setelah dijabarkan standar penukar bahan makanan dalam masingmasing waktu


makan, selanjutnya adalah menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan penderita dan
syaratsyarat dietnya. Perlu saudara perhatikan bahwa penerapan aturan makan dalam menu
sehari bagi penderita penyakit jantung adalah mengurangi konsumsi lemak jenuh. Dalam hal
ini, pasien dalam keadaan mual dan muntah sehingga makanan yang digoreng serta
berlemak dihindari. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah cara atau teknik memasak.
Teknik memasak dengan memanggang, merebus, mengukus dan menumis lebih diutamakan
daripada teknik menggoreng.
Berikut ini menu yang diberikan kepada kasus :
Makan Pagi bubur ayam
Selingan Pagi jus apel
Makan Siang Nasi tim
Gurami bakar
Tahu isi kukus
Sup wortel buncis
Pisang
Selingan Sore Stup Pisang
Makan Malam Nasi tim
Pepes ayam
Tempe bacem
Cah bayam taoge
Pepaya dan semangka
Langkah keempat : Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses asuhan gizi
terstandar. Pada langkah ini saudara harus melihat kembali diagnosis gizi yang telah
ditetapkan. Untuk kasus ini diagnosis gizinya adalah:
a. Kelebihan asupan protein dan lemak yang berkaitan dengan konsumsi makanan
berlemak dan digoreng serta jarang mengkonsumsi buah ditandai dengan tingkat
konsumsi protein 120,5% dan tingkat konsumsi lemak 134%.
b. Perubahan fungsi gastrointestinal yang berkaitan dengan gejala penyakit jantung yang
ditandai dengan mual dan muntah.
c. Tidak siap untuk diet/merubah perilaku yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi
makanan berlemak dan digoreng ditandai dengan tidak menjalani program diet yang
membatasi konsumsi lemak dan gorengan.

Tanda dan gejala yang muncul pada diagnosis gizi harus menjadi perhatian saudara
agar memudahkan untuk dimonitoring dan evaluasi yaitu asupan protein dan lemak yang
berlebih sebelum dirawat di rumah sakit, ada mual dan muntah serta pengetahuan pasien
tentang diet pada penyakit jantung.
Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

Seorang ibu AB usia 55 tahun yang bekerja sebagai pengacara mempunyai aktivitas
yang padat. Selain aktif di pekerjaan ibu sebagai pengacara, ibu juga aktif di kegiatan sosial
termasuk menghadiri pertemuan dan pesta. Ibu dengan berat badan, 67 kg, tinggi badan 160
cm ini mempunyai kebiasaan makan 3 kali sehari, senang makan fast food, makanan yang
digoreng dan snack berat seperti rotiroti, biskuit dll. Namun ibu AB tidak menyukai sayuran,
tempe dan tahu. Dari hasil anamnesa makanan di rumah diketahui setiap hari ibu AB makan
3 kali dengan selingan 2 kali. Hasil anamnesa diet menunjukkan ratarata asupan energi 2700
kkal per hari. Prosentase karbohidrat 50%, protein 15% dan lemak 35%. Ibu AB sangat
menyukai makanan dan jajanan gorengan, mie instan (34 kali/minggu), telur (12 butir/hari),
daging/ayam (45 kali/minggu) ikan segar (34 kali/minggu), ikan asin (12 kali/minggu), jarang
makan sayur dan buah.
Pada suatu malam sekitar pukul 23.00, ibu AB merasa dadanya seperti ditekan, lebih
kurang selama 15 menit menjalar ke leher seperti tercekik. Serangan hilang timbul sampai
tiga kali. Selain itu ibu AB juga merasa sakit perut dan diare. Pada pagi harinya ibu AB di
bawa ke rumah sakit setelah 7 jam mendapat serangan sakit pada dada.
Di ruang ICCU ibu AB mendapat pemeriksaan yang teliti. Dari hasil pemeriksaan
diketahui :
− Tekanan darah : 150/100 mmHg
− Nadi : 64 x/menit
− Frekuensi nafas : 18 x/menit
− Nyeri tekan epigastrik
− Hasil pemeriksaan laboratorium : trigliserida 670 mg/dl (tinggi); kolesterol 409 mg/dl
(tinggi); HDL 52 mg/dl (rendah) dan LDL 225 mg/dl (tinggi).

Selain menderita hipertensi, ibu AB juga mempunyai kebiasaan merokok dan selalu
merasa stress dengan pekerjaannya. Berdasarkan pemeriksaan di atas ibu AB di diagnosis
menderita angina pectoris, gastritis ringan dan hiperlipidemia.
Silakan saudara berlatih menyusun kasus di atas asuhan gizi terstandar pada kasus
hipertensi di atas dengan menggunakan langkah PAGT yaitu membuat pengkajian/asesmen
gizi, menentukan diagnosis gizi, membuat rencana intervensi gizi serta rencana monitoring
dan evaluasi gizi beserta rencana menu yang akan dipraktikkan.
Ringkasan

Dalam membahas kasus praktik, hal pertama yang harus dipahami adalah langkah
langkah dalam proses asuhan gizi terstandar (PAGT). Oleh karena itu harus dipelajari kembali
pembahasan pada topik sebelumnya terutama yang mengulas tentang PAGT. Kasus/soal
praktik harus dibaca dengan teliti agar memudahkan untuk mengelompokkan datadata yang
berkaitan dengan asesmen gizi.
Setelah asesmen gizi tersusun dengan baik, akan membantu saudara untuk
mengidentifikasi masalah gizi yang benarbenar dialami oleh pasien. Pada asesmen gizi ini
saudara harus membuat kesimpulan berdasarkan data yang ada pada pasien dibandingkan
dengan standar. Dengan demikian akan memudahkan saudara untuk melakukan langkah
selanjutnya yaitu diagnosis gizi. Pada tahap ini saudara perlu menyimak kembali terminologi
diagnosis gizi terutama yang berhubungan dengan penyakit jantung.
Langkah selanjutnya adalah intervensi gizi yang dibuat berdasarkan masalah gizi yang
dirumuskan pada diagnosis gizi. Strategi intervensi gizi dibuat berdasarkan etiologi, tanda
dan gejala pada diagnosis gizi. Pengaturan Diet pada penyakit jantung berpatokan pada
Penuntun Diet Edisi terbaru. Macam diet dan indikasi pemberian diet jantung disesuaikan
dengan kondisi pasien, demikian juga pemilihan bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan sudah tertuang dalam buku penuntun diet tersebut.
Langkah terakhir adalah menyusun monitoring dan evaluasi gizi dari intervensi yang
diberikan kepada pasien untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan gizi yang
diberikan kepada pasien.

Tes 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Seorang ibu datang ke puskesmas dengan keluhan mual muntah dan tidak nafsu
makan, berat badannya sedikit menurun dari biasanya. Keadaan umum ibu masih
sadar, tetapi tampak haus dan lemas, nadi dan pernafasan normal. Berat badan saat
ini 50 kg, tinggi baban 155 cm. Diagnosis gizi domain apakah yang bisa ditegakkan
dengan data tersebut?
A. Asupan
B. Klinis
C. Perilaku
D. Asupan dan klinis
E. Klinis dan perilaku

2) Ibu YT, umur 57 tahun, BB = 69 kg, TB 155 cm dirawat di rumah sakit dengan keluhan
tidak bisa berjalan, kaki bengkak kemerahan dan ada gangguan jantung. Setelah
dilakukan anamnesa riwayat gizi ibu mengatakan mengkonsumsi tape ketan dan
soto babat satu minggu terakhir, tidak bisa membatasi konsumsi garam dapur Data
apakah yang masih perlu dikaji untuk memastikan masalah gizi pada ibu YT?
A. Status Gizi
B. Laboratorium
C. Asupan makanan
D. Fisik/klinis
E. Riwayat penyakit

3) Seorang perempuan usia 35 tahun, datang ke klinik gizi dengan keluhan merasa
berat badannya sudah berlebih dan tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya sekarang.
BB kasus 75 kg, TB 155 cm, kadar glukosa darah acak, 120 mg/dl, kolesterol 202
mg/dl Setelah dilakukan anamnesa diperoleh data kasus punya kebiasaan ngemil
cokelat, biskuit kaleng dan gorengan setiap hari sambil nonton TV, asupan energi
120% kebutuhan. Manakah terminologi Diagnosis Gizi yang tepat bagi kasus di atas?
A. Kenaikan berat badan tidak direncanakan
B. Perubahan nilai laboratorium terkait gizi
C. Kelebihan asupan energi dan lemak
D. Kurang pengetahuan tentang Gizi
E. Aktivitas fisik kurang

4) Seorang wanita berusia 47 tahun datang ke klinik gizi dengan berat badan 75 kg dan
tinggi badan 155 cm. Kebiasaan makan 34 kali/hari porsi besar, ditambah kue
manis/jus buah 23 kali/hari. Hasil recall makanan didapatkan asupan energi 2855 kkal.
Apakah masalah gizi pada domain intake yang dialami wanita tersebut?
A. Kelebihan asupan energi
B. Peningkatan kebutuhan gizi
C. Adanya gangguan pola makan
D. Pemilihan makanan yang salah
E. Kenaikan berat badan yang tidak direncanakan
5) Seorang lakilaki berusia 49 tahun, BB 85kg, TB 170 cm dengan wajah tampak bulat dan
dagu berlipat. Akhirakhir ini mengeluh tungkai kaki lemas, cepat lelah disertai sesak
nafas. Sudah berobat ke dokter namun tidak ditemukan tandatanda adanya penyakit
infeksi atau penyakit lain. Apakah data yang dapat mengidentifikasi pengkajian gizi
pada kasus tersebut?
A. Antropometri dan klinis
B. Biokimia dan riwayat gizi
C. Biokimia gizi dan fisik
D. Riwayat gizi dan fisik
E. Riwayat personal dan antropometri
Kunci Jawaban Tes
Tes Formatif 1
1) D
2) C
3) E
4) D
5) E

Tes Formatif 2
1) C
2) D
3) A
4) D
5) B

Tes Formatif 3
1) B
2) B
3) C
4) A
5) A
Glosarium
Dislipidemia : gangguan atau perubahan pada kadar lemak darah.
HDL Kolesterol : kolesterol baik yang aman untuk tubuh walaupun kadarnya tinggi.
LDL Kolesterol : kolesterol yang biasa disebut sebagai kolesterol jahat. LDL akan
membawa kolesterol ke seluruh tubuh yang membutuhkan melalui
jaringan arteri. Ketika LDL terlalu banyak, akan menimbun kolesterol
pada arteri sehingga menyebabkan plak.
Trigliserida : salah satu jenis lemak utama yang mengalir dalam darah manusia. Jika
terlalu banyak akan menumpuk pada bagianbagian tubuh, seperti
dinding pembuluh darah dan hati.
Lipoprotein : Struktur biokimia yang berisi protein dan lemak yang terikat pada protein,
yang memungkinkan lemak untuk bergerak melalui air pada bagian
dalam dan di luar sel. Protein berfungsi untuk mengemulsi lipid.
Daftar Pustaka
Soeharto. Iman. 2000. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia


Jakarta : PB PERKENI.

Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Mahan, K.L and Raymond JL. Krause’s. 2017. Food and The Nutrition Care Process. Ed. 14th.
Missouri : Elsevier.

AsDI & Persagi. 2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Pengembangan Konsep
Nutrition Care Process (NCP). Abadi Publishing & Printing.

Kementerian Kes. RI. Dirjen. Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2014. Pedoman Proses
Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta : Kementerian Kesehatan.

Price, Sylvia A. Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Inayati, Rosidah. 2016. Penatalaksanaan Diet Penyakit Jantung (dalam Ilmu Gizi Teori dan
Aplikasi, Editor, Hardinsyah dan I Dewa Nyoman Supariasa). Jakarta : EGC.

Pujol, TJ; Tucker, JE ; Barnes, JT. 2011. Disease of the Cardiovaskular System. In Nelm, M, et
al,2011. Nutrition Therapy & Pathophysiology, Belmont, USA : Cengage Learning.
Bab 7
ASUHAN GIZI TERSTANDAR UNTUK
PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK
DAN BATU GINJAL
Isti Suryani, DCN, M.Kes.

Pendahuluan

S
audara telah mempelajari berbagai macam asuhan gizi untuk penyakitpenyakit
tertentu pada Bab sebelumnya. Tidak kalah pentingnya pada bab ini kita akan
membahas mengenai asuhan gizi terstandar untuk pasien ginjal kronik dan batu
ginjal. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi akhirakhir ini juga di ikuti
dengan penemuan berbagai penyakit beserta cara pencegahan dan penanganannya, tetapi
angka morbiditas dan mortalitas untuk penyakitpenyakit tertentu masih tetap tinggi. Seperti
contohnya penyakit Ginjal Kronik (PJK) dan batu ginjal. Teknologi Terapi Pengganti Ginjal
(TPG) juga telah mengalami kemajuan yang sangat cepat tetapi angka morbiditas dan
mortalitas pasien PGK tetap tinggi. Peningkatan ini tidak saja pada pasien yang telah
menjalani dialisis saja tetapi memang sudah terjadi sejak Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) <60
ml/menit (PGK stadium 3). Biasanya ini terjadi karena ada komplikasi penyakit
kardiovaskuler, serta adanya inflamasi, infeksi dan malnutrisi pada tahap lanjut.
Penderita penyakit ginjal kronik (PGK) bisa mengalami Malnutrisi Energi Protein (MEP)
atau kehilangan massa otot, lemak dan cadangan protein visceral. Keadaan ini bukan saja
disebabkan kurangnya asupan makanan yang adekuat tetapi juga karena berkurangnya
fungsi ginjal. Tujuan asuhan gizi atau penatalaksanaan gizi pada pasien ginjal kronik adalah
untuk memperbaiki kualitas hidup, menurunkan morbiditas dan mortalitas, memperlambat
progresivitas penyakit ginjal, meminimalkan toksisitas uremic serta yang tidak kalah
pentingnya adalah mencegah terjadinya malnutrisi.
Pembahasan Bab 7 ini meliputi 3 topik yaitu:
1. Asuhan Gizi terstandar untuk Pasien Penyakit Ginjal Kronik.
2. Asuhan Gizi Terstandar untuk Pasien Penyakit Batu Ginjal.
3. Praktik Asuhan Gizi Terstandar Untuk Kasus Dengan Penyakit Ginjal Kronik dan
penyakit batu ginjal.

Dengan mempelajari dan mengerjakan latihanlatihan yang ada dalam modul asuhan
gizi terstandar pada pasienpasien gagal ginjal kronik dan batu ginjal ini secara sistematis dan
menyeluruh di harapkan mahasiswa akan semakin terampil dalam mempraktikkan asuhan
gizi pada pasien penyakit ginjal kronik dan penyakit batu ginjal.
Topik 1
Asuhan Gizi Terstandar untuk Pasien
Penyakit Ginjal Kronik
A. PENGERTIAN

Ginjal merupakan salah satu organ penting yang mempunyai fungsi menjaga komposisi
darah dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta
memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah,
membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat.

Gambar 7.1. Faal Ginjal


Sumber: https://portalkeperawatan.blogspot.co.id/search?q=gagal+ginjal+kronik

Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120150 liter darah dan menghasilkan sekitar
12 liter urin. Setiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit penyaring yang disebut nefron.
Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk
dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel darah dan molekul besar yang sebagian besar
berupa protein. Selanjutnya melewati tubulus dan mengambil kembali mineral yang
dibutuhkan tubuh serta membuang limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin yang
menjaga tekanan darah dan kadar garam, hormon erythropoietin yang merangsang sumsum
tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif vitamin D yang
dibutuhkan untuk kesehatan tulang. Gangguan pada ginjal dapat berupa penyakit ginjal
kronis
(PGK) atau dahulu disebut gagal ginjal kronis, gangguan ginjal akut (acute kidney injury) atau
sebelumnya disebut gagal ginjal akut.
Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan
atau tahun. Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan atau penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan
(Kidney Disease Improving Global Outcome, KDIGO, 2012 Clinical Practice Guideline for the
Evaluation and Management).
Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat
berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi serta
kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih
awal.

B. ETIOLOGI

Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan kehilangan


kemampuannya untuk menyaring. Kerusakan pada nefron dapat terjadi secara cepat, sering
sebagai akibat pelukaan atau keracunan. Tetapi kebanyakan penyakit ginjal menghancurkan
neefron secara perlahan dan diamdiam. Kerusakan biasanya dirasakan setelah beberapa
tahun atau bahkan dasawarsa. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang kedua buah ginjal
sekaligus.
Berdasarkan studi Coresh et al. (2003), faktor risiko penyebab progresi PGK adalah
diabetes, hipertensi, usia lanjut dan penyebab lain seperti glomerulonefritis primer, lupus
serta penyakit ginjal polisistik. Diabetes dan hipertensi merupakan faktor risiko terpenting
terjadinya penyakit kardiofaskuler pada PGK.
Faktor risiko PGK menurut NKF K/DOQI (2000), terbagi dalam 4 tipe, yaitu pertama
faktor susceptibility, kedua faktor inisiasi, ketiga faktor progresi dan keempat faktor End
Stage Renal Disease (ESRD). Faktor susceptibility terjadi pada kelompok rentan seperti
lansia, riwayat keluarga dengan PGK, penurunan massa ginjal, Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR), ras dan sosio ekonomi rendah. Faktor inisiasi yaitu faktor yang mempercepat
kerusakan ginjal seperti pada diabetes, hipertensi, autoimun, infeksi sistemik, infeksi saluran
kencing, batu ginjal, toksisitas obat dan penyakit genetik. Faktor progresi adalah faktor yang
mempercepat kerusakan fungsi ginjal setelah inisiasi : peningkatan proteinuria, peningkatan
level hipertensi, glukosa yang tidak terkontrol pada diabetes, dislipidemia dan merokok.
Sedangkan pada faktor keempat ESRD yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas seperti
dosis dialysis rendah, anemia, penurunan albumin serum, dan peningkatan fosfor serum.
Menurut INFODATIN (Pusat Data Dan Informasi) Kementerian Kesehatan RI tahun 2017,
penyakit ginjal kronik dapat disebabkan oleh:
1. Diabetes mellitus.
2. Hipertensi.
3. Glomerulonefritis kronis.
4. Nefritis intersisial kronis.
5. Penyakit ginjal polikistik.
6. Obstruksi infeksi saluran kemih.
7. Obesitas.
8. Tidak diketahui.

C. PATOLOGI

Pada stadium awal penyakit ginjal kronik terjadi adanya kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan di mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60%, pasien belum merasakan keluhan (asimtomatik), tetapi kadar urea dan kreatinin serum
sudah terjadi peningkatan. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Pasien Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal Derajat PGK dan risiko progresivitasnya
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 7.1. Derajat dan Progresivitas PGK

Persistent albuminuria categories


description and range
A1 A2 A3
Normal Moderately Severely
to mildly increased increased
increased
GFR G1 Normal or high >90 1 if CKD 1 2
categories G2 Mildly decreased 60 89 1 if CKD 1 2
(mL/min/1.
73 m2) Mildly to
G3a 45 59 1 2 3
description moderately
and range decreased
G3b Moderately to 30 44 2 2 3
severely
decreased
G4 Severely 15 – 29 3 3 4+
decreased
G5 Kidney failure <15 4+ 4+ 4+
Sumber : KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management, dalam
DATIN

Keterangan: GFR dan albuminuria menggambarkan risiko progresivitas sesuai warna (hijau,
kuning, oranye, merah, merah tua). Angka di dalam kotak menunjukkan
frekuensi monitoring/tahun yang dianjurkan.

Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan hingga laju
filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat
dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti
badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan
pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi
glomelurus kurang dari 30%.

D. DATA PENYAKIT GINJAL DI INDONESIA

Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis
sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negaranegara lain, juga
hasil Penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, mendapatkan
prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya meneliti data orang yang
terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap
lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 3544 tahun
dibandingkan kelompok umur 2534 tahun. Prevalensi pada lakilaki (0,3%) lebih tinggi dari
perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak
bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani, nelayan dan buruh (0,3%), dan kuintil
indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masingmasing 0,3%. Sedangkan provinsi
dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo,
dan Sulawesi Utara masingmasing 0,4%.

E. DIAGNOSIS GIZI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)

1. Asupan energi inadekuat (NI1.2).


2. Asupan oral inadekuat (NI2.1).
3. Asupan cairan berlebihan (NI3.2).
4. Penurunan kebutuhan zat gizi (NI5.4).
5. Asupan protein berlebihan (NI5.7.2).
6. Jenis Asupan protein atau asam amino tidak optimal (spesifik) (NI5.7.3).
7. Pemanfaatan zat gizi terganggu (NC2.1).
8. Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (spesifik) (NC2.2).
9. Kepatuhan yang rendah terhadap rekomendasi gizi (NB1.6).
10. Pilihan makanan yang tidak diinginkan (NB1.7).

F. PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)

1. Tujuan umum adalah mengendalikan gejalagejala uremia, mencegah progresivitas


penyakit ginjal, mempertahankan status nutrisi yang optimal, mengendalikan kondisi
terkait PGK seperti anemia, hipertensi, dislipidemia, penyakit tulang dan
kardiovaskuler
2. Tujuan khusus
a. PGK Predialisis bertujuan untuk mengurangi akumulasi produkproduk sisa
nitrogen, mengurangi gangguan metabolit terkait uremia, memperlambat laju
progresivitas penyakit ginjal, mengatur keseimbangan air dan elektrolit,
mengendalikan kondisi terkait PGK seperti anemia, penyakit tulang, dan penyakit
kardiovaskuler.
b. PGK Hemodialisis bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan status gizi
optimal, mencegah penimbunan sisa metabolisme berlebih, mengatur
keseimbangan air dan elektrolit, mengendalikan kondisi terkait PGK seperti
penyakit tulang, dan penyakit kardiovaskuler.
c. PGK Peritonial Dialisis bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan
status gizi optimal, mencegah penimbunan sisa metabolisme berlebih, mengatur
keseimbangan air dan elektrolit, mengendalikan kondisi terkait PGK seperti
penyakit tulang, dan penyakit kardiovaskuler, mempertahankan fungsi ginjal sisa.
d. Transplantasi ginjal
1) Jangka pendek ( < 6 minggu pasca transplantasi) bertujuan untuk
membantu penyembuhan luka meningkatkan anabolisme, mencegah
infeksi, mengantisipasi dan mengatasi efek metabolisme obat
imunosupresan.
2) Jangka panjang (> 6 minggu pasca transplantasi) bertujuan untuk mencapai
atau mempertahankan berat badan ideal, mempertahankan kadar gula,
mempertahankan kadar kolesterol <200mg/dl, mempertahankan tekanan
darah normal, mempertahankan densitas tulang optimal, mengantisipasi
dan mengatasi efek metabolisme obat imunosupresan, mempertahankan
gaya hidup sehat.

3. Penilaian Status Gizi


a. Parameter penilaian status gizi meliputi:
1) Antropometri : Tinggi Badan (TB), Berat Badan (BB), Indeks Massa Tubuh
(IMT), Lingkar Lengan Atas (LLA), Tebal Lipatan Kulit (TLK).
2) Biokimia : Albumin serum, Kolesterol total, Kreatinin serum, Transferin
serum, Prealbumin serum, Bikarbonat serum, status inflamasi : seperti C
Reactive Protein (CRP).
3) Klinik fisik : Interdyalitic Weight Gain (IDWG), Bioelektrical Impedance
Analysis (BIA), Subjective Global Assesment (SGA).
4) Riwayat makan : Food recall and food record.
5) Malnutrition Inflammation Score (MIS).
b. Klasifikasi Berat Badan berdasarkan IMT
Tabel 7.2. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT

KLASIFIKASI IMT (kg/m²)


BB kurang (underweight) < 18,5
Normal 18,5 – 22,9
BB lebih ( overweight) ≥ 23
Dengan Resiko (at risk) 23,0 – 24,9
Kegemukkan (obese) I 25 – 29, 9
Kegemukkan (obese) II ≥ 30
Sumber : PERNEFRI, 2011

c. Tujuan Penilaian Status Gizi adalah menentukan status gizi, menentukan Derajat
malnutrisi, memperkirakan risiko komplikasi, merekomendasikan dan memonitor
kecukupan nutrisi.
d. Indikator Malnutrisi:
1) SGA (B) : Gizi kurang dan SGA (C) : gizi buruk
2) Albumin serum < 3 – 8 g/dl
3) Kreatini serum < 10 mg/dl
4) IMT < 20 kg/m²
5) Kolesterol < 147 mg/dl
6) Prealbumin serum < 30mg/dl

4. Rekomendasi asupan gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat)


a. Rekomendasi Asupan energi :
1) PGK predialisis : 35 kkal/kgBB ideal/hari. Pada pasien sedentary live style
atau aktifitas minimal atau usia lanjut : 30 35 kkal/kgBB ideal/hari.
2) PGKHD : 30 35 kkal/kgBB ideal/hari.
3) PGKPD : 30 35 kkal/kgBB ideal/hari, dengan memperhitungkan asupan
kalori (dekstrosa) dari cairan dialisat.
4) Transplantasi ginjal : 30 35 kkal/kgBB ideal/hari.
b. Rekomendasi asupan protein :
1) PGK predialisis : 0,6 – 0,75 g/kgBB ideal/hari.
2) PGKHD : 1,2 g/kgBB ideal/hari.
3) PGKPD : 1,2 1,3 g/kgBB ideal/hari.
4) Transplantasi ginjal : 1,3 g/kgBB ideal/hari pada 6 minggu pertama pasca
transplantasi. Selanjutnya 0,8 1 g/kgBB ideal/hari.
5) Protein yang diberikan minimal 50% dengan kandungan biologis tinggi
(protein hewani).
c. Rekomendasi asupan lemak :
1) PGK predialisis, PGKHD, PGKPD : 25 30% dari total kalori.
2) Pembatasan lemak jenuh < 10%.
3) Bila didapatkan dislipidemia dianjurkan kadar kolesterol dalam makanan <
300 mg/hari.
d. Kalori dari karbohidrat adalah sisa dari perhitungan untuk protein dan lemak
e. Pasien PGK yang menderita malnutrisi memerlukan protein dan energi yang lebih
tinggi, apabila asupan tidak adekuat diperlukan suplemen nutrisi oral. Pemberian
nutrisi via nasogastric tube dan nutrisi parenteral intradialitik (NPID) atau nutrisi
intra peritoneal perlu dipertimbangkan pada pasien dialysis yang memerlukan
dukungan nutrisi yang sdekuat.
f. Nutrisi Parenteral Intradialitik (NPID)
1) NPID dipakai bila pemberian nutrisi oral dan enteral dinilai gagal.
2) Pada pasien malnutrisi pemberian NPID direkomendasikan apabila asupan
nutrisi oral/enteral kurang dari 0,8 g protein/kgBB ideal/hari dan < 20
kkal/kgBB ideal/hari.
3) Rejimen yang biasanya diberikan terdiri dari kombinasi lemak, glukosa dan
asam amino atau peptida. Volume total yang diberikan setiap sesi dialysis
sekitar 1000 ml yang mengandung 2000 sampai 7000 kJ (500 sampai 1750
kkal) dan 45 hingga 60 gram protein.
g. Agen anabolik, Androgen diberikan secara mingguan atau dua bulanan.
Pengobatan dengan nandrolane 100 mg per bulan sampai 200 mg per minggu
selama 6 bulan diberikan pada pasien dialysis. Beberapa efek samping
pemberian androgen yang telah dilaporkan : hirsuitisme, perubahan suara pada
wanita, peningkatan enzim hati, dan keseimbangan lemak.

5. Rekomendasi vitamin, air, mineral dan trace elements


a. Pasien PGK beresiko mengalami defisiensi atau kelebihan satu atau lebih
mikronutrien (vitamin dan trace elemnts) karena asupan yang tidak adekuat,
gangguan absorbsi mikronutrien akibat obat atau toksin uremik, gangguan
metabolisme, atau akibat kehilangan penambahan yang didapat selama dialisis.
b. Mikronutrien berfungsi pada tingkat sel sehingga defisiensi maupun kelebihan
mikronutrien hanya bersifat subklinis dan baru akan terdeteksi apabila telah
berada pada stadium lanjut.
c. Rekomendasi asupan vitamin larut air pada PGK.
Tabel 7.3. Rekomendasi Asupan Vitamin Larut Air pada PGK

Transplantasi
Nutrient Pre Dialisis HD PD
Ginjal
Thiamin (B1) 11,5 1,11,2 1,5 Normal†
mg/hari* mg/hari mg/hari
Riboflavin (B2) 12 mg/hari* 1,21,3 1,8 Normal†
mg/hari mg/hari
Niasin 1129 2426 20 mg/hari Normal†
mg/hari mg/hari
Asam Tidak ada 5 mg/hari 10 mg/hari Normal†
Panthothenat
(B5)
Piridoksin (B6) 5 mg/hari** 10 mg/hari 10 mg/hari Normal†
Biotin (B8) Tidak ada 30 µg/hari 30 µg/hari Normal†
Asam folat (B9) 200 1 mg/hari >1 mg/hari Normal†
mg/hari†
Kobalamin 2 mg/hari 2,4 µg/hari 6 µg/hari Normal†
(B12)
Vitamin C Suplementas 7590 60100 Normal†
i dapat mg/hari mg/hari
diberikan
untuk
membantu
absorbs besi
oral
Sumber : PERNEFRI, 2011
Keterangan :
* Diberikan pada pasien dengan pembatasan diet protein yang lama (kurang dari
0,75 gram/kgBB ideal/hari)
** Diberikan pada pasien terapi ESA dan dengan pembatasan diet protein (kurang
dari 0,75 gram/kgBBIdeal/hari)
† Diberikan pada pasien dengan terapi ESA setelah 6 minggu pasca transplantasi
ginjal diberikan sesuai dengan kebutuhan orang normal tidak ada = tidak
ditemukan adanya rekomendasi untuk nutrient tersebut. ESA : Erithropoietin
Stimulating Agent

d. Rekomendasi asupan vitamin larut lemak dan air pada PGK


Tabel 7.4. Rekomendasi Asupan Vitamin Larut Lemak dan Air pada PGK

Transplantasi
Nutrient Pre dialisis HD PD
Ginjal
Vitamin A Tidak ada 700900 Tidak ada Normal†
µg/hari
Vitamin D Mulai dengan dosis Individual Individual 12 g/hari jika ada
rendah dengan indikasi
monitor ketat
kadar kalsium,
fosfor, dan PTH
serum
Vitamin E Tidak ada 400800 Optional Normal†
IU/hari
Vitamin K 90120 µg/hari 90120 Tidak ada Normal†
µg/hari
Cairan Tidak dibatasi 500 Monitor Jangka pendek
dengan produksi ml/hari* 1500 (fase akut pasca
urin yang normal produksi 2000 transplantasi)
urin ml/hari euvolemik atau
sedikit
hipervolemik
dengan insensible
fluid loss
diperhitungkan
sekitar 3060
ml/jam. Untuk
pasien yang
normovolemik
dengan graft yang
berfungsi baik,
asupan cairan
minimal
dianjurkan 2000
ml/hari. Untuk
pasien oliguria
volume cairan
yang diberikan
harus seimbang
dengan produksi
urin ditambah
insensible fluid
loss sebesar 500
750 ml
Sumber : PERNEFRI, 2011
Keterangan : Tidak ada = tidak ditemukan adanya rekomendasi untuk nutrient
tersebut.
† Setelah 6 minggu pasca transplantasi ginjal diberikan sesuai dengan kebutuhan
orang normal

e. Asupan cairan pada pasien PGK disesuaikan dengan produksi urin dan status
hidrasi.
f. Kadar trace elements dalam darah dan jaringan pada pasien penyakit ginjal
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Penurunan LFG menyebabkan ekskresi berkurang, atau sebaliknya pada
kerusakan tubulus dapat mengakibatkan ekskresi berlebih.
2) Pasien dengan proteinuria berat dapat mengalami kehilangan protein bound
trace elements.
3) Status gizi yang buruk atau gangguan absorbs saluran cerna pada uremia
berat dapat mengurangi absorbs dan pemakaian trace elemen dalam diet.
4) Pada pasien PGTA, kontaminasi cairan dialisat oleh trace elements dalam
jumlah besar dapat disebabkan oleh kesalahan pada pemurnian air atau
persiapan dialisat.
5) Masuk atau hilangnya trace elements selama dialisis tergantung pada
gradient antara fraksi sebuah molekul dalam plasma yang dapat difiltrasi,
kadarnya dalam cairan dialisat, dan jenis serta permeabilitas membrane
dialisis.

g. Rekomendasi asupan mineral dan trace elements pada PGK

Tabel 7.5. Rekomendasi Asupan Mineral dan Trace Elements pada PGK

Transplantasi
Minerals Pre dialisis HD PD
Ginjal
NaCl <5 g/hari 56 g/hari 510 g/hari <67 g/hari
Kalium 39 817 817 Tidak dibatasi,
mg/kg/hari, mg/kg/hari mg/kg/hari monitor efek obat.
tergantung Jika direstriksi,
nilai dapat diberikan 1
laboratorium mEq kalium per
gram protein dalam
diet
Kalsium 1200 <2000 <2000 10001500 mg/hari
mg/hari mg/hari mg/hari
Transplantasi
Minerals Pre dialisis HD PD
Ginjal
dari diet dari diet
dan obat dan obat
Fosfor 8001000 800100 800100 1,2 g/hari baik
mg/hari (jika mg/hari mg/hari pada fase akut
fosfat serum maupun 46
>4,6 mg/dl minggu pasca
dan/atau transplantasi
PTH >114,9
pg/ml pada ≥
2x
pemeriksaan
Zinc (Zn) 12 mg/hari Jika perlu* 1015 Jangka pendek
mg/hari (L)
dapat diberikan
dan 812suplementasi untuk
mg/hari (P)
membantu
penyembuhan luka
Besi (Fe) Individual** Individual** Individual** Individual**
tergantung
cadangan besi
tubuh
Selenium 85 µg/hari 55 µg/hari 55 µg/hari Normal†
Sumber : PERNEFRI, 2011
Keterangan :
* Bisa diberikan suplemen zinc elemental sampai 15 mg/hari
** Pada terapi ESA dapat diberikan suplementasi besi baik oral maupun
parenteral, mengacu pada konsesus manajemen anemia pada pgk
* Natrium hanya dibatasi pada periode akut pasca operasi dimana mungkin
terjadi fungsi graft yang buruk atau hipertensi pasca transplantasi
* Kadar kalium darah dapat meningkat pada pemakaian
takrolimus,siklosporin, atau diuretik hemat kalium, insufisiensi ginjal, atau
asidosis metabolik
† Setelah 6 minggu pasca transplantasi ginjal diberikan sesuai dengan
kebutuhan orang normal
L = lakilaki, P= perempuan
Tidak ada = tidak ditemukan adanya rekomendasi untuk nutrien tersebut
ESA=Erythropoiesis Stimulating Agent

6. Monitoring dan Evaluasi


a. Monitoring status gizi sebaiknya dilakukan menggunakan tehnik di bawah ini :
1) Anamnesis diet.
2) Berat badan.
3) Subjective Global Assessment (SGA).
4) Penanda biokimia : albumin serum, kolesterol serum, kreatinin serum,
saturasi transferin.
b. Anamnesis diet dan konseling :
1) Anamnesis diet pada pasien PGKHD yang stabil sebaiknya dilakukan setiap
3 – 6 bulan oleh dietisien (ahli gizi) atau setiap 3 bulan jika usia > 50 tahun
atau telah menjalani HD > 5 tahun.
2) Pasien yang mengalami malnutrisi sejak awal HD sebaiknya dilakukan food
recall setiap bulan.
c. Berat Badan :
1) Dilakukan penghitungan rerata berat badan pasca dialysis selama satu
bulan dan di nilai persentase perubahannya setiap bulan.
2) Penghitungan IDWG didasarkan atas berat badan kering.
d. Penanda Biokimia :
1) Albumin, kolesterol dan kreatinin serum dievaluasi 1 bulan setelah HD di
mulai dan selanjutnya setiap 3 bulan pada pasien yang klinisnya stabil.
2) Pemeriksaan penanda biokimia di atas dilakukan setiap 1 bulan sekali pada
pasien yang secara klinis tidak stabil dengan berbagai komorbid, inflamasi
yang persisten, atau sedang mendapatkan terapi diet intensif.
e. Target penatalaksanaan nutrisi pada PGK :
1) PGK predialisis :
a) Asupan makanan > 80%dari yang direkomendasi
b) IMT 20 25 kg/m²
c) Cadangan massa otot/lemak adekuat
d) SGA (A)
e) Albumin 3,5 – 5,0 g/dl (dapat lebih rendah pada sindrom nefrotik)
f) Kolesterol 150 – 200mg/dl
g) Trigliserida ¸150 mg/dl
h) HDL : pria > 40 mg/dl dan wanita > 50 mg/dl
i) Kreatinin mencapai kadar yang stabil
j) Saturasi transferin 20 – 50%
2) PGKHD dan PGKPD :
a) Asupan makanan > 80%dari yang direkomendasi
b) IMT 20 25 kg/m²
c) Cadangan massa otot/lemak adekuat
d) SGA (A)
e) Albumin ≥ 4,0 g/dl
f) Kolesterol 150 – 200mg/dl
g) Trigliserida ¸150 mg/dl
h) HDL : pria > 40 mg/dl dan wanita > 50 mg/dl
i) Kreatinin serum > 10 mg/dl
j) Saturasi transferin 20 – 50%
3) Transplantasi ginjal :
a) Jangka Pendek :
− Asupan makanan > 80% dari yang direkomendasi
− Mencegah terjadinya penurunan atau peningkatan berat badan
yang tidak wajar
− IMT 20 – 25kg/m²
− Cadangan massa otot/lemak adekuat
− SGA (A)
− Albumin 3,5 g/dl
− Kolesterol 150 – 200mg/dl
− LDL < 160 mg/dl (dengan 0 – 1 faktor resiko)
< 130 mg/dl (dengan ≥ 2 faktor resiko), atau
< 100 mg/dl (Coronary Heart Disease(CHD) atau ekuivalen
dengan resiko CHD ; Definisi factor (selain LDL) yang dianggap
resiko tinggi untuk CHD : merokok, Hipertensi (TD ≥ 140/90
mmHg atau dalam terapi antihipertensi), kadar HDL rendah (<
40 mg/dl), riwayat keluarga dengan CHD pada first degree
relative (lakilaki) < 55 tahun, CHD pada first degree relative
(perempuan) < 65 tahun, usia lakilaki ≥ 45 tahun, perempuan ≥
55 tahun. Kadar HDL ≥ 60 mg/dl terhitung sebagai factor resiko
“negative”, dan apabila ada maka menghilangkan satu factor
resiko dari jumlah total.
− HDL : pria > 40 mg/dl dan wanita > 50 mg/dl
− Trigliserida < 150 mg/dl
b) Jangka Panjang :
− Asupan makanan > 80% dari yang direkomendasi
− Mencegah terjadinya kenaikkan berat badan yang tidak wajar
− IMT 20 – 25kg/m²
− Cadangan massa otot/lemak adekuat
− SGA (A)
− Albumin 3,5 5,0 g/dl
− Kolesterol 150 – 200mg/dl
− LDL < 160 mg/dl (dengan 0 – 1 faktor resiko)
< 130 mg/dl (dengan ≥ 2 faktor resiko), atau
< 100 mg/dl (Coronary Heart Disease(CHD) atau ekuivalen
dengan resiko CHD ; Definisi factor (selain LDL) yang dianggap
resiko tinggi untuk CHD : merokok, Hipertensi (TD ≥ 140/90
mmHg atau dalam terapi antihipertensi), kadar HDL rendah (<
40 mg/dl), riwayat keluarga dengan CHD pada first degree
relative (lakilaki) < 55 tahun, CHD pada first degree relative
(perempuan)
< 65 tahun, usia lakilaki ≥ 45 tahun, perempuan ≥ 55 tahun.
Kadar HDL ≥ 60 mg/dl terhitung sebagai factor resiko “
negative”, dan apabila ada maka menghilangkan satu factor
resiko dari jumlah total.
− HDL : pria > 40 mg/dl dan wanita > 50 mg/dl
− Trigliserida < 150 mg/dl

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Sebutkan fungsi faal ginjal dalam tubuh kita?


2) Sebutkan penyebab Penyakit Ginjal Kronik (PGK) menurut Infodatin Kemenkes RI tahun
2017?
3) Jelaskan secara singkat patologi klinis PGK mulai dari derajad awal (1) sampai derajad
akhir (4)!
4) Sebutkan kemungkinan sepuluh (10) diagnosis gizi pada pasien PGK?
5) Sebutkan tujuan umum penatalaksanaan nutrisi pada pasien PGK?
6) Sebutkan tujuan penilaian status gizi pada pasien PGK?
7) Sebutkan indikator malnutrisi pada pasien PGK?
8) Sebutkan rekomendasi untuk asupan gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin
dan mineral) sesuai kebutuhan gizi pada pasien (PGK)?
9) Jelaskan tehnik memonitoring status gizi pada pasien PGK!

Petunjuk Jawaban Latihan

Pelajari kembali materi berikut ini agar saudara dapat mengerjakan soal latihan dengan
baik.
1) Pengertian dan Fungsi ginjal.
2) Etiologi atau penyebab penyakit ginjal kronik.
3) Patologi penyakit ginjal kronik.
4) Diagnosis gizi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.
5) Tujuan umum penatalaksanaan nutrisi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.
6) Tujuan penilaian status gizi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.
7) Indikator malnutrisi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.
8) Rekomendasi atau kebutuhan gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral) pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.
9) Cara memonitoring status gizi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.

Ringkasan

Ginjal merupakan salah satu organ penting yang mempunyai fungsi menjaga komposisi
darah dengan cara mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap
stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan
tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat.
Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat
berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi serta
kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih
awal. Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan hingga laju
filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat
dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti
badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan
pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi
glomelurus kurang dari 30%.
Penegakkan diagnosis gizi pada pasien PGK sangat penting untuk memperjelas dan
membantu dalam pelaksanaan asuhan gizi. Dalam merencanakan dan melaksanakan asuhan
gizi perlu ditetapkan tujuan, syarat (rekomendasi) kebutuhan gizi pasien PGK disesuaikan
dengan keadaan atau status gizi saat itu. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan
asuhan gizi pada pasien PGK perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Berapa literkah ginjal menyaring darah dalam sehari pada tubuh kita?
A. 50 – 75 liter/hari
B. 75 – 100 liter/hari
C. 100 – 115 liter/hari
D. 120 – 150 liter/hari
E. 150 – 200 liter/hari

2) Berapa nilai laboratorium berdasarkan kerusakan ginjal dan/atau penurunan GFR


selama minimal 3 bulan untuk menetapkan seseorang terkena PGK?
A. < 30 mL/min/1,73 m²
B. < 50 mL/min/1,73 m²
C. < 60 mL/min/1,73 m²
D. < 75 mL/min/1,73 m²
E. < 90 mL/min/1,73 m²

3) Faktor resiko PGK salah satunya adalah susceptibility. Pilihlah di bawah ini yang
merupakan faktor dari susceptibility!
A. Bayi
B. Anak
C. Remaja
D. Dewasa
E. Lansia

4) Indikator malnutrisi pada pasien PGK antara lain ....


A. Albumin serum < 3 8 g/dl
B. Kreatinin serum < 5 mg/dl
C. IMT < 10kg/m²
D. Kolesterol < 200 mg/dl
E. Pre albumin < 50 mg/dl

5) Asupan protein yang direkomendasikan untuk pasien PGKPredialisis adalah ....


A. 0,5 – 1,00 g/kgBB ideal/hari
B. 0,6 – 0,75 g/kgBB ideal/hari
C. 0,8 – 1,00 g/kgBB ideal/hari
D. 1,0 – 1,50 g/kgBB ideal/hari
E. 1,5 – 2,00 g/kgBB ideal/hari
Topik 2
Asuhan Gizi Terstandar untuk Pasien
Penyakit Batu Ginjal

S etelah kita belajar mengenai asuhan gizi terstandar untuk pasien ginjal kronik pada
topik 1, maka pada topik 2 ini kita akan melanjutkan asuhan gizi pada penyakit
yang mengenai organ ginjal, yang biasa kita kenal dengan nama batu ginjal. Batu
ginjal
lebih banyak diderita pada orang dewasa lakilaki dari pada perempuan. Faktor risiko
terjadinya batu ginjal biasanya disebabkan hiperkalsiuria, hiperurikosuria, hiperoksalouria,
rendahnya volume dan pH urin. Konsentrasi mineral atau garam yang ada dalam urin bisa
mencapai nilai tinggi yang akan memungkinkan terbentuknya Kristal, dan ini akan
mengendap dalam tubulus ginjal atau ureter yang lama kelamaan akan terbentuk batu yang
biasa kita sebut batu ginjal. Kelainan metabolisme atau pengaruh lingkungan akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi mineral atau garam. Mineral atau garam pada batu
ginjal sebagian besar berupa garam kalsium, fosfat, oksalat serta asam urat.

A. GAMBARAN UMUM

Penyakit batu ginjal atau biasa disebut nefrolitiasis adalah suatu kondisi ketika material
keras yang menyerupai batu atau kalkulus terbentuk di dalam ginjal. Batubatu tersebut
terbentuk oleh karena adanya kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat, asam urat, kalium
fosfat, struvit dansistin). Material tersebut berasal dari sisa zatzat limbah di dalam darah
yang disaring oleh ginjal kemudian mengendap dan mengkristal seiring waktu. Ukuran batu
bervariasi dari yang granular (pasir dan krikil) sampai sebesar buah jeruk. Batu yang berupa
krikil biasanya dikeluarkan secara spontan.

B. ETIOLOGI

Batu ginjal terbentuk kemungkinan adanya hubungan dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu
pada saluran kemih. Dua faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya. Faktor intrinsik (dari tubuh orang itu sendiri) antara lain:
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : paling sering didapatkan pada usia 3050 tahun.
3. Jenis kelamin : jumlah penderita lakilaki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan.

Faktor ekstrinsik antara lain:


1. Geografis : ada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang di
asup.
4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium.
5. Pekerjaan : penyakit ini banyak ditemukan pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

C. TANDA DAN GEJALA

1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang. Lokasi nyeri tergantung di mana batu itu berada.
Bila pada piala ginjal rasa nyeri akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan
sifatnya konstan. Terutama timbul pada costoverteral.
2. Hematuria Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma
yang disebabkan adanya batu atau terjadi kolik.
3. Infeksi Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun infeksi
asistemik yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang progresif.
4. Kencing panas dan nyeri.
5. Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal.

D. PATOFISIOLOGI

Batu saluran kemih biasanya timbul karena adanya kerusakan pada sistem
keseimbangan organ ginjal kita. Dua aktivitas yang berlawanan pada fungsi ginjal yaitu ginjal
harus mengolah air, dan ginjal juga harus mengekskresikan materi yang derajat kelarutannya
rendah. Dua aktivitas berlawanan ini harus diseimbangkan dalam adaptasi terhadap diet,
iklim dan aktivitas (Wortmann, 2012). Secara teori batu saluran kemih terbentuk di saluran
kemih terutama daerahdaerah yang sering mengalami penghambatan aliran urin (Purnomo,
2011). Ada beberapa teori yang menerangkan proses pembentukan batu saluran kemih.
1. Teori Supersaturasi
Kalsium, oksalat dan fosfat membentuk banyak senyawa kompleks terlarut yang stabil
dengan komposisinya terdiri atas zat itu sendiri dan substansi urin lainnya. Akibatnya,
aktivitas ion bebas dari zat itu lebih rendah dari pada konsentrasi kimiawinya, dan hanya
dapat diukur melalui teknik tidak langsung. Penurunan ligan seperti sitrat dapat
meningkatkan aktivitas ion tanpa mengubah konsentrasi kalsium dalam urin. Supersaturasi
urin dapat ditingkatkan melalui dehidrasi atau melalui ekskresi yang berlebihan dari pada
kalsium, oksalat, fosfat sistin atau asam urat. Selain itu pH urin juga perlu diperhatikan
karena fosfat dan asam urat merupakan asam lemah yang akan meningkatkan konsentrasi
pada pH yang rendah (Wortmann, 2012).
Inisiasi dan pembentukan batu ini menggambarkan bahwa pembentukan kristalkristal
diawali dari dalam ginjal. Agar kristal terbentuk urin harus jenuh sehubungan dengan materi
batu yang akan terbentuk, hal inilah yang disebut supersaturasi. Tingkat kejenuhan ini
berkorelasi dengan pembentukan batu, maka menurunkan tingkat kejenuhan ini efektif
untuk mencegah kekambuhan batu (Worcester et al, 2008).

2. Nukleasi
Batu terbentuk di dalam saluran kemih karena adanya inti batu (nucleus). Pertikel yang
kelewat supersaturasi akan mengalami pengendapan dan memulai nukleasi sehingga
akhirnya membentuk batu (Purnomo, 2011).

3. Penghambat kristalisasi
Inti yang stabil harus tumbuh dan berkelompok untuk membentuk sebuah batu yang
mempunyai arti klinis. Urin mempunyai banyak inhibitor poten pada proses pertumbuhan
dan pengelompokan kalsium oksalat dan kalsium fosfat, tetapi tidak berfungsi untuk
penghambatan asam urat, sistin atau struvit. Piroposfat anorganik adalah inhibitor poten
untuk kalsium fosfat dari pada kalsium oksalat. Glikoprotein menghambat pembentukan
kalsium oksalat (Favus et al, 2000).
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat, kalsium fosfat,
asam urat, magnesiumamoniumfosfat, xanthyn, sistin, silikat dan unsur lainnya.
a. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu sekitar 70 sampai 80 persen dari seluruh
kasus batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini bisa tunggal atau gabungan terdiri atas
kalsium oksalat saja atau dengan kalsium fosfat. (Purnomo, 2011).
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1) Hiperkalsiuri adalah kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250300 mg/24 jam.
Penyebab terjadinya hiperkalsiuri ini bisa berupa hiperkalsiuri idiopatik yang bersifat
hereditar. Selain itu pada beberapa pasien hal ini terjadi karena tingginya absorpsi
kalsium (Wortmann, 2012).
2) Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. Pasien yang
mengalami gangguan ini banyak terjadi pada pasien sehabis menjalani pembedahan
usus dan yang banyak mengkonsumsi diet kaya oksalat (Purnomo, 2011).
3) Hiperurikosuria adalah kadar asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam (Purnomo,
2011). Sekitar 20% kalsium oksalat pembentuk batu karena hiperurikosuria (Aspilin et
al, 2010).
4) Hipositraturia di temukan pada 20% sampai 40% pembentukan batu kalsium (Aspilin et
al, 2010).

b. Batu Struvit
Akibat infeksi saluran kemih akan menyebabkan terbentuk batu struvit. Bakteri yang
menyerang umumnya dari spesies Proteus, yang mempunyai urase, yaitu enzim yang
mendegradasi urea menjadi NH 3 dan CO2 . NH3 mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan
menaikkan pH menjadi 8 sampai 9. CO2 mengalami hidrasi menjadi H2CO3 dan selanjutnya
berdisosiasi menjadi CO3 2 yang mengalami presipitasi dengan kalsium menjadi CaCO3. NH +

terpresipitasi dengan PO43 dan Mg 2+


membentuk MgNH4PO4. Hasilnya adalah batu kalsium
karbonat tercampur dengan struvit (Favus et al, 2000).

c. Batu Sistin
Sistinuria bisa terbentuk melalui defek transpor asam amino yang terganggu pada sikat
pembatas di tubulus ginjal dan sel epitel di intersitium. Batu ini hanya terbentuk pada pasien
dengan sistinuria (Favus et al, 2000).

d. Batu Asam urat


Batu asam urat biasanya berkaitan dengan penyakit gout arthritis, yaitu penyakit yang
mempunyai sifat malignant serta penyakit yang menyerang gastrointestinal yang disertai
dengan diare. Batu asam urat ini paling sedikit diderita pasien batu ginjal tetapi secara
signifikan lebih umum di antara pembentuk batu dengan sindrom metabolik. Urin yang
terlalu asam merupakan salah satu penyebab kelainan utama nefrolitiasis asam urat selain
itu bisa juga disebabkan hiperurikemia dan dehidrasi. Batu asam urat ini merupakan 5 – 10%
dari seluruh batu saluran kemih.
E. MANAGEMEN DIET

1. Pada Pasien Batu Ginjal (Diet Nefrolitiasis)


a. Tujuan Diet adalah mencegah atau memperlambat terbentuknya kembali batu
ginjal, meningkatkan ekskresi garam dalam urin dengan cara mengencerkan urin
melalui peningkatan asupan cairan, memberikan diet sesuai dengan komponen
utama batu ginjal.
b. Syarat Diet adalah energi diberikan sesuai dengan kebutuhan, protein sedang,
yaitu 10 – 15% dari kebutuhan energi total, lemak sedang, yaitu 15 25% dari
kebutuhan energi total, karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total, cairan
tinggi, yaitu 2,5 – 3 liter/hari, setengahnya dari minuman air putih, pembatasan
makanan sesuai dengan jenis batu.
2. Pada Pasien Batu Kalsium Oksalat dan Kalsium Fosfat (Diet Rendah Oksalat Tinggi Sisa
Asam)
a. Tujuan Diet adalah untuk mencegah atau memperlambat terbentuknya batu
kalsium oksalat atau batu kalsium fosfat.
b. Syarat diet adalah energi sesuai kebutuhan, protein sedang, yaitu 1015% dari
kebutuhan energi total atau 0,8 g/kg BB/hari, lemak sesuai kebutuhan, yaitu 10
25% dari kebutuhan energi total, karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total,
cairan tinggi, yaitu 2,53 liter/hari, setengahnya dari minuman air putih, natrium
sedang, yaitu 2300 mg (setara dengan 5 gram garam dapur), pemberian ini untuk
menghindari adanya kalsiuria, kalsium normal, yaitu 500 800 mg/hari.
Pembatasan kalsium tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan keseimbangan
kalsium negatif, serat tidak larut air tinggi, karena serat dapat mengikat kalsium,
sehingga membatasi penyerapannya, oksalat rendah dengan cara membatasi
makanan tinggi oksalat, fosfat normal. Dengan Diet Rendah Fosfat tidak dapat
mencegah pembentukan batu fosfat.
c. Bahan makanan yang dibatasi
1) Sumber kalsium : susu dan keju serta makanan yang dibuat dari susu, teri
dan ikan yang dimakan dengan tulang.
2) Sumber oksalat : makanan yang dapat meningkatkan ekskresi oksalat
melalui ginjal yaitu kentang, ubi, bayam, bit, stroberi, anggur, kacang
kacangan, teh dan coklat.
3. Pada Pasien Batu Asam Urat (Diet Rendah Purin Tinggi Sisa Basa)
a. Tujuan Diet adalah membantu menurunkan kadar asam urat dalam plasma
darah, meningkatkan pH urin menjadi 66, 5.
b. Syarat diet adalah energi sesuai kebutuhan, protein cukup, yaitu 1015% dari
kebutuhan energi total, lemak sedang, yaitu 1025% dari kebutuhan energi total,
karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total, hindari bahan makanan sumber
protein yang mengandung purin > 100 mg/100 gram bahan makanan, makanan
yang menghasilkan sisa basa tinggi diutamakan, dan yang menghasilkan sisa
asam tinggi dibatasi, cairan tinggi yaitu, 2,53 liter/hari, setengahnya berasal dari
air putih, mineral dan vitamin cukup.
c. Bahan makanan yang cenderung menghasilkan sisa basa tinggi
1) Susu : susu, susu asam, dan krim.
2) Lemak : minyak kelapa, kelapa dan santan.
3) Sayuran : semua jenis sayuran terutama bayam dan bit.
4) Buah : semua jenis buah.
d. Bahan makanan yang cenderung menghasilkan sisa asam tinggi
1) Sumber karbohidrat : nasi, roti, dan hasil terigu lainnya, macaroni, spageti,
cereal, mi, cake dan kue kering.
2) Sumber protein : daging, ikan, kerang, telur, keju, kacangkacangan dan
hasil olahannya.
3) Sumber lemak : lemak hewan.
e. Bahan makanan yang bersifat netral
1) Sumber karbohidrat : jagung, tapioca, gula, sirup dan madu.
2) Sumber lemak : minyak goreng selain minyak kelapa, margarine dan
mentega.
3) Minuman : kopi dan teh.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Sebutkan dan jelaskan factor yang mempengaruhi terbentuknya batu pada saluran
kemih?
2) Sebutkan dan jelaskan tanda dan gejala adanya batu pada organ ginjal?
3) Sebutkan dan jelaskan tiga teori yang menerangkan proses pembentukan batu saluran
kemih?
4) Sebutkan dan jelaskan 3 faktor terjadinya batu kalsium?
5) Sebutkan tujuan dan syarat diet batu ginjal (Diet Nefrolitiasis)?
6) Sebutkan bahan makanan sumber kalsium dan oksalat yang harus dibatasi pada Diet
Rendah Oksalat Tinggi Sisa Asam Basa?
7) Sebutkan bahan makanan yang cenderung netral untuk Diet Rendah Purin Tinggi Sisa
Asam Basa?

Petunjuk Jawaban Latihan

Pelajari kembali materi berikut ini agar saudara dapat mengerjakan soal latihan dengan
baik.
1) Pengertian dan etiologi terbentuknya batu ginjal.
2) Patofisiologi batu saluran kemih.
3) Managemen diet:
a) Pada Pasien Batu Ginjal (Diet Nefrolitiasis).
b) Pada Pasien Batu Kalsium Oksalat dan Kalsium Fosfat (Diet Rendah Oksalat Tinggi
Sisa Asam).
c) Pada Pasien Batu Asam Urat (Diet Rendah Purin Tinggi Sisa Basa).

Ringkasan

Penyakit batu ginjal atau biasa disebut nefrolitiasis adalah suatu kondisi ketika material
keras yang menyerupai batu atau kalkulus terbentuk di dalam ginjal. Terdapat dua faktor
yang mempengaruhi terbentuknya batu pada saluran kemih. Dua faktor tersebut adalah
faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik
yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Tanda dan gejala adanya batu pada organ ginjal kadang terasa kadang tidak terasa.
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada pasien batu ginjal antara lain, nyeri dan pegal di
daerah pinggang. Hematuria darah dari ginjal berwarna coklat tua, adanya disfungsi ginjal
yang progresif, kencing panas dan nyeri, adanya nyeri tekan pada daerah ginjal.
Ada tiga teori yang menerangkan terjadinya batu saluran kemih yaitu satu teori
supersaturasi, dua teori nukleasi dan tiga teori penghambat kristalisasi. Batu saluran kemih
pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium
amoniumfosfat, xanthyn, sistin, silikat dan unsur lainnya.
Dalam menangani pasien dengan penyakit batu ginjal ada beberapa manajemen diet
yang perlu di perhatikan. Secara umum asuhan gizi atau manajemen diet untuk pasien
penyakit batu ginjal ada dua yaitu, Diet Rendah Oksalat Tinggi Sisa Asam untuk penyakit
batu
kalsium dan Diet Rendah Purin Tinggi Sisa Basa untuk penyakit batu asam urat. Secara
umum tujuan dan syarat diet untuk penyakit batu ginjal (Diet Nefrolitiasis) adalah sebagai
berikut.
1. Tujuan diet : mencegah dan memperlambat terbentuknya kembali batu ginjal,
meningkatkan ekskresi garam dalam urin dengan cara mengencerkan urin melalui
peningkatan asupan cairan dan memberikan diet sesuai dengan komponen utama
batu ginjal.
2. Syarat diet : Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan, protein sedang, yaitu 10 – 15%
dari kebutuhan energi total, lemak sedang, yaitu 15 25% dari kebutuhan energi total,
karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total, Cairan tinggi, yaitu 2,5 – 3 liter/hari,
setengahnya dari minuman air putih, Pembatasan makanan sesuai dengan jenis batu.

Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Yang termasuk faktor intrinsik terbentuknya batu ginjal pada penderita nefrolitiasis
adalah ....
A. Diet
B. Iklim
C. Geografis
D. Pekerjaan
E. Keturunan

2) Pada factor ekstrinsik salah satunya disebabkan adanya diet sebagai berikut ....
A. Diet Tinggi Purin, Oksalat dan Kalsium
B. Diet Rendah Purin, Oksalat dan Kalsium
C. Diet Tinggi Purin, Rendah Oksalat dan kalsium
D. Diet Rendah Purin, Tinggi Oksalat dan Kalsium
E. Diet Tinggi Purin dan Oksalat, Rendah Kalsium

3) Hiperkalsiuri bisa terjadi apabila kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari angka
sebagai berikut ....
A. 100 – 150 mg/24 jam
B. 150 – 200 mg/24 jam
C. 200 – 250 mg/24 jam
D. 250 – 300 mg/24 jam
E. 300 – 350 mg/24 jam

4) Pada pasien batu ginjal untuk mengeluarkan garam dan mengencerkan urin, sebaiknya
cairan diberikan tinggi. Berapakah cairan yang sebaiknya diberikan setiap harinya?
A. 0,5 1,0 liter/hari
B. 1,5 1,7 liter/hari
C. 2,0 2,5 liter/hari
D. 2,5 3,0 liter/hari
E. 3,5 4,0 liter/hari

5) Berapakah protein yang sebaiknya diberikan perharinya untuk penderita batu kalsium
oksalat dan batu kalsium fosfat apabila berat badan penderita 50 kg?
A. 30 gram
B. 35 gram
C. 40 gram
D. 50 gram
E. 60 gram
Topik 3
Praktik Asuhan Gizi Terstandar untuk
Kasus dengan Penyakit Ginjal Kronik dan
Penyakit Batu Ginjal

P ada topik 1 dan topik 2 sudah kita bahas mengenai asuhan gizi pada penderita PGK
dan penderita batu ginjal, pada topik 3 kali ini kita akan belajar mengerjakan
kasus kasus pada penderita PGK maupun penderita batu ginjal. Praktik kasus ini
akan kita
kerjakan sesuai dengan asuhan gizi terstandar yang telah kita pelajari seperti kasus pada bab
bab sebelumnya.

A. KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIK

Tn. AS berusia 38 tahun. Riwayat penyakit yaitu tahun 2010 pasien melakukan operasi
batu ginjal, tahun 2013 batu muncul lagi dan opname di Rumah Sakit dengan diagnosis
medis CKD/GGK, advice HD 1x/minggu. Selama rutin HD pasien juga menjalani pengobatan
alternatif sehingga batu bisa hancur. Selama HD tekanan darah terus meningkat. Pasien
sudah melakukan HD rutin 2x/ ]minggu selama 4 tahun. BB setelah HD=52,5 kg, TB=167 cm.
Hasil pemeriksaan biokimia setelah HD yaitu Hb=8,6 g/dl, albumin=3,1 g/dl, ureum=49,
kreatinin=6,02. Tekanan darah 173/96 mmHg, suhu 37,5 0C, nadi 69x/mnt, RR 24x/mnt.
Frekuensi BAK 23 kali/hari, sering merasa haus, dan sering kesemutan. Sebelum HD
mengalami oedema pada kaki dan tangan. Setelah HD, oedema berkurang. Dietary history
pasien 1 bulan terakhir yaitu : Makanan Pokok : Nasi 34x/hari @2 centong, Lauk Hewani :
Ikan nila, ayam @50 g, telur ayam 1 butir , Lauk Nabati: Kadang tempe dan tahu setiap hari,
Sayur: Bayam, kangkung, wortel, kol, kentang, buah : Jeruk, 23x/mggu @100 g, rambutan
1x/minggu @30 g, snack : Donat, ketela goreng, minuman : Air putih >1 liter sehari. Hasil
recall diet RS yaitu : E=2000.3 kkal, P=46.3 gram, L=69.4 gram, KH=288.6 gram, Na=176,27
mg, K=1125,425 gram, cairan=1500 ml. Pasien merasa sangat sulit mengendalikan konsumsi
cairan, padahal sudah mengetahui bahwa jika konsumsi terlalu banyak akan menyebabkan
penumpukan cairan. Susunlah asuhan gizi untuk pasien tersebut setelah HD, beserta
perencanaan konseling gizi yang akan diberikan!
Jawab :
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. AS
b. Jenis kelamin : Lakilaki
c. Usia : 38 tahun
d. Diagnosis : CKD/GGK, advice HD 1x/minggu.

2. Nutrition Screening (NRS 2002)


Skrining Awal

JAWABAN
No. KRITERIA
YA TIDAK
1. Apakah IMT < 20,5 atau LLA < 25 cm untuk Wanita dan √
LLA < 26,3 untuk Pria?
2. Apakah pasien kehilangan BB dalam 3 bulan terakhir ? √
3. Apakah asupan makanan menurun seminggu terakhir ? √
4. Apakah pasien dengan penyakit berat ? GGK √
Jika tidak untuk semua criteria skrening (Ulang seminggu kemudian)
Jika ada 1/lebih kriteria dengan jawaban ya (skrining lanjut)

Skrening lanjut I

RISIKO GIZI KRITERIA


Absen (Skor=0) Status gizi normal
Ringan (skor=1) Kehilangan BB > 5% dalam 3 bulan atau asupan 5075% dari
kebutuhan
Sedang (skor=2) Kehilangan BB > 5% dalam 2 bulan atau atau asupan 2550%
dari kebutuhan
Berat (skor=3) Kehilangan BB > 5% dalam 1 bulan (>15% dalam 3 bulan) atau
asupan 025% dari kebutuhan

Skrening lanjut II

RISIKO GIZI KRITERIA


Absen (skor=0) Kebutuhan gizi normal
Ringan (skor=1) Fraktur, pasien kronik (sirosis hati, COPD, HD rutin, diabetes,
kanker,infeksi)
Sedang (skor=2) Bedah mayor, stroke, pneumonia berat, kanker darah
Berat (skor=3) Cidera kepala, transplantasi sumsum, pasien ICU
Kesimpulan

Skrining lanjut I Skrining lanjut II Usia > 65 tahun TOTAL SKOR


SKOR 2 1 Tidak 3
RISIKO/TIDAK RISIKO
Kesimpulan : Tn. AS beresiko malnutrisi.

3. Nutrition Assesment
a. Antropometri
1) Berat Badan setelah HD = 52,5 kg
2) TB = 167 cm
BB
3) IMT = 52,5 52,5 = 18,82 (Normal, N : 18,524,9)
TB2 = 1,672= 2,7889
Kesimpulan :
Berdasarkan perhitungan IMT dengan menggunakan Berat Badan pasien, diketahui
bahwa status gizi pasien adalah normal yaitu 18,82 (N : 18,524,9).
b. Biokimia
Data Biokimia

Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan


Hb 11,513,5 g/dl 8,6 g/dl Rendah
Albumin 3,55 g/dl 3,1 g/dl Rendah
Ureum 16,6 – 48,5 mg/dl 49 mg/dl Tinggi
Kreatinin 0,51,5 mg/dl 6,02mg/dl Tinggi
Kesimpulan :
Hasil uji biokimia menunjukkan bahwa kadar Hb rendah yaitu 8,6 g/dl (N : 11,313,5
g/dl), albumin rendah yaitu 3,1 g/dl (N : 3,55 g/dl), Ureum tinggi yaitu 49 (N : 16,6-
48,5), dan kreatinin tinggi yaitu 6,02 (N : 0,51,5).

c. Clinik/fisik
Data Clinik/fisik
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan
Tekanan Darah 120/80 mmHg 173/96 mmHg Tinggi
Respirasi 1220 x/menit 24 x/menit Cepat
Nadi 90110 x/menit 69 x/menit Lambat
37,5 C
0
Suhu 36 37 C Normal
Keluhan utama :
 Frekuensi BAK 23 kali/hari, sering merasa haus, dan sering kesemutan.
 Sebelum HD mengalami oedema pada kaki dan tangan. Setelah HD, oedema berkurang.
 Pasien merasa sangat sulit mengendalikan konsumsi cairan.
 Selama HD tekanan darah terus meningkat.
Kesimpulan :
Berdasarkan data clinic/fisik menunjukkan bahwa tekanan darah pasien tinggi yaitu
173/96 mmHg (N : 120/80 mmHg), respirasi cepat yaitu 24x/menit (N : 1220 x/menit),
nadi lambat yaitu 69 x/menit (N : 90110x/menit), suhu tubuh normal yaitu 37,5 0 C (N :
36 37 0 C). Keluhan utama yaitu frekuensi BAK 23 kali/hari, sering mersa haus, dan
sering kesemutan. Sebelum HD mengalami oedema pada kaki dan tangan. Setelah HD,
oedema berkurang. Pasien merasa sangat sulit mengendalikan cairan.

d. Dietary History
Kebiasaan makan pasien 1 bulan terakhir:
1) Makanan Pokok : Nasi 34x/hari @2 centong
2) Lauk Hewani : Ikan nila, ayam @50 g, telur ayam 1 butir
3) Lauk Nabati : Kadang tempe dan tahu setiap hari
4) Sayur : Bayam, kangkung, wortel, kol, kentang
5) Buah : Jeruk, 23x/mggu @100 g, rambutan 1x/minggu @30 g
6) Snack : Donat, ketela goreng
7) Minuman : Air putih > 1 liter
Hasil recall 24 jam asupan makanan
:

Tabel 3. Hasil recall 24 jam asupan makanan

Energi Protein Lemak Na (mg) K (g) Cairan


KH (g)
(kkal) (g) (g) (ml)
Jumlah 2000,3 46,3 69,4 288,6 176,27 1125,425 1500
Kebutuhan 1837,5 63 51,04 275,625 200 2000 1418,75
% Asupan 108,86% 73,49% 135,97 104,71% 88,135% 56,3% 105,73%
Kategori Normal Kurang Lebih Normal Normal Kurang Normal

Kesimpulan :
 Berdasarkan kebiasaan makan pasien 1 bulan terakhir asupan energi dan protein
pasien sudah baik, hanya saja konsumsi buah masih jarang/tidak setiap hari.
Selain itu pasien kesulitan mengendalikan asupan cairan.
 Hasil recall 24 jam asupan makan menunjukkan bahwa asupan energi yaitu
108,86% dan karbohidrat yaiut 104,71% sesuai dengan kebutuhan pasien,
asupan protein yaitu 73,49% kurang dari kebutuhan pasien, asupan lemak
135,97% lebih dari kebutuhan pasien, asupan Na 88,135% sesuai dengan
kebutuhan pasien, asupan K 56,3% kurang dari kebutuhan pasien, dan asupan
cairan 105,73% sesuai dengan kebutuhan pasien.
e. Data Lain
1) Riwayat penyakit yaitu tahun 2010 pasien melakukan operasi batu ginjal.
2) Tahun 2013 batu muncul lagi dan opname di Rumah Sakit dengan diagnosis
medis CKD/GGK, advice HD 1x/minggu.
3) Selama rutin HD pasien juga menjalani pengobatan alternatif sehingga batu bisa
hancur.
4) Pasien sudah melakukan HD rutin 2x/ minggu selama 4 tahun.

1. Nutrition Diagnosis
NI5.1
Peningkatan kebutuhan zat gizi yaitu protein berkaitan dengan meningkatnya
kebutuhan protein untuk mengganti protein yang hilang dalam proses dialisis
dibuktikan oleh asupan protein pasien yaitu 73,49% kurang dari kebutuhan.
NI5.4
Penurunan kebutuhan zat gizi yaitu cairan berkaitan dengan pembatasan cairan karena
penurunan pengeluaran cairan pada pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisa
dibuktikan oleh adanya oedema pada tangan dan kaki serta penurunan frekuensi BAK
yaitu 23 kali/hari.

2. Nutrition Intervensi and Planing


a. Preskripsi diet
1) Jenis diet : Diet Dialisis I, Protein 59,85 gram
2) Jumlah zat gizi yang penting untuk terapi diet : Protein 59,85 gram, Cairan,
Natrium, Kalsium 1000 mg
3) Bentuk makanan : Biasa
4) Rute makanan : Oral
5) Frekuensi pemberian makanan : 3 x menu utama dan 2 kali selingan.
b. Tujuan diet
1) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan status gizi pasien.
2) Memberikan protein yang cukup untuk mengganti AAE dan N yang hilang dalam
proses dialisa.
3) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
4) Mencegah penimbunan hasil metabolisme antar HD.
c. Syarat diet
1) Energi cukup 35 kkal/kgBB/hari, yaitu 1837,5 kkal.
3) Protein tinggi 1,2 g/kgBB/hari, yaitu 63 gram.
4) Lemak cukup 1530% dari kebutuhan energi total, yaitu 40,83 gram.
5) Karbohidrat cukup 5575% dari kebutuhan energi total, yaitu 275,625.
6) Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 500750 ml.
7) Natrium dan kalium sesuai dengan urin yang keluar/24 jam.
8) Vitamin dan mineral cukup.
d. Perhitungan kebutuhan zat gizi individu
1) Energi = 35 x 52,5 = 1837,5 kkal
2) Protein = 1,2 x 52,5 = 63 gram
3) Lemak = 25% x 1837,5 = 459,375 kkal
= 51,04 gram
4) Karbohidrat = 60% x 1837,5 = 1102,5 kkal
= 275,625 gram
5) Cairan = 0,5 ml/kkal BB + IWL
= (0,75 x 1837,5) + 500
= 918,75 + 500
= 1418,75 ml
6) Natrium = 2 g/hari
7) Kalium = 3 g/hari
Perencanaan Menu Makan Sehari
Waktu Makan Masakan Bahan Makanan URT Jumlah (g) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g) Na (mg)
Nasi Beras putih giling 1 gls 60 214,2 5,04 1,02 46,26 16,2
Telur ayam ras 1 btr 60 92,4 7,44 6,48 0,42 0
Telur dadar gulung Kemangi 1 sdt 5 2,15 0,275 0,015 0,375 0
Minyak kelapa sawit 5 44,2 0 5 0 0
Tahu 1 ptg 30 24 3,27 1,41 0,24 0
Tahu bacem
Gula merah 1 ptg kcl 5 18,85 0 0 4,8665 0
06.00 WIB Bayam 70 11,2 0,63 0,28 2,03 0
Bening bayam
Wortel 3 sdm 30 10,8 0,3 0,18 2,37 21
Jeruk manis Jeruk manis 1 bh 100 45 0,9 0,2 11,2 0
Air putih Air putih 1 gls 200
JUMLAH 462,8 17,855 14,585 67,7615 37,2
PROSENTASE (%) 25,19 28,34 28,58 24,58
Nutrijell plain 1/2 sachet 4,5 15 0 0 4 0
Susu bubuk 1 sdm 10 40 1,43 2 4 35,71
Puding susu
Semangka 2 sdm 20 5,6 0,1 0,04 1,38 0
Gula 1 sdm 10 39,4 0 0 0,94 0
10.00 WIB Pisang rebus Pisang kepok 2 bh 100 109 0,8 0 26,3 10
Air putih Air putih 1 gls 200
JUMLAH 209 2,328571 2,04 36,62 45,714
PROSENTASE (%) 11,37 3,70 4,00 13,29
Nasi Beras putih giling 1gls 60 214,2 5,04 1,02 46,26 16,2
Ikan bumbu kuning Kembung 1 ptg sdg 50 62,5 10,65 1,7 1,1 107
Tempe kedelai murni 1 ptg 25 50,25 5,2 2,2 3,375 0
Pepes tempe
Kemangi 1 sdm 5 2,15 0,275 0,015 0,375 0
Buncis muda 50 17 1,2 0,15 3,6 4
12.00 WIB Tumis buncis
Minyak kelapa sawit 2,5 22,1 0 2,5 0 0
Pepaya Pepaya 1 ptg sdg 100 46 0,5 0 12,2 4
Air putih Air putih 1 gls 200
JUMLAH 414,2 22,865 7,585 66,91 131,2
PROSENTASE (%) 22,54 36,29 14,86 24,28
Roti tawar 2 iris 40 110 3 2 19 212
Roti selai
Selai strawberry morin 1 sdm 14 40 0 0 10 1
16.00 WIB Air putih Air putih 1 gls 200
JUMLAH 150 3 2 29 213
PROSENTASE (%) 8,16 4,76 3,92 10,52
Nasi Beras putih giling 1 gls 60 214,2 5,04 1,02 46,26 16,2
Ayam 1 ptg sdg 50 149 9,1 12,5 0 0
Semur ayam
Kecap 1 sdt 5 3,55 0,285 0,065 0,45 0
Tahu 1 ptg 30 24 3,27 1,41 0,24 0
Rolade tahu Seledri 1 sdt 5 1,15 0,05 0,005 0,23 0
Minyak kelapa sawit 5 44,2 0 5 0 0
Brokoli 40 10 0,96 0,08 1,96 0
18.00 WIB
Sayur Sop Kembang kol 30 7,5 0,72 0,06 1,47 0
Wortel 3 sdm 30 10,8 0,3 0,18 2,37 21
Pisang ambon Pisang ambon 1 bh 100 108 1 0,8 24,3 10
Air putih Air putih 1 gls
JUMLAH 572,4 20,725 21,12 77,28 47,2
PROSENTASE (%) 31,15 32,90 41,38 28,04
TOTAL 1808,4 66,77 47,33 277,57 474,31
KEBUTUHAN 1837,5 63 51,04 275,625 2000
PROSENTASE (%) 98,42 105,99 92,73 100,71
3. Rencana konseling Gizi
a. Masalah :
Diet Gagal Ginjal Kronis dengan Hemodialisa
b. Tujuan :
1) Memberikan gambaran dan informasi mengenai proses terapi Diet Gagal Ginjal
Kronis dengan Hemodialisa.
2) Memberikan informasi tentang pola makan dan kebiasaan makan yang baik dan
benar.
3) Memberikan informasi tentang makanan dan minuman yang boleh atau tidak
boleh untuk dikonsumsi.
4) Memberikan motivasi kepada pasien untuk mendukung kelancaran diet yang
dijalankan oleh pasien.
c. Materi
1) Menejelaskan materi tentang diet Gagal Ginjal Kronis degan hemodialisa.
2) Menjelaskan pola makan dan kebiasaan makan yang baik dan benar.
3) Menjelaskan bahan makanan yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan oleh
pasien.
4) Memberikan konseling supaya pasien dapat mengatur dan merawat diri dengan
baik, serta memberikan konseling makanan berdasarkan riwayat gizi.
d. Metode : Diskusi dan tanya jawab
e. Sasaran : Pasien
f. Waktu dan tempat : Rumah sakit (bangsal)
g. Konseling gizi dilakukan minimal 30 menit (sesuai materi) di ruang konseling gizi atau
di bangsal
h. Media : Leaflet, food model, daftar bahan makanan penukar, URT.

4. Nutrition Monitoring and Evaluasi


a. Monitoring dan evaluasi

Pengukuran/penga
Parameter Waktu Target terukur
matan
Mempertahankan/menurunkan
Antropometri BB Setiap hari
berat badan (tidak ada oedem)
Biokimia Pemantauan kadar:
Hb Sesuai waktu Hasil mendekati kadar normal
Albumin paruh/ Hasil mendekati kadar normal
Ureum rekomendasi Hasil mendekati kadar normal
Kreatinin dokter Hasil mendekati kadar normal
Pengukuran/penga
Parameter Waktu Target terukur
matan
Fisik/Klinis Tekanan darah Setiap hari Mendekati normal (120/80 mmHg)
Respirasi Setiap hari Mendekati normal (1220 x/menit)
Nadi Setiap hari Mendekati normal (90110 x/menit)
Suhu Setiap hari Mendekati normal (36 37 0 C)
Frekuensi BAK Setiap hari Frekuensi BAK meningkat (normal)
Sering merasa haus Setiap hari Tidak sering merasa haus
Sering kesemutan Setiap hari Tidak sering kesemutan
Oedem Oedem berkurang
Dietary Asupan makanan Setiap hari
dan zat gizi
Asupan Energi Asupan engi dan protein cukup
Asupan Protein (Minimal 80% dari kebutuhan)
Asupan Lemak Cukup asupan lemak
Asupan Karbohidrat Cukup asupan karbohidrat
Asupan Cairan Sesuai kebutuhan
Asupan natrium Sesuai kebutuhan
dan kalsium Cukup
Asupan Fe dan Vit C Cukup

b. Rekomendasi / tindak lanjut


Pasien menjalankan diet GGK hemodialisa yaitu mengkonsumsi tinggi protein untuk
mengganti protein yang hilang selama proses dialisis serta membatasi asupan cairan
(sesuai dengan volume urin + 500700 ml) untuk mencegah terjadinya oedema yang
lebih parah serta membatasi konsumsi garam. Pasien menjalankan diet sesuai dengan
anjuran dan kesepakatan bersama.

B. KASUS PENYAKIT BATU GINJAL

Ny.SH, berusia 56 tahun MRS dengan keluhan utama pinggang kanan dan kiri terasa
nyeri panas, badan demam, selalu gerah. Riwayat Penyakit Keluarga yaitu asma dan asam
urat. Diagnosis medis yaitu Nefrolithiasis. BB=65 kg, TB=150 cm. Hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu Hb=11 g/dl, Ht=33,6 %, Cl=109 mmol/L, Ca=9,9 , Mg=1,7 mEq/L,
cholesterol=456 mg/dl, basophil 0,5%. Pemeriksaan fisik klinis yaitu tekanan darah 130/90
mmHg, suhu 360C, nadi 74x/mnt, frekuensi BAK 45x/hari terasa agak nyeri. Sejak 3 bulan
SMRS pasien mengatakan sudah mulai mengatur pola dan kebiasaan makan. Sebelumnya
gemar konsumsi jerohan sapi, setiap hari konsumsi teh kental, sate kambing hamper
2x/minggu. Dietary history pasien 1 bulan terakhir yaitu : Makanan Pokok; Nasi 2x/hari (@1
ctg). Lauk hewani: Ikan laut (2x/hari, 1 ekor keciL/ 50 graml), Lauk nabati : Tempe (12x/hari,
@1 potong sdg/40 gram), sayur : Sawi, jembak (1 mangkok tiap makan), buah : Pisang,
snack : Pisang rebus, nasi kuning (3x/mgg),
minuman : Air putih (10 gls/hari). Hasil recall diet RS yaitu Energi = 1475,5kkal, Protein= 53,8
gr, Lemak= 41,2 gr, KH= 240,4 gr. Susunlah asuhan gizi untuk pasien tersebut beserta
perencanaan konseling gizi yang akan diberikan!

Jawab :
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. SH
b. Usia : 56 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Diagnosis medis : Nefrolithiasis

2. Nutrition Screening (NRS 2002)


Skrining Awal

Jawaban
Kriteria
Ya Tidak
1 Apakah IMT < 20,5 atau LLA < 25 cm untuk wanita dan LLA <

26,5 untuk Pria?
2 Apakah pasien kehilangan BB dalam waktu 3 bulan terakhir? √
3 Apakah asupan makan pasien menurun 1 minggu terakhir? √
4 Apakah pasien dengan penyakit berat? (ICU) √
- Jika tidak untuk semua kriteria, skrining diulang 1 minggu kemudian
- Jika ada 1 atau lebih kriteria dengan jawaban ya, dilakukan skrining lanjut

Skrining Lanjut 1

Resiko Gizi Kriteria Skor


Absen (Skor = 0) Status gizi normal
Ringan (Skor = 1) Kehilangan BB > 5% dalam 3 bulan atau asupan 50 –
75% dari kebutuhan
Sedang (skor = 2) Kehilangan BB > 5% dalam 2 bulan atau asupan 25 –
50% dari kebutuhan
Berat (skor = 3) Kehilangan BB > 5% dalam 1 (> 15% dalam 3 bulan)
atau asupan 0 – 25% dari kebutuhan
Skrining Lanjut 2

Resiko Gizi Kriteria Skor


Absen (Skor = 0) Status gizi normal
Ringan (Skor = 1) Fraktur, pasien kronis (sirosis hati, COPD, HD rutin,
BM, kanker)
Sedang (skor = 2) Bedah mayor, stroke, pneumonia berat, kanker darah,
sepsis
Berat (skor = 3) Cedera kepala, transplantasi sumsum, pasien ICU 3

Skrining Lanjut 1 Skrining Lanjut 2 Usia > 70 thn Total Skor


SKOR 0 3 3
RISIKO/TIDAK RISIKO
Keterangan:
Skor ≥ 3 : resiko malnutrisi, perlu perencanaan gizi secara dini
Skor < 3 : tidak beresiko malnutrisi atau bisa dilakukan skrining seminggu kemudian

Kesimpulan : Ny. SH beresiko malnutrisi.

1. Nutrition Assesment
a. Antropometri
 Perhitungan BBI
BBI = (TB – 100 )
= (150 – 100)
= 50 kg
 IMT
BB 65
IMT = = 1,52 65 = 28,89
TB2 = 2,25
Kesimpulan :
Berdasarkan perhitungan BBI pasien 50 kg dan status gizi pasien berdasarkan
perhitungan IMT adalah obesitas sedang

b. Biokimia
Data Biokimia
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan
 Hemoglobin 12 – 14 g/dl 11 g/dl Rendah
 Hematokrit 40 – 48% 33,6% Rendah
 Cl 100106 mmol/L 109 mmol/L Tinggi
 Kalsium 8,411 mg/dl 9,9 mg/dl Normal
 Mg 1,32,1 mEq/L 1,7 mEq/L Normal
< 200 mg/dl 456 mg/dl Tinggi
 Cholesterol
< 1% 0,5% Normal
 Basophil
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar
kalsium, magnesium, dan basophil normal. Kadar hemoglobin dan hematokrit
rendah. Serta kadar klorida dan kholesterol tinggi.

c. Clinic/fisik
Data Clinis/Fisik
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Keterangan
Tekanan darah 120/80 mmHg 130/90 mmHg Tinggi
0
Suhu 3637 C 360C Normal
Nadi 60100x/menit 74x/menit Normal
 Pinggang kanan dan kiri terasa nyeri panas
 Badan demam
 Selalu gerah
 Frekuensi BAK 45x/hari terasa agak nyeri

Kesimpulan
Berdasarkan data fisik diketahui bahwa tekanan darah pasien tinggi, suhu dan
nadi pasien rendah. Pasien mengeluh pinggang kanan dan kiri terasa nyeri panas,
badan demam, selalu gerah dan frekuensi BAK 45x/hari terasa agak nyeri.

d. Dietary History
Hasil recall 24 jam asupan makanan

Asupan Zat Gizi Dibandingkan Kebutuhan Gizi

Energi Protein Lemak KH


Asupan 1475,5 kkal 53,8 gram 41,2 gram 240,4 gram
Kebutuhan 2078 kkal 51,95 gram 34,63 gram 389,625 gram
% Asupan 71% 103,56% 118,97% 61,70%
Kategori Kurang Baik Lebih Kurang

Klasifikasi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sebagai


berikut:
 Baik : 80 – 110 % AKG
 Kurang : <80%AKG
 Lebih : >110% AKG
Kesimpulan :
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa asupan energi dan karbohidrat kurang,
asupan protein lebih, sedangkan asupan lemak pasien baik.
e. Lainlain
1) Diagnosis medis yaitu Nefrolithiasis
2) Riwayat penyakit keluaga yaitu asma dan asam urat
3) Sejak 3 bulan SMRS pasien mengatakan sudah mulai mengatur pola dan
kebiasaan makan.

3. Nutrition Diagnosis
NI51.2
Intake lemak berlebih berkaitan dengan status gizi pasien yaitu obesitas sedang dan
hasil pemeriksaan cholesterol menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari normal yaitu
456 mg/dl ditandai dengan persentase asupan lemak 118,97%.

4. Nutrition Intervention
a. Preskripsi Diet
1) Jenis Diet : diet Nefrolitiasis
2) Zat gizi yang penting : protein 51,95 gram, lemak 34,63 gram, dan cairan
2,5 3 liter/hari
3) Bentuk : Makanan biasa
4) Route : Oral
5) Frekuensi : 3 kali makan 2 kali selingan
b. Tujuan Diet:
1) Mencapai status gizi yang optimal.
2) Mencegah atau memperlambat terbentuknya kembali batu ginjal.
3) Meningkatkan ekskresi garam dalam urin dengan cara mengencerkan urin
melalui peningkatan asupan cairan.
c. Syarat Diet:
1) Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan.
2) Protein sedang, yaitu 10 – 15% dari kebutuhan energi total.
3) Lemak sedang, yaitu 1525% dari kebutuhan energi total.
4) Karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total.
5) Cairan tinggi, yaitu 2,5 – 3 liter / hari, separuhnya berasal dari minuman
(air putih).
6) Pembatasan makanan sesuai dengan jenis batu.

d. Perhitungan kebutuhan energi


1) Energi
BMR = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
= 655 + (9,6 x 50) + (1,8 x 150) – (4,7 x 56)
= 655 + 480 + 270 – 263,2
= 1141,8
Energi total = BMR x Fa x Fs
= 1141,8 x 1,3 x 1,4
= 2078 kkal
2) Protein = 10% x Total energi
= 0,10 x 2078 kkal
= 207,8 kkal : 4
= 51,95 gram
3) Lemak = 15% x Total energi
= 0,15 x 2078 kkal
= 311,7 kkal : 9
= 34,63 gram
4) KH = 75% x Total energi
= 0,75 x 2078 kkal
= 1558,5 kkal : 4
= 389,625 gram

e. Menu Sehari

Perencanaan Menu Sehari


Masakan /
Waktu Bahan Berat Energi Protein lemak KH
Makanan / URT
makan Makanan Gram (kkal) (gram) (gram) (gram)
Minuman
07.00 Beras giling
WIB Nasi kukus putih ¾ gelas 100 360 6 0,6 79,6
Telur
bumbu Telur ayam
kuning kampung 1 butir 40 69,6 4,32 5,6 0,48
1 ptg
Tahu bacem Tahu putih sdg 25 20 2,725 1,175 0,2
Gula aren 10 36,8 9,2
Kecap 1 sdm 10 7,1 0,57 0,13 0,9
Bening labu
siam wortel Labu siam ½ buah 60 18 0,36 0,12 2,82
Wortel ½ buah 40 14,4 0,4 0,24 3,16
1 ptg
Semangka Semangka sdg 100 28 0,5 0,2 6,9
Air putih Air putih 1 gelas 200
553,9 14,875 8,065 103,26
Sandwich isi
10.00 selai coklat Roti tawar
WIB kacang tanpa kulit 2 lbr 40 99,2 3,2 0,48 20
Masakan /
Waktu Bahan Berat Energi Protein lemak KH
Makanan / URT
makan Makanan Gram (kkal) (gram) (gram) (gram)
Minuman
Selai coklat
kacang 1 sdm 14 90 1 7 6
Jus jambu Jambu biji 1 buah 100 49 0,9 0,3 12,2
Gula putih 1 sdm 10 39,4 9,4
Air putih 1 gelas 200
277,6 5,1 7,78 47,6
13.00 Beras giling
WIB Nasi kukus putih ¾ gelas 100 360 6 0,6 79,6
Tongkol
masak 1 ptg
kecap Ikan tongkol sdg 30 30 4,11 0,45 2,4
Gula aren 5 18,4 4,6
Kecap 1 sdm 10 7,1 0,57 0,13 0,9
1 ptg
Pepes tahu Tahu putih sdg 25 20 2,725 1,175 0,2
Tumis
kacang Kacang
panjang panjang 100 31 2,3 0,1 5,3
Minyak
kelapa sawit ½ sdm 2,5 22,1 2,5
Pisang 1 buah
Pisang ambon kcl 100 108 1 0,8 24,3
Air putih Air putih 1 gelas 200
596,6 16,705 5,755 117,3
16.00
WIB Jus alpukat Alpukat 1 buah 100 85 0,9 6,5 7,7
Gula putih 1 sdm 10 39,4 9,4
Air putih 1 gelas 200
124,4 1,72 7,5 22,6
19.00 Beras giling
WIB Nasi kukus putih ¾ gelas 75 270 4,5 0,45 59,7
Ikan Ikan mas 1 ptg
panggang fillet sdg 30 25,8 4,8 0,6
Kecap ½ sdm 5 3,55 0,285 0,065 0,45
Perkedel 1 ptg
tahu Tahu putih sdg 25 20 2,725 1,175 0,2
Minyak
kelapa sawit 1 sdm 5 44,2 5
Sop
Kembang Kembang 1 buah
kol wortel kol kcl 60 15 1,44 0,12 2,94
Wortel ½ buah 40 14,4 0,4 0,24 3,16
Air putih Air putih 1 gelas 200
Masakan /
Waktu Bahan Berat Energi Protein lemak KH
Makanan / URT
makan Makanan Gram (kkal) (gram) (gram) (gram)
Minuman
392,95 14,15 7,65 66,45
1979,75 52,55 36,75 357,21
2078 51,95 34,63 389,625

5. Rencana Konseling Gizi


a. Permasalahan
Kebiasaan makan yang kurang baik
b. Tujuan
1) Memperbaiki kebiasaan makan.
2) Mencegah atau mengurangi pembentukan kembali batu ginjal.
3) Meningkatkan konsumsi cairan.
c. Materi
1) Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan dikonsumsi.
2) Kebutuhan cairan pasien.
d. Sasaran : Pasien dan keluarga
e. Waktu dan tempat : 30 menit di ruang konseling gizi
f. Metode : diskusi dan Tanya jawab
g. Media : Food model atau foto buku makanan, leaflet, Daftar Bahan Makanan
Penukar, dan URT.

6. Monitoring Evaluasi
a. Monitoring dan evaluasi :

Parameter Pengukuran/pengamatan Waktu Target terukur


Antropometri Berat badan Setiap hari Mendekati normal
Status Gizi Setiap hari Mendekati normal
Biokimia Hemoglobin 60 hari Mendekati normal
Hematokrit Mendekati normal
Cl Mendekati normal
Kalsium Tetap normal
Mg Tetap normal
Cholesterol Mendekati normal
Basophil Tetap normal
Fisik / Klinis Tekanan darah Setiap hari Mendekati normal
Suhu Setiap hari Tetap normal
Nadi Setiap hari Tetap normal
Dietary Asupan makanan & zat gizi
Parameter Pengukuran/pengamatan Waktu Target terukur
 Asupan Energi Setiap hari Asupan energi, protein,
 Asupan protein Setiap hari lemak dan karbohidrat
 Asupan lemak Setiap hari sesuai dengan
 Asupan KH Setiap hari kebutuhan pasien
 Asupan cairan Setiap hari Asupan cairan meningkat

b. Rekomendasi / tindak lanjut


Pasien menjalankan Diet Nefrolitiasis yaitu mengkonsumsi zat gizi sesuai dengan
kebutuhan dan mengkonsumsi cairan 2,53 liter/hari dengan tujuan Mencapai
status gizi yang optimal, mencegah atau memperlambat terbentuknya kembali
batu ginjal, meningkatkan ekskresi garam dalam urin dengan cara mengencerkan
urin melalui peningkatan asupan cairan. Pasien menjalankan diet sesuai dengan
anjuran dan kesepakatan bersama.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Ny. WH, berusia 42 tahun. Masuk rumah sakit dengan diagnosis medis CKD dan
Hipertensi. Pemeriksaan penunjang berupa USG Abdomen menunjukkan bahwa
chronic kidney disease bilateral terutama dextra, simple cyst rend extra. Belum
direkomendasikan untuk melakukan hemodialisis. BB=55 kg, TB=159 cm. Hasil
pemeriksaan laboraorium pada awal masuk RS yaitu pemeriksaan urin/darah; protein
++, Hb 8,4 g/dl, ureum 212 mg/dl, kreatinin 14,82 mg/dl. Pemeriksaan fisik klinis yaitu
kedua kaki sedikit bengkak (+), sesak nafas (+), diberikan bantuan oksigen. Tekanan
darah 180/110 mmHg, suhu 360C, nadi 85x/mnt, RR 28x/mnt. Dietary history antara
lain yaitu makan tidak teratur 23x/hari. Cara mengolah makanan dengan memasak
sendiri dengan memakai MSG dan asin karena pasien senang asin. Nasi 23x/hari @1
ctg kcil. LN : tempe (digoreng) 23x/hari @1 ptg kcil, tahu (digoreng) 2x/minggu @1 ptg
kcil. LH: telur ayam ras (digoreng) 3x/mgg @1 btr sdg, ikan lele (digoreng) 2x/bln @1
ekor sdg. Sayur : sup, oseng kangkung, oseng terong 3x/hari @34 sdm. Snack : kerupuk
3x/hr @ 1 bulat sdg, roti kering 1x/hr @1 bgks kcil, gorengan 3x/mgg @2 ptg sdg.
Minuman : air putih <10x/hr @1gls sdg, teh 2x/hr dg gula pasir 1 sdm, susu 1x/hari @1
sachet dancow.
Belum dilakukan recall 24 jam. Susunlah asuhan gizi untuk pasien tersebut beserta
perencanaan konseling gizi yang akan diberikan!
2) Tn. T, usia 35 tahun, MRS dengan diagnosis medis Nefrolithiasis Hidroneprosis
dikarenakan batu kalsium. BB=65 kg, TB=165 cm. Monosit 12% (N=210%), RDWCV 12,9
(N=11,614,4), Creatinin 2,19 mg/dl (N=0,671,17 mg/dl), Uric Acid 8,3 mg/dl (N=4,57,0
mg/dl), Cholesterol 263 mg/dl (N=<200 mg/dl). Perut terasa mbesesek (penuh), pernah
berobat ke dokter dan diberikan obat, sewaktu BAK keluar batu kecilkecil, warna
kuning. Tekanan Darah 130/90 mmHg, nadi 84x/mnt, suhu 370C, RR=22x/mnt. Pola
makan 3x/hari, nasi : 2 centong per makan, lauk hewani : ayam, telur 2x/minggu 1
butir, lauk nabati : tempe/tahu 1x/haari 1 ptg, sayur : kadangkadang, suka bayam dan
kangkung 12x/hari 1 sendok sayur, teh 1 gelas 1x/hari, kadang teh campur susu atau
kopi campur susu, suka makan gorengan : tahu/tempe 2 bh sekali makan. Hasil recall
24 jam yaitu Energi=29,16%, protein=31,64%, lemak=17,58%, KH=31,97%. Asupan
parenteral berupa infus dekstrosa 5% 1 ampul/hari. Obat yang dikonsumsi Allopurinol,
diuretic thiazide, dan Terazosin. Susunlah asuhan gizi terstandar dan perencanaan
konseling untuk pasien tersebut!

Ringkasan

Dalam mengerjakan kasuskasus PGK maupun penyakit batu ginjal pakailah asuhan gizi
terstandart dengan benar. Mulailah dengan menuliskan semua data pasien dengan jelas dan
benar. Baru setelah itu bisa dikerjakan mulai dengan melakukan skrining gizi dengan
memakai form skrining gizi yang sesuai dengan keadaan pasien. Setelah itu lakukanlah
assessment gizi meliputi pengkajian antropometri, biokimia, fisik klinis, dietary history dan
data lain yang menunjang untuk menyimpulkan keadaan pasien. Dari data assessment kita
bisa menegakkan diagnosis gizi pasien. Setelah diagnosis gizi kita tegakkan barulah kita bisa
melakukan rencana intervensi gizi. Rencana intervensi gizi bisa dimulai dari penentuan
preskripsi diet pasien, menentukan tujuan dan syarat diet, menghitung kebutuhan gizi dan
merencanakan makan sehari untuk pasien. Dalam melakukan perencanaan gizi, tujuan dan
syarat gizi perlu di lihat kondisi pasien untuk PGK preHD, PGKHD, PGKPD, atau untuk pasien
dengan penyakit batu ginjal. Selain kegiatan di atas perlu juga kita merencanakan konseling
gizi untuk pasien dan membuat rencana monitoring dan evaluasi gizi bagi pasien. Terakhir
dalam melakukan asuhan gizi kita bisa tulis rencana tindak lanjut untuk pasien yang
bersangkutan.
Tes 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Formulir skrining yang bisa digunakan untuk melihat ada tidaknya malnutrisi pada
pasien PGK dewasa adalah ....
A. NRS 2002
B. PYMS
C. STAMP
D. SGNA
E. STRONG KIDS

2) Yang tidak perlu ada dalam preskripsi diet pada perencanaan intervensi gizi adalah ....
A. Penentuan jenis diet
B. Penentuan bentuk makanan
C. Penentuan rute makanan
D. Penentuan monitoring dan evaluasi gizi
E. Penentuan frekuensi makan

3) Kebutuhan protein untuk penderita PGK dengan HD, adalah sebagai berikut ....
A. 0,6 g/kg BB/hari
B. 0,8 g/kg BB/hari
C. 1,0 g/kg BB/hari
D. 1,2 g/kg BB/hari
E. 1,5 g/kg BB/hari

4) Kebutuhan protein untuk penderita batu ginjal (nefrolitiasis) adalah sebagai berikut ....
A. 5 – 7% dari kebutuhan energi total
B. 7 – 9% dari kebutuhan energi total
C. 10 – 15% dari kebutuhan energi total
D. – 20% dari kebutuhan energi total
E. 20 – 25% dari kebutuhan energi total
5) Dalam merencanakan monitoring dan evaluasi gizi, parameter apa yang tidak perlu
diamati dan diukur dalam waktu dekat?
A. TB
B. BB
C. Hb
D. Ureum
E. Kreatinin
Kunci Jawaban Tes
Tes Formatif 1
1) D.
2) C.
3) E.
4) A.
5) B.

Tes Formatif 2
1) E.
2) A.
3) D.
4) D.
5) C.

Tes Formatif 3
1) A.
2) D.
3) D.
4) C.
5) A.
Glosarium
BB : Berat Badan
BIA : Bioelectrical Impedance Analysis
CHD : Coronary Heart Disease
CRP : Creactive Protein
EBPG : European Best Practice Guideline
ESA : Erythopoiesis Stimulating Agent
ESPEN : European Society For Clinical Nutrition and
Metabolism GI : Gastrointestinal
Hb : Hemoglobin
HD : Hemodialisis
HOPE : Heart Outcomes Prevention Evaluation Study
IDWG : Interdialytic Weight Gain
IMT : Indeks Massa Tubuh
KDOQI : Kidney Disease Outcome Quality Initiative
KKM : Kondisi Komorbiditas Mayor
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
LLA : Lingkar Lengan Atas
MEP : Malnutrisi Energi Protein
MIS : Malnutrition Inflammation Syndrome
MONEV : Monitoring dan Evaluasi
NCEP : Nasional Cholesterol Education Program
Guidelines NPID : Nutrisi Parenteral Intradialitik
NRS 2002 : Nutritional Risk Screaning 2002
PGK : Penyakit Ginjal Kronik
PGK Pre Dialisis : Penyakit Ginjal Kronik yang belum menjalani
dialysis PGKHD : Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis
PGK –PD : Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani peritoneal
dialysis PGTA : Penyakit Ginjal Tahap Akhir
Progresivitas : Kemampuan bergerak maju secara
psikologis PYMS : Pediatric Yorkhill Malnutrition Score
SGA : Subjective Global Assessment
SGNA : Subjective Global Nutrition Assessment
STAMP : Screening Tool for the Assessment of Malnutrition on Paediatrics
STRONG kids : Screening Tool for Risk of Impaired Nutritional Status and
Growth
TB : Tinggi Badan
TLK : Tebal Lipatan Kulit
TPG : Terapi Pengganti Ginjal
Daftar Pustaka
American Dietetic Association. 1994. “ADA’s Definitions for Nutrition Screening and and
Nutrition Assessment”. ADA; 94 : 838 839.

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasardasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Basuki B. Purnomo. 2011. DasarDasar Urologi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Coresh, et.al. 2003. Prevalence of chronic kidney disease and decreased kidney function in
the adult US population: Third National Health and Nutrition Examination Survey.
Diunduh di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12500213 (9 Maret 2018).

Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. 2008.
Penuntun Diet. Jakarta PT.Gramedia Pustaka Utama.

Kuncoro, Sri dan Soenanto, Hardi. 2005. Hancurkan Batu Ginjal dengan Ramuan Herbal.
Jakarta: Niaga Swadaya.

Levey, A.S., Eckardt, K.U., Tsukamoto, Y., et al. 2005. Definition and Classification of Chronic
Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes
(KDIGO). Kidney International, 67, 20892100. Diunduh di
http://dx.doi.org/10.1111/j.15231755.2005.00365.x (9 Maret 2018)

National Kidney Foundation. 2000. Kidney Disease Outcames Quality Initiative (K/DOQI).
Executive Summary Clinical Practice, Guidelines for Nutrition in Chronic Renal Failure
Adult and Pediatrics, USA.

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2011. Konsensus Nutrisi Pada Penyakit Ginjal Kronik.
Jakarta: Indonesia, PERNEFRI.

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : konsep klinis prosesproses penyakit, ed 4. Jakarta: EGC.
Robert Marcus Donna Leary Diane L. Schneider Elizabeth Shane Murray Favus Charmian A.
Quigley, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, Volume 85, Issue 3, 1
March 2000, Pages 1032–1037, https://doi.org/10.1210/jcem.85.3.6428 (9 Maret
2018)

Rusdidjas, Ramayati R. 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2 nd .Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 142163.

Stefan Silbernagl. 2012. Preview More editions Translate this page Der Taschenatlas deckt
alle Anforderungen der ärztlichen Vorprüfung im Fach Physiologie ab. di unduh di
https://books.google.co.id/books?isbn=313152538X –(9 Maret 2018)

Susetyowati, Fasa Fara, Andari IH. 2016. Gizi Pada Penyakit Ginjal Kronis, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.

Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Untuk Keperawatan dan
Kebidanan Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Worcester,et.al. 2008. Nephrolithiasis, Primary care : Clinics in Office Practice. Volume 35,
Issue2,Pages 369–391http://www.primarycare.theclinics.com/article/S0095
4543(08)000092/abstract (9 Maret 2018).

Wortmann RL. 2009. Gout and Hyperuricemia In: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,
Sergen JS, editors. Kelley‟s Textbook of Rheumatology. 8thed. Philadelphia: Saunders.

Wortmann. 2012. Hyperuricemia and gout: new concepts in diagnosis and management.
Diunduh di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23322143 (9 Maret 2018).
Bab 8
ASUHAN GIZI TERSTANDAR UNTUK
PASIEN BEDAH
Gusti Ayu Dewi Kusumayanti, M.Kes

Pendahuluan

P
ada bab ini topik yang akan dibahas adalah asuhan gizi terstandar pada pasien pra
dan pasca bedah. Bedah adalah ilmu kesehatan yang terfokus pada penggunaan
teknik bedah untuk meneliti dan menyembuhkan gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh penyakit atau cedera berat. Bedah dilakukan karena banyak tujuan seperti
meningkatkan fungsi tubuh, mempercantik penampilan fisik, atau memperbaiki bagian
tubuh yang rusak atau hancur.
Dengan adanya berbagai tindakan bedah, maka dibutuhkan juga metode persiapan
dan perawatan pra bedah yang beragam. Pembedahan tubuh sengaja dibuat luka sehingga
terjadi stres yang menyebabkan perubahan metabolik akibat reaksi endokrin yang kompleks.
Akibat dari luka terjadi proses penyembuhan yang merupakan proses kompleks dan banyak
yang terkait. Kebutuhan kalori, protein, lemak dan elektrolit sangat diperlukan untuk
kebugaran fisik dan penyembuhan luka packa bedah. Oleh karena itu diperlukan pengaturan
diet yang benar dan tepat bagi pasien pra bedah dan pasca bedah.
Pelajarilah modul asuhan gizi terstandar pada pasien pra dan pasca bedah ini secara
sistematis dan menyeluruh. Pada bab ini terbagi dalam dua topik yaitu topik asuhan gizi
terstandar pada pasien pra dan pasca bedah dan topik praktik asuhan gizi pada kasus pasca
bedah.
Topik 1
Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien
Pra Pasca Bedah
A. RUANG LINGKUP BEDAH

Sebelum membahas bagaimana asuhan gizi terstandar pada pasien pra pasca bedah,
saudara perlu memahami tentang ruang lingkup pembedahan yang meliputi pengertian,
klasifikasi dan respons metabolik. Pada modul ini saudara diminta untuk membaca dengan
saksama agar dapat lebih memahami tentang pembedahan.

1. Pengertian dan Klasifikasi


Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1996).

Gambar 8.1 Contoh Tindakan Pembedahan: Laparotomi


Sumber: http://midwivery2.blogspot.co.id/2013/10/laparotomi.html

Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat keseriusan,


kegawatan dan tujuan pembedahan. Sebuah prosedur mungkin memiliki lebih dari satu
klasifikasi. Misalnya pembedahan untuk mengangkat jaringan parut yang bentuknya tak
beraturan termasuk pembedahan dengan tingkat keseriusan yang rendah, elektif secara
kegawatan dan bertujuan untuk rekonstruksi. Klasifikasi dari tindakan pembedahan dapat
dilihat pada Tabel 8.1 berikut ini.

Tabel 8.1. Klasifikasi Pembedahan

Klasifikasi Jenis Pengertian Contoh


Keseriusan Mayor Melibatkan rekonstruksi atau Bypass arteri coroner,
perubahan yang luas pada bagian reseksi kolon, reseksi
tubuh, memberikan dampak lobus paru.
risiko
yang tinggi pada kesehatan.
Minor Melibatkan perubahan kecil pada Ekstraksi katarak, graft
bagian tubuh, sering dilakukan kulit, operasi plastik.
untuk memperbaiki deformitas,
dan dengan risiko yang lebih kecil
daripada bedah mayor.
Urgensi Elektif Pembedahan dilakukan Rekonstruksi payudara
berdasarkan pilihan pasien, tidak atau vagina, bedah
penting dan tidak dibutuhkan plastik pada wajah.
untuk kesehatan.
Gawat Pembedahan perlu untuk Eksisi tumor ganas,
kesehatan atau mencegah pengangkatan batu
timbulnya masalah tambahan kandung empedu.
pada pasien.
Darurat Pembedahan harus segera Perforasi apendiks,
dilakukan untuk menyelamatkan amputasi traumatic,
jiwa atau mempertahankan mengontrol
fungsi organ. perdarahan
Tujuan Diagnostic Pembedahan untuk pemeriksaan Biopsy massa tumor
lebih lanjut.
Ablative Pengangkatan bagian tubuh yang Amputasi,
mengalami masalah atau pengangkatan
penyakit. apendiks.
Paliatif Menghilangkan atau mengurangi Kolostomi, debridemen
gejala penyakit tetapi tidak jaringan nekrotik.
menyembuhkannya.
Rekonstruktif Mengembalikan fungsi atau Fiksasi eksterna fraktur,
penampilan jaringan yang perbaikan jaringan
mengalami malfungsi atau parut.
trauma.
Transplantasi Mengganti organ atau struktur Cangkok (transplantasi)
yang mengalami malfungsi ginjal, total hip
replacement
Klasifikasi Jenis Pengertian Contoh
Konstruktif Mengembalikan fungsi yang Bibir sumbing,
hilang akibat anomaly kongenital penutupan defek katup
jantung
Sumber : Potter dan Perry (2006).

2. Manifestasi Klinis Stres


Istilah respons terhadap cedera menggambarkan dampak biokimiawi dan hormonal
akibat cedera mayor, trauma, pembedahan dengan atau tanpa infeksi, serta perubahan gizi
yang berdampak klinis begitu besar.
Respons terhadap trauma mencakup perubahan endokrin, metabolik dan imunologis.
Derajat keparahan dari perubahan ini berhubungan dengan jumlah paparan stress yang
terjadi. Manifestasi klinis respons tubuh terhadap stres melalui tiga fase. Fase ebb dan fase
flow yang dibagi menjadi 2 fase yaitu respons akut dan respons adaptif.
a. Fase ebb atau penurunan laju metabolik
Fase ebb terjadi segera setelah terjadi stress baik itu trauma, infeksi atau sepsis yang
berlangsung 248 jam yang ditandai dengan perode syok berupa hipovolemia dan
penurunan oksigen jaringan, penurunan volume darah yang menyebabkan penurunan
curah jantung dan produksi urin, bila pasien dapat melewati fase ini maka akan
memasuki awal fase flow.
b. Fase flow/fase katabolik atau respon akut
Fase flow ditandai dengan respons metabolik berupa hipermetabolisme,
katabolisme dan perubahan respons imun serta hormonal. Pembedahan
mempengaruhi dan penggunaan substrat. Penggunaan glukosa post operatif akan
menurun akibat resistensi insulin dan peningkatan pemecahan trigliserida dan asam
lemak bebas akibat peningkatan katekolamin. Efek katabolik biasanya terjadi pada
jaringan tepi seperti otot, lemak, kulit yang digunakan untuk respons penyembuhan
luka. Asam amino memegang peranan penting bukan hanya dalam sintesis protein fase
akut akan tetapi juga untuk penyembuhan luka dan penyembuhan dari penyakit.
Transisi dari fase katabolik ke tahap anabolik tergantung dari derajat keparahan luka.
Transisi ini dapat terjadi sekitar 38 hari pasca pembedahan elektif yang tidak ada
komplikasi. Akan tetapi, dapat terjadi beberapa minggu pasca trauma berat dan sepsis.
Fase transisi ini diketahui sebagai fase withdrawal dan ditandai dengan adanya
penurunan ekskresi nitrogen dan keseimbangan potassiumnitrogen. Bila pasien dapat
melalui fase ini, selanjutnya memasuki fase flow berupa fase anabolik.
c. Fase anabolik atau respons aditif
Fase anabolik terjadi setelah akhir dari fase flow. Secara klinis, fase ini akan ditandai
dengan adanya diuresis (kencing) dan adanya permintaan untuk intake oral. Fase
anabolik dapat terjadi beberapa minggu hingga beberapa bulan yang tergantung dari
suplai nutrisi dan kapasitas penyimpanan protein. Keseimbangan nitrogen positif
ditandai dengan peningkatan sintesis protein dan peningkatan cepat berat badan dan
kekuatan otot. Akhir dari fase flow ditandai dengan pemulihan respons terhadap stres
dan timbul proses anabolik serta laju metabolisme kembali normal.

Tabel 8.2. Respons fase terhadap stres

Fase Flow
Respons fase Ebb
Respons akut Respons adaptasi
Syok hipovolemik Katabolisme dominan Anabolisme dominan
Perfusi jaringan Glukokortikoid Respons hormonal turun
perlahan
 Laju metabolisme Glukagon  Laju hipermetabolik turun
 Konsumsi O2 Katekolamin berhubungan dengan
 Tekanan darah Lepas sitokin penyembuhan restorasi pasien
 Suhu badan Produksi protein fase akut
Penyembuhan luka tergantung
nutrisi
Ekskresi nitrogen
Laju metabolisme
Konsumsi O2
Gangguan
penggunaan energy

Sumber : Dikutip dari Weissmann 1990

3. Respons Metabolik Terhadap Stres


Respons metabolik yang timbul merupakan reaksi simultan terhadap respons
imunologik dan neuroendokrin. Manifestasi dari respons metabolik adalah hiperglikemia,
katabolisme protein dengan pemecahan otot tubuh sehingga terjadi keseimbangan protein
menjadi negatif dan pemecahan lemak yang meningkat.
a. Metabolisme Energi
Ada perbedaan antara body energy expenditure (BEE) pada orang sehat dengan yang
mengalami trauma. Pada keadaan sehat, pria dewasa 70 kg total energi yang dibutuhkan
adalah 1800 kkal/hari. Laju metabolisme basal 85% untuk kebutuhan enzim dan pompa ion
sedangkan 15% untuk kerja jantung dan paru. Sebaliknya 24 jam setelah trauma atau
pembedahan sedang kebutuhan energi meningkat 10–30%, aktivitas fisik menurun, produksi
panas meningkat dan laju metabolisme basal juga meningkat baik enzimatik maupun kerja
kardiorespirasi. Skema kebutuhan energi pada orang normal dan pasca trauma seperti pada
Gambar 8.1.

Gambar 8.2. Skema kebutuhan energy pada orang normal dan pasca trauma
Sumber : dikutip dari Weissmann C. (1990).

b. Metabolisme Karbohidrat
Pada keadaan normal sumber energi utama adalah glukosa yang masuk ke dalam
sirkulasi, bisa dari dalam (glikogenolisis dan glukoneogenesis) atau dari luar (saluran cerna
atau intravena). Glukosa akan dimetabolisme menjadi CO, air dan energi (ATP) atau
dikonversi dan disimpan dalam bentuk glikogen atau menjadi lemak. Insulin memudahkan
serapan glukosa pada sel, merangsang sintesis glikogen dan menekan glukoneogenesis
sebaliknya katekolamin, glukagon dan kortisol merangsang glikogenolisis dan
glukoneogenesis hepatik sehingga ketiganya disebut hormon kontra insulin.
Hiperglikemia merupakan respons metabolik yang paling menonjol setelah terjadi
stres atau trauma. Awalnya hiperglikemia terjadi karena mobilisasi cadangan glikogen hati.
Hiperglikemia ini menetap karena terjadi peningkatan produksi glukosa tanpa diimbangi
pembersihan glukosa.
Produksi meningkat selain dari pemecahan glikogen juga terjadi pembentukan glukosa
dari asam amino, laktat, gliserol dan piruvat. Asam amino berasal dari pemecahan protein
otot, laktat dan piruvat berasal dari glikogenolisis dan glikolisis di otot sedangkan gliserol
berasal dari metabolisme trigliserida.
Insulin sebenarnya juga meningkat akan tetapi terjadi resistensi di perifer sehingga
kadar glukosa tetap tinggi, selain itu diduga terjadi sekresi hormone kontra insulin yang lebih
tinggi daripada sekresi insulin. Jadi sebenarnya mekanisme hiperglikemia yang terjadi pada
saat stres adalah produksi yang meningkat disertai timbulnya resistensi insulin.
c. Metabolisme Lemak
Lemak dapat dipakai sebagai sumber energi atau disimpan. Trigliserida rantai panjang
(long chain trygliserde/LCT) yang dimakan akan dicerna menjadi asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas bisa dipakai sebagai energi atau diesterifikasi menjadi trigliserida
kembali. Pada kondisi makan (insulin tinggi) esterifikasi lebih dominan daripada lipolisis
sebaliknya pada kondisi kelaparan (rasio insulin : glukagon rendah) lemak dipecah menjadi
asam lemak bebas (lipolisis) dan dioksidasi menjadi energi yang diikuti dengan pembentukan
benda keton oleh mitokondria hati yang selanjutnya dipakai sebagai sumber energi oleh
organ. Oksidasi lemak dari makanan menghambat lipolisis lemak endogen.
Mobilisasi lemak yang meningkatkan asam lemak bebas akan menghambat ambilan
dan oksidasi glukosa oleh sel otot. Glukagon dan epinefrin akan meningkatkan kecepatan
dan beratnya lipolisis yang diperkuat dengan adanya kortisol karena aktivasi hormone
sensitif lipase yang mengendalikan lipolisis adipose. Setelah trauma lipolisis meningkat dan
lemak dipakai sebagai sumber energi. Lipoprotein lipase yang melekat di endotel kapiler
akan merubah trigliserda menjadi gliserol dan asam lemak bebas.
Heparin akan melepaskan enzim lipoprotein lipase ini ke dalam sirkulasi sehingga
terjadi hidrolisis intravaskular. Pada trauma aktivitas lipoprotein lipase otot meningkat tapi
di jaringan adiposa menurun sebaliknya pada sepsis aktivitas lipase ini pada otot menurun.

d. Metabolisme Protein
Pada stres baik karena pembedahan, trauma atau luka bakar dan sepsis akan terjadi
peningkatan pemecahan protein otot yang ditandai dengan peningkatan kehilangan nitrogen
lewat urin, pelepasan asam amino dan hambatan serapan asam amino oleh otot. Asam
amino berasal dari otot yang sehat atau yang cedera akan dibawa ke hati untuk
pembentukan glukosa dan sintesis protein.
Keseimbangan protein negatif mencerminkan ada kesetidakseimbangan antara
pembentukan dan pemecahan otot dimana pemecahan lebih dominan. Asam amino yang
ditransfer ke hati akan digunakan untuk sintesis glukosa dan protein fase akut seperti
fibrinogen, komplemen, C reaktif protein, haptoglobin feritin dan lain–lain. Banyaknya
sintesis protein fase akut seimbang dengan beratnya kerusakan jaringan.
Sintesis protein lain seperti albumin, transferin, retinol dan prealbumin akan menurun.
Sintesis fase akut protein dipacu oleh IL1, IL6, dan TNF. Glukokortikoid dan lipopolisakarid
bakteri.
Gambar 8.3. Metabolisme protein selama Trauma
Sumber : Weissmann (1990).

4. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Bedah


Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan
faali sebagai respons terhadap trauma. Selain terjadi gangguan faal organ vital (otak, alat
nafas, sistem kardiovaskuler, hati, ginjal), terjadi juga perubahan metabolisme dan
perubahan pada berbagai jaringan misalnya darah, sistem limfatik, kelenjar timus dan
adrenal. Perubahan ini antara lain akan menyebabkan gangguan keseimbangan nitrogen dan
karbohidrat, sehingga terjadi kenaikan kadar gula darah dan kenaikan kadar nitrogen dalam
urin (terjadi katabolisme). Dampak umum yang terjadi pada pembedahan adalah:
a. nafsu makan hilang sehingga menurunkan asupan makanan,
b. terjadi gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat,
c. pemecahan jaringan yang tidak berlemak akan menghasilkan asam amino yang
diperlukan dalam respons pembedahan,
d. protein hilang, dapat sedemikian berat dan berdampak klinis.

Melihat besarnya efek yang terjadi akibat proses pembedahan, diperlukan pengaturan
diet yang tepat untuk meminimalkan kehilangan zat gizi dan menyediakan zat gizi untuk
memperbaiki serta menunjang kebutuhan gizi pasien. Rute pemberian makanan mungkin
terbatas karena kondisi pasien tetapi jika memungkinkan, pemberian makanan oral harus
selalu menjadi pilihan utama.
Berdasarkan Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006) macam pembedahan
dibedakan menjadi dua yaitu bedah minor dan bedah mayor. Bedah minor atau bedah kecil
seperti tindakan insisi, sirkumsisi sedangkan bedah mayor atau bedah besar yang
dibedakan dalam
bedah pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) bedah di luar saluran cerna
(jantung, ginjal, paru, saluran kemih, tulang dan sebagainya).
Pengaturan diet yang diperlukan pada tindakan pembedahan yaitu pengaturan diet
pra bedah dan diet pasca bedah.
a. Pengaturan Diet Pra Bedah
Diet Pra Bedah adalah pengaturan makan yang diberikan kepada pasien yang akan
menjalani pembedahan.
1) Pemberian Diet Pra Bedah tergantung pada :
Keadaan umum pasien, apakah normal atau tidak dalam hal status gizi, gula darah,
tekanan darah, ritme jantung, denyut nadi, fungsi ginjal dan suhu tubuh.
a) Macam pembedahan antara lain bedah minor atau bedah kecil seperti tindakan
insisi, ekstirpasi, sirkumsisi atau khitan. Bedah mayor atau bedah besar, yang
dibedakan dalam bedah pada saluran cerna (lambung, usus halus dan usus
besar) dan bedah di luar saluran cerna (jantung, ginjal, paru, saluran kemih,
tulang dan sebagainya).
b) Sifat operasi: segera dalam keadaan darurat atau cito, sehingga pasien tidak
sempat diberi diet pra bedah. Berencana atau elektif, pasien disiapkan dengan
pemberian diet pra bedah sesuai status gizi da macam pembedahan.
c) Macam penyakit: penyakit utama yang membutuhkan pembedahan adalah
penyakit saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernafasan dan tulang. Penyakit
penyerta yang dialami misalnya penyakit diabetes melitus, jantung dan
hipertensi.
2) Tujuan Diet
Tujuan diet prabedah adalah untuk mengusahakan agar status gizi pasien dalam
keadaan optimal pada saat pembedahan, sehingga tersedia cadangan untuk mengatasi
stress dan penyembuhan luka.
3) Syarat Diet
Syaratsyarat Diet PraBedah adalah:
a) Energi
− Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak 4045 kkal/kb BB.
− Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan kebutuhan energi normal.
− Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai dengan kebutuhan
energi normal ditambah faktor stress sebesar 15% dari AMB (Angka
Metabolisme Basal).
− Bagi pasien dengan penyakit tertentu energi diberikan sesuai dengan
penyakitnya.
b) Protein
− Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumin rendah (< 2,5
mg/dl) diberikan protein tinggi 1,52,0 g/kg BB.
− Bagi pasien dengan status gizi baik atau kegemukan diberikan protein
normal 0,81 g/kg BB.
− Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.
c) Lemak cukup, yaitu 1525% dari kebutuhan energi total. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.
d) Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energi total untuk menghindari
hipermetabolisme. Bagi pasien dengan penyakit tertentu, karbohidrat diberikan
sesuai dengan penyakitnya.
e) Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu ditambahkan dalam
bentuk suplemen.
f) Mineral cukup. Bila perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen.
g) Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran cerna atau klisma,
sehingga tidak mengganggu proses pembedahan (tidak buang air besar atau kecil
di meja operasi).
4) Jenis, Indikasi, dan Lama Pemberian Diet
Sesuai dengan jenis dan sifat pembedahan, Diet PraBedah diberikan dengan indikasi
sebagai berikut:
a) Prabedah Darurat atau cito.
b) Prabedah berencana tidak diberikan diet tertentu.
c) Prabedah minor atau kecil efektif, seperti tonsilektomi tidak membutuhkan diet
khusus. Pasien dipuasakan 45 jam sebelum pembedahan. Sedangkan pada
pasien yang akan menjalani apendiktomi, herniatomi, hemoroidektomi, dan
sebagainya diberikan diet sisa rendah sehari sebelumnya.
d) Prabedah mayor atau besar efektif seperti:
(1) Prabedah besar saluran cerna diberikan Diet Sisa Rendah selama 45 hari,
dengan tahapan:
− Hari ke4 sebelum pembedahan diberi makanan lunak.
− Hari ke3 sebelum pembedahan diberi makanan Saring.
− Hari ke2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi Formula Enteral Sisa
Rendah.
(2) Prabedah Besar di luar saluran cerna diberi Formula Enteral Sisa Rendah
selama 23 hari. Pemberian makanan terakhir pada prabedah besar
dilakukan 1218 jam sebelum pembedahan, sedangkan minum terakhir 8
jam sebelumnya.
Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan sama dengan syarat pada
makanan lunak atau makanan saring/makanan cair. Berikut ini contoh bahan makanan
yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk makanan saring.

Tabel 8.3. Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan pada Bentuk
Makanan Saring

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Sumber karbohidrat Beras dibubur saring atau Beras ketan, jagung,
dihaluskan (diblender), roti cantel, ubi, talas, singkong
dipanggang atau dibubur,
krakers, biscuit, tepung
tepungan seperti: tepung
beras, maizena, sagu,
hunkwee, havermout dibubur
atau dibuat pudding, gula
pasir, gula merah, gula aren,
sirop
Sumber protein hewani Daging, ayam dan ikan tanpa Daging dan ayam
duri, digiling, dihaluskan, berlemak, daging ayam,
telur rebus ½ masak atau ikan dan telor digoreng,
dicampur dalam makanan daging diawet seperti
atau minuman, susu, yoghurt dendeng, diasap, ikan
diawet seperti dendeng
dan diasap, ikan banyak
duri seperti bandeng,
mujair, mas dan selar
Sumber protein nabati Tempe dan tahu digiling, Kacangkacangan dan hasil
kacang hijau disaring atau olah seperti tempe dan
dihaluskan, susu kedelai tahu digoreng
Sayuran Sayuran rendah serat dan Sayuran mentah, sayuran
disaring atau dihaluskan yang menimbulkan gas
seperti bayam, wortel, labu seperti lobak, kol, sawi,
kuning, labu siam dan tomat sayuran yang banyak serat
seperti daun singkong,
nangka muda dan keluwih
Buahbuahan Buah yang tidak banyak serat Buahbuahan yang banyak
disaring atau dibuat jus atau serat dan/atau
dihaluskan seperti pepaya, menimbulkan gas seperti
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
semangka, melon, pisang, nangka, durian,
jeruk kedondong dan nenas
Bumbubumbu Bumbu yang tidak tajam Bumbu yang tajam seperti
dalam jumlah terbatas, cabe dan merica
seperti garam dan kecap
Minuman The encer, kopi encer, coklat Minuman yang
dalam jumlah terbatas mengandung alkohol
seperti bir, wiski, minuman
yang mengandung soda
seperti air soda, minuman
botol ringan/soft drink
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006)

Contoh Menu Sehari


Pagi : Bubur sumsum
Telur ½ matang
Susu
Jus tomat
Pukul 10.00 : bubur kacang hijau halus
Siang : Bubur tepung beras
Semur daging giling
Tim tahu
Jus pepaya
Pukul 16.00 : Pudding maizena
Malam : Bubur tepung beras
Gadon daging
Semur tahu halus
Sari jeruk
Pukul 20.00 : Susu

b. Pengaturan Diet Pasca Bedah


Diet Pascabedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pembedahan. Prinsip pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam
pembedahan dan jenis penyakit penyerta (lihat diet prabedah).
1) Tujuan
Tujuan Diet PascaBedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera
kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya
tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut:
− Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein).
− Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain.
− Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
2) Syarat Diet
Syarat diet pasca bedah, adalah memberikan makanan secara bertahap mulai dari
bentuk cair, saring, lunak, dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap
tergantung pada macam pembedahan dan keadaan pasien seperti:
− Pasca bedah kecil.
− Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau normal.
− Pasca bedah besar.
− Makanan diberikan secara berhatihati disesuaikan dengan kemampuan pasien
untuk menerimanya.
3) Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
a) Diet PascaBedah I (DPB I)
Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah:
− Pasca bedah kecil: setelah sadar atau rasa mual hilang.
− Pasca bedah besar: setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-
tanda usus sudah mulai bekerja.

Cara memberikan makanan


Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan berupa air putih,
teh manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair jernih. Makanan ini
diberikan dalam waktu sesingkat mungkin, karena kurang dalam semua zat gizi.
Selain itu diberikan makanan parenteral sesuai kebutuhan.
Bahan makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan kondisi
pasien, mulai dari 30 ml/jam dalam bentuk makanan cair jernih.
Bahan makanan yang boleh diberikan antara lain teh, sari buah, sirup, air gula,
kaldu jernih, serta cairan mudah cerna seperti cairan yang mengandung
maltodekstrin. Makanan dapat ditambah dengan suplemen energi tinggi dan
rendah sisa.
Contoh makanan yang diberikan :
Pagi : Teh
Pukul 10.00 : Air bubur kacang hijau
Siang : Kaldu jernih
Air jeruk

Pukul 16.00 : Teh


Malam : Kaldu jernih
Air jeruk

b) Diet PascaBedah II (DPB II)


Diet PascaBedah II diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran cerna atau
sebagai perpindahan dari Diet PascaBedah I.

Cara memberikan makanan


Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari
buah, sup, susu, dan pudding ratarata 810 kali sehari selama pasien tidak tidur.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien. Selain itu
dapat diberikan makanan Parenteral bila diperlukan. DPB II diberikan untuk
waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya kurang.
Bahan makanan pada Diet PascaBeda II berupa makanan cair kental dengan
pemberian secara berangsur dimulai 50 ml/jam.
Makanan yang tidak di perbolehkan pada Diet PascaBedah II adalah air jeruk dan
minuman yang mengandung karbondioksida.

Table 8.4. Bahan Makanan yang Dianjurkan pada Diet Pasca Bedah II/
Bentuk Makanan Cair Kental

Golongan Bahan Makanan Bahan Makanan


Sumber karbohidrat Kentang, gelatin, tapioca dibuat pudding
Sumber protein Susu, es krim, yoghurt, telur ayam, tahu giling,
margarine, mentega
Sumber lemak Margarine mentega
Sayuran Sayuran dibuat jus dan dikentalkan dengan gelatin
Buahbuahan Buah dibuat jus, jeli dan pure
Bumbu Garam, bawang merah, gula, kecap
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006)
c) Diet PascaBedah III (DPB III)
Diet PascaBedah III diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran cerna
atau sebagai perpindahan dari Diet PascaBedah II.
Cara Memberikan Makanan
Makanan yang diberikan berupa makanan Saring ditambah susu dan biskuit.
Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu dapat diberikan
makanan parenteral bila diperlukan.
Makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet PascaBedah III adalah makanan
dengan bumbu tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida.

Bahan makanan yang digunakan pada diet pascabedah III sama dengan Makanan
Saring ditambah dengan:
Pukul 16.00 : Susu 1 gls
Gula pasir 20 g
Pukul 22.00 : Biskuit 30 g

Tabel 8.4. Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan pada Diet Pasca
Bedah III/Bentuk Makanan Saring

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Sumber karbohidrat Beras dibubur saring atau Beras ketan, jagung,
dihaluskan (diblender), cantel, ubi, talas,
roti dipanggang atau singkong
dibubur, krakers, biscuit,
tepung tepungan seperti:
tepung beras, maizena,
sagu, hunkwee,
havermout dibubur atau
dibuat pudding, gula pasir,
gula
merah, gula aren, sirop
Sumber protein hewani Daging, ayam dan ikan Daging dan ayam
tanpa duri, digiling, brelemak, daging ayam,
dihaluskan, telur rebus ½ ikan dan telor digoreng,
masak atau dicampur daging diawet seperti
dalam makanan atau dendeng, diasap, ikan
minuman, susu, yoghurt diawet seperti dendeng
dan diasap, ikan banyak
duri seperti bandeng,
mujair, mas dan selar
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber protein nabati Tempe dan tahu digiling, Kacangkacangan dan
kacang hijau disaring atau hasil olah seperti tempe
dihaluskan, susu kedelai dan tahu digoreng
Sayuran Sayuran rendah serat dan Sayuran mentah,
disaring atau dihaluskan sayuran yang
seperti bayam, wortel, menimbulkan gas
labu kuning, labu siam dan seperti lobak, kol, sawi,
tomat sayuran yang banyak
serat seperti daun
singkong, nangka muda
dan keluwih
Buahbuahan Buah yang tidak banyak Buahbuahan yang
serat disaring atau dibuat banyak serat dan/atau
jus atau dihaluskan sepertimenimbulkan gas
pepaya, semangka, melon, seperti nangka, durian,
pisang, jeruk kedondong dan nenas
Bumbubumbu Bumbu yang tidak tajam Bumbu yang tajam
dalam jumlah terbatas, seperti cabe dan merica
seperti garam dan kecap
Minuman The encer, kopi encer, Minuman yang
coklat dalam jumlah mengandung alkohol
terbatas seperti bir, wiski,
minuman yang
mengandung soda
seperti air soda,
minuman botol
ringan/soft drink
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006)

Contoh Menu Sehari


Pagi : Bubur sumsum
Telur ½ matang
Susu
Jus tomat
Pukul 10.00 : bubur kacang hijau halus
Siang : Bubur tepung beras
Semur daging giling
Tim tahu
Jus pepaya
Pukul 16.00 : Pudding maizena
Malam : Bubur tepung beras
Gadon daging
Semur tahu halus
Sari jeruk

Pukul 20.00 : Susu


Nilai Gizi Tambahan:
Energi 337 kkal
Protein 12 gr
Lemak 8 gr
Karbohidrat 50 gr
Kalsium 246 mg
Besi 1 mg
Vitamin A 392 RE
Tiamin 0,1 mg
Vitamin C 1,5 mg

d) Diet PascaBedah IV (DPB IV)


Diet PascaBedah IV diberikan kepada:
− Pasien pascabedah kecil, setelah Diet PascaBedah I
− Pasien pascabedah besar, setelah Diet PascaBedah III

Cara Memberikan Makanan


Makanan diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan
lengkap dan 1 kali makanan selingan.
Bahan makanan yang digunakan pada Diet Pasca Bedah IV ini sama dengan
makanan lunak. Apabila makanan pokok dalam bentuk bubur atau tim tidak
habis, sebagai pengganti diberikan makanan selingan pukul 16.00 dan 22.00
berupa 2 buah biskuit atau 1 porsi pudding dan 1 gelas susu.
Makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet PascaBedah IV adalah makanan
dengan bumbu tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida (CO 2).
Berikut ini diberikan contoh bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan untuk Diet Pasca Bedah IV/Makanan Lunak.
Tabel 8.5. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada Diet Pasca
Bedah IV/Bentuk Makanan Lunak
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Beras ditim, dibubur, Nasi digoreng, beras
kentang direbus, dipure, ketan, ubi, singkong,
makaroni, soun, mi, talas, cantel
misoa direbus, roti,
biskuit, tepung sagu,
tapioka, maizena,
hunkwe dibubur atau
dibuat puding, gula,
madu
Sumber protein hewani Daging, ikan, ayam, Daging dan ayam
unggas tidak berlemak berlemak dan berurat
direbus, dikukus, ditim, banyak, daging ayam,
dipanggang, telur ikan dan telur digoreng,
direbus, diceplok air, ikan banyak duri seperti
diorak arik, bakso ikan, bandeng, mujair, mas
sapi atau ayam direbus, dan selar
susu, milk shake,
yoghurt, keju
Sumber protein nabati Tempe dan tahu Tempe, tahu dan kacang
direbus, dikukus, kacangan digoreng,
ditumis, kacang merah
dipanggang, kacang
hijau direbus, susu
kedelai
Sayuran Sayuran tidak banyak Sayuran banyak serat
serat dan dimasak seperti daun singkong,
seperti daun bayam, daun katuk, daun
daun kangkung, kacang melinjo, nangka muda,
panjang muda, buncis keluwih, genjer, paru,
muda, oyong muda krokot, rebung, sayuran
dikupas, labu siam, labu yang menimbulkan gas
kuning, labu air, tomat seperti kol, sawi, lobak,
dan wortel sayuran mentah
Buahbuahan Buah segar dihaluskan Buah banyak serat dan
atau dipure tanpa kulit menimbulkan gas seperti
seperti pisang matang, nenas, nangka, masak
pepaya, jeruk manis, dan durian, buah lain
dan jus buah (pada dalam keadaan utuh
pasien yang mempunyai kecuali pisang, buah
toleransi rendah kering
terhadap asam, jus buah
asam tidak diberikan)
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Bumbubumbu Dalam jumlah terbatas, Cabe dan merica
bumbu dapur : garam,
gula, pala, kayu manis,
asam, saos tomat, kecap
Minuman Sirop, teh dan kopi Minuman yang
encer, jus sayuran dan mengandung alkohol dan
jus buah, air putih soda seperti bir, wiski,
masak limun, air soda, coca
cola, orange crush, teh
dan
kopi kental
Selingan Es krim, puding Kue kacang, kue kenari,
buah kering, kue terlalu
manis dan berlemak
Lainlain Selai, marmalade, coklat Keripik dan snack yang
bubuk, gelatin, hagelslag terlalu gurih
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006)

e) Diet PascaBedah lewat Pipa Lambung


Diet PascaBedah Lewat Pipa Lambung adalah pemberian makanan bagi pasien
dalam keadaan khusus seperti koma, terbakar, gangguan psikis, dimana
makanan harus diberikan lewat pipa lambung atau enteral atau Naso Gastric
Tube (NGT).

Gambar 8.4. Pemberian Makanan Lewat Pipa Lambung atau Naso Gastric Tube (NGT)
Sumber:http://www.oxfordmedicaleducation.com/clinical skills/procedures/nasogastricng-
tube/
Cara Memberikan Makanan
Makanan diberikan sebagai makanan cair kental penuh, 1 kkal/ml, sebanyak 250
ml tiap 3 jam bila tidak tidur. Makanan diharapkan dapat merangsang peristaltic
lambung.
Bahan makanan pada Diet PascaBedah Lewat Pipa Lambung sama dengan
makanan Cair Kental. Bahan makanan yang dianjurkan pada Diet Pasca Bedah
Lewat Pipa Lambung/Makanan Cair Kental dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 8.6. Bahan Makanan Yang Dianjurkan pada Diet Pasca Bedah Lewat Pipa
Lambung/Makanan Cair Kental

Golongan Bahan Makanan Bahan Makanan


Sumber karbohidrat Kentang, gelatin, tapioka dibuat puding
Sumber protein Susu, es krim, yoghurt, telur ayam, tahu giling,
Sumber lemak Margarin, mentega
Sayuran Sayuran dibuat jus dan dikentalkan dengan
gelatine
Buahbuahan Buah dibuat jus, jeli dan pure
Bumbu Garam, bawang merah, gula, kecap
Sumber : Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006)

f) Diet PascaBedah Lewat Pipa Jejenum


Diet PascaBedah lewat Pipa Jejenun adalah pemberian makanan bagi pasien
yang tidak dapat menerima makanan melalui oral atau pipa lambung. Makanan
diberikan langsung ke jejenum atau jejunum feeding fistula (JFF).
Cara Memberikan Makanan
Makanan diberikan sebagai makanan cair yang tidak memerlukan pencernaan
lambung dan tidak merangsang jejenum secara mekanis maupun osmotis.
Cairan diberikan tetes demi tetes secara perlahan, agar tidak terjadi diare atau
kejang. Diet ini diberikan dalam waktu singkat karena kurang energi, protein,
vitamin, dan zat besinya.

Bahan makanan sehari Diet PascaBedah lewat Jejenum adalah:


Susu bubuk 80 g
Air kapur (USP) 420 ml
Dekstrim maltose 20 g
Air 200 ml
Nilai Gizi
Energi 484 kkal
Protein 20 g
Lemak 24 g
Karbohidrat 48 g
Kalsium 723 mg
Besi 0,2 mg
Tiamin 4,8 mg
Vitamin A 1256 RE
Vitamin C 0,5 mg

Catatan:
− Diet PascaBedah lewat Pipa Jejenum atau Makanan Cair Khusus ini dipesan
atau disiapkan secara khusus.
− Dapat menggunakan makanan komersial sejenis DPBPJ yang ada.

5. Proses Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien Pra dan Pasca Bedah
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah
dalam proses asuhan gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
serta monitoring dan evaluasi gizi. Keempat langkah dalam proses asuhan gizi terstandar
telah saudara pelajari pada mata kuliah diet penyakit infeksi. Dalam pembahasan asuhan gizi
pada pasien bedah juga mengikuti langkahlangkah yang sama dengan kasus penyakit
lainnya. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut:
a. Asesmen atau Pengkajian Gizi
Langkah awal pada proses asuhan gizi terstandar adalah asesmen atau pengkajian gizi.
Pada kegiatan pengkajian gizi, data dikelompokkan dalam lima domain yaitu riwayat terkait
gizi dan makanan, data antropometri, data biokimia, tes medis dan prosedur, data
pemeriksaan fisik fokus gizi dan data riwayat klien (Kementerian Kes RI, 2014).
Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pada pasien pembedahan meliputi data
riwayat kebiasaan makan, makanan pantangan, makanan kesukaan, ada tidaknya alergi serta
ratarata asupan makan pasien sehari. Faktor kebiasaan makan pasien dapat menjadi salah
satu faktor yang menentukan kejadian penyakit, terutama kejadian penyakit yang
berhubungan dengan penyakitpenyakit gastrointestinal dan kejadiankejadian penyakit
kanker yang menyebabkan mereka perlu menjalani pembedahan.
Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mendapatkan
data antropometri. Bila pasien tidak dapat diukur tinggi badannya maka dapat diukur
rentang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas dan lingkar pinggang.
Selanjutnya dicatat data hasil pemeriksaan biokimia seperti pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, kadar albumin darah, dan protein total. Dilakukan juga
pengamatan tentang pemeriksaan fisik dan klinis pasien meliputi pemeriksaan tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi. Sedangkan untuk data riwayat personal pasien yang harus
dikumpulkan terdiri dari riwayat obatobatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial
ekonomi budaya, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sekarang dan data umum
pasien.
Setelah diperoleh informasi lengkap yang berkaitan dengan data pengkajian gizi pasien
bedah ini, selanjutnya data dianalisis untuk menentukan masalah gizi pada pasien.

b. Diagnosis Gizi
Diagnosis Gizi merupakan gambaran keadaan masalah gizi atau risiko masalah gizi yang
terjadi saat ini dan dapat berubah sesuai dengan respon pasien, khususnya terhadap
intervensi gizi yang didapatkan. Diagnosis gizi ini merupakan rangkuman masalah gizi,
dimana seluruh data yang dikumpulkan pada pengkajian gizi diolah dan diidentifikasi
menjadi informasi. Informasi inilah yang akan menjadi input pada proses menetapkan
diagnosis gizi. Penulisan kalimat diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau problem
etiologi dan sign/symstoms (ADA, 2008).
Diagnosis Gizi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk bisa membuat
suatu dukungan nutrisi yang memadai pada pasien pra dan pasca bedah. Dari pengukuran
masingmasing penilaian dapat digunakan untuk:
1) Mengidentifikasi jenis malnutrisi.
2) Mendukung intensitas malnutrisi.
3) Memutuskan apakah ada stress metabolik atau tidak.

Pertanda dari stress metabolic adalah:


1) Suhu tertinggi dalam 24 jam > 38°C.
2) Nadi > 100/menit dalam 24 jam terakhir.
3) Laju pernafasan > 30 per menit dalam 24 jam terakhir.
4) Hitung sel darah putih > 1200 atau < 3000 dalam 24 jam terakhir.
5) Biakan darah positif.
6) Penyakit radang usus aktif.
7) Focus infeksi.
Beberapa contoh diagnosis gizi yang biasa ditemukan pada penderita pasca bedah:
NI.2.1 : makanan dan minuman oral tidak adekuat (P) berkaitan dengan nafsu makan
kurang (E) ditandai dengan recall Energi 67%, protein 55%, lemak 40% dan
karbohidrat 62% (ratarata tingkat konsumsi makan 56%, termasuk kategori
kurang).
NC 1.4 : gangguan fungsi gastrointestinal (P) berkaitan dengan penyakit Ileus Obstruktif (E)
ditandai dengan rasa nyeri di perut, mual, muntah.
NB 3.1 : berat badan kurang (P) berkaitan dengan riwayat penyakit pasien (kanker kolon)
dan malnutrisi (E) ditandai dengan IMT 16,7 kg/m2.
NB 1.3 : tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan motivasi pasien yang kurang (E)
ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet yang diberikan oleh rumah sakit,
asupan ratarata hanya 56%.

c. Intervensi Gizi
Intervensi Gizi merupakan kegiatan atau langkah ke tiga dalam proses asuhan gizi
terstandar. Intervensi Gizi merupakan suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk
memperbaiki status gizi dan kesehatan, merubah perilaku gizi dan kondisi lingkungan yang
mempengaruhi masalah gizi pasien. Adapun tujuan dari intervensi gizi adalah untuk
mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi dalam diagnosis gizi. Terdapat dua komponen
dalam intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan implementasi.
Perencanaan intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan.
Intervensi Gizi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu pemberian makanan (ND), edukasi
gizi (E), konseling gizi (C) dan koordinasi asuhan gizi (RC). Implementasi adalah bagian
kegiatan intervensi gizi dimana tenaga gizi mengkomunikasikan rencana intervensi gizi yang
sudah ditetapkan kepada pasien/klien dan kepada pihak terkait lainnya misalnya kepada
bagian produksi makanan, perawat termasuk keluarga pasien/klien.

Contoh intervensi gizi pada pasien pembedahan :


Diagnosis gizi sudah ditentukan : gangguan fungsi gastrointestinal (P) berkaitan dengan
penyakit Ileus Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri
di perut, mual, muntah.
Tujuan intervensi : mempercepat proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
Rencana intervensi: memberikan edukasi gizi tentang
diet pasca bedah.
Rencana Intervensi : Rencana intervensi: memberikan edukasi gizi tentang
diet pasca bedah.
Kegiatan edukasi gizi dilakukan dengan memberikan materi tentang pengaturan
makanan bagi pasien pasca pembedahan, bagaimana memilih makanan yang boleh
dikonsumsi dan makanan mana yang harus dibatasi. Kegiatan edukasi dan konseling gizi
sebaiknya melibatkan keluarga terutama dalam mempersiapkan makanan. Menjelaskan cara
memilih makanan apabila membawa makanan dari rumah.
Domain koordinasi asuhan gizi (RC): kolaborasi antara tim kesehatan dan
memberhentikan atau merujuk pasien ke pelayanan kesehatan lain.

d. Monitoring dan Evaluasi Gizi


Langkah selanjutnya yang merupakan langkah terakhir dalam proses asuhan gizi
terstandar adalah monitoring dan evaluasi gizi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui
respon pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Monitoring dan
evaluasi dilakukan dengan cara memonitor perkembangan, mengukur hasil dan
mengevaluasi hasil. Pada monitoring dan evaluasi gizi, data digunakan untuk mengevaluasi
dampak dari intervensi gizi sesuai dengan outcome dan indikator asuhan gizi. Indikator yang
dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan intervensi gizi tersebut adalah asupan makan
dan minum (konsumsi selama dirawat), asupan ini dimonitor setiap hari, nilai laboratorium
terkait gizi, perubahan berat badan.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Bagaimanakah prinsip diet pada pasien yang akan menjalani pembedahan?


2) Diet apakah yang diberikan pada pasien yang baru sadar dari operasi bedah kecil?
3) Jenisjenis makanan apa saja yang tidak dianjurkan pada pasien yang akan menjalani
pra bedah saluran cerna?
4) Datadata apakah yang dibutuhkan dalam kegiatan pengkajian gizi untuk pasien bedah?
5) Halhal apakah yang perlu di monitor dan dievaluasi pada pemberian diet bagi pasien
pasca bedah besar di luar saluran cerna berdasarkan asuhan gizi terstandar?

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk membantu saudara dalam mengerjakan soal latihan tersebut silahkan pelajari
kembali materi tentang:
1) Pengaturan Diet pada pasien pra pasca bedah.
2) Proses Asuhan Gizi Terstandar pada pasien pembedahan.

Ringkasan

Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka. Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat
keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan.
Respon terhadap trauma mencakup perubahan endokrin, metabolik dan imunologis.
Derajat keparahan dari perubahan ini berhubungan dengan jumlah paparan stress yang
terjadi. Manifestasi klinis respon tubuh terhadap stres melalui tiga fase. Fase ebb dan fase
flow yang dibagi menjadi 2 fase yaitu respon akut dan respon adaptif.
Respon metabolik yang timbul merupakan reaksi simultan terhadap respon imunologik
dan neuroendokrin. Manifestasi dari respon metabolik adalah hiperglikemia, katabolisme
protein dengan pemecahan otor tubuh sehingga terjadi keseimbangan protein menjadi
negative dan pemecahan lemak yang meningkat.
Dampak umum yang terjadi pada pembedahan adalah : nafsu makan hilang sehingga
menurunkan asupan makanan, terjadi gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat,
pemecahan jaringan yang tidak berlemak akan menghasilkan asam amino yang diperlukan
dalam respon pembedahan, Protein hilang, dapat sedemikian berat dan berdampak klinis.
Diet Pra Bedah adalah pengaturan makan yang diberikan kepada pasien yang akan
menjalani pembedahan. Diet Pascabedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien
setelah menjalani pembedahan. Prinsip pengaturan makanan sesudah pembedahan
tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT) adalah suatu proses terstandar sebagai suatu metode pemecahan
masalah yang sistematis dalam menangani problem gizi sehingga dapat memberikan asuhan
gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Terdapat empat langkah dalam proses asuhan
gizi yaitu asesmen atau pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi serta monitoring dan
evaluasi gizi.
Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Pemberian diet pada pasien bedah sangat penting mengingat pengaruh pembedahan
terhadap metabolisme. Faktor yang perlu diperhatikan adalah, kecuali ....
A. Keadaan umum pasien
B. Macam pembedahan yag dilakukan
C. Sifat dari pembedahan
D. Macam penyakit yg di derita
E. Kebiasaan makan pasien

2) Tujuan pemberian diet pra bedah adalah untuk mengusahakan agar status gizi pasien
dalam keadaan optimal pada saat pembedahan sehingga tersedia cadangan unt
mengatasi stress dan penyembuhan luka. Untuk itu, jika pasien dalam kondisi status
gizi lebih maka energi yang diberikan adalah ....
A. 40 – 45 kkal/kg BB
B. 10 25 % dibawah kebutuhan energi normal
C. 25 kkal/kg BB
D. 10 % dari total energi
E. Sesuai hasil perhitungan

3) Pada pasien dengan pra bedah mayor seperti pada bedah saluran cerna h – 1 atau 2
hari sebelum dilakukan bedah diberikan ....
A. Diet tinggi serat bentuk lunak
B. Diet sisa rendah bentuk cair
C. Diet makanan cair
D. Formula enteral sisa rendah
E. Nutria parenteral total /NPT

4) Seorang perempuan berusia 35 tahun, dibawa ke ruangan bedah setelah menjalani


operasi apendiktomi. Hasil pemeriksaan Laboratorium Hb 12 g/dl dan albumin 3,8 g/dl.
Pasien patuh terhadap diet yang diberikan karena keinginan yang kuat untuk segera
membaik. Apakah monitoring paling tepat dilakukan pada kasus di atas?
A. Mengontrol tekanan darah
B. Mengontrol laboratorium
C. Mengontrol berat badan
D. Mengontrol keadaan umum pasien
E. Mengontrol suhu pasien

5) Seorang perempuan berusia 44 tahun, Tinggi Badan 156 cm dan Berat badan 46 kg,
dirawat diruang bedah yang telah menjalani expolarasi laparatomy dan resepsi ileum.
Enam jam sesudah pembedahan, makanan diberikan secara bertahap sesuai
kemampuan dan kondisi pasien. Apakah Jenis makanan yang tepat untuk kasus di
atas?
A. Makanan lewat Pipa
B. Makanan cair oral
C. Makanan saring
D. Makanan lunak
E. Makanan Biasa
Topik 2
Praktik Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien
Pasca Bedah

P ada topik ini kita akan membahas bagaimana mengerjakan atau menjawab kasus
pasien yang menjalani pembedahan menggunakan langkahlangkah asuhan gizi
terstandar. Dalam menyelesaikan kasus praktik ini, saudara harus mengikuti
langkah
langkah yang terdapat pada proses asuhan gizi. Pembahasan kasus yang dibuat bukan hanya
menguraikan langkahlangkah asuhan gizi saja tetapi saudara juga harus menyusun menu
yang sesuai dengan diet yang dianjurkan serta mempraktikkan menu yang telah disusun.
Tujuan dari pembelajaran pada topik ini adalah mampu melakukan pengkajian gizi,
menetapkan diagnosis gizi, membuat rencana intervensi gizi, membuat rencana monitoring
dan evaluasi gizi serta menyusun dan mempraktikkan menu.
Kita mulai mempelajari bagaimana merencanakan asuhan gizi dengan pendekatan
PAGT pada contoh kasus berikut ini.

CONTOH KASUS:
Ibu A seorang pedagang, berumur 49 tahun, BB= 70 kg, TB= 160 cm, pendidikan SLTA,
masuk rumah sakit karena merasakan nyeri hebat dan kaku pada perut bagian kanan atas,
muntah disertai dengan diare berbusa. Badan panas dan meriang. Rasa sakit dirasakan sejak
4 hari lalu yang hilang timbul dan mencapai puncaknya saat MRS. Sehari setelah dirawat,
rasa sakit sedikit berkurang, merasakan nyeri tapi tidak sehebat saat masuk rumah sakit.
Hasil pemeriksaan fisik dan klinis pada saat masuk rumah sakit suhu tubuh 38 oC, nadi
88 x/mnt, tensi 120/80 mmHg. Palpasi ditemukan hepatomegali dan splenomegali, kuning
sekitar sklera mata, diare berbuih dengan warna agak kehijauan
Hasil pemeriksaan laboratorium : Bilirubin total 4.1 mg/dl (tinggi), Bilirubin direk 2.0
mg/dl (tinggi), AST = 67 U/l (tinggi), ALT = 84 U/l (tinggi). Leukosit 12.000/ml, Alkali Fosfatase
400 U/I, Hb = 11, 8 mg/dl. USG ditemukan adanya batu dalam kandung empedu. Diagnosis
sementara adalah batu empedu (kolelithiasis) dan akan dilakukan pengangkatan kantung
empedu.
Hasil anamnesa riwayat gizi, pasien punya riwayat kegemukan, suka makanan yang
berlemak seperti jeroan, hati, kulit ayam, kerupuk usus, suka mengemil gorengan.
Frekuensi makan utama 34 x sehari, makanan selingan 23 kali/hari. Hasil anamnesa terhadap
asupan makanan di rumah di atas 100% kebutuhan. Pasien tidak pernah berolahraga,
walaupun pedagang tetapi hanya duduk sebagai kasir.
Saat ini pasien telah menjalani operasi pengangkatan kantung empedu memasuki hari
ke tiga. Diet yang diberikan adalah Diet Pasca Bedah IV dengan bentuk makanan lunak.
Selama dirawat setelah operasi, konsumsi makan pasien masih di bawah standar makanan
rumah sakit karena nafsu makan kurang dan pasien tidak mau mengkonsumsi makanan
lunak (bubur) yang terasa hambar serta kurang bumbu, pasien juga mengeluh perut masih
terasa nyeri sehabis operasi. Tingkat konsumsi makan pasien dalam 24 jam terakhir di
rumah sakit adalah energi 64,1% kebutuhan, protein 50%, lemak 37,6%, karbohidrat 52%.
Selesaikanlah kasus tersebut berdasarkan langkahlangkah PAGT termasuk contoh
menu sehari berdasarkan pemberian diet yang diberikan di rumah sakit.

CARA PENYELESAIAN KASUS:


Untuk menyelesaikan kasus di atas, langkah awal yang dilakukan adalah membaca
kasus dengan teliti. Untuk dapat melakukan asesmen gizi, saudara harus mengelompokkan
data dalam lima kategori yaitu :
1. data asupan makanan sebelum dan selama di rumah sakit,
2. data antropometri pasien,
3. data pemeriksaan biokimia,
4. data pemeriksaan fisik,
5. data riwayat klien.

Setelah asesmen gizi atau pengkajian gizi disusun, data tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan standar dan dibuat kesimpulan untuk menetapkan masalah gizi yang
terjadi. Masalah gizi yang muncul dibuatkan kalimat diagnosis gizi sesuai dengan format PES
(Problem Etiologi Sign atau symstom). Kegiatan selanjutnya adalah membuat intervensi gizi
berdasarkan diagnosis gizi yang telah ditetapkan. Kemudian langkah terakhir adalah
membuat rencana monitoring dan evaluasi gizi.

Langkah pertama : Asesmen Gizi


Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan datadata yang ada pada kasus antara
lain: data riwayat gizi, data antropometri, data pemeriksaan fisik klinis laboratorium dan
data riwayat klien.

1. Riwayat Gizi
a. Data konsumsi makanan yang dilihat adalah asupan makanan saat di rumah sakit. Data
ini telah tersedia dan diketahui:
Tingkat konsumsi energi = 64,1 %
Tingkat konsumsi protein = 50,0 %
Tingkat konsumsi lemak = 37,6 %
Tingkat konsumsi karbohidrat = 52,0 %

Asupan makanan dikatakan mencukupi kebutuhan bila mencapai 80100% dari


kebutuhannya. Kesimpulan asesmen asupan makanan sebelum masuk rumah sakit
adalah: pasien mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhannya. Hal ini bisa
disebabkan karena pasien tidak suka makan bubur yang terasa hambar dan kurang
bumbu.
b. Data Antropometri
− Saat ini berat badan pasien 70 kg dengan Tinggi badan 160 cm.
− Status gizi kelebihan berat badan/gemuk dilihat dari IMT 27,13 kg/m2.
− Kesimpulan: kegemukan.

c. Data Biokimia terkait gizi


− Dari hasil pemeriksaan laboratorium diketahui:
Bilirubin total 4.1 mg/dl (tinggi)
Bilirubin direk 2.0 mg/dl (tinggi)
AST = 67 U/l (tinggi)
ALT = 84 U/l (tinggi)
Leukosit 12.000/ml
Alkali Fosfatase 400 U/I
Hb = 13 mg/dl

d. Pemeriksaan fisik fokus gizi


− Asesmen tentang pemeriksaan fisik menunjukkan merasakan nafsu makan
kurang, perut masih terasa nyeri sehabis operasi.
− Riwayat klien.
Pasien adalah seorang pedagang dan tidak pernah berolahraga. Pasien tidak pernah
mengalami penyakit ini sebelumnya.

Langkah kedua : Diagnosia Gizi


Dari hasil asesmen gizi diperoleh kesimpulan bahwa masalah gizi yang ditemukan pada
kasus ini terdapat pada domain asupan makanan atau konsumsi, domain fisik klinis dan
domain perilaku. Selanjutnya diagnosis gizi dituliskan dalam kalimat dengan konsep PES.
Adapun diagnosis gizi pada kasus ini adalah:
a. Makanan dan minuman oral tidak adekuat berkaitan dengan nafsu makan kurang
ditandai dengan hasil rekal tingkat konsumsi Energienergi = 64,1% ; Tingkat konsumsi
protein = 50%; Tingkat konsumsi lemak = 37,6%; Tingkat konsumsi karbohidrat = 52%.
b. Kelebihan berat badan yang berkaitan dengan konsumsi makan yang melebihi
kebutuhan saat sebelum dirawat di rumah sakit ditandai dengan IMT 27,13 kg/m2.
c. Perubahan fungsi gastrointestinal yang berkaitan dengan operasi pengangkatan
kantung empedu yang ditandai dengan nyeri pada perut.
d. Tidak siap untuk diet/merubah perilaku yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi
makanan berlemak/digoreng dan pembatasan penggunaan bumbu ditandai dengan
pasien tidak mau menghabiskan makanan yang diberikan dari rumah sakit, asupan
rata rata hanya 50,9%.

Setelah rumusan diagnosis gizi disusun, langkah selanjutnya adalah merencanakan


intervensi gizi dan implementasinya.

Langkah ketiga : Intervensi Gizi


Intervensi yang akan direncanakan harus terkait dengan Masalah Gizi (P) dan Penyebab
(E) pada diagnosis gizinya. Masalah Gizi akan membantu Penetapan Tujuan dari intervensi
gizi sedangkan Penyebab akan membantu penetapan Strategi Intervensinya.
a. Pemberian intervensi berdasarkan diagnosis gizi yang sudah ditetapkan.
b. Tujuan intervensi gizi memprioritaskan pada problem yang dapat diberikan dan dapat
diukur keberhasilannya dalam jangka pendek.

1) Tujuan intervensi gizi pada kasus di atas adalah sebagai berikut:


− Memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan dan syarat diet pasca bedah.
− Memberikan bentuk makanan yang sesuai dengan kondisi pasien agar makanan
dapat dikonsumsi habis.
− Memberikan pengetahuan tentang pengaturan diet pada pasca bedah serta
memilih makanan yang tepat.
2) Strategi Intervensi Gizi
Diet yang diberikan pada pasien adalah diet pasca bedah IV dalam bentuk makanan
lunak. Strategi intervensi gizinya adalah:
− Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
− Energi, protein, lemak dan karbohidrat diberikan cukup sesuai dengan
kebutuhan pasien.
− Cairan diberikan cukup.
− Tidak mengandung bumbubumbu masakan yang tajam dan merangsang karena
makanan diberikan dalam bentuk lunak/nasi tim.
− Makanan diberikan per oral.
− Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan pengaturan pada makanan lunak.

Selanjutnya dihitung kebutuhan gizi pada kasus di atas menggunakan rumus Angka
Metabolisme Basal menurut Harris Benedict.
− Menghitung kebutuhan energi:
− Kasus seorang wanita memiliki tinggi badan 160 cm dan berat badan 70 kg
− Tentukan berat badan ideal pasien yaitu = (160 – 100) – 10% x (160 – 100)
= 54 kg
− Indeks Massa Tubuh (IMT) = 27,34 kg/m2 (kegemukan)
− karena pasien berstatus kegemukan, berat badan yang digunakan dalam perhitungan
adalah berat badan ideal yaitu 54 kg. Selanjutnya setelah diperoleh angka akhir dari
kebutuhan energi perlu dikurangi 500 kalori untuk membantu penurunan berat badan.
− Selanjutnya masukkan dalam rumus Angka Metabolisme Basal (AMB) dengan
menggunakan rumus Harris Benedict yaitu:

Angka Metabolisme Basal = 655 + (9,6 x BBI) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)


= 655 + (9,6 x 54) + (1,8 x 160) – (4,7 x 49)
= 655 + 518,4 + 288 – 230,3
= 1173,4 – 57,7
= 1115,7 kkal
− Setelah itu untuk mendapatkan kebutuhan energi total, angka metabolisme basal
dikalikan dengan faktor aktivitas dan faktor stres. Untuk kasus ini, penderita dalam
kondisi istirahat di tempat tidur (aktivitas sangat ringan) nilai aktivitasnya adalah 1,3
dan faktor stres 1,4. Faktor aktivitas dan faktor stres untuk penyakit lain dapat dilihat
pada Buku Penuntun Diet Edisi Baru 2006.

Jadi diperoleh Kebutuhan Energi total = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Stres/Trauma
= 1115,7 kal x 1,3 x 1,4
= 2030,574 kkal – 500 kalori
Dari hasil perhitungan kebutuhan energi pasien sebesar 1530,57 kalori sehari.

Untuk kebutuhan zat gizi lain :


− Rumus kebutuhan protein = 1 gr x 54
= 54 gram
= 54 x 4 kalori
= 216 kalori

Rumus kebutuhan lemak = 25% x 1530,57 kalori


= 382,64 : 9
= 42,51 gram

Kebutuhan karbohidrat = kalori energy – kalori dari protein – kalori dari lemak
= 1530,57 – 216 – 382,64
= 931,93 : 4
= 232,98 gram
− Cairan dan serat diberikan cukup demikian juga dengan zat gizi mikro lainnya

Implementasi Intervensi Gizi :


− Pada implementasi gizi ini, saudara menyusun menu yang sesuai dengan prinsip dan
syarat diet pasca bedah IV bentuk makanan lunak. Bahanbahan makanan yang
digunakan harus berasal dari bahan makanan segar/alami, tidak mengandung bumbu
yang tajam dan tidak berminyak. Pengaturan makan atau diet untuk pasien pasca
bedah bertujuan untuk memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan dan syarat
diet pasca bedah IV, memberikan bentuk makanan yang sesuai dengan kondisi pasien
agar makanan dapat dikonsumsi habis, memberikan pengetahuan tentang pengaturan
diit pada pasca bedah IV serta memilih makanan yang tepat.
− Penting bagi pasien maupun keluarga untuk menetapkan menu yang sesuai dengan
aturan makan. Sebelum menyusun menu, saudara harus membuat standar penukar
untuk memudahkan menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan kasus. Pada
kasus ini kebutuhan energinya adalah 1500 kalori (dibulatkan dari 1530,57 kalori hasil
perhitungan). Pembuatan standar penukar dapat melihat dari contoh buku Penuntun
Diet.

Golongan Bahan Makanan Jumlah Penukar


Nasi atau penukar 3 gelas tim
Protein hewani 3 ptg
Protein nabati 2 ptg sedang
Sayuran 2 gelas
Buah 4 ptg sedang
Minyak 2 sdm
Gula pasir 1,5 sdm
Selanjutnya standar penukar di atas, saudara distribusikan ke masingmasing waktu
makannya.

WAKTU BAHAN
Berat (gr) URT MENU
MAKAN MAKANAN
PAGI Beras 50 1 gls tim Bubur
Telur ayam 50 1 ptg sedang Telur ½ matang
Sayuran 50 ½ gelas Jus tomat
Minyak 5 ½ sdm
Gula pasir 10 1 sdm
SELINGAN Buah 100 1 buah sedang Stup Pisang
Gula pasir 10 1 sdm
SIANG Beras 50 1 ½ gls tim Nasi tim
Daging/ayam 50 1 ptg sedang Ayam ungkep
Tahu 50 1 ptg sdng Tahu gadon
Sayuran 75 ¾ gelas Sayur soto
Buah 100 1 ptg sedang Semangka
Minyak 5 ½ sdm
SELINGAN Buah 100 1 buah Jus alpukat
Gula pasir 10 1 sdm
MALAM Beras 50 1 ½ gelas Nasi tim
Daging/ayam 50 1 potong Perkedel ayam
Tempe/tahu 25 1 potong sdng Tahu isi
Sayuran 75 ¾ gelas Sup sayuran
Buah 100 1 potong Pepaya dan
Minyak 5 ½ sdm melon
Nilai Gizi :
1500 kalori
54 gr protein
42 gr lemak
232 gr HA
Setelah dijabarkan standar penukar bahan makanan dalam masingmasing waktu
makan, selanjutnya adalah menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan penderita dan
syaratsyarat dietnya. Perlu saudara perhatikan bahwa penerapan aturan makan dalam menu
sehari bagi pasien pasca bedah IV ini adalah memberikan makanan dalam bentuk lunak yang
mudah ditelan dan dicerna sesuai dengan kondisi pasien yang menjalani pasca pembedahan.
Dalam hal ini, pasien masih mengalami nyeri di perut akibat pasca pembedahan sehingga
makanan yang berbumbu merangsang, makanan yang digoreng serta berlemak dihindari.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah cara atau teknik memasak. Teknik memasak dengan
memanggang, merebus, mengukus dan menumis lebih diutamakan daripada teknik
menggoreng.
Berikut ini menu yang diberikan kepada kasus :
Makan Pagi bubur ayam
Selingan Pagi jus apel
Makan Siang Nasi tim
Gurami bakar
Tahu isi kukus
Sup wortel buncis
Pisang
Selingan Sore Stup Pisang
Makan Malam Nasi tim
Pepes ayam
Tempe bacem
Cah bayam taoge
Pepaya dan semangka

Langkah keempat : Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses asuhan gizi
terstandar. Pada langkah ini saudara harus melihat kembali diagnosis gizi yang telah
ditetapkan. Untuk kasus ini diagnosis gizinya adalah:
− Kelebihan berat badan yang berkaitan dengan konsumsi makan yang melebihi
kebutuhan saat sebelum dirawat di rumah sakit ditandai dengan IMT 27,13 kg/m2.
− Makanan dan minuman oral tidak adekuat berkaitan dengan nafsu makan kurang saat
dirawat di rumah sakit ditandai dengan hasil recall tingkat konsumsi energi = 64,1%;
Tingkat konsumsi protein = 50%; Tingkat konsumsi lemak = 37,6%; Tingkat konsumsi
karbohidrat = 52%.
− Perubahan fungsi gastrointestinal yang berkaitan dengan operasi pengangkatan
kantung empedu yang ditandai dengan nyeri pada perut.
− Tidak siap untuk diet/merubah perilaku yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi
makanan berlemak/digoreng dan pembatasan penggunaan bumbu ditandai dengan
tidak bisa menghabiskan makanan yang diberikan di rumah sakit saat menjalani diet
pasca bedah.

Problem dan tanda/sign yang muncul pada diagnosis gizi harus menjadi perhatian
saudara agar memudahkan untuk monitoring dan evaluasi yaitu kelebihan berat badan,
makanan dan minuman oral tidak adekuat saat dirawat, perubahan fungsi gastrointestinal,
tidak siap untuk diet/merubah perilaku diet.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

Seorang wanita berumur 30 tahun dirawat di Wings International (RSUP) dengan


kondisi lemah. Keluhan yang dirasakan pasien adalah sering mules, sakit perut, perut
kembung, sehingga menyebabkan nafsu makan turun. Mengalami perdarahan rektum. Hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan kepucatan anemia (Hb 9 mmHg). Pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bawah menunjukkan ada peradangan tukak dan erosi pada rektum. Diagnosis
medis : kanker kolon dan harus menjalani operasi.
Hasil pemeriksaan biokimia Hb 9,1 gr/dl (anemi); hematokrit 27% (rendah); lekosit
8200/mm3 (normal); trombosit 342.000/mm3 (normal); albumin 2.4 g/dl (rendah). Data
klinis pasien : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/mnt, pernafasan 20x/menit.
Hasil anamnesa gizi yang dilakukan ahli gizi ruangan diperoleh data sbb:
Data antropometri :
Berat badan : 45 Kg
Tinggi badan : 156 cm
Pola makan : 3 x makan dan 2 kali selingan tapi jumlah yang dikonsumsi sangat sedikit,
karena setiap makan merasakan perutnya mules, apalagi kalau minum susu. Sebelum
dirawat makanan yang dimakan hanya berupa bubur.
Hasil recall :
Pagi : bubur ayam ½ mangkok
Jam 10 : roti tawar 1 lembar + 1sdm madu
Jam 13.00 : bubur + telor rebus
Jam 16.00 : bubur sumsum tanpa santan 4 sdm
Jam 19.00 : bubur ayam ½ mangkok + teh manis panas

Silakan saudara berlatih menyusun kasus di atas asuhan gizi terstandar pada kasus
hipertensi di atas dengan menggunakan langkah PAGT yaitu membuat pengkajian/asesmen
gizi, menentukan diagnosis gizi, membuat rencana intervensi gizi serta rencana monitoring
dan evaluasi gizi beserta rencana menu yang akan dipraktikkan.

Ringkasan

Dalam membahas kasus praktik, hal pertama yang harus dipahami adalah langkah
langkah dalam proses asuhan gizi terstandar (PAGT). Oleh karena itu harus dipelajari kembali
pembahasan pada topik sebelumnya terutama yang mengulas tentang PAGT. Kasus/soal
praktik harus dibaca dengan teliti agar memudahkan untuk mengelompokkan datadata yang
berkaitan dengan asesmen gizi.
Setelah asesmen gizi tersusun dengan baik, akan membantu saudara untuk
mengidentifikasi masalah gizi yang benarbenar dialami oleh pasien. Pada asesmen gizi ini
saudara harus membuat kesimpulan berdasarkan data yang ada pada pasien dibandingkan
dengan standar. Dengan demikian akan memudahkan saudara untuk melakukan langkah
selanjutnya yaitu diagnosis gizi. Pada tahap ini saudara perlu menyimak kembali terminologi
diagnosis gizi.
Langkah selanjutnya adalah intervensi gizi yang dibuat berdasarkan masalah gizi yang
dirumuskan pada diagnosis gizi. Strategi intervensi gizi dibuat berdasarkan etiologi, tanda
dan gejala pada diagnosis gizi. Pengaturan Diet pada pasien pra pasca bedah berpatokan
pada Penuntun Diet Edisi terbaru. Macam diet dan indikasi pemberian diet pra pasca bedah
disesuaikan dengan kondisi pasien, demikian juga pemilihan bahan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan sudah tertuang dalam buku penuntun diet tersebut.
Langkah terakhir adalah menyusun monitoring dan evaluasi gizi dari intervensi yang
diberikan kepada pasien untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan gizi yang
diberikan kepada pasien.
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Tuan D dirawat di Rumah Sakit dengan diagnosis kanker lidah dan direncanakan untuk
operasi. Berdasarkan hasil anamnesa diketahui ia menderita gejalagejala susah
menelan dan terdapat sariawan sudah 5 bulan yang lalu. Untuk mempertahankan
asupan nutrisi, bentuk makanan yang baik diberikan kepada Tuan A adalah ....
A. Formula
B. Lunak
C. Cincang
D. Saring
E. Cair

2) Ibu A, umur 58 tahun, dirawat inap di rumah sakit dengan datadata BB 40 kg, TB 166
cm, suhu tubuh 38,5°C, nafsu makan menurun sejak 2 minggu yang lalu, mulut terasa
kering, dan kadang merasa mual. Setelah menetapkan diagnosis gizi dan memberikan
intervensi gizi berupa Diet Pasca Bedah IV bentuk makanan lunak, selanjutnya
dilakukan monitoring. Data apakah yang paling penting dimonitor oleh ahli Gizi?
A. Status Gizi
B. Fisik dan Klinis
C. Asupan Makanan
D. Perubahan nilai laboratorium
E. hasil penyuluhan Gizi

3) Berdasarkan kasus di atas, sebagai seorang ahli gizi, bagaimanakah cara mengatasi
mulut kering pada pasien pasca operasi?
A. Berikan minuman hangat
B. Berikan banyak minum
C. Berikan permen karet
D. Berikan makanan kering
E. Berikan bentuk makanan lunak
4) Seorang ibu berusia 50 tahun, dirawat di rumah sakit dengan keluhan nyeri sehabis
pembedahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui pasien mengalami pusing,
badan lemas dan kadang merasa mual. Hasil anamnesa diet diketahui pasien suka
makanan ringan, makanan cepat saji, dan soft drink. Data apakah yang perlu
dilengkapi untuk menentukan kebutuhan gizi ibu tersebut!
A. Data Antropometri
B. Data Laboratorium
C. Data jumlah asupan makanan
D. Data Riwayat personal
E. Data Fisik dan Klinis

5) Seorang ibu rumah tangga, berusia 32 tahun baru sadar sehabis melaksanakan operasi
seksio, dan mendapatkan terapi obat dan diet. Makanan apakah yang sebaiknya
diberikan pada ibu ini?
A. Makanan cair penuh
B. Makanan saring
C. Makanan lunak
D. Makanan biasa
E. Makanan cair jernih
Kunci Jawaban Tes
Tes Formatif 1
1) E
2) E
3) D
4) B
5) B

Tes Formatif 2
1) A
2) B
3) A
4) A
5) E
Glosarium
Pembedahan atau operasi : Semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani.
Fase Ebb : Respons tubuh terhadap stress yang terjadi segera setelah
trauma, infeksi atau sepsis yang berlangsung 2 – 48 jam
yang ditandai dengan periode syok berupa hipovolemia,
penurunan oksigen jaringan dan penurunan volume darah
sehingga terjadi penurunan curah jantung dan produksi
urine.
Fase Flow/fase katabolik : Respons tubuh ditandai dengan respons metabolik berupa
hipermetabolisme, katabolisme dan perubahan respons
imunserta hormonal.
Fase Anabolik : Respons tubuh terjadi setelah akhir dari fase flow ditandai
dengan adanya diuresis dan adanya permintaan untuk
intake oral.
Diet Pra Bedah : Pengaturan makan yang diberikan kepada pasien yang akan
menjalani pembedahan.
Diet Pasca Bedah : Makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pembedahan. Prinsip pengaturan makanan sesudah
pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan
jenis penyakit penyerta.
Daftar Pustaka
Sjamsuhidajat dan Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Joan WebsterGandy, Angela Madden, Michelle Holdsworth. 2014. Gizi dan Dietetika. Jakarta
:Buku Kedokteran EGC.

AsDI & Persagi. 2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Pengembangan Konsep
Nutrition Care Process (NCP). Abadi Publishing & Printing.

Kementerian Kes. RI. Dirjen Binkesmas. Dit. Bina Gizi Masyarakat. 2014. Pedoman Proses
Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Potter,& Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik, edisi 4, Volume. 2. Jakarta: EGC.

Simsek T, Simsek HU, Canturk NZ. Response to trauma and metaboliv changes posttraumatic
metabolis. Usual Cer Derg. 2014; 30:1539.

Hasenboehler E, Williams A, Leinhase I, Morgan SJ, Smith WR, Moore EE, Stahel PF.
Metabolic Changes after Polytrauma : an imperative for early nutritional support.
World Journal of Emergency Surgery. 2006; 1:29.

Weissmann C. 1990. The metabolic response to stress; an overview and update.


Anesthesiology; 73:30827.
Bab 9
ASUHAN GIZI TERSTANDAR UNTUK
PASIEN DENGAN PENYULIT
KEHAMILAN (HIPEREMESIS
GRAVIDARUM DAN PREEKLAMPSIA)
Nitta Isdiany, M.Kes.

Pendahuluan

B
ab 9 ini akan mempelajari asuhan gizi terstandar pada pasien dengan penyulit
kehamilan. Pemenuhan gizi yang baik di masa kehamilan sangat penting bagi
pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Namun beberapa kasus mengalami kondisi
khusus yang menjadi penyulit pemenuhan gizi bagi ibu hamil, sehingga perlu mendapat
perhatian.
Modul ini akan membantu saudara memahami asuhan gizi terstandar untuk pasien
dengan penyulit kehamilan. Setelah mempelajari modul ini, saudara diharapkan mampu
menerapkan asuhan gizi terstandar untuk pasien dengan penyulit kehamilan yaitu kondisi
Hiperemesis Gravidarum dan Preeklampsia.
Untuk memudahkan saudara dalam mempelajari isi modul, maka sistematika
penulisan topik ini terdiri dari 3 bagian meliputi:
1. Asuhan gizi terstandar untuk pasien Hiperemesis Gravidarum.
2. Asuhan gizi terstandar untuk pasien Preeklampsia.
3. Praktik asuhan gizi terstandar untuk pasien dengan penyulit kehamilan.

Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, sebaiknya saudara mempelajari isi


modul asuhan gizi terstandar untuk pasien dengan penyulit kehamilan ini secara menyeluruh
dan sistematis. Dalam hal ini termasuk mengerjakan latihan soal pada topik 3 mengikuti
kaidah asuhan gizi berbasis PAGT. Sehingga pada akhir pembelajaran, saudara mampu
menerapkan asuhan gizi untuk pasien Hiperemesis Gravidarum dan Preeklampsia sesuai
langkahlangkah proses asuhan gizi terstandar.
Topik 1
Asuhan Gizi Terstandar untuk Pasien
Hiperemesis Gravidarum

N
ausea (mual) biasa terjadi pada trimester pertama kehamilan. Pada ibu hamil
dengan kondisi normal, keluhan mual ini akan hilang ketika kehamilan
memasuki usia trimester kedua. Pada beberapa kasus, kondisi mual tetap
bertahan bahkan
menjadi berat disertai muntah disebut Hiperemesis Gravidarum sehingga perlu mendapat
intervensi khusus. Secara spesifik lebih dijelaskan bahwa Hiperemesis gravidarum adalah
kondisi mual yang parah disertai muntah yang dapat dialami satu dari 200 ibu hamil (Loh, KY,
et al, 2015).
Gambaran klinis yang umum yaitu adanya mual dan muntah terkait dengan
hiperemesis gravidarum bersifat persisten, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, ketonuria, dan penurunan berat badan lebih dari
5% dari berat badan ibu hamil. Kondisi ini akan menjadi penyulit kehamilan yang berdampak
pada kesehatan ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin. Oleh karena itu, gangguan
mual yang parah disertai muntah terus menerus menjadi indikasi yang paling umum bagi ibu
hamil untuk segera mendapat perawatan medis di rumah sakit saat awal kehamilan (Loh,
KY,et al, 2015).
Seorang Ahli Gizi perlu memahami gambaran klinis ibu hamil yang mengalami
Hiperemesis Gravidarum karena akan menjadi faktor penyulit dalam pemenuhan asupan gizi
ibu selama kehamilan. Pada topik ini kita akan mempelajari tentang ruang lingkup
Hiperemesis Gravidarum (mencakup pengertian, etiologi, patofisiologi), dan
penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum (mencakup asuhan gizi dan pengobatan). Dengan
demikian, Ahli Gizi dapat mengatur strategi penerapan diet agar dapat membantu ibu
mengatasi mual atau bahkan muntah yang menjadi penyulit kehamilan. Kita mulai dengan
bahasan pertama yaitu ruang lingkup Hiperemesis Gravidarum.

A. RUANG LINGKUP HIPEREMESIS GRAVIDARUM

1. Pengertian Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis Gravidarum adalah kondisi mual atau perasaan ingin muntah yang terjadi
pada ibu hamil trimester pertama, mual terus berlanjut dan menjadi sangat parah, dapat
mengakibatkan dehidrasi dan penurunan berat badan sehingga mengancam keselamatan
janin dan ibu. Kemungkinan ibu harus rawat inap di rumah sakit dan mendapat parenteral
nutrition. Kondisi ini menjadi penyulit kehamilan, dan pasien membutuhkan dukungan
emosional dan optimisme dari tim medis yang merawatnya (Roth, Ruth A, 2011).
Pengertian Hiperemesis Gravidarum menurut Erick, M (2008) yaitu muntah yang
berkepanjangan dan terus menerus selama kehamilan yang mengakibatkan dehidrasi dan
atau malnutrisi pada ibu, terjadi perubahan eletrolit magnesium, fosfor, dan kalium.
Penegakan diagnosis Hiperemesis Gravidarum menurut RCOG (2016) ditandai dengan mual
dan muntah yang parah dan berkepanjangan menyebabkan penurunan berat badan lebih
dari 5% berat badan sebelum hamil, adanya dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami keluhan mual yang dialami ibu hamil pada
pagi hari di trimester pertama, umumnya disebut sebagai morning sickness. Tetapi pada
kondisi Hiperemesis Gravidarum, kondisi mual lebih parah dari keadaan morning sickness
biasa. Keluhan mual bisa terjadi kapan saja selama trimester pertama kehamilan dan mual
berlanjut jauh lebih parah meskipun telah memasuki trimester kedua kehamilan.
Dampak adanya mual berkepanjangan yang dialami ibu hamil di awal kehamilan
mengakibatkan muntah terus menerus secara berlebihan. Jika keadaan ini diabaikan maka
ibu hamil akan mengalami dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, sehingga mengganggu
asupan makanan ibu, bahkan terjadi penurunan berat badan ibu hamil yang tidak
diharapkan.

Gambar 9.1. Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum


Sumber: https://ibuhamil.id/apakahitumorningsicknessdanhyperemesis gravidarum/hiperemesis-
gravidarum/
2. Etiologi Hiperemesis Gravidarum
Etiologi hiperemesis gravidarum merupakan multifaktoral. Namun penyebab
utamanya terkait dengan peningkatan kadar hormon yang berkaitan dengan kehamilan
seperti hCG, estrogen, dan progesteron. Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan
terjadinya Hiperemesis Gravidarum meliputi hipertiroid, riwayat kehamilan mola (Mola
hidatidosa), diabetes, penyakit gastrointestinal, diet ketat, asma dan penyakit alergi lainnya.
Pada beberapa studi melaporkan kondisi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama, adanya
riwayat intoleransi terhadap kontrasepsi oral, ibu hamil yang mengandung janin perempuan,
dan kehamilan multipel lebih rentan mengalami hiperemesis gravidarum (Khairani, Y, 2017).
Selain multifaktoral yang sudah dijelaskan di atas, Loh, KY,et al (2015) menambahkan juga
peran faktor lainnya seperti adanya migrain pada ibu, dan adanya riwayat keluarga yang
mengalami hiperemesis.

3. Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum


Perubahan hormonal dalam kehamilan diduga sebagai penyebab hiperemesis
gravidarum. Wanita dengan kehamilan molar dan kehamilan trisomi dikaitkan dengan
peningkatan kadar human chorionic gonadatropin (hCG). Kadar hormon hCG meningkat
sekitar 8 minggu usia kehamilan diikuti dengan meningkatnya gejala mual dan muntah.
Namun, kadar hormon hCG tidak berkorelasi baik dengan tingkat keparahan hiperemesis
(Loh, KY, et al, 2015).
Sebenarnya peningkatan kadar hormon hCG tidak secara langsung menyebabkan
hiperemesis gravidarum pada ibu hamil. Namun, secara tidak langsung hormon hCG dapat
menstimulasi reseptor hormon TSH (thyroid stimulating hormone) dan mengakibatkan
terjadinya hipertiroid transien (gestational transient thyrotoxicosis) pada awal masa
kehamilan. Kondisi hipertiroid transien ini akan menjadi normal kembali ketika usia
kehamilan ibu sudah mencapai pertengahan trimester kedua,meskipun tanpa pemberian
terapi antitiroid seperti pengobatan hipertiroid pada umumnya. Selain hormone hCG,
hormon yang diduga berperan juga dalam terjadinya hiperemesis gravidarum adalah
estrogen. Namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hal ini (Khairani, Y,
2017).
Adanya perubahan aktivitas ritmik gastrik (disritmia gastrik), turut berkontribusi
terhadap terjadinya mual dan muntah pada Hiperemesis Gravidarum. Perubahan aktivitas
ritmik gastrik tersebut diduga terjadi lebih ektsrem sehingga saluran gastrointestinal ibu
hamil menjadi lebih sensitif. Timbulnya mual dan muntah yang menetap pada trimester
kedua dapat terjadi juga karena adanya ulkus peptikum yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Helicobacter pylori. Selain itu, munculnya stres psikologis yang dialami ibu pada masa
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya mual dan muntah, bahkan dapat memperberat
kondisi hiperemesis gravidarum (Khairani, Y, 2017).
Gangguan mual yang parah dan muntah terusmenerus pada Hiperemesis gravidarum
dikaitkan juga dengan pola konsumsi makanan yang menjadi kebiasaan. Hiperemesis
gravidarum lebih umum terjadi pada populasi dengan kebiasaan konsumsi daging, ikan,
unggas dan telur. Sebaliknya, mual dan muntah jarang terjadi pada populasi dengan pola
konsumsi makanan dari tanaman seperti konsumsi jagung. Hal lainnya yang diduga
berpengaruh terhadap timbulnya gangguan mual dan muntah pada ibu hamil yaitu
sensitivitas penciuman yang mungkin berperan juga dalam patogenesis hiperemesis
gravidarum (Loh, KY, et al 2015).

B. PENATALAKSANAAN TERAPI HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Setelah saudara memahami pengertian, etiologi dan patofisiologi Hiperemesis


Gravidarum, selanjutnya kita akan mempelajari penatalaksanaan terapi Hiperemesis
Gravidarum.
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum tergantung pada tingkat keparahan gejala.
Secara umum, penatalaksanaan terdiri dari terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi
nonfarmakologi mulai dari pemberian penjelasan dan dukungan emosional dan modifikasi
diet (asuhan gizi). Sedangkan terapi farmakologi dengan penggunaan antiemesis oral hingga
pengobatan lainnya di rumah sakit untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Ibu hamil dengan tandatanda dehidrasi, diagnosis belum jelas, ada penyakit medis
yang mendasarinya atau terjadi penurunan berat badan, merupakan kondisi Hiperemesis
Gravidarum tingkat sedang sampai berat yang membutuhkan rawat inap di Rumah Sakit
(Loh, KY, et al, 2015; Erick, M,2008). Pada topik ini yang pertama akan dibahas yaitu terapi
nonfarmakologi dengan fokus asuhan gizi Hiperemesis Gravidarum.

1. Asuhan gizi
a. Asesmen Gizi
Ketika melakukan asesmen gizi, saudara akan mereview data, melakukan verifikasi
data tersebut, lalu mengelompokkan data dan menginterpretasikan data yang meliputi 5
komponen yaitu data riwayat terkait gizi dan makanan, antropometri, biokimia, data fisik
klinis terkait gizi dan data riwayat klien atau pasien Hiperemesis Gravidarum.
1) Riwayat terkait gizi dan makanan
Riwayat terkait gizi dan makanan yang dikumpulkan dari pasien Hiperemesis
Gravidarum meliputi 7 komponen yaitu data asupan makanan dan zat gizi, pemberian
makanan dan zat gizi, penggunaan obatobatan, pengetahuan/kepercayaan/sikap,
perilaku, faktor yang mempengaruhi akses makanan dan terkait suplai makanan atau
gizi, aktivitas dan fungsi fisik. Untuk data asupan makanan dan zat gizi, mencakup
informasi tentang asupan makanan dan minuman (jumlah dan jenis makanan, pola
makan, variasi makanan), termasuk asupan enteral atau parenteral jika diberikan.
Asupan zat gizi makro (lemak, protein, karbohidrat) dan asupan zat gizi mikro (vitamin
& mineral) juga dikumpulkan datanya.
Pada pemberian makanan dan zat gizi, dapatkan informasi tentang makanan dan
minuman yang biasa disediakan, dan diet masa lalu yang dijalani, termasuk lingkungan
makan pasien. Pada penggunaan obat mencakup obat yang diresepkan dokter dan
obat bebas. Untuk pengetahuan, kepercayaan dan sikap adalah pemahaman konsep
terkait gizi, perasaan, emosi, termasuk kesiapan merubah perilaku terkait gizi. Untuk
data perilaku, gali informasi tentang perilaku menolak atau menghindari makanan.
Data lain yang direview adalah aktivitas fisik pasien yang dilakukan.
Data riwayat terkait gizi dan makanan ini diperoleh informasinya melalui wawancara
langsung kepada pasien atau ibu hamil, jika kondisi ibu dapat berkomunikasi dengan
baik. Pada kondisi pasien yang buruk, wawancara dapat dilakukan terhadap anggota
keluarga yang menunggu pasien di rumah sakit. Data asupan makanan dan zat gizi
mencakup data sebelum pasien dirawat di rumah sakit dan saat dirawat di rumah
sakit. Sehingga didapatkan informasi yang lengkap sebagai pertimbangan penetapan
masalah gizi dan tindak lanjut intervensi gizinya.
2) Data antropometri
Data antropometri yang dapat dikumpulkan dari pasien Hiperemesis Gravidarum di
antaranya adalah berat badan saat ini, berat badan sebelum hamil, kenaikan atau
penurunan berat badan selama kehamilan, Lingkar Lengan Atas (LiLA) ibu hamil.(3).
Data biokimia.
Hasil pemeriksaan laboratorium terkait Hiperemesis Gravidarum adalah kadar
haemoglobin (Hb), kadar elektrolit dalam darah (Kalium, Natrium, Chlorida), dan keton
urin. Data hasil pemeriksaan laboratorium tersebut menjadi penanda biokimia yang
khas pada pasien Hiperemesis Gravidarum. Sebagian besar ibu yang mengalami
hiperemesis gravidarum mempunyai kadar Hb yang rendah (< 12 mg/dl), mengalami
gangguan keseimbangan elektrolit dalam darah, dan mengalami ketosis yang ditandai
terbentuknya bendabenda keton dalam urin.
Gambar 9.2. Ibu hamil dengan kadar Hb rendah (anemia) pada kondisi Hiperemesis
Gravidarum
Sumber: http://tipsibuhamil.id/awaswaspadaihalinijikainginibudanbayinyaselamat/

3) Data pemeriksaan fisik klinis terkait gizi


Data fisik klinis memberikan gambaran secara klinis tentang masalah gizi pada pasien
Hiperemesis Gravidarum. Data fisik klinis ibu hamil dapat meliputi penampilan
keseluruhan, sistem jantungparu, sistem pencernaan, ekstremitas, pemeriksaan
abdomen & uterus, status hidrasi atau tandatanda dehidrasi, pemeriksaan goiter, serta
tandatanda vital (tekanan darah, nadi).
4) Data riwayat klien.
Untuk riwayat klien, informasi ini memberikan gambaran saat ini maupun masa lalu
terkait riwayat personal, medis, keluarga, dan sosial. Pada data personal meliputi
umur, jenis kelamin, suku/etnis, pendidikan, peran dalam keluarga, kebiasaan
merokok, keterbatasan fisik dan mobilitas. Pada riwayat medis pasien / keluarga dapat
digali penyakit yang berdampak pada status gizi pasien, termasuk keluhan yang dialami
pasien Hiperemesis Gravidarum terkait gizi. Sedangkan riwayat sosial dibutuhkan
untuk mengetahui situasi rumah, atau dukungan asuhan medis dan keterlibatan pasien
dalam kelompok sosial.

Hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi pada ibu dengan primigravida atau
kehamilan pertama. Sebagian besar pasien dengan Hiperemesis gravidarum ini datang ke
klinik antenatal ibu hamil atau gawat darurat rumah sakit tergantung pada tingkat
keparahan gejala yang dialami. Pada ibu hamil dengan kondisi multipara mengalami
hiperemesis gravidarum, mereka mungkin pernah mengalami riwayat kehamilan
sebelumnya dengan masalah yang sama (Loh, KY, et al 2015).
Standar Pembanding
Standar pembanding digunakan oleh saudara untuk melakukan interpretasi data pada
asesmen gizi. Saudara sebaiknya menggunakan standar pembanding yang tepat sesuai
kebutuhan. Salah satu standar pembanding yang dibutuhkan adalah perhitungan estimasi
kebutuhan energi untuk mengevaluasi data asupan energi sehari pada kasus Hiperemesis
Gravidarum ini.
Saudara menghitung estimasi kebutuhan energi dengan terlebih dahulu menghitung
kebutuhan energi basal atau disebut Resting Energy Expenditure (REE) dengan rumus Mifflin
St.Jeor atau Harris – Benedict seperti yang sudah dipelajari pada bab 2 modul ini. Saudara
dapat memilih salah satu rumus tersebut. Misalkan untuk latihan ini kita menggunakan salah
satu rumus yaitu Harris Benedict untuk perempuan : REE = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,68 A
dimana W = Berat Badan aktual , H : Tinggi Badan (cm) , A = Umur (tahun).
Setelah diperoleh angka REE, lalu menghitung Total Energy Expenditure (TEE) sebagai
estimasi total kebutuhan energi sehari, dengan memperhatikan faktor aktivitas (Activity
Factor) dan faktor stress (Injury Factor). Kemudian melakukan penambahan energi sebanyak
180 kkal untuk kehamilan trimester pertama atau 300 kkal untuk trimester kedua agar dapat
memenuhi kebutuhan energi kehamilan. Jika uraian perhitungan tersebut ditulis kembali
langkahlangkahnya sebagai berikut:
REE = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,68 A
TEE = REE x AF x IF + 180 kkal atau 300 kkal
Keterangan : W = Berat Badan, H : Tinggi Badan (cm) , A = Umur (tahun)
Saudara dapat menggunakan hasil perhitungan TEE ini sebagai pembanding dalam
menilai asupan energi pasien.

b. Diagnosis Gizi
Setelah saudara menyelesaikan langkah asesmen gizi, maka langkah selanjutnya
adalah menetapkan diagnosis gizi. Pernyataan diagnosis gizi berdasarkan PAGT selalu
menggunakan format ProblemEtiologiSign/Symptom (PES) dengan terminology (istilah) yang
sudah ditetapkan seperti pada pembahasan bab sebelumnya. Masalah atau problem gizi (P)
yang ditemukan pada pasien Hiperemesis Gravidarum dapat terjadi pada domain asupan,
klinis dan perilaku. Saudara dapat menggunakan buku terminologi gizi dan uraian
terminologi gizi untuk mengidentifikasi masalah gizi yang dialami pasien.
Berikut ini problem/masalah gizi pada domain asupan yang dialami pasien Hiperemesis
Gravidarum:
NI.1.2 Asupan energi inadequate
NI.2.1 Asupan oral inadequate
NI.2.11 Daya terima makanan
terbatas
NI.3.1 Asupan cairan inadequate
NI.5.2 Asupan protein energi inadequate

Sedangkan problem gizi pada domain klinis yang sering ditemukan pada pasien
Hiperemesis Gravidarum adalah:
NC.2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi
NC.3.1 Berat badan kurang atau underweight
NC.3.2 Penurunan berat badan yang tidak diharapkan
NC.4.1 Malnutrisi

Pada domain perilaku ditemukan problem gizi pada pasien Hiperemesis Gravidarum
berupa:
NB.1.5 Gangguan pola makan
NB.2.4 Kemampuan menyiapkan makanan terganggu
NB.1.7 Pemilihan makanan yang salah

Berikut ini adalah contoh pernyataan diagnosis gizi pada pasien Hiperemesis
Gravidarum dengan menggunakan format PES dan terminologi diagnosis gizi:
NI. 2.1 Asupan oral tidak adequate berkaitan dengan adanya mual, muntah ditandai dengan
asupan energi 45% dari kebutuhan, asupan protein 52% dari kebutuhan.
NC. 3.2 Penurunan berat badan yang tidak diharapkan berkaitan dengan mual muntah terus
menerus, peningkatan kebutuhan gizi ditandai dengan berat badan menurun 5%
dalam 1 bulan.
NB. 1.5 Gangguan pola makan berkaitan adanya mual, muntah berlebihan, daya terima
makanan terbatas ditandai dengan perubahan frekuensi makan makanan utama
dan selingan, tidak mau sarapan, porsi makan sedikit (34 sdm).

c. Intervensi Gizi
Pada umumnya pasien hiperemesis gravidarum membatasi asupan makan karena
menghindari timbulnya keluhan mual yang diikuti muntah, terutama makanan dengan
aroma yang tajam. Pasien lebih memilih makan dengan porsi kecil tetapi dengan frekuensi
lebih sering untuk mencegah munculnya gangguan mual. Jenis makanan yang dianjurkan
adalah makanan selingan atau snacks yang mengandung karbohidrat tinggi seperti
sandwich, crackers, sereal saat sarapan, dan sebagainya. Jenis minuman berupa susu dan jus
buah yang dapat memberikan nilai gizi yang baik bagi kebutuhan ibu hamil. (Rees, G, 2014).
Pada topik ini intervensi gizi yang dimaksud mencakup perencanaan dan implementasi
intervensi gizi. Pada tahap perencanaan, Ahli Gizi menetapkan tujuan intervensi gizi atau
tujuan diet untuk pasien Hiperemesis Gravidarum yaitu:
1) Mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis.
2) Secara bertahap, memberikan makanan mengandung energi dan zat gizi yang cukup.

Setelah menetapkan tujuan diet, tetapkan juga strategi untuk mencapai tujuan
intervensi gizi tersebut. Berikut ini syarat diet yang merupakan strategi intervensi gizi untuk
pasien Hiperemesis Gravidarum:
1) Karbohidrat diberikan tinggi, yaitu 7580% dari kebutuhan energi total
2) Protein diberikan sedang, yaitu 1015% dari kebutuhan energi total.
3) Lemak diberikan rendah, yaitu < 10 % dari kebutuhan energi total.
4) Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai kebutuhan.
5) Makanan diberikan dalam bentuk kering, mudah dicerna, tidak merangsang saluran
cerna, diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Strategi pemberian makan ini
dilakukan untuk mengatasi mual dan muntah, sehingga asupan makanan dapat
meningkat.
6) Cairan diberikan sesuai dengan kondisi pasien, sekitar 710 gelas/hari. Upayakan
pemberian cairan atau minum tidak bersamaan dengan pemberian makanan utama,
agar menghindari efek mual.
7) Bila makan pagi dan siang sulit diterima ibu, dioptimalkan pemberian makan malam
dan snack malam untuk meningkatkan asupan makanan sehari.
8) Secara bertahap, makanan ditingkatkan pemberiannya dalam porsi dan nilai gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien.

Diet Hiperemesis ini memiliki ciri khas yaitu syarat pemberian makan ditekankan pada
makanan sumber karbohidrat kompleks, menghindari makanan yang berlemak dan goreng
gorengan untuk mengendalikan rasa mual dan muntah, terutama pada pagi hari. Oleh
karena itu, jenis makanan yang dianjurkan adalah roti panggang, biscuit, crackers, sari buah,
buah segar, minuman ringan, sirop, kaldu tidak berlemak, dan teh.
Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan adalah jenis makanan atau minuman yang
merangsang saluran cerna, menggunakan bumbu tajam, mengandung alkohol, kopi, dan
mengandung zat tambahan seperti pengawet, pewarna, penyedap dan sebagainya. Namun
waktu pemberian makan dan minum tidak bersamaan atau diberi jarak agar tidak menjadi
mual dan muntah. (Instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien
Indonesia, 2004).
Loh, KY,et al (2015) menjelaskan prinsip intervensi gizi yang sama seperti uraian di
atas, dan menambahkan strategi yang lain seperti minuman jahe atau permen jahe dapat
digunakan untuk mengatasi mual dan muntah, telah menjadi antiemesis yang efektif. Atau
pemberian sari jeruk, minuman dengan aroma lemon lebih dapat diterima dibandingkan air
putih. Anggota keluarga harus diberi tahu bahwa ibu hamil menderita Hiperemesis
Gravidarum, sehingga terjadi perubahan waktu makan dan pola makan dari biasanya. Hal ini
agar ibu hamil mendapat dukungan yang penuh dan tepat dari seluruh anggota keluarga.
Rees, G (2014) memberikan tips yang dapat membantu keberhasilan pemberian
makan atau intervensi gizi bagi pasien hyperemesis gravidarum, sebagai berikut:
1) Pemberian makan dengan porsi kecil dan frekuensi sering, terutama diberikan berupa
snack. Hindari kondisi sangat lapar agar tidak menimbulkan rasa mual.
2) Minuman diberikan di antara waktu makan, misalnya antara makan pagi dan makan
siang, atau makan siang dan makan malam. Hal tersebut efektif untuk menghindari
mual daripada pemberian cairan bersamaan dengan saat makan.
3) Pemberian makanan yang kering akan lebih baik karena dapat ditoleransi oleh pasien,
seperti biscuit, roti panggang, sereal, terutama diberikan pagi hari.
4) Hindari memasak makanan dengan aroma tajam dan ruangan harus tetap dijaga
dengan ventilasi yang baik.
5) Hindari makanan yang mengandung lemak tinggi dan makanan yang terlalu berbumbu
tajam.
6) Dapat diberikan minuman ringan atau minuman yang mengandung jahe.

Gambar 9.3. Roti panggang untuk snack pasien hiperemesis gravidarum


Sumber: http://tipscara.info/wpcontent/uploads/2015/04/CaraMembuatResepROTI BAKAR-
Enak.jpg
Berdasarkan uraian di atas dari berbagai rekomendasi yang ada, implementasi diet
Hiperemesis terdiri dari 3 jenis yaitu diet Hiperemesis I yang ditujukan untuk pasien
Hiperemesis berat. Pemberian makanan terbatas berupa roti kering, singkong bakar atau
rebus, ubi bakar atau rebus, dan buahbuahan. Pemberian cairan berjarak 12 jam setelah
pemberian makan utama. Jika rasa mual dan muntah sudah berkurang, maka dapat
diberikan Diet Hiperemesis II dengan pemberian makanan yang bernilai gizi tinggi, namun
diberikan secara bertahap. Minuman atau cairan tidak diberikan bersamaan dengan
makanan. Jika kondisi berangsur baik atau Hiperemesis ringan, maka diberikan Diet
Hiperemesis III. Diet ini mengandung energi cukup dan semua zat gizi. Pemberian minuman
dapat diberikan bersamaan dengan makanan. (Instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto
Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2004).
Setelah perencanaan intervensi gizi atau diet, selanjutnya implementasi intervensi gizi.
Pada topik ini, implementasi intervensi gizi berupa menyusun menu untuk kasus
Hiperemesis Gravidarum, melakukan analisis kandungan zat gizi dari menu tersebut dengan
menggunakan software nutrisurvey atau menggunakan daftar bahan makanan penukar atau
tabel komposisi zat gizi pangan Indonesia.

d. Monitoring dan Evaluasi


Ahli Gizi hendaknya melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui
keberhasilan implementasi intervensi gizi yang dilaksanakan. Saudara dapat menetapkan
data sign atau symptom yang tepat pada setiap masalah gizi di masingmasing domain yang
dapat menjadi indikator atau parameter asuhan gizi untuk dimonitor dan dievaluasi.
Perhatikan problem atau masalah gizi yang sudah ditetapkan pada diagnosis gizi pasien
Hiperemesis Gravidarum. Kemudian tetapkan indikator atau parameter asuhan gizi yang
spesifik yang dapat memberikan informasi keberhasilan intervensi gizi.
Indikator monitoring dan evaluasi asuhan gizi untuk pasien Hiperemesis Gravidarum
dapat ditetapkan dari sign atau symptom yaitu asupan makanan melalui oral atau asupan zat
gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat), perubahan berat badan, Lingkar Lengan Atas (LiLA),
haemoglobin (Hb), kadar elektrolit dalam darah (Kalium, Natrium, Chlorida), keton urin, atau
hasil pemeriksaan fisik klinis seperti status hidrasi atau tandatanda dehidrasi, dan tanda
tanda vital.

2. Pengobatan
Pada periode awal dengan muntah yang parah, harus diberikan antiemesis melalui
rute parenteral bersamaan dengan cairan intravena. Dianjurkan pasien dipuasakan selama
24 jam pertama, kemudian saat muntah berhenti dan pasien bisa mentolerir secara oral,
antiemesis oral dapat diberikan. Antiemesis umum seperti kelompok obat Phenothiazine
(misalnya
prochloperazine, promethazine dan chlorpromazine) dapati mengurangi mual dan muntah
(Loh, KY, et al, 2015).
Obat antiemesis lain seperti metochlorpromide meningkatkan pengosongan lambung
dan memperbaiki disritmia lambung. Antihistamin dan antikolinergik seperti meclizine dan
diphenhydramine digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pada kehamilan. Semua
obat ini bersifat sedasi (penenang), oleh karena itu pasien harus diberitahu efek samping
konsumsi obat. Jenis obat lain adalah vitamin pyridoxine (B6) secara oral dengan dosis 25 mg
setiap delapan jam, efektif dalam mengatasi mual dan muntah. Jika pasien muntah terus-
menerus dengan ketonuria dan dehidrasi, terjadi penurunan berat badan dan kekurangan
gizi, sebaiknya rawat inap di Rumah Sakit untuk mendapat terapi cairan intravena atau
nutrisi parenteral (Loh, KY,et al,2015).

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Jelaskan pengertian Hiperemesis Gravidarum!


2) Uraikan strategi intervensi gizi untuk makro zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) bagi
pasien Hiperemesis Gravidarum!
3) Jelaskan jenis makanan yang dianjurkan untuk pasien Hiperemesis Gravidarum!

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk membantu saudara mengerjakan soal latihan tersebut, silakan pelajari


kembali materi tentang:
1) Pengertian Hiperemesis Gravidarum.
2) Strategi intervensi Gizi untuk pasien Hiperemesis Gravidarum.
3) Intervensi gizi untuk pasien Hiperemesis Gravidarum.
Ringkasan

Hiperemesis Gravidarum adalah kelainan neurohormonal multifaktorial pada awal


kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi potensial bagi ibu dan janin jika tidak
dikendalikan. Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum pada periode awal dilakukan
dengan intervensi gizi (modifikasi diet) yang tepat dan obat antiemesis agar dapat
mengurangi mual dan muntah pasien. Namun ketika mual dan muntah bertambah parah
dan terjadi dehidrasi, sebaiknya pasien dirawat inap di Rumah Sakit agar mendapat cairan
intravena atau nutrisi parenteral.
Untuk mengatasi mual dan muntah yang berlebihan, maka strategi intervensi gizi
untuk pasien Hiperemesis Gravidarum yaitu diberikan makanan yang mengandung
karbohidrat tinggi, protein sedang, lemak rendah, vitamin dan mineral cukup sesuai
kebutuhan. Rekomendasi makanan yang dianjurkan untuk pasien Hiperemesis Gravidarum
adalah roti panggang, biscuit, crackers, sari buah, buah segar, minuman ringan, sirup, kaldu
tidak berlemak, dan teh. Monitoring dan evaluasi pada asuhan gizi pasien Hiperemesis
Gravidarum dilakukan dengan melihat perubahan sign atau symptom seperti asupan
makanan melalui oral atau asupan zat gizi, perubahan berat badan, LiLA, kadar Hb, kadar
elektrolit dalam darah status hidrasi dan tandatanda vital tubuh.

Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Berikut ini termasuk data riwayat gizi pada saat asesmen pada pasien Hiperemesis
Gravidarum ....
A. Kadar haemoglobin
B. Kadar elektrolit darah
C. Perubahan berat badan
D. Asupan makanan dan minuman
E. Perubahan lingkar lengan atas

2) Bentuk makanan yang dianjurkan untuk pasien Hiperemesis Gravidarum yaitu ....
A. Makanan yang digoreng atau dipanggang
B. Makanan biasa seperti anggota keluarga lainnya
C. Makanan lunak/mudah dicerna dan kering
D. Makanan yang mengandung kuah banyak
E. Makanan cair atau makanan saring

3) Jika pasien Hiperemesis Gravidarum mengalami gangguan pola makan seperti sulit
menerima makan pagi dan siang, apa yang dapat saudara lakukan?
A. Optimalisasi pemberian makan malam dan selingan malam
B. Kurangi frekuensi makan dari pola makan biasanya
C. Kurangi porsi makan pagi dan makan siang
D. Batasi konsumsi makanan selingan
E. Beri suplemen penambah nafsu makan

4) Masalah gizi yang dialami pasien Hiperemesis Gravidarum pada domain klinis adalah ....
A. Kenaikan berat badan yang tidak diharapkan
B. Asupan oral inadequat
C. Kelebihan asupan cairan
D. Penurunan berat badan yang tidak diharapkan
E. Dehidrasi akibat mual muntah terus menerus

5) Indikator asuhan gizi spesifik dalam jangka waktu pendek yang digunakan untuk
menilai keberhasilan intervensi gizi pasien Hiperemesis Gravidarum adalah ....
A. Ketidakseimbangan zat gizi
B. Asupan makanan secara oral
C. Perubahan psikologis ibu
D. Peningkatan status gizi ibu
E. Perkembangan organ pada janin
Topik 2
Asuhan Gizi Terstandar untuk Pasien
Preeklampsia
elain Hiperemesis Gravidarum, penyulit kehamilan yang lain adalah Preeklampsia.

S
Preeklampsia merupakan penyakit multi organ yang terjadi setelah kehamilan
memasuki 20 minggu yang ditandai dengan proteinuria (adanya protein dalam urin)
dan hipertensi (peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik). Gejala lain yang
sering ditemukan dari Preeklampsia yaitu adanya pembengkakan pada tungkai atau yang
disebut edema yang dialami oleh ibu hamil.
Preeklampsia menjadi masalah spesifik pada ibu hamil dan mempersulit 57%
kehamilan dan dikaitkan dengan peningkatan angka kematian dan morbiditas ibu hamil. Hal
ini termasuk gangguan hipertensi yang terjadi pada kehamilan. Oleh karena itu, menjadi hal
yang penting bagi ibu hamil dan keluarga mewaspadai tanda atau gejala Preeklampsia agar
dapat mencegah komplikasi yang berbahaya terhadap ibu selama kehamilan maupun janin
yang dikandung. Namun etiologi dan patofisiologi yang tepat dari preeklampsia masih
kurang dipahami (Wagner, LK, et al,2008). Maka pada topik ini akan dibahas ruang lingkup
Preeklampsia, termasuk etiologi dan patofisiologi serta penatalaksanaan terapi
Preeklampsia. Sekarang kita mulai dari ruang lingkup Preeklampsia.

A. RUANG LINGKUP PREEKLAMPSIA

1. Pengertian Preeklampsia
Preeklampsia adalah sindrom yang terjadi saat kehamilan memasuki minggu ke 20
ditandai dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih dan adanya protein urine 300 mg atau lebih dalam sampel urine 24 jam.
Sedangkan Preeklampsia berat didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg atau
lebih atau tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih dan terdapat 5 g protein dalam
sampel urine 24 jam. Preeklampsia berhubungan dengan penurunan aliran darah uterus
karena adanya vasospasme, menyebabkan berkurangnya ukuran plasenta, terganggunya
makanan janin, dan janin mengalami Intra Uterine Growth Restriction atau disingkat IUGR
(Erick, M,2008).
Wagner, et al, 2008 memperkuat pengertian Preeklampsia adalah penyakit multi organ
yang spesifik untuk kehamilan dengan ditandai adanya perkembangan proteinuria dan
hipertensi. Penegakan diagnosis Preeklampsia mempertimbangkan kriteria khusus yang
harus dipenuhi.
Penegakan diagnosis preeklampsia dilakukan ketika hipertensi terjadi setelah
kehamilan 20 minggu dan disertai satu atau lebih tandatanda keterlibatan organ lain
seperti : adanya proteinuria atau rasio protein atau kreatinin urin (PCR) > 30 mg/mmol (0.3
mg/mg) atau > 300 mg/hari. Atau dengan tidak adanya proteinuria, tetapi terdapat tanda-
tanda disfungsi organ lain pada ibu hamil seperti: insufisiensi ginjal (kreatinin serum atau
plasma > 90 μmol/L), hematologis: trombositopenia (<100.000/μL), hemolisis atau
disseminated intravascular coagulation (DIC), hati: peningkatan transaminase serum, nyeri
epigastrik, neurologis: eklampsia, hypereflexia dengan clonus berkelanjutan, sakit kepala
terus menerus, gangguan penglihatan, stroke, edema paru, dan disfungsi uterus yaitu
pembatasan pertumbuhan janin (RCOG, 2016).
Kriteria diagnosis di atas diperkuat oleh tim ahli obstetri ginekologi di American College
of Obstetricians Gynecologist dengan membahas hipertensi pada kehamilan dan
menegaskan kriteria diagnosis Preeklampsia. Disepakati kriteria Preeklampsia termasuk
perkembangan terjadinya hipertensi dengan batasan hasil pemeriksaan tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg setelah 20 minggu
kehamilan pada wanita, meskipun sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Tetapi
hipertensi bukan berarti pasien mengalami Preeklampsia, karena dibutuhkan kriteria lain
untuk diagnosis preeklampsia yaitu proteinuria. Namun jika proteinuria tidak ditemukan
maka kriteria diagnosis lainnya adalah trombositopenia, gangguan fungsi hati, gangguan
fungsi ginjal, edema paru, gangguan penglihatan atau gangguan cerebral. (Robert, JM, et al,
2013)

Sumber: https://www.panduanbpjs.com/mengenalgejaladanpenyebabpreeklampsia padaibu-


hamil/
Gambar 9.4. Pengukuran Tekanan Darah Pada Ibu Hamil untuk Diagnosis Preeklampsia
2. Etiologi Preeklampsia
Etiologi preeklampsia masih kurang dipahami, namun diketahui tidak ada faktor
penyebab tunggal yang ditemukan. Faktor risiko yang diduga menjadi penyebab
preeklampsia yaitu meningkatnya usia ibu lebih dari 40 tahun, kehamilan pertama,
kehamilan kembar, riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, indeks massa tubuh
meningkat, kondisi medis tertentu seperti adanya hipertensi kronis, penyakit ginjal kronis,
sindrom antifosfolipid, dan Diabetes Melitus (Wagner, LK,et al,2008; Robert, JM, et al, 2013).

3. Patofisiologi Preeklampsia
Patofisiologi Preeklampsia meliputi predisposisi genetik, implantasi plasenta abnormal,
faktor angiogenik, respons inflamasi berlebihan, aktivasi endotelial yang tidak tepat,
vasokonstriksi, dan defek kaskade koagulasi. Meskipun hipertensi dan proteinuria adalah
kriteria dimana preeklampsia didiagnosis, perubahan patofisiologis yang terkait dengan
preeklampsia mempengaruhi hampir semua sistem organ. Terjadinya microthrombi dari
aktivasi kaskade koagulasi, serta adanya vasospasme sistemik dapat menurunkan aliran
darah ke organ tubuh (Wagner, LK,et al,2008).
Pada kondisi Preeklampsia berat memerlukan pemantauan yang ketat dengan
parameter pada ibu hamil menunjukkan tandatanda hipertensi berat (tekanan darah sistolik
lebih dari 160 mmHg dan ada proteinuria). Pada hipertensi sedang ditandai tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg dan ada
proteinuria, serta salah satu dari gejala sakit kepala terus menerus dan gangguan
penglihatan, nyeri epigastrik, tandatanda klonus, gangguan hati, jumlah platelet turun
kurang dari 100.000/μL), alanine amino transferase naik melebihi 50 iu/l, kreatinin > 100
mmol /l (RCOG, 2016).

B. PENATALAKSANAAN TERAPI PREEKLAMPSIA

Penatalaksanaan terapi pasien preeklampsia berat di Rumah Sakit harus di ruangan


yang tenang di bagian HDU (High Dependency Unit) agar mendapat perawatan yang baik,
terutama layanan asuhan kebidanan yang khusus. Setelah asesmen awal, dilakukan
pencatatan semua hasil pemantauan dan pemeriksaan fisiologis, termasuk semua tindakan
perawatan harus dicatat. Konsultan obstetri dilibatkan mulai dari awal perawatan pasien
Prekelmpsia. Jika pasien diberikan cairan intravena, idealnya menggunakan pompa
volumetrik terkontrol (RCOG,2016). Berikut ini akan dibahas tentang pengobatan dan
asuhan gizi terstandar pada pasien preeklampsia. Kita mulai dari bahasan pengobatan pasien
preeklampsia.
1. Pengobatan
Merujuk pada Clinical Practice Guideline, The Diagnosis and Management of Severe
Pre Eclampsia and Eclampsia, ditetapkan pasien preeklampsia berat harus dirawat di bagian
HDU (High Dependency Unit) suatu Rumah Sakit yang mendapat asuhan kebidanan secara
khusus dan semua pemantauan harus didokumentasikan. Obat antihipertensi diberikan
dengan tujuan untuk menjaga tekanan darah sistolik < 160 mmHg dan MAP (Mean Arterial
Pressure)
< 125 mmHg. Kondisi preeklampsia berat harus diberikan magnesium sulfat untuk mencegah
kejang.
Pemeriksaan darah yang dilakukan meliputi : kreatinin, elektrolit serum, tes fungsi hati,
hitung darah lengkap, dan pembekuan darah. Tes darah harus diulang setiap 12 jam. Pada
kondisi perdarahan, maka lebih sering dilakukan pemeriksaan darah. Demikian pula jika ada
hasil pemeriksaan darah atau parameter biokimia yang abnormal atau memburuk, maka
pemeriksaan lebih sering dilakukan misalnya setiap 48 jam.
Tekanan darah dan denyut nadi diukur setiap 15 menit sampai stabil, kemudian dapat
dilakukan setiap setengah jam. Pemasangan kateter dilakukan untuk menampung
pengeluaran urin dan diukur setiap jam jika cairan intravena diberikan. Pengukuran saturasi
oksigen dilakukan terus menerus dan dibuat grafiknya bersama dengan tekanan darah. Jika
kejenuhan turun di bawah 95% maka peninjauan medis sangat penting dilakukan. Selain itu,
pemantauan keseimbangan cairan dilakukan dengan sangat hatihati. Rincian input dan
output cairan dicatat dan dibuat grafiknya. Tingkat respirasi harus diukur setiap jam dan
suhu diukur setiap empat jam. Demikian pula dengan pengukuran Central Venous Pressure
(CVP) dan arteri dilakukan terus menerus dan dibuat grafiknya dengan tekanan darah.
Penilaian neurologis dilakukan juga setiap jam (RCOG,2016).

2. Asuhan gizi
a. Asesmen Gizi
Pada asesmen gizi, saudara dapat mengingat kembali 5 komponen atau domain yang
akan dipelajari yaitu riwayat terkait makanan dan gizi, data antropometri, biokimia,
pemeriksaan fisik klinis terkait gizi, dan riwayat klien.
1) Riwayat terkait gizi dan makanan
Data yang direview dari pasien Preeklampsia untuk riwayat gizi ini meliputi data
asupan makanan dan zat gizi, pemberian makanan dan zat gizi, penggunaan obat-
obatan, pengetahuan, kepercayaan, sikap, perilaku, faktor yang mempengaruhi akses
makanan dan terkait suplai makanan dan gizi, aktivitas dan fungsi fisik. Untuk data
asupan makanan dan zat gizi, mencakup informasi jumlah dan jenis makanan, pola
makan, variasi makanan, termasuk asupan enteral atau parenteral yang diterima
pasien, asupan
zat gizi makro (lemak, protein, karbohidrat) dan asupan zat gizi mikro (vitamin dan
mineral).
Pada pemberian makanan dan zat gizi, informasi yang direview tentang makanan dan
minuman yang biasa diterima, diet masa lalu yang dijalani, termasuk lingkungan
makan pasien. Pada penggunaan obat mencakup obat yang diresepkan oleh dokter
dan obat yang dibeli bebas. Untuk data pengetahuan, kepercayaan, sikap merupakan
pemahaman konsep terkait gizi, perasaan, emosi, kesiapan merubah perilaku terkait
gizi. Untuk data perilaku, informasi yang direview adalah tentang perilaku menolak
atau menghindari makanan. Data yang terakhir direview termasuk juga aktivitas fisik
yang dilakukan pasien.
Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pasien Preeklampsia mencakup data
sebelum masuk rumah sakit dan saat rawat inap di rumah sakit. Metode pengumpulan
data terkait gizi dan makanan dilakukan dengan wawancara langsung kepada pasien
jika memungkinkan, atau terhadap anggota keluarga pasien yang menunggu pasien di
rumah sakit. Sedangkan untuk data asupan makanan dan zat gizi yang mencakup
jumlah dan jenis makanan, pola makan, variasi makanan dan sebagainya dikumpulkan
dengan menggunakan metode recall 1x 24 jam.
2) Data antropometri
Data antropometri yang dapat dikumpulkan dari pasien Preeklampsia adalah berat
badan saat ini, berat badan sebelum hamil, kenaikan atau penurunan berat badan
selama kehamilan, Lingkar Lengan Atas (LiLA) pasien.
3) Data biokimia
Data biokimia yang spesifik pada pasien Preeklampsia meliputi pemeriksaan protein
urine, kadar enzim hati (SGOT, SGPT), kreatinin, urat dan elektrolit serum, kadar
albumin dan trombosit, hitung darah lengkap, dan pembekuan darah.
Pengumpulan urin 24jam merupakan standar baku untuk pemeriksaan proteinuria.
Kriteria proteinuria jika terdapat 0,3 gram atau lebih dalam urin 24 jam. Namun hasil
pemeriksaan rasio proteinkreatinin urin dapat juga digunakan untuk menetapkan
adanya proteinuria yang signifikan, jika didapatkan rasio kurang dari 0,19. (Wagner,
LK,et al, 2008)
4) Data pemeriksaan fisik klinis terkait gizi
Data fisik klinis pasien Preeklampsia mencakup penampilan keseluruhan, sistem
jantungparu, sistem pencernaan, ekstremitas, pemeriksaan abdomen dan uterus,
pemeriksaan edema paru, pemeriksaan penglihatan, tandatanda klonus, serta tanda
tanda vital (tekanan darah, nadi).
5) Data riwayat klien
Pada riwayat klien diperoleh gambaran saat ini maupun masa lalu terkait riwayat
personal, medis, keluarga, dan sosial. Riwayat personal meliputi umur, jenis kelamin,
suku/etnis, pendidikan, peran dalam keluarga, kebiasaan merokok, keterbatasan fisik
dan mobilitas. Pada riwayat medis pasien atau keluarga dapat digali penyakit yang
berdampak pada status gizi pasien, termasuk keluhan yang dialami pasien
Preeklampsia terkait gizi. Pada riwayat sosial diketahui gambaran situasi rumah, atau
dukungan asuhan medis dan keterlibatan pasien Preeklamsia dalam kelompok sosial.

Standar Pembanding
Setelah melakukan asesmen, saudara menetapkan standar pembanding untuk
interpretasi data hasil asesmen. Salah satu standar pembanding yang dibutuhkan adalah
estimasi kebutuhan energi untuk pasien Preeklampsia yang digunakan sebagai pembanding
ketika menilai data asupan energi sehari.
Saudara menghitung dahulu Resting Energy Expenditure (REE) yaitu jumlah energi
untuk mempertahankan proses vital tubuh atau yang disebut sebagai energi basal. Saudara
dapat menggunakan salah satu rumus REE yang sudah dipelajari pada bab 2 sebelumnya,
yaitu rumus MifflinSt.Jeor atau Harris – Benedict.
Setelah diperoleh angka REE, lalu menghitung Total Energy Expenditure (TEE) sebagai
estimasi total kebutuhan energi sehari, dengan memperhatikan faktor aktivitas (Activity
Factor) dan faktor stress (Injury Factor). Kemudian melakukan penambahan energi sebanyak
300 kkal untuk trimester kedua kehamilan agar dapat memenuhi kebutuhan energi
kehamilan. Langkah perhitungan tersebut adalah:
REE rumus Harris Benedict untuk perempuan = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,68
A TEE = REE x AF x IF + 300 kkal
Keterangan : W = Berat Badan, H : Tinggi Badan (cm) , A = Umur (tahun)
Saudara dapat menggunakan hasil perhitungan TEE ini sebagai standar untuk
membandingkan asupan energi pasien sehari.

b. Diagnosis Gizi
Setelah saudara menyelesaikan asesmen gizi, selanjutnya adalah menetapkan
diagnosis gizi untuk pasien Preeklampsia. Seperti pada penyakit lainnya, pernyataan
diagnosis gizi tetap menggunakan format standar yaitu ProblemEtiologiSign/Symptom (PES).
Masalah gizi pada pasien Preeklampsia bisa saja terjadi pada domain asupan, klinis atau
perilaku.
Berikut ini merupakan problem/masalah gizi pada domain asupan yang sering terjadi
pada pasien Preeklampsia:
NI.1.2 Asupan energi inadequate
NI.1.3 Kelebihan asupan energi
NI.2.1 Asupan oral inadequate
NI.2.11 Daya terima makanan terbatas
NI.3.2 Kelebihan asupan cairan
NI.5.2 Asupan protein energi inadequate
NI.5.6.1 Asupan protein inadequate
NI.5.10.1 Asupan kalsium inadequate
NI.5.10.1 Asupan kalium inadequate
NI.5.10.2 Kelebihan asupan natrium

Sedangkan problem gizi pada domain klinis yang sering ditemukan pada pasien
Preeklampsia adalah:
NC.1.4 Perubahan fungsi gastrointestinal NC.2.2
Perubahan nilai laboratorium terkait gizi NC.3.3
Kelebihan berat badan atau obesitas

Pada domain perilaku ditemukan problem gizi pada pasien Preeklampsia yaitu:
NB.1.4 Kurang dapat menjaga/monitoring diri
NB.1.5 Gangguan pola makan
NB.2.4 Kemampuan menyiapkan makanan terganggu
NB.2.6 Kesulitan makan secara mandiri

Berikut ini contoh pernyataan diagnosis gizi dengan format PES pada pasien
Preeklampsia dengan gejala/tanda hipertensi berat, proteinuria dan oliguria:
NI.3.2 Kelebihan asupan cairan berkaitan dengan pemberian cairan tidak dibatasi ditandai
dengan asupan cairan 2500 ml
NC.2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi berkaitan dengan kondisi penyakit
preeklampsia ditandai dengan proteinuria, kadar SGOT & SGPT tinggi, kadar
kreatinin tinggi, serta tekanan darah tinggi.
NB.2.6 Kesulitan makan secara mandiri berkaitan dengan gejala hipertensi berat ditandai
dengan asupan energi 55%, tidak mampu makan sendiri.

c. Intervensi Gizi
Merujuk pada Instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien
Indonesia, 2004, tujuan diet/intervensi gizi untuk pasien Preeklampsia adalah untuk:
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal.
2) Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal.
3) Mencegah atau mengurangi retensi garam/air.
4) Mencapai keseimbangan nitrogen.
5) Menjaga agar penambahan berat badan tidak berlebihan.
6) Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor risiko lain atau penyakit penyerta lain
yang dapat menjadi penyulit baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan.

Menurut Wagner (2008), penelitianpenelitian tentang gizi kaitannya dengan terapi


Preeklampsia masih terus dilakukan. Diet tinggi serat dan kalium dapat mengurangi risiko
Preeklampsia. Sedangkan diet yang mengandung tinggi kalori, sukrosa dan asam lemak tidak
jenuh ganda mungkin dapat meningkatkan risiko Preeklampsia. Informasi gizi ini akan
berkembang sejalan dengan hasilhasil penelitian yang masih terus dilaksanakan untuk
menunjang keberhasilan intervensi gizi pada pasien Preeklampsia.
Sejauh ini syarat diet yang diterapkan para Ahli Gizi dalam pemberian intervensi gizi
untuk pasien Preeklampsia adalah:
1) Energi diberikan sesuai kebutuhan energi sehari. Pemberian makanan secara bertahap
sesuai dengan daya terima pasien terhadap makanan. Penambahan energi tidak lebih
dari 300 kkal dari kebutuhan energi sebelum hamil. Jika energi diberikan melebihi
kebutuhan, maka berdampak pada kenaikan berat badan ibu hamil secara berlebihan.
2) Protein diberikan tinggi, sekit ar 1,5 – 2 g/kg berat badan.
3) Lemak diberikan cukup, sebagian lemak yang diberikan dianjurkan berupa jenis lemak
tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda.
4) Karbohidrat diberikan dalam jumlah yang cukup.
5) Vitamin diberikan cukup, tetapi vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi.
6) Mineral diberikan cukup terutama zat kalsium dan kalium.
7) Bentuk makanan harus disesuaikan dengan kemampuan atau daya terima makanan
pasien.
8) Cairan diberikan sebanyak 2500 ml sehari. Tetapi pada keadaan oliguria, maka
pemberian cairan dikurangi dan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang keluar
melalui urin, muntah, keringat dan pernapasan.

Ada 3 jenis diet Preeklampsia dengan indikasi pemberian yang berbeda. Diet
Preeklampsia I ditujukan untuk pasien Preeklampsia berat, makanan diberikan dalam bentuk
cair berupa susu dan sari buah. Contoh makanan cair yang dapat diberikan adalah susu yang
dibuat dari susu khusus ibu hamil, teh manis, sari tomat, sari jeruk, sari alpukat, atau sari
pepaya. Susu khusus ibu hamil adalah susu yang telah dimodifikasi kandungan zat gizi makro
dan mikro agar dapat memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil. Jumlah cairan yang diberikan
minimal 1500 kkal sehari melalui oral dan kekurangannya dipenuhi melalui nutrisi
parenteral. Jenis makanan cair ini mengandung energi dan zat gizi yang kurang, sehingga
sebaiknya diberikan selama 12 hari saja.
Selanjutnya diet dapat beralih kepada Diet Preeklampsia II, yaitu diet yang diberikan
kepada pasien Preeklampsia dengan kondisi yang tidak begitu berat atau kondisi mulai
membaik. Bentuk makanan peralihan ini berupa makanan saring atau lunak disertai diet
rendah garam I. Contoh hidangan untuk Diet Preeklampsia II yaitu nasi tim, daging giling
bumbu terik, ikan bumbu kuning, tempe bacem, pepes tahu, cah buncis, tumis kacang
panjang, selada buah, buah pisang atau jenis buah lainnya, dan susu khusus ibu hamil. Jenis
makanan ini cukup mengandung energi dan zat gizi lainnya.
Jika kondisi pasien berangsur semakin baik atau Preeklampsia sudah berangsur pada
tahap Preeklampsia ringan, maka diet yang diberikan adalah Diet Preeklampsia III. Diet ini
mengandung protein tinggi dan kandungan garam yang rendah. Bentuk makanan yang
diberikan bisa berupa makanan lunak atau makanan biasa dengan memperhatikan
perkembangan kondisi pasien Jenis makanan atau diet Preeklampsia III ini mengandung
semua zat gizi dalam jumlah yang cukup atau memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi
dengan jumlah energi disesuaikan dengan kenaikan berat badan ibu hamil. Contoh hidangan
untuk Diet Preeklampsia III hampir sama dengan Diet Preeklampsia II, tetapi bentuk
makanan dapat dimodifikasi menjadi makanan lunak atau biasa menyesuaikan daya terima
pasien. Hidangan dapat dipilih berupa nasi tim atau nasi biasa, semur daging giling atau
dapat diberikan daging gepuk, ayam bakar, atau ayam goreng, tahu isi atau cah tahu, cap cay
atau sup sayuran, buahbuahan dan susu khusus bagi ibu hamil (Instalasi Gizi Perjan RS dr.
Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2004).

d. Monitoring dan Evaluasi


Langkah terakhir dari asuhan gizi yaitu monitoring dan evaluasi hasil intervensi gizi
yang dilakukan. Parameter yang spesifik dapat diambil dari sign atau symptom pasien
preeklampsia untuk monitoring dan evaluasi asuhan gizinya. Parameter yang dimaksud
mencakup kenaikan berat badan selama kehamilan, tekanan darah, hasil pemeriksaan
seperti sistem jantungparu, sistem pencernaan, ekstremitas, pemeriksaan abdomen dan
uterus, pemeriksaan edema paru, pemeriksaan penglihatan, tandatanda klonus, serta tanda-
tanda vital lainnya (tekanan darah, nadi, respirasi).
Tekanan darah dan denyut nadi harus diukur setiap 15 menit hingga mencapai stabil
dan kemudian diukur setiap setengah jam. Keseimbangan cairan harus dimonitor dengan
sangat hatihati, sehingga rincian input dan output cairan harus dicatat. Maka output urin
diukur setiap jam, meskipun cairan intravena diberikan kepada pasien. Tingkat respirasi
atau
pernafasan serta suhu tubuh juga diukur setiap jam agar dapat dipantau kondisi ibu hamil
dengan sebaikbaiknya (RCOG, 2016).

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

1) Apakah pengertian dari Preeklampsia?


2) Berapa pemberian protein bagi kasus Preeklampsia?
3) Sebutkan parameter apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring
evaluasi hasil intervensi gizi pada kasus Preeklampsia!

Petunjuk Jawaban Latihan

Pelajari kembali materi berikut ini agar saudara dapat mengerjakan soal latihan dengan
baik.
1) Pengertian Preeklampsia.
2) Strategi intervensi gizi untuk kasus Preeklampsia.
3) Asesmen gizi pada langkah monitoring evaluasi untuk kasus Preeklampsia.

Ringkasan

Preeklampsia merupakan penyakit yang melibatkan banyak organ khususnya pada ibu
hamil. Karakteristik yang menjadi penanda khas adalah terjadinya proteinuria dan adanya
hipertensi pada ibu hamil. Penatalaksanaan terapi bagi pasien preeklampsia berat dilakukan
oleh tim medis Rumah Sakit di bagian HDU.
Pemberian energi dan protein tinggi untuk pasien Preeklampsia dilakukan secara
bertahap menyesuaikan dengan toleransi pasien terhadap makanan. Penambahan energi
tidak melebihi 300 kkal dari kebutuhan energi sebelum hamil. Protein diberikan sekitar 1,5 –
2 g/kg berat badan. Pembatasan cairan dapat dilakukan pada pasien Preeklampsia berat
yang mengalami oliguria. Pembatasan cairan yang diberikan adalah sebanyak volume urine
500 ml ditambah cairan yang keluar melalui urin, muntah, keringat dan pernapasan.
Penetapan parameter yang tepat untuk monitoring dan evaluasi asuhan gizi pasien
Preeklampsia sangat penting. Gunakan data sign atau symptom spesifik pada Preeklampsia
sebagai parameter atau indikator keberhasilan asuhan gizi, seperti asupan makanan melalui
oral, asupan zat gizi, tekanan darah, pemeriksaan protein urin, edema dan sebagainya.

Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Gambaran klinis yang khas dari pasien Preeklampsia di antaranya adalah ....
A. Adanya pusing, mual dan muntah berlebihan setiap kali makan
B. Adanya hipertensi, proteinuria, dan peningkatan SGOT & SGPT.
C. Adanya hipertensi dan hiperkolesterolemia, kegemukan
D. Adanya penurunan nafsu makan dan asupan rendah
E. Adanya penurunan berat badan yang tidak diharapkan

1) Kemungkinan masalah gizi yang muncul di domain klinis pada pasien Preeklampsia ....
A. Perubahan fungsi gastrointestinal
B. Kenaikan berat badan yang tidak diharapkan
C. Asupan cairan inadequate
D. Asupan oral inadequate
E. Kelebihan berat badan

2) Hasil pemeriksaan tekanan darah pada kondisi preeklampsia berat ditandai dengan ....
A. Tekanan darah 120 / 80 mmHg
B. Tekanan darah > 140 / 90 mmHg
C. Tekanan darah > 160 / 90 mmHg
D. Tekanan darah > 140 / 110 mmHg
E. Tekanan darah > 160 / > 110 mmHg

3) Berikut ini tidak termasuk faktor risiko Preeklampsia pada ibu hamil ....
A. Kehamilan pertama
B. Kehamilan kembar
C. Hipertensi kronis
D. IMT < 18,5
E. Diabetes Melitus
5) Anjuran pemberian protein untuk pasien Preeklampsia adalah ....
A. Diet bebas protein
B. Protein diberikan rendah
C. Protein diberikan cukup
D. Protein diberikan normal
E. Protein diberikan tinggi
Topik 3
Praktik Asuhan Gizi Terstandar untuk
Pasien dengan Penyulit Kehamilan

P
ada topik ini kita akan mempraktikkan asuhan gizi terstandar untuk salah satu
penyulit kehamilan yaitu kasus Hiperemesis Gravidarum. Penyelesaian kasus
menggunakan 4 langkah asuhan gizi sesuai PAGT yang sudah saudara pelajari
sebelumnya. Untuk memudahkan saudara saat mengerjakan latihan praktik ini, maka
saudara dapat mempelajari kembali topik asuhan gizi terstandar untuk pasien Hiperemesis
Gravidarum pada Topik 1.
Tujuan mempelajari topik praktik asuhan gizi terstandar untuk pasien Hiperemesis
Gravidarum adalah Saudara mampu melakukan asesmen gizi pada pasien Hiperemesis
Gravidarum, menetapkan diagnosis gizi pada pasien Hiperemesis Gravidarum, membuat
perencanaan intervensi gizi pada pasien Hiperemesis Gravidarum, membuat perencanaan
monitoring dan evaluasi pada pasien Hiperemesis Gravidarum, menyelenggarakan menu
untuk pasien Hiperemesis Gravidarum.
Untuk kelancaran mengerjakan praktik ini, saudara memerlukan beberapa buku dan
dengan kegunaannya masingmasing yaitu:
1. Buku Terminologi PAGT versi 2015 untuk identifikasi istilah atau terminologi di masing
masing langkah PAGT (asesmen, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring dan
evaluasi).
2. Daftar komposisi bahan makanan atau Tabel Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia atau
dapat menggunakan software nutrisurvey untuk analisis kandungan zat gizi bahan
makanan/makanan.
3. Daftar bahan makanan penukar untuk membuat standar makanan dan menetapkan
distribusi makanan sehari.
4. Buku resep masakan untuk menyusun menu saat perencanaan asuhan gizi untuk kasus.

Berikut ini narasi kasus Hiperemesis Gravidarum untuk praktik asuhan gizi terstandar,
sebagai berikut:
Ny N usia 26 tahun seorang pegawai swasta yang sedang hamil pertama memasuki
usia kehamilan 17 minggu. Pendidikan S1, suaminya bekerja sebagai penanggung jawab
gudang di suatu mall di kota X. Ny N mengeluh mual, setiap kali makan dan minum
mengalami muntah, dalam sehari muntah lebih dari 6 kali, seminggu terakhir nafsu makan
menurun. Ia tampak lemah. Sebelumnya, Ny N dan anggota keluarga tidak pernah
mengalami kondisi ini.
Ny N berobat ke Rumah Sakit dan dokter menyatakan Ny N mengalami Hiperemesis
Gravidarum. Hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, Respirasi: 22 kali/menit, suhu : 37oC
Kadar Hb : 10,8 g/dl
Kadar Hematokrit : 33,2 %
Berat badan : 47 kg, tinggi badan : 152 cm
Lingkar Lengan Atas : 25,5 cm

Hasil anamnesa gizi sebelum sakit: pola makan 3 kali sehari, makanan selingan 2 kali,
tidak ada pantangan makanan maupun alergi terhadap makanan. Lauk hewani dan nabati
lebih suka ikan, ayam, telur, dan tahu. Konsumsi sayuran 45 kali/minggu, konsumsi buah 56
kali/minggu.
Saat ini rawat inap di RS, diberi makanan lunak berupa nasi tim. Hasil recall asupan
makanan: asupan energi 1020 kkal, asupan protein 38 g, asupan lemak: 9,5 g, asupan
karbohidrat: 198 g, asupan Fe: 14,2 g. Keluhan mual dan muntah masih ada. Asupan cairan
(minum) + 1,5 gelas/hari. Ny N dipasang infus RL untuk mengganti cairan dan elektrolit
tubuh, dan mendapat terapi obat antiemesis. Saudara dapat berlatih merencanakan asuhan
gizi terhadap kasus tersebut.
Berdasarkan narasi kasus di atas, mari kita lakukan penyelesaian kasus menggunakan 4
langkah PAGT meliputi asesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, dan monitoring evaluasi
gizi. Saudara dapat mengikuti panduan mengerjakan kasus, sebagai berikut:
1. Membaca kasus Hiperemesis Gravidarum dengan teliti.
2. Membuat asesmen gizi dari kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut.
3. Menetapkan diagnosis gizi dari kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut.
4. Membuat rencana intervensi gizi untuk kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut.
5. Membuat rencana monitoring dan evaluasi untuk kasus Hiperemesis Gravidarum
tersebut.

Baiklah, saudara dapat mengikuti tahapan penyelesaian kasus Hiperemesis Gravidarum


dimulai dari membaca kasus secara teliti.
1. Membaca kasus Hiperemesis Gravidarum dengan teliti
Setelah saudara membaca kasus Hiperemesis Gravidarum dengan teliti, mulailah
mengingat kembali materi yang sudah disampaikan sebelumnya tentang langkah
langkah asuhan gizi terstandar, mulai dari asesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
dan monitoring & evaluasi. Selanjutnya kita akan menerapkan langkah PAGT untuk
penyelesaian kasus. Kita mulai dengan langkah pertama yaitu asesmen gizi.
2. Membuat asesmen gizi dari kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut
Mari kita melakukan asesmen gizi. Pada langkah asesmen gizi ini terdapat 5 komponen
(domain) yang akan kita kumpulkan datanya dan dikelompokkan menjadi data riwayat
terkait gizi dan makanan, antropometri, biokimia, data fisik klinis terkait gizi dan data
riwayat klien. Saudara dapat menggunakan buku terminologi gizi dan uraian
terminologi gizi untuk memudahkan pengelompokan data pada asesmen gizi.
Data riwayat klien akan kita bahas terlebih dahulu agar kita dapat memahami
gambaran personal kasus meliputi informasi saat ini dan masa lalu terkait riwayat
personal, medis, keluarga dan sosial.
Data riwayat klien (CH) : meliputi data personal, riwayat medis pasien dan keluarga,
terapi atau pengobatan, dan riwayat sosial.
CH.1. Data Personal
Nama : Ny N
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin: perempuan
Peran dalam keluarga : seorang ibu yang bekerja
CH.2. Riwayat medis atau kesehatan pasien / klien dan keluarga
CH.2. 1. Riwayat medis pasien atau kesehatan terkait gizi dari pasien dan keluarga
Diagnosis medis: Hiperemesis Gravidarum
iwayat medis keluarga : tidak ada
Keluhan pasien: mual, setiap kali makan dan minum mengalami muntah, dalam sehari
muntah lebih dari 6 kali, seminggu terakhir nafsu makan menurun.
CH.3. Riwayat sosial
Pendidikan: S1
Pekerjaan : pegawai swasta
Mempunyai suami yang bekerja sebagai penanggung jawab gudang sebuah mall.
Setelah selesai mengelompokkan data riwayat klien di atas, selanjutnya kita akan
mereview data riwayat terkait gizi dan makanan (FH) dari kasus, sebagai berikut:
Data riwayat terkait gizi dan makanan (FH) :
FH.1. Asupan makanan dan zat gizi
FH.1.1. Asupan energi
Asupan energi total : hasil recall 1x24 jam = 1020 kkal
FH.1.2. Asupan makanan dan minuman
FH.1.2.1. Asupan cairan atau minuman : 1,5 gelas/hari atau sekitar 300 ml
FH.1.2.2. Asupan makanan
Asupan makanan di RS
Jumlah makanan : porsi sedikit
Jenis makanan : lunak (nasi tim)
Pola makan / snack : 3 kali makanan utama / 2 kali snack
Variasi makanan : terbatas
FH.1.5. Asupan zat gizi makro
FH.1.5.1. Asupan lemak
Asupan lemak total : 9,5 g
FH.1.5.3. Asupan protein
Asupan protein total : 38 g
FH.1.5.5. Asupan karbohidrat
Asupan karbohidrat : 198 g
FH.1.6.2 Asupan mineral
Asupan Fe : 14,2 g
FH.2. Pemberian makanan dan zat gizi
FH.2.1. Riwayat diet
Diet sebelum sakit: makanan biasa. Diet saat ini: makanan lunak (nasi tim) dan
mendapat infus RL.
Kebiasaan makan sebelum sakit : pola makan 23 kali sehari, makanan selingan 2 kali,
tidak ada pantangan makanan maupun alergi terhadap makanan. Lauk hewani dan
nabati lebih suka ikan, ayam, telur, dan tahu. Konsumsi sayuran 45 kali/minggu,
konsumsi buah 56 kali / minggu.
FH.3.1. Pengobatan
Penggunaan obat : obat antiemesis
FH.4. Pengetahuan, kepercayaan dan sikap
Kesukaan makanan :ikan, ayam, telur,
tahu FH.7. Aktivitas dan fungsi fisik
FH.7.3. Aktivitas fisik
Jenis aktivitas fisik : ringan
Berdasarkan uraian data riwayat gizi dari kasus, kita dapat mengidentifikasi dari
sign/symptom yang ada bahwa kasus mempunyai asupan makanan melalui oral
inadequate (tidak mencukupi kebutuhan).
Selanjutnya saudara dapat melakukan asesmen untuk data antropometri (AD).
Data antropometri (AD):
Tinggi badan : 152 cm
Berat badan : 47 kg
Lingkar Lengan Atas : 25,5 cm (Normal > 23,5 cm). Interpretasi data LilA termasuk
normal.
Setelah selesai asesmen data antropometri, selanjutnya saudara melakukan asesmen
terhadap data biokimia (BD), sebagai berikut:
Data biokimia (BD):
Kadar Hb : 10,8 g/dl (Normal : 12,015,0 g/dl). Interpretasi data kadar Hb dari kasus
termasuk rendah karena < 12 g/dl.
Kadar hematokrit : 33,2% (Normal : 37 – 43%). Interpretasi data kadar Hematokrit dari
kasus termasuk rendah karena < 37 %.
Selanjutnya saudara melakukan asesmen untuk data fisik klinis terkait gizi (PD), sebagai
berikut:
Data fisik klinis terkait gizi (PD):
Pasien sedang hamil 17 minggu, tampak lemah.
Tekanan darah: 110 / 80 mmHg (Normal : 120/80 mmHg). Interpretasi data tekanan
darah kasus termasuk rendah karena tekanan sistoliknya < 120 mmHg.
Nadi : 80 kali/menit (Denyut Nadi Normal ibu hamil menurut WHO : 8090 kali/menit).
Interpretasi data denyut nadi termasuk normal.
Respirasi: 22 kali/menit (Normal : 2024 kali/menit). Interpretasi data respirasi
termasuk normal.
Suhu : 37oC (Normal : 36 – 37,5oC). Interpretasi data suhu termasuk normal.

Langkah terakhir pada asesmen gizi adalah saudara menetapkan standar pembanding
(CS). Standar pembanding untuk data tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, LiLA, sudah
disebutkan di atas, termasuk interpretasinya. Sekarang kita menetapkan standar
pembanding kebutuhan gizi kasus untuk membandingkan asupan zat gizi kasus dengan
kebutuhan zat gizinya. Dari hasil membandingkan ini dapat diinterpretasikan apakah
asupan zat gizi kasus melebihi atau kurang dari kebutuhan energi sehari. Sekarang
mari kita menetapkan standar pembanding untuk kebutuhan energi pada kasus pasien
dengan Hiperemesis Gravidarum.
Standar Pembanding (CS):
Saudara dapat menggunakan salah satu rumus perkiraan kebutuhan energi bagi pasien
Hiperemesi Gravidarum seperti yang sudah dijelaskan pada topik 1 di bagian standar
pembanding. Pada latihan ini kita akan menghitung REE menggunakan rumus Harris
Benedict.
Untuk perempuan REE= 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,68 A
= 655,1 + 9,56 (47) + 1,85 (152) – 4,68 (25)
= 655,1 + 449,32 + 281,2 – 117
= 1268,62 kkal
TEE = REE x AF x IF + 300 kkal
= 1268,62 x 1,2 x 1,2 + 300 kkal
= 2126,8 kkal, dibulatkan 2100 kkal.

Selanjutnya kita interpretasikan asupan energi total kasus berdasarkan hasil recall :
1020 kkal, dengan cara membandingkan dengan kebutuhan energi sehari yaitu = 2100
kkal. Interpretasinya adalah asupan energi 48,57 % dari total kebutuhan energi sehari.
Kebutuhan protein untuk kasus = 15% x 2100 kkal = 315 kkal : 4 (konversi ke berat
protein) = 78,7 g. Sedangkan asupan protein kasus dari hasil recall 1x24 sebesar 38g,
maka asupan protein kasus 48,2% dari kebutuhan protein sehari.
Untuk kebutuhan lemak bagi kasus = 10% x 2100 kkal = 210 kkal : 9 (konversi ke berat
lemak) = 23,3 g. Sedangkan asupan lemak kasus dari hasil recall 1x24 sebesar 9,5g,
maka dapat diartikan asupan lemak pada kasus 40,72% dari kebutuhan lemak sehari.
Kemudian untuk kebutuhan karbohidrat bagi kasus = 75% x 2100 kkal = 1575 kkal : 4
(konversi ke berat karbohidrat) = 393,7 g. Sedangkan asupan karbohidrat kasus dari
hasil recall 1x24 sebesar 198 g, maka asupan karbohidrat pada kasus sebesar 50,29 %
dari kebutuhan karbohidrat sehari.
Kebutuhan Fe kasus = 26 mg + Fe saat hamil trimester 2 sebesar 9 mg = 35 mg. Jika
dibandingkan dengan asupan Fe hasil recall 1x24 jam sebesar 14,2 g, maka asupan Fe
pada kasus 40,57%.
Kebutuhan cairan kasus = 710 gelas/hari atau sekitar 2000 ml/hari. Sedangkan asupan
cairan kasus hasil recall 1x24 jam sebanyak 300 ml, maka asupan cairan kasus sebesar
15% dari kebutuhan cairan sehari.
Berdasarkan interpretasi asupan zat gizi makro, dapat diidentifikasi bahwa asupan oral
pasien tidak mencukupi kebutuhan gizi. Demikian pula dengan asupan Fe dan cairan
yang tidak mencukupi kebutuhan.
3. Menetapkan diagnosis gizi dari kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut
Mari kita menetapkan diagnosis gizi berdasarkan hasil interpretasi seluruh data
asesmen gizi di atas. Pernyataan dignosa gizi selalu menggunakan format yang telah
disepakati yaitu Problem Etiologi – Sign atau Symptom (PES) seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Pertimbangkan kembali, apakah problem gizi yang dihadapi
pasien Preeklampsia tersebut termasuk pada domain asupan, klinis, atau perilaku.
Berikut ini pernyataan diagnosis gizi untuk kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut.
Diagnosis gizi:
Domain asupan:
NI.2.1 Asupan oral inadequate berkaitan dengan mual, muntah, nafsu makan
menurun ditandai dengan asupan energi 48,57%, asupan protein 48,2%,
asupan lemak 40,72%, asupan karbohidrat 50,29% dari kebutuhan sehari.
NI.5.10.1 Asupan Fe inadequate berkaitan dengan nafsu makan menurun, setiap kali
makan dan minum muntah serta adanya peningkatan kebutuhan Fe ditandai
dengan asupan Fe 40,57%, kadar Hb 10,8 g/dl.
NI.3.1 Asupan cairan inadequate berkaitan dengan muntah setiap kali makan dan
minum ditandai dengan asupan cairan 15% dari kebutuhan cairan sehari dan
kondisi lemah.

Pada kasus ini tidak terdapat masalah gizi pada domain klinis dan domain perilaku.
Sehingga intervensi gizi yang dilakukan fokus pada pemecahan masalah gizi pada kasus
di domain asupan.
4. Membuat rencana intervensi gizi untuk kasus Hiperemesis Gravidarum tersebut
Berdasarkan diagnosis gizi yang sudah saudara tetapkan di atas, mari kita merancang
intervensi gizi untuk kasus tersebut. Intervensi gizi mencakup perencanaan dan
implementasinya. Kita mulai dari perencanaan intervensi gizi sebagai berikut:
Perencanaan intervensi gizi:
Langkah awal yang dilakukan adalah menetapkan tujuan intervensi gizi yang mengarah
pada problem atau masalah gizi yang dihadapi kasus seperti yang ditetapkan pada
diagnosis gizi.

Tujuan intervensi gizi untuk kasus ini adalah:


a. Meningkatkan asupan oral.
b. Meningkatkan asupan Fe.
c. Meningkatkan asupan cairan.

Untuk mencapai tujuan intervensi gizi tersebut, kita menetapkan strategi untuk
pemberian makanan dan zat gizi.
Strategi intervensi gizi untuk pemberian makanan dan zat gizi untuk kasus tersebut:
a. Diet yang diberikan adalah diet Hiperemesis II.
b. Energi diberikan 2100 kkal.
c. Protein diberikan 15% dari kebutuhan energi total.
d. Lemak diberikan 10% dari kebutuhan energi total.
e. Karbohidrat diberikan 75% atau sisa dari perhitungan persentase protein dan
lemak.
f. Vitamin diberikan cukup sesuai AKG untuk ibu hamil.
g. Mineral diberikan cukup sesuai AKG untuk ibu hamil.
h. Serat diberikan cukup.
i. Cairan diberikan cukup.
Selanjutnya, merujuk pada strategi intervensi gizi yang sudah ditetapkan di atas, lalu
kita membuat preskripsi diet agar memudahkan dalam implementasi intervensi gizi.
Untuk kebutuhan zat gizi makro (energi, protein, lemak, karbohidrat), Fe dan cairan
sudah dihitung pada saat menetapkan standar pembanding di bagian asesmen. Silakan
saudara melihatnya kembali.
Preskripsi diet untuk kasus Hiperemesis ini adalah:
(1) Energi = 2100 kkal
(2) Protein = 78,7 g
(3) Lemak = 23,3 g
(4) Karbohidrat = 393,7 g
(5) Vitamin cukup sesuai AKG
(6) Mineral Fe diberikan = 35 mg
(7) Serat diberikan 25 g
(8) Cairan = 810 gelas/hari
(9) Bentuk makanan : lunak (bubur)
(10) Frekuensi makan : 6 kali pemberian (3 kali makanan utama, 3 kali snack)
(11) Rute pemberian : oral

Selanjutnya kita membuat standar makanan sesuai preskripsi diet di atas dengan
menggunakan bahan makanan penukar.

Standar makanan:

Gol Bahan
No. Penukar E P L KH
Makanan
1 Nasi / penukar 3 525 12 0 120
2 Roti 2 350 8 0 80
3 Biskuit 2 350 8 0 80
Protein hewani
4 lemak rendah 3 150 21 6 0
Protein nabati
5 /penukar 2 150 10 6 14
6 Sayuran 2 100 6 0 20
7 Buah 4 200 0 0 48
8 Minyak 1 50 0 5 0
9 Jam 2 50 0 0 12
10 Susu 1 125 7 6 10
Total 2050 72 23 384
Berdasarkan standar makanan tersebut, mari kita buat distribusi makanan sehari
sebagai panduan distribusi bahan makanan dalam menyusun menu sehari. Distribusi
makanan harus sesuai dengan rencana pemberian makanan yang sudah ditetapkan di
preskripsi diet, yaitu 6 kali sehari terdiri dari 3 kali makanan utama dan 3 kali snack
yaitu makan pagi, snack pagi, makan siang, snack siang, dan makan malam.

Distribusi makanan sehari

Makan Makan Makan


No. Bahan makanan Penukar Snack Snack
Pagi Siang Malam
1 Nasi /penukar 3 1 1 1
2 Roti 2 1 1
3 Biskuit 2 2
Protein Hewani
4 3 1 1 1
lemak rendah
Protein nabati /
5 2 1 1
penukar
6 Sayuran 2 1 1
7 Buah 4 1 1 1 0,5 0,5
8 Minyak 1 0,5 0,5
9 Jam 2 1 1
10 Susu 1 1

Setelah saudara selesai membuat standar makanan dan distribusi makanan sehari
dalam perencanaan intervensi gizi, kemudian lanjutkan dengan menyusun
implementasi intervensi gizi.

Implementasi intervensi gizi:


Implementasi intervensi gizi yang dimaksud dalam praktik asuhan gizi ini adalah
menyusun menu sehari untuk kasus Hiperemesis Gravidarum sesuai preskripsi diet
yang sudah ditetapkan, menggunakan standar menu dan distribusi bahan makanan
sehari yang sudah dibuat di atas. Penetapan hidangan menyesuaikan bentuk makanan
dan menggunakan bahan makanan atau makanan yang dianjurkan untuk diet
Hiperemesis Gravidarum. Saudara dapat menggunakan buku resep masakan untuk
memilih variasi hidangan yang menarik sehingga menjadi satu rangkaian menu untuk
pasien Hiperemesis Gravidarum pada kasus ini.
Berikut ini adalah susunan menu sehari sebagai berikut:

Makan pagi Roti panggang isi jam


Telur rebus
Snack pagi Selada buah
Makan siang Nasi
Perkedel daging panggang
Tahu bacem
Cah bayam merah
Melon
Snack sore Biskuit
Selada buah
Makan malam Nasi
Semur Ayam
Sate tempe
Setup wortel buncis
Pisang
Snack malam Roti panggang isi jam
Susu*
*Catatan: Pemberian minuman/susu tidak bersamaan dengan makanan untuk
mengurangi mual dan muntah.

Gambar 9.5. Selada Buah untuk Snack Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum
Sumber: https://www.cuisineaz.com/recettes/saladedefruitsdetefacile37425.aspx
Intervensi gizi yang telah saudara lakukan di atas merupakan intervensi gizi untuk
domain pemberian makanan dan zat gizi. Selanjutnya intervensi gizi dapat dilakukan
untuk domain edukasi, konseling dan koordinasi gizi, sebagai berikut :
Edukasi gizi dilakukan dengan memberi informasi dan memotivasi pasien dan keluarga
untuk mencapai tujuan terapi diet. Konseling gizi dilakukan bersama pasien dan
keluarga untuk melakukan modifikasi makanan (jenis, jumlah, jadwal dan cara
memenuhi kebutuhan zat gizi pasien). Koordinasi gizi dapat dilakukan berupa
konsultasi, merujuk atau berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
optimalisasi asuhan gizi bagi pasien Hiperemesis Gravidarum.
5. Membuat rencana monitoring dan evaluasi untuk kasus Hiperemesis Gravidarum
tersebut.
Setelah kita selesai melakukan intervensi gizi, selanjutnya kita menetapkan rencana
monitoring dan evaluasi untuk intervensi gizi yang dilakukan. Mari kita mengingat
kembali diagnosis gizi yang telah ditetapkan untuk kasus Hiperemesis Gravidarum ini.

Diagnosis gizi:
NI.2.1 Asupan oral inadequate berkaitan dengan mual, muntah, nafsu makan
menurun ditandai dengan asupan energi 48,57%, asupan protein 48,2%,
asupan lemak 40,72%, asupan karbohidrat 50,29% dari kebutuhan sehari.
NI.5.10.1 Asupan Fe inadequate berkaitan dengan nafsu makan menurun, setiapkali
makan dan minum muntah serta adanya peningkatan kebutuhan Fe ditandai
dengan asupan Fe 40,57%, kadar Hb 10,8 g/dl
NI.3.1 Asupan cairan inadequate berkaitan dengan muntah setiap kali makan dan
minum ditandai dengan asupan cairan 15% dari kebutuhan cairan sehari dan
kondisi lemah.

Berdasarkan diagnosis gizi di atas, saudara perhatikan Sign atau symptom yang ada
sebagai bukti adanya problem/masalah gizi. Sign atau symptom tersebut dapat dipilih
sebagai indikator atau parameter dalam monitoring evaluasi. Pilih Sign atau symptom
yang tepat yang dapat menjadi indikator asuhan gizi untuk kasus. Untuk memudahkan
rencana monitoring evaluasi, mari kita buat dalam bentuk matriks:
Indikator/Parameter Evaluasi Pelaksanaan Target
Asupan makanan Membandingkan Setiap hari Minimal asupan
melalui oral asupan energi, protein, energi, protein,
lemak, karbohidrat lemak, karbohidrat
dengan kebutuhan masingmasing 80%
sehari dari kebutuhan
Asupan Fe Membandingkan Setiap hari 35 mg
asupan Fe dengan
kebutuhan sehari
Kadar Hb Membandingkan kadar 1 kali per bulan > 12,0 g/dl
Hb hasil pemeriksaan
dengan standar normal
kadar Hb ibu hamil
Asupan Cairan Membandingkan Setiap hari Minimal 7 gelas
asupan cairan dengan atau
kebutuhan cairan (minimal sekitar
sehari 1500 ml )

Demikian praktik membuat rancangan asuhan gizi terstandar untuk pasien


Hiperemesis Gravidarum menggunakan langkahlangkah PAGT. Saudara dapat berlatih
mandiri sesuai contoh yang sudah diberikan. Selanjutnya, hasil rancangan menu diet
Hiperemesis II 2100 kkal untuk kasus di atas dapat dipraktikkan di laboratorium
penyelenggaraan makanan untuk mempersiapkan, mengolah, dan menyajikan
makanan atau menu sehari tersebut. Kemudian saudara dapat mengevaluasi menu
hasil praktik meliputi aspek bentuk makanan, penampilan hidangan, besar porsi
hidangan, warna hidangan, tingkat kematangan atau tekstur/konsistensi hidangan, dan
cita rasa seluruh hidangan tersebut.

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


Latihan berikut!

Soal Kasus Preeklampsia:


Ny A adalah seorang ibu hamil dengan usia kehamilan 32 minggu, merupakan
kehamilan pertama, usia Ny A 35 tahun. Sudah sehari ini dirawat di suatu Rumah Sakit
dengan keluhan utama sakit kepala dan pusing serta penglihatan kabur. Keluhan tersebut
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk RS. Keadaan umum saat ini: kompos mentis. Hasil
pemeriksaan fisikklinis sebagai berikut:
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu badan : 36,50C
Respirasi : 24 x/menit
Edema pada kedua tungkai.
Sedangkan hasil pengukuran antropometri yaitu:
Berat badan : 73 Kg
Tinggi badan : 154 cm,
LILA : 33,4 cm
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Proteinuria : +++
Hb : 10,7 g/dl
Hasil observasi pengeluaran urine 150 ml.
Ny A menyatakan tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya, atau penyakit lainnya baik
di dirinya maupun anggota keluarganya. Saat ini sedang direncanakan untuk pemeriksaan
laboratorium lainnya seperti ureum, creatinin, dan SGOT/SGPT.
Hasil anamnesa gizi Ny A sebelum masuk RS, pola makan 3 kali sehari dengan 2 kali
makanan selingan. Ny A tidak memiliki pantangan makanan, dan menyukai makanan yang
digoreng. Konsumsi sayur dan buah 34 kali/minggu. Sejak muncul keluhan sakit kepala,
asupan makan menurun dan saat dirawat di RS, asupan makanan berdasarkan recall 1x24
jam yaitu asupan energi 670, 5 kkal dan asupan protein 34,2 g.
Anda sebagai Ahli Madya Gizi diminta melakukan asuhan gizi untuk kasus di atas
menggunakan langkahlangkah PAGT.
1) Lakukan asesmen gizi pada kasus Preeklampsia tersebut.
2) Buat diagnosis gizi untuk kasus Preeklampsia.
3) Buat rencana intervensi gizi untuk kasus Preeklampsia.
4) Buat rencana monitoring evaluasi untuk kasus Preeklampsia.

Silakan saudara mengerjakan secara mandiri kasus Preeklampsia di atas mengikuti


langkahlangkah yang telah dicontohkan seperti latihan kasus yang telah dipelajari
sebelumnya. Berikut ini adalah petunjuk bagi saudara untuk menjawab latihan kasus
tersebut.
Untuk membantu saudara dalam menjawab latihan soal di atas, maka pelajari kembali
materi tentang:
1) Asesmen gizi untuk pasien Preeklampsia
2) Diagnosis gizi untuk pasien Preeklampsia
3) Intervensi gizi untuk pasien Preeklampsia
4) Monitoring evaluasi gizi untuk pasien Preeklampsia
Ringkasan

Pada saat menetapkan standar pembanding kebutuhan energi untuk pasien


Hiperemesis Gravidarum, perhatikan penambahan energi sebesar 180 kkal untuk kehamilan
trimester pertama atau 300 kkal untuk trimester kedua agar dapat memenuhi kebutuhan
energi kehamilan. Strategi intervensi gizi untuk lemak bagi pasien Hiperemesis Gravidarum
adalah lemak diberikan rendah, kurang dari 10 % kebutuhan energi total. Oleh karena itu,
modifikasi bentuk makanan menjadi kering, mudah dicerna, tidak berbumbu tajam, porsi
kecil tapi sering agar dapat diterima pasien yang sedang mengalami mual dan muntah.
Morning sickness biasa dialami ibu hamil trimester pertama, termasuk ibu hamil
dengan Hiperemesis Gravidarum. Jika makan pagi dan siang sulit diterima, optimalisasi
pemberian makan malam dan selingan malam agar dapat memenuhi kebutuhan gizi ibu
hamil. Tujuan utama atau prioritas intervensi gizi untuk pasien Preeklampsia adalah untuk
mencapai status gizi optimal dengan mencapai tekanan darah normal dan mencapai
keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Pada pasien Preeklampsia disertai adanya edema dan
oliguria, maka pemberian cairan dibatasi disesuaikan dengan cairan yang keluar melalui urin,
muntah, keringat dan pernapasan.

Tes 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1) Jika mual dan muntah terjadi terus menerus, maka masalah gizi yang muncul di
domain klinis pada pasien Hiperemesis Gravidarum adalah ....
A. Asupan oral inadequate
B. Asupan protein energi inadequate
C. Penurunan berat badan yang tidak diharapkan
D. Gangguan pola makan
E. Daya terima makanan terbatas

2) Strategi pemberian karbohidrat untuk pasien Hiperemesis Gravidarum adalah ....


A. Karbohidrat sangat rendah
B. Karbohidrat rendah
C. Karbohidrat cukup
D. Karbohidrat normal
E. Karbohidrat tinggi
3) Prinsip pemberian makanan untuk pasien Hiperemesis Gravidarum yaitu ….
A. Bentuk kering, mudah dicerna, tidak berbumbu tajam, porsi kecil tetapi sering
B. Makanan cair atau makanan saring, rendah serat, tidak merangsang saluran cerna
C. Bentuk makanan biasa seperti anggota keluarga lainnya, hanya penambahan
cairan
D. Berikan makanan padat energi dalam porsi besar agar frekuensi makan menjadi
2 kali
E. Berikan lebih banyak makanan selingan, makanan utama diganti dengan buah
segar

4) Rekomendasi kebutuhan energi untuk pasien preeklampsia yaitu ….


A. Pengurangan energi secara bertahap 250 – 500 kkal
B. Energi diberikan sesuai kebutuhan sebelum kehamilan
C. Penambahan energi tidak boleh lebih dari 300 kkal
D. Energi diberikan 80% dari kebutuhan energi sebelum hamil
E. Tidak ada penambahan energi karena ada mual dan muntah

5) Pada pasien preeklampsia, jenis vitamin yang diberikan lebih tinggi dari kebutuhan
normal adalah ….
A. Vitamin A dan B kompleks
B. Vitamin A dan D
C. Vitamin C dan B6
D. Vitamin A dan E
E. Vitamin A, D, E, K
Kunci Jawaban Tes
Tes Formatif 1
1) D
2) C
3) A
4) D
5) B

Tes Formatif 2
1) B
2) E
3) D
4) E
5) E

Tes Formatif 3
1) C
2) E
3) A
4) C
5) C
Glosarium
Morning sickness : Mual (nausea) yang umumnya dialami ibu hamil pada pagi
hari di trimester pertama kehamilan.
Parenteral nutrition : Pemberian zat gizi melalui intravena (pembuluh darah).
Metode Ini digunakan jika saluran gastrointestinal tidak
berfungsi atau jika pemberian makanan melalui oral tidak
memadai untuk kebutuhan pasien.
IUGR : Intra Uterine Growth Restriction. Suatu kondisi dimana
janin lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan
kehamilan atau pertumbuhan janin terhambat tidak
sesuai dengan usia kehamilannya.
Vasospasme : Istilah yang mengacu pada penyempitan pembuluh darah,
seperti vasospasme cerebral yaitu penyempitan pembuluh
darah di otak karena kontraksi otot pembuluh darah yang
menyebabkan diameter lumen pembuluh darah mengecil.
Clonus : Kelainan pada aktivitas neuromuskuler yang ditandai
dengan pergantian cepat kontraksi otot dan relaksasi. Hal
ini biasanya terjadi pada otot betis.
Trombositopenia : istilah medis yang digunakan untuk penurunan jumlah
trombosit di bawah batas minimal.
Hemolisis atau disseminated : kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena
intravascular coagulation gangguan integritas membran sel darah merah yang
(DIC) menyebabkan pelepasan haemoglobin.
Daftar Pustaka
Erick, M. 2008. Nutrition during pregnancy and lactation. In: Mahan, LK; EscottStump, S,
2008. Krause’s food & nutrition therapy, 12th edition. St. Louis, Missouri: Saunders,
Elsevier.

Instalasi Gizi Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. 2004.
Editor: Almatsier, S. Penuntun diet edisi baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2016. Terminologi Gizi dan Uraian Terminologi
Gizi , Bandung : Instalasi Gizi RSHS.

Khairani,Y. 2017. Etiologi, Patofisiologi, Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum. Tersedia pada


www.alomedika.com/penyakit/obstetrik danginekologi/hiperemesis
gravidarum/etiologi, diakses tgl 25 Desember 2017

Loh, KY,et al. 2015. Understanding Hyperemesis Gravidarum. Med J Malaysia Vol 60 No 3
August 2005.

Rees, G. 2014. Preconceptions and pregnancy. In: Gandy, J, 2014. Manual of Dietetic Practice.
Fifth Edition. British Dietetic Association. UK: John Wiley & sons.

Robert, JM, et al. 2013. Hypertension in pregnancy. American College of Obstetricians and
Gynecologist, Washington, DC.

Roth, Ruth A. 2011. Nutrition & Diet Therapy, 10th edition, Delmar, USA: Cengage Learning.

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG), Greentop Guideline No. 69. 2016.
The management of nausea and vomiting of pregnancy and hyperemesis gravidarum,
1st edition. London: RCOG.

Wagner, LK, et al. 2008. Preeclampsia. In : LammyKeefe, CJ, et al, 2008. Handbook of
nutrition and pregnancy. Totowa, NJ, USA : Humana Press.

World Health Organization (WHO). 2011. Recommendation for prevention and treatment of
preeclampsia and eclampsia. Geneva: WHO press.

Anda mungkin juga menyukai