Disusun Oleh :
2019-2020
A. Latar Belakang
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam tubuh berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar besi dalam darah.
Anemia defisiensi zat besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang
ditandai dengan penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin
yang rendah dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Kejadian
anemia defisiensi zat besi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Pada masa ini, remaja perempuan lebih rawan mengalami anemia gizi besi
dibandingkan remaja laki-laki karena perempuan mengalami menstruasi yang
mengeluarkan zat besi setiap bulan. Dampak anemia pada remaja putri memliki implikasi
serius untuk berbagai hasil yaitu gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental,
melemahnya perilaku dan perkembangan kognitif, berkurangnya kebugaran fisik dan
prestasi kerja, termasuk konsentrasi dalam belajar dan pekerjaan.
Sebuah studi membuktikan anemia defisiensi besi berpengaruh terhadap pertumbuhan
anak-anak dan perkembangan mental. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
defisiensi zat besi adalah faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan (asupan yaangkurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah
dan penyerapan zat besi dalam tubuh yang masih rendah (Passi, 2001).
Di Indonesia, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Departemen Kesehatan (Depkes) RI Tahun 2012, sebanyak 40,5% pada balita, ibu hamil
sebesar 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia10-18 tahun sebesar 5,1%, dan usia 19-
45 tahun sebesar 39,5% mengalami anemia gizi besi. Hal ini dapat dinyatakan bahwa
remaja putri memiliki prevalensi tertinggi mengalami anemia. Anak-
anak menderita anemia defisiensi besi.
Menurut Ramakrishnan (2001), strategi efektif yang dapat digunakan untuk mencegah
dan mengendalikan anemia gizi pada anak-anak adalah salah satunya dengan melakukan
intervensi berbasis makanan perbaikan diet (fortifikasi makanan dengan zat besi) dan
intervensi non- pangan (suplementasi besi dan penanggulangan penyakit cacingan).
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient) ke dalam suatu
bahan pangan. Tujuan utamanya untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang
ditambahkan sehingga status gizi suatu populasi akan meningkat.
Sebagai salah satu alternatif pengembangan produk dapat dilakukan dengan
pemberian macaroni schotel sebagai makanan selingan bagi penderita anemia.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki anemia defisiensi zat besi
adalah fortifikasi Fe dari bayam dalam pembuatan macaroni schotel. Diantara beberapa
sayuran yang termasuk ke dalam sumber makanan yang mengandung zat besi tinggi
seperti kentang yang mengandung Fe sebesar 1,9 mg/100 g, labu sebesar 1,4 mg/100 g,
bayam termasuk salah satu sayuran yang mempunyai kandungan Fe cukup tinggi yaitu
sebesar 3,9 mg/100 g. Selain itu, bayam juga kaya serat, harganya murah, dan siklus
pemanenannya sangat cepat (2 minggu) (Hadisoeganda,1996). Oleh karena itu, produk
yang dihasilkan dari penambahan bayam diharapkan memiliki kadar Fe yang tinggi, baik
untuk dikonsumsi anak-anak dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal
yang tidak kalah penting adalah kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam bayam,
yaitu 80 mg/100 g.
Konsumsi yang mengandung vitamin C sangat berperan dalam absorsi besi dengan
jalan meningkatkan absorbs zat besi dalam jalan meningkatkan absorbsi zat besi hingga
empat kali lipat (Argana dkk, 2004). Menurut Kuswardhani (2003), vitamin C membantu
penyerapan zat besi hingga 3-6 kali. Bioavailabilitas zat besi meningkat bila dikonsumsi
bersama dengan vitamin C, karena vitamin C akan mereduksi Fe³ menjadi Fe² sehingga
lebih mudah diserap oleh tubuh (WHO & FAO, 2004). Almatsier (2006) menyatakan,
bahwa vitamin C merupakan promotor yang kuat terhadap penyerapan zat besi dari
makanan dan dapat melawan efek penghambat dari tanin dan fitat. Salah satu sayur yang
mengandung vitamin C tinggi adalah brokoli, yaitu sebesar 89,2 mg/100 g.
Potensi bayam sebagai upaya pemenuhan defisiensi zat besi. Dalam fortifikasi
tersebut, akan ditambahkan dengan wortel yang berperan menyumbang vitamin C untuk
membantu memaksimalkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Fortifikasi ini diharapkan
menjadikan macaroni schotel sebagai modifikasi makanan yang dapat membantu
memenuhi kebutuhan zat besi bagi penderita anemia.
B. Tujuan Modifikasi Resep
1. Tujuan Umum
Mengetahui hasil modifikasi resep dengan meningkatkan mutu resep untuk penderita
anemia.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan analisa pada menu hasil modifikasi (nilai gizi dan biaya)
b. Mendapatkan data uji cita rasa (meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur)
C. Gambaran Resep
1. Resep awal Macaroni Schotel untuk 4 porsi
Cara membuat :
a. Rebus macaroni, tiriskan
b. Panaskan mentega, tumis bawang putih dan bawang bombay yang telah di cincang
hingga mulai menguning
c. Tambahkan daging ayam yang sudah dicincang, beri sedikit air
d. Campurkan macaroni, tambahkan bumbu gula garam serta lada, koreksi rasa
e. Tuang susu kedalam wadah, campurkan dengan telur dan diaduk rata
f. Campurkan macaroni yang telah diberi bumbu dan keju, aduk rata
g. Cetak dalam cup aluminium foil serta
h. Beri taburan keju quick melt, oregano dan parsley
i. Masukkan ke dalam oven dan panggang +/- 30 menit
2. Modifikasi Resep Macaroni Schotel untuk 6 porsi
a. Modifikasi dari segi bahan
Yaitu melakukan subtitusi pada daging ayam menjadi daging sapi, menambahkan
bayam sebagai makanan tinggi Fe dan wortel sebagai makanan yang tinggi
vitamin C yang berfungsi mempercepat penyerapan Fe.
Cara membuat :
a. Rebus macaroni, tiriskan
b. Panaskan mentega, tumis bawang putih dan bawang bombay yang telah di
cincang hingga mulai menguning
c. Tambahkan daging sapi yang sudah dicincang, beri sedikit air
d. Tambahkan wortel yang sudah di cincang, setelahnya masukkan bayam yang
telah dicincang
e. Campurkan macaroni, tambahkan bumbu gula garam serta lada, koreksi rasa
f. Tuang susu kedalam wadah, campurkan dengan telur dan diaduk rata
g. Campurkan macaroni yang telah diberi bumbu, aduk rata
h. Cetak dalam cup aluminium foil
i. Beri taburan keju, oregano dan parsley
j. Masukkan ke dalam oven dan panggang +/- 30 menit
b. Biaya
Untuk biaya resep Macaroni Schotel adalah:
Total Panelis
Warna
N %
1 = sangat tidak suka - -
2 = Tidak suka 1 10
3 = Agak suka 1 10
4 = Suka 6 60
5 = Sangat suka 2 20
Jumlah 10 100
Berdasarkan hasil uji organoleptic terhadap warna produk makanan Macaroni Schotel,
didapatkan hasil sebanyak 60% panelis suka, 20% sangat suka, 10% agak suka, dan
10% tidak suka. 60% panelis suka dengan warna yang di sajikan dalam produk
Makaroni schotel beragam, dimana terdapat campuran atau isian wortel, daging sapi,
dan bayam, sehingga menciptakan aneka warna yang beragam.
Total Panelis
Aroma
N %
1 = sangat tidak suka - -
2 = Tidak suka - -
3 = Agak suka 1 10
4 = Suka 3 30
5 = Sangat suka 6 60
Jumlah 10 100
Total Panelis
Rasa
N %
1 = sangat tidak suka - -
2 = Tidak suka - -
3 = Agak suka 2 20
4 = Suka 2 20
5 = Sangat suka 6 60
Jumlah 10 100
Berdasarkan hasil uji organoleptic terhadap rasa produk makanan Macaroni Schotel,
didapatkan hasil sebanyak 60% panelis sangat suka, 20% suka, dan 20% agak suka.
Rasa dari macaroni schotel yaitu gurih dan enak terutama campuran dari keju dan
bumbu bawang-bawangan serta rempah oregano dan parsley.
Total Panelis
Tekstur
N %
1 = sangat tidak suka - -
2 = Tidak suka - -
3 = Agak suka 4 40
4 = Suka 4 40
5 = Sangat suka 2 20
Jumlah 10 100
Berdasarkan hasil uji organoleptic terhadap tekstur produk makanan Macaroni Schotel,
didapatkan hasil sebanyak 20% panelis sangat suka, 40% suka, dan 40% agak suka.
Tekstur dari produk makanan macaroni schotel kurang lembut karena bahan dasar
macaroni yang digunakan merupakan macaroni whole wheat (gandum utuh), berbeda
dengan macaroni pada umumnya. Sehingga tekstur yang dihasilkan lebih kenyal dan agak
keras. Tidak hanya itu, namun juga disebabkan karena suhu macaroni schotel yang sudah
dingin, membuat tekstur nya menjadi agak keras.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek pembuatan macaroni schotel, telah mencapai tujuan untuk
diberikan kepada penderita anemia, dimana campuran bayam yang merupakan tinggi zat
besi disatukan dengan daging merah serta di perkaya dengan vitamin C dari wortel. Uji
cita rasa pada macaroni schotel secara keseluruhan, sebanyak 60% panelis suka terhadap
warna, 60% sangat suka terhadap rasa dan aroma, serta 40% suka terhadap tekstur.
6. Lampiran Form Uji Cita Rasa
1. Dihadapan Anda sudah terdapat sampel makanan lalu cicipilah sampel tersebut.
2. Pada kolom pengamatan, berikan penilaian anda dengan cara memasukan nomor
(kriteria penilaian) berdasarkan tingkat kesukaan.
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air mineral sebelum atau setelah mencicipi
sampel produk.
4. Setelah selesai, berikan komentar Anda.
2 = Tidak suka
3 = Agak suka
4 = Suka
5 = Sangat suka
Saran / komentar :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
Yogyakarta, …………..2019
7. Lampiran proses pembuatan produk macaroni schotel