Marasmus adalah bentuk gangguan nutrisi yang disebabkan tubuh kekurangan protein dan kalori.
Kedua nutrisi tersebut sangat dibutuhkan untuk menjalankan berbagai fungsi tubuh. Saat tubuh
kekurangan protein dan kalori, berbagai fungsi fisik mengalami perlambatan bahkan dapat terhenti.
Marasmus adalah masalah kesehatan yang umum terjadi di negara berkembang dan dapat dialami oleh
anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-anak, khususnya balita, kondisi ini lebih mungkin terjadi
dan memiliki keparahan yang lebih tinggi. UNICEF memperkirakan sedikitnya terdapat 500.000 kasus
kematian akibat marasmus pada anak-anak di dunia.
Kekurangan protein dan kalori juga dapat menyebabkan kwashiorkor yang merupakan komplikasi dari
marasmus. Pada umumnya, kwashiorkor terjadi pada usia anak-anak dan menyebabkan masalah
pertumbuhan, terutama stunting alias gangguan pertumbuhan tinggi badan. Kondisi kekurangan nutrisi
saat usia balita akan meningkatkan risiko seorang anak mengalami kwashiorkor.
Penetapan kondisi ini dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada tinggi dan berat badan. Pada anak-anak,
akan disesuaikan dengan batas usianya. Jika memiliki tinggi dan berat di bawah batas normal maka hal
tersebut kemungkinan tanda awal dari perkembangan marasmus. Selain itu, perilaku atau keaktifan
seseorang juga dapat menjadi penguat diagnosis, di mana seseorang dengan marasmus akan terlihat
lemas dan cenderung apatis. Kesulitan yang mungkin terjadi, terutama pada anak-anak, adalah
membedakan gejala awal kurang gizi dengan adanya penyakit infeksi.
Penderita akan mengalami penurunan berat badan yang disertai dengan dehidrasi, kemudian disertai
masalah saluran pencernaan seperti diare kronis. Jika asupan makanan tidak mencukupi dalam waktu
yang lama, maka lambung akan mengalami penyusutan. Marasmus juga identik dengan hilangnya
massa lemak dan otot sehingga seseroang dapat terlihat sangat kurus.
Selain itu, marasmus sering diawali dengan kelaparan dan beberapa gejala malnutrisi, di antaranya:
Kelelahan
Penurunan suhu tubuh
Gangguan emosi – tidak menunjukan ekspresi emosi
Mudah marah
Lesu
Perlambatan pernapasan
Tangan bergetar
Kulit kering dan kasar
Kebotakan
BACA JUGA: Waspada Sepsis Pada Anak yang Bisa Sebabkan Kematian
Gangguan nutrisi adalah hal yang sangat dipengaruhi berbagai hal. Marasmus sendiri dapat disebabkan
beberapa kemungkinan penyebab, di antaranya:
Kurang asupan protein dan kalori – adalah penyebab utama yang biasanya dipicu oleh terbatasnya
akses terhadap makanan.
Gangguan makan – beberapa jenis gangguan makan menyebabkan seseorang tidak mengonsumsi
kalori dan protein yang dibutuhkan, seperti anoreksia dan pica.
Status kesehatan – kondisi seseorang saat berada dalam masa pengobatan atau mengalami infeksi
seperti sifilis dan tuberkulosis menyebabkan seseorang membutuhkan asupan nutrisi yang tepat dalam
jumlah yang lebih banyak. Jika tidak terpenuhi maka akan dengan mudah mengalami defisiensi nutrisi.
Kondisi bawaan lahir – seperti penyakit jantung kongenital dapat mempengaruhi pola konsumsi
seseorang dan memicu asupan yang tidak seimbang yang menyebabkan malnutrisi.
Marasmus ditangani dengan bertahap, di mana kondisi dehidrasi pada penderita diatasi terlebih dahulu.
Dehidrasi dapat memicu kesulitan untuk mencerna makanan dan dapat memperburuk gejala diare jika
penderita mengalaminya.
Setelah mulai membaik, pengobatan dilanjutkan dengan pola makan seimbang untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi. Meskipun demikian, terkadang penderita tidak dapat mengonsumsi makanan dengan
cara normal sehingga makan dan minum dilakukan dalam jumlah yang sedikit, atau menggunakan
infus ke pembuluh darah vena dan lambung.
Selain itu, riwayat infeksi pada penderita juga perlu diperhatikan. Penggunaan antibiotik kemungkinan
diperlukan untuk mempertahankan nutrisi dan melawan penyakit di saat yang bersamaan. Sembuh dari
penyakit infeksi akan meningkatkan peluang kesembuhan secara signifikan.
Cara terbaik agar terhindar dari marasmus adalah dengan menerapkan pola makan seimbang dengan
cara memenuhi protein dari susu, ikan, telur atau kacang-kacangan. Selain itu konsumsi sayur dan buah
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral agar terhindar dari kondisi malnutrisi
secara umum.
Pencegahan infeksi juga merupakan hal penting karena berbagai penyakit dapat berpotensi
menyebabkan gangguan nutrisi pada seseorang, terutama jika ia pernah mengalami marasmus. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta memastikan bahwa
makanan yang dikonsumsi terbebas dari penyakit. Pada kelompok usia bayi, perlindungan juga
dilakukan dengan cara pemberian ASI untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan memperkuat daya tahan
tubuh.
Kwashiorkor dan marasmus adalah dua bentuk malnutrisi yang sering terjadi
pada anak-anak di negara berkembang. Kemiskinan dan kekurangan bahan
pangan adalah dua penyebab utamanya.
Selain di negara miskin, kondisi ini juga dapat terjadi di negara-negara yang tingkat
pendidikan penduduknya rendah, sedang mengalami situasi politik yang tidak stabil,
sedang mengalami bencana alam, dan kekurangan bahan makanan. Kwashiorkor
dan marasmus dapat terjadi pada usia berapa pun, tapi paling umum terjadi pada
anak-anak.
Rambut yang kering, jarang, dan rapuh, bahkan dapat berubah warna menjadi putih
atau kuning kemerahan seperti rambut jagung.
Mudah marah.
Perut membesar.
Diare.
Pertumbuhan terhambat.
Kulit kering dan rambut rapuh.
Diare kronis.
Selain itu, penderita marasmus rentan mengalami infeksi akut seperti infeksi saluran
pernapasan dan gastroenteritis, serta infeksi kronis seperti tuberkulosis.
Selain kwashiorkor dan marasmus, terdapat jenis ketiga keadaan malnutrisi energi
protein berat, yaitu campuran marasmus-kwashiorkor. Keadaan ini mempunyai
gejala campuran dari kedua kondisi tersebut.
Epidemiologi
Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengkonsumsi
makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih
cukup banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi
minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan
hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72%
kabupaten di Indonesia. Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk
dan gizi kurang pada anak balita yang dirawat mondok di rumah sakit
masih tinggi. Rani di RSU Dr. Pirngadi Medan mendapat 935 (38%)
penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat. Mereka terdiri
dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif
di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr.
Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus
sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang
kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya
krisis ekonomi di lndonesia.
Etiologi
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Patogenesa
Pada keadaan ini yang mencolok adalah pertumbuhan yang kurang atau
terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada
mulanya keadaan tersebut adalah proses fisiologis untuk kelangsungan hidup
jaringan, ubuh memerlukan energi yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan
yang masuk, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan
protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut.
Gejala klinis
Komplikasi
Defisiensi Vitamin A
Dermatosis
Kecacingan
Diare kronis
Tuberkulosis
Pengobatan
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting
yaitu:
Perlu diketahui oleh kita sekalian bahwa gizi buruk, khususnya kondisi
termasuk di dalam bentuk paling parah dari kondisi malnutrisi protein-
energi atau PEM di dunia. Marasmus ini paling kerap ditemui di negara
yang masih dalam status berkembang. Asia Selatan, Amerika Selatan dan
juga Afrika merupakan wilayah-wilayah yang paling banyak dengan kasus
seperti ini.
Penyebab
Penyebab dari terjadinya marasmus sudah dijelaskan sebelumnya, yakni
karena adanya asupan protein dan kalori yang tergolong kurang secara
berlebih. Namun selain dari hal tersebut, tentunya ada beberapa faktor
lainnya yang turut menjadi pendukung atau peningkat risiko terjadinya
marasmus. Di bawah inilah beberapa faktor risiko yang perlu dikenali.
Kelaparan Kronis
Kekurangan Vitamin
GRATIS biaya antar obat ke seluruh Indonesia hingga Rp.30,000 (minimum transaksi Rp.50,000)
Pesan Sekarang
Kalori adalah unit satuan energi yang dibutuhkan tubuh untuk
menjalankan fungsinya. Selain sumber energi, tubuh kita juga
memerlukan sejumlah besar protein. Tanpa protein yang cukup,
maka perbaikan sel dan pembentukan sel-sel baru menjadi
terhambat, sebagai contoh dalam proses penyembuhan luka.
Kelelahan
Kesulitan untuk tetap hangat (mempertahankan suhu tubuh)
Suhu tubuh lebih rendah
Diare
Nafsu makan berkurang
Sifat lekas marah
Kelemahan
Bernapas lebih lambat
Mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki
Kulit kering
Rambut rontok
Memar
# Gejala Marasmus
GRATIS biaya antar obat ke seluruh Indonesia hingga Rp.30,000 (minimum transaksi Rp.50,000)
Pesan Sekarang
Penurunan berat badan
Dehidrasi
Diare kronis
Perut cekung (kempes)
# Gejala Kwashiorkor
Jika kedua kelompok gejala ada secara bersamaan, maka disebut sebagai
marasmus-kwashiorkor.
kelaparan
ketidakmampuan pengasuh untuk mendapatkan makanan karena
kurangnya transportasi atau ketidakmampuan fisik
hidup dalam kemiskinan
Pengobatan
Kedua kondisi dapat diobati dengan perlahan-lahan dengan cara
meningkatkan asupan kalori. Dokter Anda dapat menambahkan
suplemen protein cair jika anak memiliki masalah mencerna
makanan. Dokter sering merekomendasikan suplemen multivitamin
dan mungkin meresepkan obat untuk meningkatkan nafsu makan.
Jika gejalanya parah, rawat inap mungkin diperlukan.
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk dari gangguan gizi yang dikenal sebagai
Kurang Energi dan Protein (KEP) 1), ada juga yang mendefinisikan bahwa
kwashiorkor adalah suatu sindrom yang diakibatkan defisiensi protein yang
berat. Defisiensi ini sangat parah, meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh
mencukupi kebutuhan. Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi
dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena
defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari
ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan. Pada umumnya, kandungan
karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya
sangat rendah 2)
Dan dapat dipahami, jika anak-anak yang mengalami kurang energi dan protein
itu, akan mudah terserang infeksi seperti diare, ISPA (infeksi saluran
pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain.
Gejala awal KEP dimulai dengan anak yang tidak mengalami pertambahan tinggi
maupun berat badan. Bila keadaan lebih lanjut, anak menjadi kurus dan berat
badan justru menurun. Gejala yang ada adalah anak akan lesu, apatis, selalu
gelisah, dan cengeng. Anak juga akan mudah terserang penyakit infeksi.
Apabila keadaan menjadi lebih buruk, anak yang mengalami kekurangan energi
dan protein sekaligus akan menjadi kurus-kering. Gejala kurus kering demikian
disebut sebagai marasmus. Istilah Marasmus berasal dari bahasa Yunani, yang
berarti kurus-kering. Sebaliknya, walau asupan protein sangat kurang, tetapi si
anak masih menerima asupan hidrat arang / karbohidrat (misalnya nasi ataupun
sumber energi lainnya), maka yang terjadi adalah gejala kwashiorkor.
Kulit penderita terlihat menjadi gelap. Pada ekstremitas dan punggung, timbul
bercak-bercak menebal yang dapat mengelupas. Kulit di bawahnya berwarna
merah muda yang hampir seperti pelagra.
Soal terjadinya edema, biasanya diawali akibat turunnya kadar albumin serum.
Ini mengakibatkan turunnya tekanan osmotik daerah. Cairan daerah akan
menerobos pembuluh darah dan masuk ke dalam cairan tubuh.
Anak-anak yang mengalami hal ini biasanya kehilangan nafsu makan, rewel,
diare, dan sikap apatis. Biasanya pula, mereka menderita infeksi lambung dan
perubahan psikomotor. Wajahnya bengkak. Pada orang dewasa, keadaan ini bisa
terjadi, dan yang terparah adalah busung lapar. Kwashiorkor dianggap ada
hubungannya dengan marasmus marasmick. Ini adalah satu kondisi terjadinya
defisiensi, baik kalori, maupun protein. Cirinya adalah dengan penyusutan
jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan juga ditambah dehidrasi 3)
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan
sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa
mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain
adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor.
a. Kwashiorkor
b. Marasmus:
c. Marasmik-Kwashiorkor:
1. Kemiskinan
Kemiskinan ini menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Rendahnya daya
beli masyarakat ini menyebabkan kebanyakan keluarga miskin di tidak mampu
memenuhi kebutuhan gizi bagi balitanya. Jangankan untuk membeli susu atau
makanan tambahan untuk bayi, untuk makan sehsri-hari saja mereka tidak
mampu. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka balita penderita gizi
buruk.
a. Lost Generation
Bayi penderita gizi buruk ini adalah balita yang tidak memiliki masa depan.
Nantinya mereka tidak mampu untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik
karena rendahnya nilai gizi yang dimiliki. Hal ini berdampak pada kualitas
Sumber Daya Mamusia yang semestinya menjadi pemimpin masa depan.
Kulit penderita terlihat menjadi gelap. Pada ekstremitas dan punggung, timbul
bercak-bercak menebal yang dapat mengelupas. Kulit di bawahnya berwarna
merah muda yang hampir seperti pelagra.Soal terjadinya edema, biasanya
diawali akibat turunnya kadar albumin serum. Ini mengakibatkan turunnya
tekanan osmotik daerah. Cairan daerah akan menerobos pembuluh darah dan
masuk ke dalam cairan tubuh.
Anak-anak yang mengalami hal ini biasanya kehilangan nafsu makan, rewel,
diare, dan sikap apatis. Biasanya pula, mereka menderita infeksi lambung dan
perubahan psikomotor. Wajahnya bengkak. Pada orang dewasa, keadaan ini bisa
terjadi, dan yang terparah adalah busung lapar.
Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu sindrom yang diakibatkan defisiensi protein yang
berat. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Cecily Williams bagi kondisi
tersebut yang diderita oleh bayi dan anak balita. Nama ini berasal dari daerah di
Pantai Emas, Afrika yang berarti anak terlantar.
Defisiensi ini sangat parah, meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh
mencukupi kebutuhan. Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi
dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena
defisiensi ini adalah dua tahun.
Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau
makanan sapihan. Pada umumnya, kandungan karbohidrat makanan tersebut
tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah.
Kulit penderita terlihat menjadi gelap. Pada ekstremitas dan punggung, timbul
bercak-bercak menebal yang dapat mengelupas. Kulit di bawahnya berwarna
merah muda yang hampir seperti pelagra.
Soal terjadinya edema, biasanya diawali akibat turunnya kadar albumin serum.
Ini mengakibatkan turunnya tekanan osmotik daerah. Cairan daerah akan
menerobos pembuluh darah dan masuk ke dalam cairan tubuh.
Anak-anak yang mengalami hal ini biasanya kehilangan nafsu makan, rewel,
diare, dan sikap apatis. Biasanya pula, mereka menderita infeksi lambung dan
perubahan psikomotor. Wajahnya bengkak. Pada orang dewasa, keadaan ini bisa
terjadi, dan yang terparah adalah busung lapar.