Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan Usaha
Harapan Hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan World Health
Organization (WHO) dalam Wirakusumah (2000), pada Tahun 1980 UHH adalah
55,7 tahun, angka ini meningkat pada tahun 1990 menjadi 59,5 tahun dan pada
tahun 2020 diperkirakan UHH menjadi 71,7 tahun.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-
2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000
adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang
diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun
2045 adalah 28,68%).
Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi
peningkatan UHH. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43
tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada
tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah
7,58%).
Situasi global pada saat ini di antaranya adalah :
- Setengah jumlah lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia.
- Pertumbuhan lansia pada negara sedang berkembang lebih tinggi dari negara
yang sudah berkembang.
- Masalah terbesar lansia adalah penyakit degeneratif.
- Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita penyakit degeneratif
tidak dapat beraktifitas (tinggal di rumah). Pertumbuhan penduduk lanjut usia
(lansia) diprediksi akan meningkat cepat di masa yang akan datang terutama di
negara-negara berkembang.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami
ledakan jumlah penduduk lansia, kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49

1
berdasarkan proyeksi 2010- 2035 menurun. Sedangkan kelompok umur lansia
(50-64 tahun dan 65+) berdasarkan proyeksi 2010-2035 terus meningkat.
Diangkatnya topik ”Lanjut Usia (Lansia)” pada volume kali ini, dapat bermanfaat
untuk meningkatkan agar tetap produktif dan meningkatkan kualitas hidupnya
secara optimal di masyarakat.
Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan
kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia
sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi
masyarakat. Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menetapkan, bahwa batasan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas
(Depsos RI, 2004).
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 138 ayat 1 menetapkan
bahwa Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk
menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis
sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat 2 menetapkan bahwa Pemerintah
wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi
kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial
dan ekonomis.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui status gizi lansia dan program perbaikan gizi yang
dapat dilakukan terhadap permasalahan fizi yang dialami lansia.

1.3. Manfaat
1. Bagi mahasiswa : menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang
program perbaikan masalah gizi pada lansia.
2. Bagi Akademik : pemenuhan tugas kuliah yang diberikan oleh dosen

2
BAB II
PEMBAHASA

2.1. Penyebab Masalah


Rasanya sudah umum diketahui bahwa penyebab masalah gizi adalah
multifaktor, yang utamanya melibatkan faktor pendidikan, ekonomi, keamanan,
pengendalian pertumbuhan penduduk, perbaikan sanitasi, keadilan sosial bagi
perempuan dan anak-anak, kebijakan dan praktik yang benar terhadap lingkungan
dan produktivitas pertanian. Sehubungan dengan itu, untuk dapat menuntaskan
masalah gizi tentunya dibutuhkan satu program terintegrasi yang terkait dengan
semua faktor tersebut.
Masalah gizi sering merupakan kelanjutan dari masalah kelaparan. Kelaparan
sering membuat orang menjadi memikirkan dirinya sendiri terkait kebutuhan akan
makanan untuk melangsungkan kehidupan, sehingga sering menyebabkan perilaku
yang tidak etis seperti mencuri dan melukai orang lain hanya untuk mendapatkan
makanan. Di Indonesia, masalah kelaparan memang tidak separah di Somalia, Sudan,
ataupun Bangladesh, namun masih ditemukan masalah kurang kalori-protein (KKP)
terutama pada anak balita, kurang zat besi terutama pada perempuan dewasa, kurang
yodium dan kurang vitamin A serta kekurangan zat gizi lainnya seperti zink. Akibat
terkait dari masalah tersebut adalah anak-anak di Indonesia berisiko untuk sering
terkena penyakit infeksi yang berut, mengalami gangguan pertumbuhan atau gagal
tumbuh dan mengalami kebutaan.
Kelaparan dan masalah gizi, utamanya masalah kurang kalori-protein
sebetulnya tidak perlu terjadi di Negara manapun. Sistem pertanian yang baik
harusnya memiliki kapasitas untuk menghasilkan makanan yang cukup untuk setiap
individu. Orang akan kelaparan dan kurang gizi karena miskin. Kemiskinan itu
dibuat oleh manusia sendiri, antara lain praktik diskriminasi terhadap perempuan
terutama dalam kesempatan untuk pendidikan dan peluang kerja wabah HIV/AIDS,
mempermasalahkan perbedaan rasial, pemerintah yang korupsi. Fktor-faktor lainnya
adalah sumber air yang tidak aman, tingkat pendidikan yang rendah, distribusi bahan
pangan yang tidak merata, tidak adanya kesempatan untuk bekerja dan produktivitas

3
pertanian yang rendah sehingga pada akhirnya akan berkontribusi terhadap masalah
kurang gizi.
2.2. Program Perbaikan Gizi Lansia
Cara mengakhiri masalah gizi kurang adalah dengan penanggulangan kurang
gizi jangka panjang. Cara tersebut akan bergantung pada kemampuan manusia untuk
bekerja sama untuk terwujudnya perkembangan pendidikan dan ekonomi,
kedamaian, pengendalian pertumbuhan penduduk, perbaikan sanitasi, keadilan sosial
bagi perempuan dan anak-anak. Faktor lain adalah kebijakan dan praktik yang benar
terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian. Kelompok yang sangat terpengaruh
oleh kurang gizi harus aktif herpartisipasi dalam proses perencanaan dan
implementasi program perbaikan gizi-kesehatan.
Untuk program gizi masyarakat dengan tujuan penanggulangan masalah gizi,
sudah banyak program yang diluncurkan, antara lain program edukasi gizi, program
suplementasi gizi melalui pernberian makanan maupun produk zat gizi seperti pil
besi dan vitamin A, program fortifikasi bahan makanan seperti fortifikasi yodium
pada garam maupun fortifikasi besi pada tepung. Meskipun demikian, angka kurang
gizi di masyarakat terutama pada kelompok rentan masalah gizi seperti
bayi,balita,anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui serta lanjut usia masih
tetap menjadi masalah.
Penanggulangan gizi pada lansia dilakukan melalui monitoring BB (kartu
lansia), pendidikan gizi (promosi garam beryodium, aneka ragam makanan (protein
hewani terutama produk laut, sayur dan buah), hindari kegemukan dan obesitas,
suplementasi Zn pada diabetes dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
mengembalikan fungsi pengecap. Lansia dengan penyakit degeneratif perlu diberikan
konseling gizi mengenai penyakit.
2.2.1. Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut
di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu
lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas

4
dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan
organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
Posyandu lansia / kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau /UKBM yang dibentuk
oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya pada
penduduk usia lanjut.
Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60tahun keatas.
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain:
1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,
sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
lansia
2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan
swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi
antara masyarakat usia lanjut.
Sasaran Posyandu Lansia :
1. Sasaran langsung: Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun)
Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas)Kelompok usia lanjut dengan
resiko tinggi (70 tahun ke atas)
2. Sasaran tidak langsung: Keluarga dimana usia lanjut berada
Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
Masyarakat luas Posyandu atau pos pelayanan terpadu merupakan
program Puskesmas melalui kegiatan peran serta masyarakat yang
ditujukan pada masyarakat setempat, khususnya balita, wanita usia
subur, maupun lansia. Pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia
meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat
dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih
awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah kesehatan yang
dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di
Posyandu Lansia seperti tercantum dalam situs Pemerintah Kota
Jogjakarta adalah:

5
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar
dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian,
naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan
mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua )
menit.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh
(IMT).
4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop
serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau
cuprisulfat
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit gula (diabetes mellitus)
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai
deteksi awal adanya penyakit ginjal.
8. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau
ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. Dan
9. Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi
setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan
memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan
olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk
meningkatkan kebugaran.
Kegiatan posyandu lansia yang berjalan dengan baik akan memberi
kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar, sehingga kualitas hidup masyarakat di usia lanjut tetap terjaga
dengan baik dan optimal. Berbagai kegiatan dan program posyandu
lansia tersebut sangat baik dan banyak memberikan manfaat bagi
para orang tua di wilayahnya. Seharusnya para lansia berupaya

6
memanfaatkan adanya posyandu tersebut sebaik mungkin, agar
kesehatan para lansia dapat terpelihara dan terpantau secara optimal.
Kebutuhan gizi klien lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat untuk
kelangsungan proses pergantian sel dalam tubuh, mengatasi proses
menua, dan memperlambat terjadinya usia biologis. Kebutuhan kalori
pada klien lanjut usia berkurangnya kalori dasar akibat kegiatan fisik.
Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan tubuh dalam kadaan istirahat, misalnya untuk jantung, usus,
pernapasan, ginjal, dll. Kebutuhan kalori klien lanjut usia tidak
melebihi 1700-2100 kalori, yang bersumber dari karbohidrat, lemak,
dan protein. Sebaiknya disesuaikan dengan macam kegiatannya.
Kebutuhan protein normal usia lanjut usia adalah 1 gr / kg BB / hari.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia,
dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan
(gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis,
buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran
tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium
sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia
Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja,
pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung
pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah
kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan
posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga
hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan
sebagai berikut :
1. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat
badan dan atau tinggi badan
2. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks
massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan
sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.

7
3. Meja III : Melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini
juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.
2.2.2. Pendidikan gizi
Pendidikan gizi merupakan suatu bidang pengetahuan yang
memungkinkan seseorang memilih dan mempertahankan pola makan
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan lansia
meliputi konsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Perilaku
kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan.
Salah satu timbulnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi.
Solusi dapat dilakukan melalui suatu proses belajar mengajar tentang
pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan bagaimana zat gizi
tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan. Seseorang yang didasari
dengan pengetahuan gizi memperhatikan keadaan gizi setiap makanan yang
dikonsumsinya, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh atau sering disebut gizi
seimbang.
Hal-hal yang menujukkan tentang pentingnya pengetahuan yang
didasarkan pada kenyataan yaitu :
1. Status gizi yang baik sangat penting untuk kesehatan dan
kesejahteraan.
2. Setiap orang hanya akan cukup jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan pertambahan
energi.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang penting sehingga penduduk
dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi keseimbangan
gizi.
Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang

8
pendidikannya. Rendahnya pengetahuan lansia menyebabkan
berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan kesehatan
sekalipun didaerah tempat tingggalnya banyak tersedia bahan
makanan (sayur dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai
yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana
mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
Pengetahuan tentang gizi, sebaiknya lansia mendapat bimbingan dan
pengawasan dari orang yang lebih mengerti tentang masalah tersebut,
sehingga lansia semakin tau dan mengerti tentang gizi dan dapat
melaksanakannya dengan baik. Pengetahuan lansia tentang gizi yang
baik akan mendukung konsumsi makanan yang baik juga sehingga
terjadi gizi seimbang untuk mengoptimalkan derajat kesehatan.

2.2.3. Penyuluahan Kesehatan dan Konseling Gizi


Penyuluhan Kesehatan bertujuan mengembangkan pengertian yang benar
dan sikap yang positif individu/ pasien atau kelompok/ keluarga pasien
(receiver) agar yang bersangkutan menerapkan cara hidup sehat dalam hidupnya
sehari-hari atas kesadaran dan kemauan sendiri. Kegiatan penyuluhan di
dilakukan oleh perawat, petugas penyuluhan kesehatan masyarakat, sedangkan
konsultasi gizi diberikan oleh petugas gizi masyarakat yang sudah
berpengalaman dalam teknik-teknik penyampaian informasi dan komunikasi dua
arah. Jumlah petugas diruang penyuluhan dan konsultasi gizi adalah 4 orang
petugas yang terdiri dari 2 orang perawat, satu orang petugas penyuluhan
kesehatan masyarakat dan satu orang ahli gizi. Penyuluhan kesehatan
masyarakat di BBKPM Bandung bertujuan agar pasien dan keluarga memahami:
1. Perjalanan dan bahaya penyakit paru pada umumnya dan khususnya penyakit
TBC
2. Cara penularan penyakit TBC, Tata cara minum obat dan akibat yang
ditimbulkan bila pengobatan tidak teratur atau tidak tuntas.
3. Pengertian tentang Pengawas Minum Obat (PMO)
4. Pemakaian alat kontrasepsi selama pengobatan

9
5. Pengarahan khusus kepada pasien penderita keluhan mental, tuna rungu,
stress dan lain-lain
6. Cara hidup sehat, sanitasi lingkungan dan perumahan, kesehatan perorangan
(personal hygiene) dan faktor-faktor yang bisa menghambat proses
kesembuhan pada pasien.
Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi interpersonal / dua arah
antarakonselor dan klien untuk membantu klienmengenali, mengatasi dan
membuatkeputusan yang benar dalam mengatasimasalah gizi yang
dihadapinya. Konseling gizi dilakukan oleh ahli gizi yaitu lulusan program
D3 gizi/ Div gizi yangdisebut nutritionist atau dietetion. Dalam proses
konseling gizi ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu pengkajian gizi,
diagnosa gizi, intervensi gizi dan monitoring evaluasi.
Maksud pemberian konsultasi gizi pada pasien adalah untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit, meningkatkan pengetahuan penderita
dan keluarga tentang asupan gizi yang diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan penyakit yang diderita. Konsultasi Gizi juga dimaksudkan
untuk meningkatkan status gizi penderita melalui bimbingan penyusunan
menu makanan dan melakukan evaluasi terhadap peningkatan status gizi
melalui pemantauan kenaikan berat badan. Pelayanan penyuluhan dilakukan
oleh tenaga ahli gizi. Prosedur standar penyuluhan gizi adalah:
1. Petugas mencatat identitas pasien pada buku pencatatan
laporan harian, Kartu Menuju Sehat, Leaflet diet yang
bersangkutan dan sistem informasi manajemen BBKPM
2. Pasien harus memperlihatkan hasil pemeriksaan laboratorium
sebagai bahan kajian
3. kemudian dilakukan pengukuran anthropometri (penimbangan
berat badan, tinggi badan atau panjang badan untuk bayi.
4. Selanjutnya petugas melakukan pengkajian status gizi
berdasarkan standar Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk pasien
dewasa dan standar WHO NCS untuk pasien anak

10
5. Melakukan pengkajian kebiasaan makan, pola makan dan
asupan maka dalam sehari (anamnesa).
Berdasarkan data-data diatas petugas akan mengetahui status
pasien dan memberikan penyuluhan gizi sesuai dengan
penyakit yang di derita serta obat yang diminum. Konsultasi
gizi diberikan berdasarkan penyakit yang di derita kepada:
1. Pasien TB yang berstatus gizi buruk
2. Penderita gizi kurang defisiensi kalori, protein, anemia,
dan penyakit paru-paru, dengan berat badan di bawah
normal serta asma kronis, bronchitis kronis, dan
emfisema.
3. Orang tua anak balita yang mengalami gizi kurang baik,
KEP Berat, KEP Sedang, KEP Ringan
4. Pasien penderita Diabetes Mellitus
5. Pasien penyakit hati seperti hepatitis dan pasien
penyakit paru yang disertai dengan kadar SGOT,
SGPT dan bilirubin tinggi
6. Pasien yang menderita penyakit lambung dan gangguan
pencernaan
7. Pasien penderita tekanan daran tinggi (hypertensi)
8. Pasien dengan kadar asam urat tinggi
9. Pasien penyakit paru yang disertai dengan kadar
kolesterol dan lemak tinggi
10. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk pasien
gizi buruk.
Untuk menunjang pekerjaan di lengkapi dengan Manequin (alat peraga
organ tubuh),Food Model, Alat Timbang Badan dan Tinggi Badan
(Microtoise) juga poster-poster dan Leaflet.
Menu seimbang untuk lansia adalah susunan yang mengandung cukup
semua unsure gizi yang dibutuhkan lansia (Nugroho, 2008). Syarat menu
yang seimbang untuk lansia menurut Nugroho (2008) antara lain :

11
1. Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri
atas zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lansia adalah 50%
dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran,
kacang-kacangan, dan biji-bijian).
3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total
kalori.
4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia,
yaitu 8-10% dari total kalori.
5. Dianjurkan mengandung tinggi serat (selulosa) yang bersumber pada
buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah
besar secara bertahap.
6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-
fat, yoghurt, dan ikan.
7. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan,
hati, daging, bayam, atau sayuran hijau.
8. Membatasi penggunaan garam.
9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan
makanan yang segar dan mudah dicerna.
10. Hindari bahan makanan yang tinggi mengandung alkohol.
11. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan lunak.

2.2.4. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)


KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah
dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut
KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal
dengan:
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur
enam bulan (ASI eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.

12
d. Menggunakan garam beryodium.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran
Promosi KADARZI adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
keluarga melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
agar dapat mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap
anggotanya, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang mendukung upaya KADARZI.
Strategi dasar utama promosi KADARZI adalah menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk sadar gizi yang diperkuat dengan bina
suasana dan advokasi serta didukung oleh kemitraan. Upaya mengubah dan
atau menciptakan perilaku sadar gizi harus didukung oleh upaya-upaya lain
yang berkaitan, seperti: Pemberlakuan kebijakan dan peraturan perundang-
undangan yang mendukung KADARZI, peningkatan keterjangkauan
pelayanan gizi, peningkatan ketahanan pangan di seluruh kelurahan dan desa,
serta subsidi pangan bagi keluarga miskin.
1. Gerakan Pemberdayaan Masyarakat
Adalah proses pemberian informasi KADARZI secara terus
menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran di
berbagai tatanan, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi
mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku sadar gizi.
Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah individu, keluarga dan
kelompok masyarakat.
2. Bina Suasana
Adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong
individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau melakukan
perilaku KADARZI.
Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi
apabila lingkungan sosial dimana dia berada (keluarga di rumah, orang-

13
orang menjadi panutan, idolanya, majelis agama, dan lain-lain) memiliki
opini yang positif terhadap perilaku sadar gizi. Bina suasana perlu
dilakukan karena akan mendukung proses pemberdayaaan masyarakat
khususnya dalam upaya mengajak para individu dan keluarga dalam
penerapan perilaku sadar gizi
3. Advokasi
Adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang
mendukung peningkatan penerapan KADARZI. Kebijakan publik di sini
dapat mencakup peraturan perundangan di tingkat nasional maupun
kebijakan di daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan
Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa dan lain sebagainya.
4. Kemitraan
Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif
bila dilaksanakan dengan dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI
adalah suatu kerja sama yang formal antara individu-individu, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai peningkatan
KADARZI. Kemitraan KADARZI berlandaskan pada 3 prinsip dasar
yaitu: Kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan

2.2.5. Fortifikasi dan Suplementasi Pangan


Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atan lebih zat gizi (nutrien)
kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat
gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus
diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan
detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa
kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian,
fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan
defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.

14
Untuk menggambarkan proses penambahan zat gizi ke pangan, istilah-
istilah lain seperti enrichment (pengkayaan), nutrification (Harris, 1968) atan
restoration saling dipertukarkan, meskipun masing-masing mengimplikasikan
tindakan spesifik. Fortifikasi mengacu kepada penambahan zat-zat gizi pada
taraf yang lebih tinggi dari pada yang ditemukan pada pangan asal/awal atau
pangan sebanding. Enrichment biasanya mengacu kepada penambahan satu atan
lebih zat gizi pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar
intemasional (indentitas pangan). Restoration mengacu kepada penggantian zat
gizi yang hilang selama proses pengolahan, dan nutrification berarti membuat
campuran makanan atau pangan lebih bergizi.
Menurut Banernfeind (1994) istilah nutrification lebih spesifik terhadap
ilmu gizi, sementara semua istilah-istilah yang lain diadopsi dari disiplin dan
aplikasi lain.
Suplementasi adalah penambahan satu atau lebih unsur pada keadaan yang biasa
terjadi. Suplementasi gizi adalah satu atau lebih zat gizi yang ditambahkan ke
konsumsi makanan sehari-hari dengan harapan terpenuhi kebutuhan gizinya.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan Dan Saran


Kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan Usaha
Harapan Hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan World Health
Organization (WHO) dalam Wirakusumah (2000), pada Tahun 1980 UHH adalah
55,7 tahun, angka ini meningkat pada tahun 1990 menjadi 59,5 tahun dan pada
tahun 2020 diperkirakan UHH menjadi 71,7 tahun.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-
2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000
adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang
diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun
2045 adalah 28,68%).
Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan
kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia
sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi
masyarakat. Program yang dibuat antara lain : Posyandu Lansia, Pendidikan gizi,
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), Fortifikasi dan Suplementasi Pangan

16

Anda mungkin juga menyukai