PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika
urinaria (kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius.
Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan
komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir
metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang
terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter
kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk
sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan
urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra ( Smeltzer, 2001 ).
Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan
tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini
dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya
berupa sindrom nefrotik.
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,
hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2011).
Penyebab yang pasti belum diketahui, umumnya dibagi menjadi;
sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena
reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder, disebabkan oleh parasit
malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glumerulonefritis
kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion,
pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dan lain-lain; sindrom nefrotik
idopatik.(Arif mansjoer, 2001).
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk Sindrom nefrotik
di Indonesia (Negara tropis) dan Negara maju. Di Negara maju
umumnya sindroma nefrotik jenis kelainan minimal; pada Sindrom
nefrotik terletak pada tubulus dan glomerulus tidak mengalami
1
gangguan fungsi. Di Indonesia (RSCM) umumnya jenis Sindrom
nefrotik bukan kelainan minimal yang menurut dugaan penelitian
disebabkan karena berbagai infeksi yang pernah diderita pasien atau
gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu lampau, kekurangan gizi
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah
mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari Sindrom
nefrotik bukan kelainan minimal tersebut (Cecily L.Betz dan Linda A,
Sowden, 2002).
Dari data studi dan epidemiologis tentang Sindrom nefrotik di
Indonesia belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika
serikat Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyebab gagal ginjal
kronik dan merupakan masalah kesehatan yang utama dengan jumlah
penderita mencapai 225 orang pertahun (11,86 %), dari 2150 orang
orang yang berobat kerumah sakit . Berdasarkan data yang penulis
dapatkan dari register di Ruang Penyakit Dalam Wanita Badan Pelayan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
didapatkan seluruh pasien yang dirawat inap dari bulan Mei 2005
sampai dengan Desember 2005 berjumlah 332 orang dan yang
menderita Sindrom nefrotik 2 orang atau (0,6 %). ( Hasibuan, Beby
Syofiani, 2005)
Maka dari kasus yang muncul tersebut, disini peran
perawat dibutuhkan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom
nefrotik, dimana berperan secara mandiri dan kolaboratif dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, misalnya dengan mendorong dan
memberi support pada anggota keluarga untuk ikut serta merawat
penderita baik di Rumah Sakit maupun setelah pasien pulang dari
Rumah Sakit, dan mendeteksi secara dini tentang keluhan-keluhan
penderita, yang tidak lepas dari usaha promotif dan preventif serta usaha
kuratif, rehabilitatif yaitu setelah pasien pulang dari Rumah Sakit.
2
Dari uraian di atas, maka dalam makalah ini penulis akan
membahas lebih lanjut mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Sistem Perkemihan Dengan Sindrom Nefrotik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi sindrom nefrotik ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal ?
3. Bagaimana etiologi sindrom nefrotik ?
4. Bagaimana patofisiologi sindrom nefrotik ?
5. Bagaimana tanda dan gejala sindrom nefrotik?
6. Bagaimana penatalaksanaan sindrom nefrotik ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang sindrom nefrotik ?
8. Bagaimana komplikasi sindrom nefrotik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Agar Mahasiswa mengetahui, mengerti, dan mampu melaksanakan
asuhan keperawatan pada gangguan sistem perkemihan dengan
sindrom nefrotik.
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami defenisi sindrom nefrotik
b. Mampu memahami anatomi dan fisiologi ginjal
c. Mampu memahami etiologi sindrom nefrotik
d. Mampu memahami patofisiologis sindrom nefrotik
e. Mampu memahami penatalaksanaan sindrom nefrotik
f. Mampu memahami pemeriksaan diagnostic sindrom nefrotik
g. Mampu memahami komplikasi sindrom nefrotik
D. Manfaaat Penulisan
Mahasiswa dapat mengembangkan pola pikir ilmiah dalam
menyelesaikan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem perkemihan yaitu sindrom nefrotik secara
teoritis , juga penerapannya dan sesuai dengan konsep teori yang telah
dipelajari.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2
LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia <2,5 g/dl,
edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200 mg/dL terkait kelainan
glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui (Trihono et al.,
2008).
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang
terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah,
2005)
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma yang
menimbulkan proteinuria, hipoalbumenemia, hiperlipidemia, dan edema
(Betz, Cecily dan Sowden, Linda. 2002)
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai
dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif, dengan
karakteristik : proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, disertaia
atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia.
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitonel dengan panjang 11-12 cm, di samping kiri kanan
vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh
karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas
ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah
ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infant, ginjal
berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga
waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan
medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-
18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh columna
bertini. Dasar piramid di tutup oleh korteks, sedang puncaknya (papila
5
marginalis) menonjol kedalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor
bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal.
Kaliks mayor / minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis
renalis inilah keluar ureter. Korteks sendiri terdiri atas glomerulus dan
tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari
tubuli ini akan membentuk nefron, satu unit nefron terdiri dari
glomerulus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-
kadang di masukkan pula duktus koligentes) (Price, 2001).
Tiap ginjal mempunyai 1,5 2 juta nefron, berarti pula 1,5 2
juta juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana
pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isotonik dengan plasma
pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat telah
diabsorbsi, meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol.
Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung
henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden,
konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi
hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat filtrat bergerak sepanjang
tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya
isoosmotik dengan plasma darah pada ujung duktus mengumpul. Ketika
filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi
filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah
direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau
kemih (Price, 2001).
2. Fisiologi Ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat
ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam
glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output..
Menurut Syarifuddin (2002) Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat
toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan;
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh;
6
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
Tiga tahap pembentukan urine :
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood
Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan
melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus (GFR Glomerular Filtration Rate). GFR normal dewasa :
120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan tubuh). GFR normal umur 2-12
tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus
dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan
hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid
darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan
koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler .
b. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah
reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah
difiltrasi
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
7
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium
sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion
kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
theurapeutik.Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih kurang
dan sesuai dengan umur.
C. Etiologi Sindrom Nefrotik
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi
antigen antibodi. Menurut Ngastiyah (2005), umumnya etiologi dibagi
menjadi :
1. Sindroma Nefrotik bawaan.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau reksi maternofetal,
resisten terhadap semua pengobatan.
Gejala : Edema pada masa neonatus.
2. Sindroma Nefrotik sekunder.
a. Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan plasmodium
malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit
malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak
terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu
kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari) atau parasit lainnya
a. Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purpura
8
anafilaktoid.
b. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis
vena renalis.
c. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, sengatan lebah, air raksa.
d. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membrano proliferatif, hipokomplementemik.
b. Sindroma Nefrotik Idiopatik atau sindrome nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui,
berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Diduga ada
hubungan dengan genetik, imunologik dan alergi. Sindrom nefrotik
idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik
primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak
terdapat imunoglublin G (IgG)pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
1. Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi
sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
2. Dengan penebalan batang lobular
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular.
3. Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel
sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
4. Glomerulonefritis membranoproliferati
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang
menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-
9
IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
5. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering
disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Sindroma Nefrotik juga bisa disebabkan dari sejumlah obat-
obatan yang merupakan racun bagi ginjal dan penyakit
medicastore 2009), diantaranya :
1. Obat-obatan, contoh :
a. Obat pereda nyeri menyerupai aspirin.
b. Senyawa emas.
c. Heroin intravena,
d. Penisilamin.
2. Penyakit, contoh :
a. Amiloidosi
b. Kanker.
c. Diabetes
d. Glumerulopati
e. Infeksi HIV
f. Leukemia
g. Limfoma.
h. Gemopati monoklonal.
i. Lupus eritematosus sistemik.
11
(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah. Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
penurunan tekanan onkotik (Carta A Gunawan, 2008).
Lipiduri, Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada
sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein
melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel (Carta A
Gunawan, 2008).
Edema, dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma akibat hipoalbuminemia dan retensi natrium (teori
underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron,
hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial
natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan
meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus
dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan
edema berkurang (Carta A Gunawan, 2008).
Membran glomerulus yang normalnya impermiabel terhadap
albumin dan protein lain menjadi permiabel terhadap protein
terutama albumin, yang melewati membran dan ikut keluar bersama
urine (hiperalbuminemia). Hal ini menurunkan kadar albumin
(hipoalbuminemia), menurunkan tekanan osmotik koloid dalam
kapiler mengakibatkan akumulasi cairan di interstitial (edema) dan
pembengkakan tubuh, biasanya pada abdomnal (ascites).
Berpndahnya cairan dari plasma ke interstitial menurunkan volume
cairan vaskulr (hipovolemia), yang mengaktifkan stimulasi sistem
reninangiaotensin dan sekresi ADH serta aldosteron. Reabsorpsi
tubulus terhadap air dab sodium meningkatkan volume intravaskuler
(Donna L. Wong, 2004 : 1404).
Poriterunia Hipoalbuminemia
Sindrom
nefrotik
Kelebihan
volume cairan Gangguan Ketidakseimb kecemasan
ADL angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang menyertai Sindroma Nefrotik menurut
Ngastiyah, 2005 antara lain :
1. Proteinuria.
13
2. Edema
Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
(anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital)
dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas
bawah.
3. Penurunan jumlah urine, urine gelap, dan berbusa.
4. Hematuria.
5. Anoreksia
6. Diare.
7. Pucat.
F. Pemeriksaan Penunjang/diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain : (Trihono et al.,
2008)
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis
yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
- Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik,
emeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA
Biopsi ginjal tidak diperlukan pada sebagian besar anak dengan
sindrom nefrotik. Lebih dari 80% anak dengan sindrom nefrotik
adalah sindrom nefrotik kelainan minimal dengan cirri khasnya
berupa histology ginjal yang normal pada pemeriksaamn
mikroskopis. Sisanya berupa GFS, 7%, GNMes, 5%, GNMP, 7%.
14
Dan GNM, 1-2%. Pasien yang menunjukkan gambaran klinis dan
laboratorium yang tidak sesuai dengan gejala kelainan minimal,
sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid. Biopsi
ginjal umunya tidak dilakukan pada sindrom nefrotik yang sering
kambuh atau dependen steroid selama masih sensitif steroid (Noer,
2002).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis menurut Mansjoer Arif, 2000 :
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan
natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis
dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 3
gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam,
dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1
mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan
respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat
digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama
pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional
Coopertive Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC), sebagai berikut :
1). Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2). Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama
pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten
selama 4 minggu
e. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
d. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi
15
vital.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena
memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah
pasien yang perlu di perhatikan adalah edema yang berat (anasarka),
diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau
gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang
tua mengenai penyakit pasien atau umum.
Pasien dengan sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di
tempat tidur karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien
kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih
berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan didalam
rongga toraks akan menyebabkan sesak napas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal di
letakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki
akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat). c. Bila
pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi
keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadui penyebab kematian
pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan
kegiatan sesuai kemampuannya , tetapi tetap didampingi atau
dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan.
Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang
setiap hari, diukur lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien
dengan sindrom nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan dan
pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindrom
nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kg BB/hari dan
cukup kalori yaitu 35 kal/kg BB/hari serta rendah garam (1g/hari).
Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat makanan
biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).
16
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan
tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada
kulit akibat infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah
infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat
tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering. Antibiotik
diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika
pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan
penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit
sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa
yang boleh dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu
diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet.
Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini sering
kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara
teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol
sesuai waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah,
2005).
H. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Sindroma nefrotik menurut
4. Kerusakan kulit.
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS SINDROM NEFROTIK
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien:
1. Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas
tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
2. Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-
6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada
pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat
mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-
18
anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan
kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya
infeksi.
3. Agama
4. Suku/bangsa
5. Status
6. Pendidikan
7. Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites).
19
4) Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji disini yaitu tentang kesehatan keluarga yang terkait
dengan masalah yang klien dengan sindrom nefrotik alami. Mungkin
saja ada anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan seperti
yang dialami oleh klien tersebut. atau bisa saja akan terkait dengan
penyakit keturunan yang dapat memicu terjadi masalah kesehatan
seperti sindrom nefrotik pada klien tersebut
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang
memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : TD bisa meningkaT
b. Nadi : Nadi meningkat seiring dengan peningkatan TD
c. Suhu : Jika terjadi komplikasi berupa infeksi, suhu tubuh klien
akan berada di atas normal.
d. Pernapasan : Pernapasan akan cepat dan tidak teratur
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
20
d. Hidung : Simetris kiri dan kanan, paten. Membran mukosa
lembab, utuh tanpa rabas. Mengidentifikasi bau dengan benar.
e. Mulut : Membran mukosa berwarna merah jambu/ coklat,
lembab, dan utuh. Uvula digaris tengah, refleks muntah aktif. Tidak ada
lesi.
f. Leher : Trake di garis tengah, tidak teraba nodus. Tiroid
tidak teraba
g. Dada dan thorax : Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan
pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
h. Jantung :-
i. Abdomen : Simetris. Bising usus positif di keempat kuadran.
Tidak ada massa. Klien dengan sindrom nefrotik, bisa saja terdapat
asites.
j. Genitalia : Penis tidak nyeri tekan, tidak ada rabas atau lesi.
Testis tidak nyeri tekan, terdapat edema. Tidak ada rabas vagina.
k. Rektum /anus : Mampu mengkontraksi sfingter ani.
Pemeriksaan rektum negative Terhadap massa atau lesi.
21
e. Data Sosial Ekonomi
Penyakit syndrome nefrotik bisa diderita oleh masyarakat dengan
ekonomi mengengah ke bawah ataupun masyarakat dengan ekomoni
menengah ke atas.
f. Data Psikologis
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress. Dengan adanya proses pengobatan yang lama
maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa
mengakibatkan penolakan terhadap pengobatan.
4. Pemeriksaan penunjang
1) Urinalisis :Proteinuria,secara mikroskopik ditemukan hematuria,
endapan pada urine, dan berbusa.
2) Urine 24 jam protein meningkat dan kreatinin klirens menurun.
3) Biopsi dengan memasukkan jarum ke dalam ginjal :pemeriksaan
histologi jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
4) Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin
meningkat atau normal, trigliserida meningkat, dan gangguan
gambaran lipid. (Nursalam & Fransisca B. B, 2009; 59)
B. Pengelompokan data
22
o melaporkan (periorbital/ekstremitas/abdo
ketidaknyamanan atau men)
kesulitan beraktivitas o Tampak gelisah, berkeringat
akibat adanya edema
o Melaporkan cemas,
khawatir, takut
terhadap kondisinya
o Melaporkan tidak bisa
tidur
C. Analisa Data
23
Problem Etiologi Symptom
DS: Gangguan Kelebihan
melaporkan sesak saat volume cairan
bernafas permeabilitas
melaporkan saat BAK selektif kapiler
volume urinnya sedikit glomerulus
dan berwarna gelap dan
berbau buah Produksi
melaporkan BB
meningkat dalam periode
albumin dalam
singkat
darah tidak
DO:
seimbang dg
auskultasi bunyi nafas
kehilangan
tidak normal
albumin yg
(dispnea/dangkal)
keluar dari
tampak adanya edema
glomerulus
(ekstremitas/periorbital/a
bdomen) Hipoalbuminem
pemeriksaan urinalisis ia
didapatkan proteinuria >
3,5 gr/hr, Penurunan
hipoalbuminemia < 30 tekanan onkotik
gr/I
timbang BB didapatkan Aktivasi SRAA
BB meningkat di atas (system renin
normal angiotensin
aldosteron)
Perpindahan
cairan dari sist.
vaskular ke
ruangan cairan
ekstraseluler
Edema
Proteinuria
24
Sindrom
nefrotik
D. Diagnosa keperawatan
1. Aktual/risiko kelebihanvolume cairan berhubungan dengan
penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tdiak adekuat efek sekunder
dari anoreksia, mual, muntah.
3. Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema
ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.
4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman,
kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
E. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
25
6) Monitor vital
sign
7) Monitor
indikasi
retensi /
kelebihan
cairan
(cracles,
CVP ,
edema,
distensi vena
leher, asites)
8) Kaji lokasi
dan luas
edema
9) Monitor
masukan
makanan /
cairan dan
hitung intake
kalori harian
10) Monitor
status nutrisi
11) Kolaborasi
pemberian
diuretik
sesuai
interuksi
12) Batasi
masukan
cairan pada
keadaan
hiponatrermi
dilusi dengan
serum Na <
130 mEq/l
13) Kolaborasi
dokter jika
tanda cairan
berlebih
muncul
memburuk
Fluid Monitoring
1) Tentukan
riwayat
26
jumlah dan
tipe intake
cairan dan
eliminasi
2) Tentukan
kemungkinan
faktor resiko
dari ketidak
seimbangan
cairan
(Hipertermia,
terapi
diuretik,
kelainan
renal, gagal
jantung,
diaporesis,
disfungsi
hati, dll )
3) Monitor
berat badan
4) Monitor
serum dan
elektrolit
urine
5) Monitor
serum dan
osmilalitas
urine
6) Monitor BP,
HR, dan RR
7) Monitor
tekanan
darah
orthostatik
dan
perubahan
irama
jantung
8) Monitor
parameter
hemodinami
k infasif
9) Catat secara
akutar intake
dan output
27
10) adanya
distensi
leher, rinchi,
eodem
perifer dan
penambahan
BB
11) Monitor
tanda dan
gejala dari
odema
28
Kelemahan otot 7) Berikan
yang digunakan makanan
untuk yang terpilih
menelan/mengun ( sudah
yah dikonsultasik
Luka, inflamasi an dengan
pada rongga ahli gizi)
mulut 8) Ajarkan
Mudah merasa pasien
kenyang, sesaat bagaimana
setelah membuat
mengunyah catatan
makanan makanan
harian.
Dilaporkan atau
9) Monitor
fakta adanya
jumlah
kekurangan
nutrisi dan
makanan
kandungan
Dilaporkan kalori
adanya 10) Berikan
perubahan informasi
sensasi rasa tentang
Perasaan kebutuhan
ketidakmampuan nutrisi
untuk 11) Kaji
mengunyah kemampuan
makanan pasien untuk
Miskonsepsi mendapatkan
Kehilangan BB nutrisi yang
dengan makanan dibutuhkan
cukup
Keengganan Nutrition
untuk makan Monitoring
Kram pada 1) BB pasien
abdomen dalam batas
Tonus otot jelek normalMonit
or adanya
Nyeri abdominal
penurunan
dengan atau berat badan
tanpa patologi 2) Monitor tipe
Kurang berminat dan jumlah
terhadap aktivitas
makanan yang biasa
Pembuluh darah dilakukan
kapiler mulai 3) Monitor
rapuh interaksi
29
Diare dan atau anak atau
steatorrhea orangtua
Kehilangan selama
rambut yang makan
cukup banyak 4) Monitor
(rontok) lingkungan
Suara usus selama
hiperaktif makan
5) Jadwalkan
Kurangnya
pengobatan
informasi,
dan tindakan
misinformasi
tidak selama
jam makan
6) Monitor kulit
kering dan
Faktor-faktor yang
perubahan
berhubungan:
pigmentasi
Ketidakmampua 7) Monitor
n pemasukan turgor kulit
atau mencerna 8) Monitor
makanan atau kekeringan,
mengabsorpsi rambut
zat-zat gizi kusam, dan
berhubungan mudah patah
dengan faktor 9) Monitor
biologis, mual dan
psikologis atau muntah
ekonomi. 10) Monitor
kadar
albumin,
total protein,
Hb, dan
kadar Ht
11) Monitor
makanan
kesukaan
12) Monitor
pertumbuhan
dan
perkembanga
n
13) Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
30
jaringan
konjungtiva
14) Monitor
kalori dan
intake
nuntrisi
15) Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral.
16) Catat jika
lidah
berwarna
magenta,
scarlet
3. Gangguan Activity NOC : NIC :
Daily Living (ADL) Self care : Activity Self Care assistane :
berhubungan dengan of Daily Living ADLs
edema ekstremitas, (ADLs) 1) Monitor
kelemahan fisik kemempuan
Kriteria Hasil : klien untuk
secara umum.
Klien perawatan
terbebas dari diri yang
Definisi : bau badan mandiri.
Gangguan Menyatakan 2) Monitor
kemampuan untuk kenyamanan kebutuhan
melakukan perawatan terhadap klien untuk
pada diri kemampuan alat-alat
untuk bantu untuk
Batasan karakteristik : melakukan kebersihan
ketidakmampu ADLs diri,
an untuk Dapat berpakaian,
mandi, melakukan berhias,
ketidakmampu toileting dan
ADLS
an untuk dengan makan.
berpakaian, 3) Sediakan
bantuan
ketidakmampu bantuan
an untuk sampai klien
makan, mampu
ketidakmampu secara utuh
an untuk untuk
toileting melakukan
31
Faktor yang self-care.
berhubungan : 4) Dorong klien
kelemahan untuk
kerusakan melakukan
kognitif atau aktivitas
perceptual, sehari-hari
kerusakan yang normal
neuromuskula sesuai
r/ otot-otot kemampuan
saraf yang
dimiliki.
5) Dorong
untuk
melakukan
secara
mandiri, tapi
beri bantuan
ketika klien
tidak mampu
melakukanny
a.
6) Ajarkan
klien/
keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
hanya jika
pasien tidak
mampu
untuk
melakukanny
a.
7) Berikan
aktivitas
rutin sehari-
hari sesuai
kemampuan.
8) Pertimbangk
an usia klien
jika
mendorong
32
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.
4. Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan prognosis Anxiety control Anxiety control
penyakit, ancaman, Coping 1) Anxiety
kondisi sakit, dan Impulse control Reduction
perubahan kesehatan. (penurunan
Kriteria Hasil : kecemasan)
Definisi : Klien mampu 2) Gunakan
Perasaan gelisah yang tak mengidentifikasi dan pendekatan
jelas dari mengungkapkan gejala yang
ketidaknyamanan atau cemas
menenangka
ketakutan yang disertai Mengidentifikasi,
n
respon autonom (sumner mengungkapkan dan 3) Nyatakan
tidak spesifik atau tidak menunjukkan tehnik
dengan jelas
diketahui oleh individu); untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas harapan
perasaan keprihatinan
normal terhadap
disebabkan dari
antisipasi terhadap Postur tubuh, ekspresi pelaku pasien
bahaya. Sinyal ini wajah, bahasa tubuh dan 4) Jelaskan
merupakan peringatan tingkat aktivitas semua
adanya ancaman yang menunjukkan prosedur dan
akan datang dan berkurangnya kecemasan apa yang
memungkinkan individu dirasakan
untuk mengambil selama
langkah untuk prosedur
menyetujui terhadap 5) Pahami
tindakan prespektif
pasien
Ditandai dengan : terhdap
Gelisah situasi stres
6) Temani
Insomnia
Resah pasien untuk
Ketakutan memberikan
Sedih keamanan
Fokus pada diri dan
KekhawatiraN mengurangi
Cemas takut
7) Berikan
Insomnia
informasi
Kontak mata
kurang faktual
mengenai
33
Kurang istirahat diagnosis,
Berfokus pada tindakan
diri sendiri prognosis
Iritabilitas 8) Dorong
Takut keluarga
Nyeri perut untuk
Penurunan TD menemani
dan denyut nadi anak
Diare, mual, 9) Lakukan
kelelahan back / neck
Gangguan tidur rub
Gemetar 10) Dengarkan
Anoreksia, mulut dengan
kering penuh
Peningkatan TD, perhatian
denyut nadi, RR 11) Identifikasi
Kesulitan tingkat
bernafas kecemasan
Bingung 12) Bantu pasien
Bloking dalam mengenal
Pembicaraan situasi yang
Sulit menimbulkan
berkonsentrasi kecemasan
13) Dorong
pasien untuk
mengungkap
kan perasaan,
ketakutan,
persepsi
14) Instruksikan
pasien
menggunaka
n teknik
relaksasi
15) Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan
34
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang
terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat
disertai hiperlipidemia.
Etiologi sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital,
glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder akibat penyakit sistemik.
Gejala klinis sindrom nefrotik yang khas adalah pitting edema akibat
proteinuria dan hipoproteinemia. Gejala lain berupa komplikasi seperti
asites, efusi pleura, edema anasarka. Hipertensi juga dapat dijumpai
pada semua tipe sindrom nefrotik.
Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 hal, yaitu :
1. proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau
rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik
2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
Penatalaksanaan pasien dengan sindrom nefrotik meliputi pengaturan
diit, penanggulangan edema, pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat memahami dan mempelajari dari isi
makalah ini agar berguna untuk mengaplikasikan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang mengalami sindrom nefrotik
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan,
penulis berharap bagi pembacanya untik mengkritik guna untuk
menyempurnakan makalah ini.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
37
38
39
40
41
42
43
44
PENUTUP
45
46
47
48
49