Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SINDROME NEFROTIK

PRISKA TEFA

1420117057R

KPN 17 B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA KUPANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian Sindrom
Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18
tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar
pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi Sindrom Nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu
kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti
pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada
tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Atas dasar inilah
penulis mencoba untuk membuat makalah dengan judul “Askep pada Bayi dan Anak dengan
Masalah Nephrology (Sindrom Nefrotik)”.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian sindroma nefrotik?
b. Apa etiologi sindroma nefrotik?
c. Bagaimana patofisiologi sindroma nefrotik?
d. Apa manifestasi klinis sindroma nefrotik?
e. Bagaimana penataklaksanaan sindroma nefrotik?
f. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan sindroma nefrotik?
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan sindrom
nefrotik serta factor-faktor yang berhubungan dengan masalh tersebut
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
a. Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
b. Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
c. Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
d. Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
e. Mengetahui penataklaksanaan sindroma nefrotik
f.Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang sindrom nefrotik
1.4. Manfaat
a. Memahami pengertian dari sindrom nefrotik
b. Memahami etiologi dari penyakit sindrom nefrotik
c. Memahami patofisologi sindrom nefrotik
d. Memahami manifestasi klinis sindrom nefrotik
e. Memahami penataklaksanaan sindroma nefrotik
f. Dapat memberikan yang tepat pada anak yang sindrom nefrotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria
dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer
Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria,
hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001).
Sindroma nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria massif,
hipoalbuminemia, hiperlipemia, dan edema (Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik
Vol. 2)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Syndrom Nefrotik :
a. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma)
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada
anak usia sekolah.
b. Sindroma Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus eritematosus
sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindroma Nefirotik Kongenital
Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian
dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
2.2. ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya,
ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke
garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan
batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi
kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu
menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri
dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang
dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta
nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1. Faal glomerulus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat
masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding
tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap
menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal
dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun :
30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2. Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat
yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.
a. Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di
glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa
yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl,
Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea.
Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
b. Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan
ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih
hipotonik.
c. Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
d. Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan
pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

2.3. ETIOLOGI
Menurut Arif Mansjoer sebab pasti belum diketahui. Sindrom nefrotik umumnya
dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut,
glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
2.4. PATOFISIOLOGI
 Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
 Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik
hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
 Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan
onkotik plasma
 Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria)
 Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
2.5. PATHWAY

2.6. MANIFESTASI KLINIS


1. Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital, edema
dependen, pembengkakan genitelia eksterna, edema fasial, asites dan distensi
abdomen.
2. Anorexia
3. Penambahan berat badan
4. Kulit pucat
5. Malese
6. Keletihan
2.7. KOMPLIKASI
1. Hypovolemia
2. Hilangnya protein dalam urin
3. Dehidrasi
4. Infeksi
5. Anorexia
6. Voleme urine menurun, kadang-kadang berwarna pekat dan berbusa

2.8. PENTALAKSANAAN
1. Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
2. Pembatasan sodium jika anak hipertensi
3. Antibiotik untuk mencegah infeksi
4. Terapi diuretik sesuai program
5. Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
6. Terapi prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari sesuai program

2.9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Adanya tanda klinis pada anak
2. Riwayat infeksi saluran nafas atas
3. Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
4. Menurunnya serum protein
5. Biopsi ginjal

2.10. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROMA NEFROTIK


A. Pengkajian
1. Identitas :
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap 100.000
anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 :
1.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah atau
kaki.
3. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS ) :
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut:
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset keluhan bengkak
pada wajah dan kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah,
kaji adanya anoreksia pada klien, kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien
pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit
diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji
tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat dan dokumentasikan
5. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural :
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan
dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien
6. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
a. Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan
bisa dijumpai.
c. Sistem persarafan : Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan : Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan : Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri
daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f.Sistem musculoskeletal : Dalam batas normal.
g. Sistem integument : Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin : Dalam batas normal
i. Sistem reproduksi : Dalam batas normal.
a) B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada
fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari
peningkatan beban volume
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada
sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum

7. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus
8. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan resiko komplikasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, edema,
penurunan pertahanan tubuh
C. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan : Tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan
intake dan output.
Kriteria Hasil :
a. Edema hilang atau berkurang.
b. Berat badan kembali normal.
c. Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
d. Berat jenis urin dan protein normal.
Intervensi :
a. Monitoring intake dan output cairan.
b. Observasi perubahan edema.
c. Batasi intake garam.
d. Ukur lingkar perut, perrtambahan berat badan setiap hari.
e. Monitor tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program.
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan lahoratorium.
2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan meningkatkan selera makan.
Kriteria Hasil :
a. tidak terjadi mual dan muntah
b. menunjukkan masukan yang adekuat
c. mempertahankan berat badan
Intervensi :
a. Monitor pola makan pasien.
b. Berikan pola makan porsi kecil frekuensi sering.
c. Anjurkan pasien untuk makan-makanan dalam keadaan hangat.
d. Catat jumlah atau porsi yang dihabiskan.
e. Sediakan makanan dalam suasana yang menyenangkan, santai, bersih selama makan.
f. Batasi intake sodium selama edema dan therapy steroid.
g. Timbang berat badan.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan


Tujuan : Tidak terjadi gangguan citra tubuh.
Kriteria hasil :
a. Anak mau mengungkapkan perasaannya.
b. Anak tertarik dan mampu bermain.
Intervensi :
a. Gali perasaan dan perhatian pasien terhadap penampilannya.
b. Catat aspek positif dari penampilan terhadap berkurangnya edema.
c. Anjurkan aktivitas dalam batas toleransi.
d. Dukung sosialisasi dengan orang yang tidak terinfeksi.
e. Berikan umpan balik yang positif.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun


Tujuan : Pasien terbebas dari infeksi atau tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
b. Leukosit dalam batas 4.10-38.00 ribu / mmkk.
c. Suhu tubuh normal (36-37 ° C )
Intervensi:
a. Jauhkan pasien kontak dengan orang yang terinfeksi.
b. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan dengan baik dan benar.
c. Tempatkan pasien dalam ruangan non infeksi.
d. Lakukan tindakan atau prosedur dengan teknik aseptic.
e. Jaga pasien dalam kondisi hangat dan dan kering.
f. Monitor tanda tanda vital, tanda vital untuk mengetahui infeksi secara dalam.
g. Berikan perawatan yang rutin pada alat invasive yang di pasang dalam tubuh misal infus.
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, edema,


penurunan pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria Hasil : Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi.
Intevensi :
a. Ubah posisi tidur tiap 4 jam.
b. Gunakan bantal atau alas bantal yang lunak untuk mengurangi daerah yang tertekan.
c. Lakukan massage pada daerah yang tertekan dengan baby oil.
d. Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi.
D. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut:
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Gangguan citra tubuh teratasi
d. Tidak ada tanda-tanda infeksi
e. Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ginjal merupakam salah satu organ penting dalam system urinia. Sedangkan

sindroma nefrotik merupakan salah satu penyakit kelainan pada ginjal. Sindroma nefrotik

merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi

pada anak dengan karakteristik proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbunemia,

hyperlipedemia dan edema. Penyebab sindroma nefrotik belum diketahui secara pasti.

Namun para ahli telah membagi dalam beberapa etiologi.

B. Saran

Apabila terdapat gejala-gejala klinis pada anak, anak segera diperiksakan ke

petugas-petugas kesehatan terdekat untuk mengetahui apakah anak menderita sindrom

nefrotik dan dapat mendapat pertolongan secara dini.


DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yulianni. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak.PT. Fajar Interpratama: Jakarta

Wong, Donna L dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Vol 2. EGC: Jakarta

Masjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Media Aesculapius FKUI :Jakarta.

http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-anak-dengan-

sindrom.html

http://myfirstblog-willapangesti.blogspot.com/2012/04/blog-post.html

http://rianjulianto11.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

http://rizamunandar.blogspot.com/2014/03/asuhan-keperawatan-pada-kasus-sindrom.html

Anda mungkin juga menyukai