Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

NEFROTIK SYNDROM

OLEH

MARIA SURIANTO SEDIA

NPM : 1614201017

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………i
DAFTAR ISI..…………………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………..1
1. 1 Latar belakang………………………………………………………………2
2. 2 Tujuan Penulisan…………………………………………………………….3

BAB 2 TINJAUAN TEORI………………………………………………………….4


2. 1 Defenisi……………………………………………………………………….5
2. 2 Etiologi………………………………………………………………………..6
2. 3 Patofisiologo………………………………………………………………….7
2. 4 Tanda dan gejala……………………………………………………………..8
2. 5 Masalah Keperawatan……………………………………………………….9
2. 6 Patway………………………………………………………………………..10
2. 7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………….11
2. 8 Pengkajian Fokus……………………………………………………………12
2. 9 Diagnosa Keperawatan……………………………………………………...13
2.10 Rencana Keperawatan………………………………………………………14
BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………………..15
3. 1 Kesimpulan ………………………………………………………………….16
3. 2 Saran………………………………………………………………………….17
DAFTARA PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga laporan
pendahuluan ini dapa tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga saya mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontrubusi dengan memeberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya
Dan harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
saya. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran kritik yang
memebangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat dengan
sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada didalam
tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan
homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa
melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ tersebut tidak
luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu terjadi dapat menyebabkan
suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti,
2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi
yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka kejadian di Indonesia
pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14
tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan
responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan keperawatan yang benar pada
pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik
yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi, anatomi fisiologi ginjal,
patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan
sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, dan
evaluasi keperawatan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus.

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia


dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal.

Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada
anak yang ditandai dengan kumpulan gejala seperti proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam
atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+),
hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia.

Berdasarkan respons terhadap pengobatan steroid, sindrom nefrotik dikelompokkan


ke dalam Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan Sindrom nefrotik resisten steroid
(SNRS).

Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) merupakan suatu keadaan dimana


penderita sindrom nefrotik (SN) tidak mencapai fase remisi atau perbaikan setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh (2mg/kg/hari). Keadaan remisi adalah keadaan dimana
penderita sindrom nefrotik mengalami perbaikan dengan tanda proteinuria negatif
(proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) tiga hari berturut-turut dalam satu minggu. Dari uraian di
atas dapat diketahui bahwa terjadi proteinuria yang menetap pada sindrom nefrotik resisten
steroid.

B. PENYEBAB
 Etiologi

Berdasarkan etiologinya, SNRS bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu


kongenital, idiopatik atau primer, dan sekunder.

1. Kongenital

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya


adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa
neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Primer atau idiopatik

Pada kejadian primer atau idopatik dapat disebabkan oleh kelainan histopatologi
sebagai berikut:
a. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
b. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
c. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNMPD)
d. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
e. Glomerulopati membranosa (GNM)
3. Sekunder

Terkadang SNRS dapat mengikuti penyakit lain baik infeksi, penyakit sistemik,
maupun obat-obatan. Hal ini disebut sindrom nefrotik sekunder. Hal ini dapat memperburuk
prognosis. Berikut ini penyakit lain yang dapat mengikuti sindrom nefrotik sekunder:

a. Infeksi
1. Sifilis, toxoplasmosis, cytomegalovirus, rubella kongenital
2. Hepatitis B dan C
3. AIDS
4. Malaria
5. Penyakit sistemik
6. Lupus erimatosus sistemik (LES)
7. Keganasan, seperti leukimia dan limfoma
8. Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis),
sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis
nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
9. Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)
glomerulonephritis
b. Obat-obatan
1. Penicillamine
2. Emas
3. Obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
4. Interferon
5. Air raksa
6. Heroin
7. Pamidronate
8. Lithium
C. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:

1. Oedem umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.
D. PATOFISIOLOGI
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan
oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum di
ketahui ang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding
kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat
dari kebocoran dari glomerulus dan akirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan
osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah kedalam intertisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadi volume cairan intravascular berkurang sehingga
menurunkan jumlah cairan darah ke renal karena hipovolemi. Menurunnyaaliran darah ke
renal ginjal akan melakukan kompensasi dengan meransang produksi rennin angiotensin
dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan
menyebabkan edema. (Wati, 2012)
Terjadi peningkatan cholesterol dan triglicerida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam
hatiyang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam
urin. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau deveins seng. (Suryadi dan Yuliani, 2001).

 Masalah Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
2. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia
4. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif
5. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas
6. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan
E. PAHWAY
F. PENATALAKSANAAN

Pemeriksaan Diagnostik Hasil


 Pemeriksaan Protein urin  Meningkat
 Pemeriksaan Berat jenis urin  Meningkat
 Pemeriksaan Urinalisis  Cast hialin dan granular, hematuria
 Pemeriksaan Dipstick urin  Positif untuk protein dan darah
 Pemeriksaan Albumin serum  Menurun
 Pemeriksaan Kolesterol serum  Meningkat
 Pemeriksaan Hemoglobin dan hematokrit  Meningkat (hemokonsetrasi)
 Pemeriksaan Laju endap darah (LED)  Meningkat
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Penatalaksanaan Medis

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi. Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifatsimptomatik, untuk
mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,
mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih
1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
4. Diuretikum, boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,
klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis
aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis
aldosteron.
5. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis
40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu
c. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20
mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
6. Diet. Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema.
Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila
terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik
tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus
diberikan cukup banyak.
7. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
8. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari,
dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat
diberi garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein
ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien
diberikan diet rendah natrium.
9. Kemoterapi
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering
terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik
(imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian Fokus
1. Identitas klien :laki-laki atau perempuan
2. Riwayat penyakit sebelumnya
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Aktivitas/istirahat : kelemahan/malaise, kehilangan tonus otot
5. Eliminasi : perubahan pola berkemih, perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
6. Makanan/cairan : BB (Oedema), anoreksia, mual, muntah
7. Pernafasan : nafas pendek, takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi
8. Nyeri : nyeri pinggang, sakit kepala

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia


2. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
3. Resiko kerusakan integritas kulit b.d. immobilitas

J. RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional


DX Keperawatan Hasil
1. Ketidakseimban Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat nutrisi 1. Untuk membuat
gan nutrisi tindakan dan makanan yang diet yang sesuai
kurang dari keperawatan selama disukai. 2. untuk mengurangi
kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan 2. Beri makan mual dan nutrisi
b.d mual muntah pemenuhan nutrisi sedikit-sedikit tapi dapat terpenuhi
d.d tidak ada pasien adekuat sering 3. untuk menarik
nafsu makan, dengan kriteria hasil: 3. Sajikan makanan minat pasien
porsi makan 1. Tidak ada tanda- bervariasi dan untuk makan
tidak habis tanda mal nutrisi sesuai selera 4. untuk dapat
2. Berat badan ideal pasien memberikan
sesuai dengan 4. Kolaborasi dengan nutrisi yang tepat
tinggi badan ahli gizi tentang
3. Tidak terjadi pemberian diet
penurunan berat
badan yang
berarti karena
nutrisi

2. Kelebihan Setelah dilakukan 1. Ukur TTV 1. Untuk


volume cairan tindakan 2. Catat intake dan mengetahui
b.d penurunan keperawatan selama out put keadaan umum
tekanan osmotic 3x24 jam diharapkan 3. Timbang BB tiap pasien
plasma d.d dapat hari 2. untuk balance
odema mempertahankan 4. Kolaborasi cairan
keseimbangan cairan pemberian cairan 3. untuk mengetahui
dan elektrolit pada 5. Kolaborasi efektifitas terapi
pasien dengan pemberian dan perawatan
kriteria hasil: deuritika 4. untuk menjaga
1. Terbebas dari keseimbangan
edema, efusi, cairan
anasarka 5. untuk mengurangi
2. Bunyi nafas odema
bersih, tidak ada
dyspneu/ortopne
u
3. Tanda-tanda vital
dalam batas
normal

3. Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji warna ,tekstur 1. untuk mengetahui


kerusakan tindakan kulit dan pitting awal kerusakkan
integritas kulit keperawatan selama odema kulit
b.d retensi Na 3x24 jam diharapkan 2. Jaga kulit untuk 2. untuk mencegah
dan peningkatan untuk mencegah tetap bersih dan kerusakan lebih
ureum, kerusakan lebih kering lanjut
immobilitas lanjut dengan 3. Hindari penekanan 3. agar sirkulasi
kriteria hasil: kulit dalam waktu darah pada bagian
1. Integritas kulit lama dan ubah kulit tertentu
yang baik bisa posisi setiap 2 jam terjaga
dipertahankan 4. Tinggikan kepala 4. untuk menurunkan
2. Tidak ada dengan bantal odema periorbital
luka/lesi pada 5. Tempatkan bantal 5. untuk
kulit di bawah dan menghindarai
3. Perfusi jaringan diantara kaki penekanan
baik
4. Mampun
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan
lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma
protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.
Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin,
2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, dan sekunder, yaitu
yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan
terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular
berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis yaitu
urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan
serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.

B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih banyak
referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu,
pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan
yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J.2012. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2008. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made
Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta:
EGC.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2013. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai